Hari Biasa Pekan XVIII
Seorang imam adalah tiang-tiang dasar untuk membantu orang lain, sedangkan saya begitu lemah sehingga membutuhkan bantuan orang lain. --- St. Albertus dari Trapani
Antifon Pembuka (Mzm 81:17)
Umat-Ku akan Kuberi makan sari gandum dan Kupuaskan dengan madu kuat.
Doa Pagi
Allah Bapa Yang Maharahim, kasihanilah dan dampingilah kami dengan sabda-Mu, daya Roh-Mu. Kami mohon, berilah kami rezeki untuk bekal perjalanan, ialah Yesus pemimpin kami, yang menjadi Pengantara kami di hadapan-Mu. Sebab Dialah yang hidup dan berkuasa, yang bersama dengan Dikau dalam persatuan Roh Kudus, Allah, sepanjang segala masa. Amin.
Karya: Grzegorz Zdziarski/istock.com |
Sekali peristiwa, dalam perjalanannya melintasi gurun pasir, orang-orang Israel berkata, “Siapa yang akan memberi kita makan daging? Kita teringat akan ikan yang kita makan di Mesir tanpa bayar, akan mentimun dan semangka, bawang prei, bawang merah dan bawang putih. Tetapi sekarang kita kurus kering, tiada sesuatu pun yang kita lihat kecuali manna.” Adapun manna itu seperti ketumbar dan kelihatannya seperti damar bedolah. Orang-orang Israel berlari kian ke mari untuk memungutnya, lalu menggilingnya dengan batu kilangan atau menumbuknya dengan lumpang. Mereka memasaknya dalam periuk dan membuatnya menjadi roti bundar; rasanya seperti rasa penganan yang digoreng. Dan apabila embun turun di tempat perkemahan pada waktu malam, maka turunlah juga manna di situ. Musa mendengar keluh kesah bangsa itu, sebab orang-orang dari setiap keluarga menangis di depan pintu kemahnya. Maka bangkitlah murka Tuhan dengan sangat, dan hal itu dinilai jahat oleh Musa. Maka Musa berkata kepada Tuhan, “Mengapa Kauperlakukan hamba-Mu ini dengan buruk, dan mengapa aku tidak mendapat kasih karunia dalam pandangan-Mu? Mengapa Engkau membebankan kepadaku tanggung jawab atas seluruh bangsa ini? Akukah yang mengandung atau melahirkan bangsa ini? Mengapa Engkau berkata kepadaku, ‘Pangkulah dia seperti seorang inang memangku anak yang sedang menyusu? Bimbinglah dia ke tanah yang Kujanjikan dengan sumpah kepada nenek moyangnya!’ Dari manakah aku mengambil daging untuk diberikan kepada seluruh bangsa ini? Sebab mereka menangis kepadaku dan berkata, ‘Berilah kami daging untuk dimakan.’ Aku seorang diri tidak dapat memikul tanggung jawab atas seluruh bangsa ini, sebab terlalu berat bagiku. Jika Engkau berlaku demikian kepadaku, sebaiknya Engkau membunuh aku saja; jika aku mendapat kasih karunia dalam pandangan-Mu janganlah kiranya aku mengalami malapetaka!”
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.
Mazmur Tanggapan
Ref. Bersorak sorailah bagi Allah, kekuatan kita.
Ayat. (Mzm 81:12-13.14-15.16-17; Ul: 2a)
1. Umat-Ku tidak mendengarkan suara-Ku, dan Israel tidak suka kepada-Ku. Sebab itu Aku membiarkan dia dalam kedegilan hatinya; biarlah mereka berjalan mengikuti angan-angannya sendiri!
2. Sekiranya umat-Ku mendengar Aku; sekiranya Israel hidup menurut jalan yang Kutunjukkan, seketika itu juga musuh mereka Aku tundukkan, dan para lawan mereka Kupukul dengan tangan-Ku.
3. Orang-orang yang membenci Tuhan akan tunduk kepada-Nya, dan itulah nasib mereka untuk selama-lamanya. Tetapi umat-Ku akan Kuberi makan gandum yang terbaik, dan dengan madu dari gunung batu Aku akan mengenyangkannya.
Bait Pengantar Injil, do = f, 2/4, PS 961
Ref. Alleluya, alleluya, alleluya
Ayat. (Mat 4:4b)
Manusia hidup bukan saja dari makanan, melainkan juga dari setiap sabda Allah.
Inilah Injil Suci menurut Matius (14:13-21)
Verbum Domini
Renungan
Kita sering mendengar ungkapan ini: Orang yang lapar adalah orang yang pemarah. Benar sekali, rasa lapar memiliki kemampuan untuk melemahkan rasionalitas kita dan bahkan memutarbalikkan spiritualitas kita, sedemikian rupa sehingga kita bahkan bisa melakukan sesuatu yang gila dan bodoh. Tapi menjadi pemarah adalah cerita lain sama sekali. Kita bisa jadi pemarah bukan karena lapar, tapi karena kita cerewet.
Pada bacaan pertama, kita mendengar bagaimana bangsa Israel mulai menjadi pemarah, bukan karena lapar tetapi karena lelah makan manna, hari demi hari. Dan keluhan mereka membebani Musa sampai-sampai dia mengadukannya kepada Tuhan. Tetapi apa yang Musa rasakan tentang keluhan orang-orang itu jauh lebih sedikit tentang bagaimana perasaan Yesus atas eksekusi Yohanes Pembaptis.
Bagi Yesus, itu adalah tragedi pribadi, ini adalah waktu untuk meninggalkan segalanya dan menghabiskan waktu dalam kesedihan yang luar biasa. Tetapi ketika orang datang kepada-Nya dengan kebutuhan mereka, Dia mengesampingkan kesedihan-Nya dan bahkan mengasihani mereka dan menyembuhkan mereka yang sakit. Musa terbebani oleh keluhan orang-orang itu. Yesus berduka atas kematian Yohanes Pembaptis.
Kita telah mengalami kedua jenis situasi sebelumnya. Bagaimana reaksi kita sebelumnya? Dan bagaimana kita akan bereaksi di masa depan? Kita bisa terus mengeluh tentang beban kita dan menggerutu tentang hal-hal yang tidak berjalan dengan baik. Atau seperti Yesus, kita akan percaya pada kasih karunia Allah untuk mengubah beban menjadi berkat, dan membantu orang lain melakukan hal yang sama.. (RENUNGAN PAGI)
Umat-Ku akan Kuberi makan sari gandum, dan akan kukenyangkan dengan madu dari gunung batu.