Ilustrasi: Missale Romanum tahun 1920 |
Jumat, 17 Mei 2019
KATKIT (Katekese Sedikit) No. 238
Seri Liturgi
DITATA & DIATUR
Syalom aleikhem.
Perayaan Ekaristi alias Perjamuan Tuhan bukan kegiatan spontan tanpa tata cara. Ada aturannya. PUMR no. 17 menyatakan nilai pentingnya mengatur Perayaan Ekaristi. Mengapa? Sebab, itu dikehendaki Sang Kristus sendiri. Sejak Ekaristi yang pertama di dunia, yaitu Perjamuan Malam Terakhir, Kristus telah menetapkan adanya tata cara. Beliau mengatur rinci bagaimana Perjamuan akan dilaksanakan. Jika Ekaristi pertama saja ditata, maka Ekaristi kedua, ketiga dan seterusnya pun ada tata caranya.
Apa tujuan pengaturan itu? Ada dua: pertama, supaya para pelayan dan umat beriman dapat berpartisipasi dalam Perayaan Ekaristi menurut tugas dan perannya; kedua, supaya Umat Allah dapat memetik buah-hasil Ekaristi sepenuh-penuhnya.
Pengaturan memungkinkan partisipasi. Tanpa pengaturan, semua akan acak-acakan. Ekaristi tentu bukan hal seperti itu. Ada tugas dan peran masing-masing yang terlibat. Ada pemimpin, ada pembaca, ada penyanyi, dsb. Semuanya dilaksanakan bukan demi perayaan itu sendiri, melainkan demi buah-hasil Ekaristi bagi Umat Allah.
Demi buah-hasil itulah, meski ada aturan untuk Ekaristi, sebaiknya itu diterapkan sesuai dengan keadaan umat setempat. Artinya, ada penyesuaian di sana-sini. Contohnya, umat di kampung pedalaman yang tak pandai menyanyi, ya tak usah disuruh bernyanyi polifoni. Demikianlah kita memahami mengapa Ekaristi “ditata” dan “diatur”. Sejak Ekaristi pertama, sudah demikian adanya.
Rev. D. Y. Istimoer Bayu Ajie
Katekis Darin
KATKIT (Katekese Sedikit) No. 238
Seri Liturgi
DITATA & DIATUR
Syalom aleikhem.
Perayaan Ekaristi alias Perjamuan Tuhan bukan kegiatan spontan tanpa tata cara. Ada aturannya. PUMR no. 17 menyatakan nilai pentingnya mengatur Perayaan Ekaristi. Mengapa? Sebab, itu dikehendaki Sang Kristus sendiri. Sejak Ekaristi yang pertama di dunia, yaitu Perjamuan Malam Terakhir, Kristus telah menetapkan adanya tata cara. Beliau mengatur rinci bagaimana Perjamuan akan dilaksanakan. Jika Ekaristi pertama saja ditata, maka Ekaristi kedua, ketiga dan seterusnya pun ada tata caranya.
Apa tujuan pengaturan itu? Ada dua: pertama, supaya para pelayan dan umat beriman dapat berpartisipasi dalam Perayaan Ekaristi menurut tugas dan perannya; kedua, supaya Umat Allah dapat memetik buah-hasil Ekaristi sepenuh-penuhnya.
Pengaturan memungkinkan partisipasi. Tanpa pengaturan, semua akan acak-acakan. Ekaristi tentu bukan hal seperti itu. Ada tugas dan peran masing-masing yang terlibat. Ada pemimpin, ada pembaca, ada penyanyi, dsb. Semuanya dilaksanakan bukan demi perayaan itu sendiri, melainkan demi buah-hasil Ekaristi bagi Umat Allah.
Demi buah-hasil itulah, meski ada aturan untuk Ekaristi, sebaiknya itu diterapkan sesuai dengan keadaan umat setempat. Artinya, ada penyesuaian di sana-sini. Contohnya, umat di kampung pedalaman yang tak pandai menyanyi, ya tak usah disuruh bernyanyi polifoni. Demikianlah kita memahami mengapa Ekaristi “ditata” dan “diatur”. Sejak Ekaristi pertama, sudah demikian adanya.
Rev. D. Y. Istimoer Bayu Ajie
Katekis Darin