Banyak orang Kristiani akrab dengan perumpamaan tentang anak yang hilang. Ini adalah perumpamaan yang berfokus pada seorang anak laki-laki yang meninggalkan ayahnya, tetapi akhirnya kembali dan bertobat dari kesalahannya.
Paus St Yohanes Paulus II berkata dalam sebuah homili pada tahun 1999 bahwa perumpamaan ini harus diganti namanya.
Perumpamaan luhur yang biasanya disebut “anak yang hilang,” tetapi yang seharusnya disebut “bapa yang murah hati” (lih. Luk 15:11-32).
Rembrandt van Rijn | Public Domain |
Paus St. Yohanes Paulus II kemudian menjelaskan alasannya, berfokus pada kasih penuh belas kasihan yang ditunjukkan sang ayah dalam perumpamaan itu.
Di sini sikap Allah disajikan dalam bentuk yang benar-benar luar biasa dibandingkan dengan kriteria dan harapan manusia… Bapa yang penuh belas kasih yang memeluk anak yang hilang adalah ikon definitif Allah yang diwahyukan oleh Kristus. Pertama dan terutama Dia adalah Bapa. Adalah Allah Bapa yang mengulurkan tangannya dalam berkat dan pengampunan, selalu menunggu, tidak pernah memaksa anak-anak-Nya. Tangan-Nya menopang, menggenggam, memberi kekuatan dan, pada saat yang sama, menghibur, dan membelai.
Paus St Yohanes Paulus II percaya bahwa fokus utama dari perumpamaan ini seharusnya adalah cinta kasih Bapa dan bagaimana cinta yang sama itu diberikan kepada kita semua.
Dalam terang pewahyuan wajah dan hati Allah Bapa ini, kita dapat memahami perkataan Yesus, yang sangat membingungkan logika manusia: “Akan ada lebih banyak sukacita di surga atas satu orang berdosa yang bertobat daripada atas sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan” (ibid., 15:7). Dan: “Ada sukacita di hadapan para malaikat Allah atas satu orang berdosa yang bertobat” (ibid., 15:10).
Sementara menamai perumpamaan "anak yang hilang" menyoroti aspek penting dari perumpamaan itu, menamakannya "bapa yang penuh belas kasihan" menekankan pada kasih Allah yang berlimpah yang diungkapkan dalam cerita itu.