HARI
MINGGU PRAPASKAH IV
Bacaan untuk Katekumen (Tahun A Scrutinies): 1Sam.
16:1b,6-7,10-13a; Mzm. 23:1-3a,3b-4,5,6; Ef. 5:8-14; Yoh. 9:1-41
Injil hari ini mengisahkan tentang penyembuhan seorang pengemis yang
lahir buta. Ia duduk di pinggir jalan. Ketika murid-murid Yesus melihat
pengemis buta itu, mereka berpikir, orang itu buta sejak lahir, karena
dosa. Begitulah pikiran orang zaman dahulu dan juga sekarang.
Persoalannya, siapakah yang telah berbuat dosa, orang itu atau
orangtuanya?
Menurut Yesus, bukan dosa orang itu dan bukan dosa
orangtuanya. Dia buta sejak lahir supaya pekerjaan Allah dinyatakan di
dalam dia. Yesus lalu meludah ke tanah, membuat lumpur, lalu
menggosokkan lumpur itu pada mata orang buta itu. Kemudian Yesus
menyuruh dia supaya pergi membasuh diri di Kolam Siloam. Dia pun
membasuh dirinya di kolam itu, lalu sembuh.
Banyak orang yang
mengenal pengemis buta itu heran ketika melihat dia bisa melihat dan
bergerak dengan bebas. Di antara mereka ada yang percaya dan ada yang
ragu-ragu akan pekerjaan Allah yang dinyatakan di dalam orang itu.
Peristiwa itu terjadi pada hari Sabat, lalu orang banyak itu membawanya
kepada orang-orang Farisi. Orang-orang Farisi menanyakan kepadanya
bagaimana peristiwa itu terjadi. Tanpa ragu-ragu dia menjelaskan bahwa
Yesuslah yang telah menyembuhkannya. Penjelasan seperti ini jelas tidak
diinginkan oleh kaum Farisi. Lalu mereka minta supaya orang yang telah
disembuhkan tadi menyangkal imannya. Kemudian Yesus menemui dan dengan
lembut menerimanya. Betapa bahagianya orang buta itu! Dia telah mendapat
karunia iman secara Cuma-Cuma.
Kisah ini menggambarkan dengan
sangat indah perjalanan hidup kita sebagai orang Kristen dan bagaimana
kita harus menjadi orang Kristen yang sejati. Orang bisa meragukan
kebenaran dan kesaksian hidup kita dan mungkin juga mendebat atau
menantang perbuatan dan pandangan kita karena iman akan Yesus. Kita
mungkin diserang dengan berbagai pertanyaan. Bahkan ada yang mungkin
telah dikucilkan dari lingkungannya karena imannya akan Yesus. Dalam
situasi sepert i ini, apakah berani bertahan dalam iman dan
mempertanggungjawabkan iman kepada dunia dan lingkungan kita?
Kebenaran iman yang telah kita terima dan hayati harus kita pertanggungjawabkan.
(Fr. Yohanes Andi, O.Carm/Cafe Rohani)