Para orang kudus berkhotbah secara efektif dalam bahasa yang sederhana dan tanpa hiasan, seperti dalam kasus Pastor Ars. Namun khotbah mereka yang paling efektif adalah teladan hidup mereka. Mereka dapat berkata seperti St. Paulus: “Bagiku hidup adalah Kristus.” Mereka dapat mengulangi pemikiran St. Hieronimus: “Kristus adalah nafas bibirku.” Seperti St. Yohanes Krisostomus mereka dapat berkata: “Hatiku adalah hati Kristus.” Mereka dapat mengatakan seperti St. Agustinus: “Aku hanyalah sebuah alat dalam pelayanan kepada Kristus,” dan dengan St. Anselmus: “Mataku adalah mata Kristus.” Ketika kita merenungkan kata-kata yang menandakan tingginya kekudusan ini, kita merasa sangat kecil, lusuh, dan jauh dari kesempurnaan Kristiani yang seharusnya kita cita-citakan. Mungkin kita masih tenggelam dalam dosa; atau mungkin kita bimbang antara perkara dunia ini dan perkara Allah; atau mungkin, kita masih belum melepaskan egoisme dan rasa puas diri yang biasa-biasa saja demi mempersembahkan diri kita sepenuhnya kepada Tuhan. Kekristenan yang sejati menuntut kita untuk meninggalkan diri kita sendiri, menjalani kehidupan Kristus, dan melakukan segala upaya untuk memperoleh kesempurnaan.
Melalui karya Inkarnasi dan Penebusan, Yesus tidak hanya mengambil tubuh dan jiwa manusia agar Ia dapat lebih dikasihi dan menebus kita, namun Ia juga mengambil tubuh mistik, yang terdiri dari seluruh manusia di dalam keadaan rahmat tersebut. Tubuh mistik adalah Gereja, yang dipimpin oleh Kristus. Kita semua harus berkeinginan untuk menjadi anggota tubuh mistik ini. Untuk melakukan hal ini kita harus menjalani kehidupan Kristus, yang merupakan kasih karunia-Nya. Jika kita terpisah dari kehidupan Kristus, kita bukan lagi orang Kristen. Kita hanyalah anggota tubuh yang mati dan busuk, jika kita menggunakan metafora pohon anggur dan ranting-rantingnya. “Akulah pokok anggur,” kata Yesus, “kamulah ranting-rantingnya. Siapa yang tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia,” lanjutnya, “dia menghasilkan banyak buah. Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku,” Dia menambahkan, “dia akan dibuang ke luar seperti ranting dan layu; dan mereka akan mengumpulkannya dan melemparkannya ke dalam api, dan mereka akan terbakar.” (Lih. Yoh 15:4-5)
“Untuk ranting,” kata St. Agustinus, “tidak boleh ada tindakan setengah-setengah. Entah ia tetap menyatu dengan pokok anggur, atau dibuang ke dalam api.” Hal yang sama juga berlaku bagi kita masing-masing. Kita harus memilih antara persatuan erat dengan Yesus, atau perpisahan dan kematian rohani. Kita harus memutuskan antara kehidupan yang penuh semangat di dalam Kristus, atau kehidupan yang hangat dan penuh dosa.
Apakah saya bertekad untuk menjalani kehidupan Kristus dengan berjuang untuk bersatu secara tak terpisahkan dengan-Nya melalui kasih karunia ilahi? Apakah saya siap untuk mengatakan bersama St. Paulus: “Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang? Seperti ada tertulis: "Oleh karena Engkau kami ada dalam bahaya maut sepanjang hari, kami telah dianggap sebagai domba-domba sembelihan." Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita. Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” (Rm. 8:35-39) Namun untuk mewujudkan hal ini, saya perlu menjauhi segala dosa dan mencari Tuhan dalam segala hal dan dalam segala tindakan. Aku harus mencintai Tuhan dengan segenap hatiku dan memupuk kehidupan ilahi dalam diriku melalui doa, renungan, dan Komuni yang sering. Jika saya gagal menerapkan resolusi ini, saya akan menjadi ranting yang tandus, hanya cocok untuk api abadi.—
Antonio Bacci (4 September 1885 – 20 Januari 1971) adalah seorang kardinal Gereja Katolik Roma asal Italia. Ia diangkat menjadi kardinal oleh Paus Yohanes XXIII.