foto: Youtube HtDiocese |
Seri Liturgi
BERDIRI BERLUTUT DUDUK
Syalom aleikhem.
Sikap tubuh jemaat yang seragam sewaktu merayakan Ekaristi, demikian bunyi PUMR no. 42, menandakan kesatuan seluruh umat yang berhimpun dalam satu iman. Kompak, menurut bahasa jaman now. Dalam hal ini, selera pribadi tak boleh diikuti. Perihal tata gerak bukan perkara selera orang per orang, namun ketentuan dan tradisi liturgis Gereja.
Inilah beberapa tata gerak jemaat. Pertama, berdiri kapankah? Dari awal, yaitu Nyanyian Pembuka, sampai akhir Doa Pembuka. Kemudian, umat berdiri lagi sewaktu Bait Pengantar Injil dilagukan sampai Injil selesai diwartakan. Saat Syahadat, umat berdiri sampai selesainya Doa Umat. Terakhir, umat berdiri dari “Berdoalah Saudara” sampai akhir Misa dengan beberapa pengecualian yang disebut di bawah.
Setelah Kudus selesai, umat berlutut selama Doa Syukur Agung, terutama saat Konsekrasi, demikian PUMR no. 43 menyebut. Apakah boleh umat tak berlutut saat Konsekrasi? Boleh dengan syarat: masalah kesehatan (misalnya sakit lutut) dan masalah teknis (tempat tak memungkinkan). Namun, saat imam berlutut setelah Konsekrasi, umat yang tak bisa berlutut hendaknya membungkuk khidmat. Ungkapan hormat dan sembah mesti muncul sewaktu Konsekkrasi.
Kapan umat duduk? Selama Bacaan I & I serta Mazmur Tanggapan, Homili, Persiapan Persembahan, serta saat hening sesudah Komuni.
Rev. D. Y. Istimoer Bayu Ajie
Katekis Daring