| Home | Bacaan Harian | Support Renungan Pagi | Renungan Minggu Ini | Kisah Para Kudus | Katekese Iman Katolik | Privacy Policy |

CARI RENUNGAN

>

Meditasi Antonio Kardinal Bacci: Setia pada Yesus

 

 
 
 St Yohanes Penginjil menceritakan bagaimana, setelah mukjizat penggandaan roti, Yesus Kristus ingin membuat orang-orang mengerti bahwa Dia akan memberi manusia roti yang jauh lebih berharga, yaitu, diri-Nya sendiri, roti hidup, yang hidup, roti yang turun dari surga. Karena orang banyak yang mengelilingi Dia masih belum mengerti, Dia menambahkan: “Akulah roti hidup yang turun dari surga. Barangsiapa makan roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang akan Kuberikan adalah daging-Ku untuk kehidupan dunia.”

Namun pada tahap ini, orang-orang Yahudi mulai berdebat satu sama lain. “Bagaimana orang ini bisa memberi kita daging-Nya untuk dimakan?” Yesus berusaha menghilangkan semua keraguan dengan jawaban-Nya. “Jikalau kamu tidak memakan daging Anak Manusia dan meminum darah-Nya, kamu tidak akan mempunyai hidup di dalam dirimu… Barangsiapa memakan daging-Ku dan meminum darah-Ku, ia akan tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia. Sama seperti Bapa yang hidup telah mengutus Aku, dan sama seperti Aku hidup oleh Bapa, demikian pula barangsiapa memakan Aku, ia juga akan hidup karena Aku.” (Lih. Yoh 6:48-58)

Ketika mereka mendengar kata-kata yang di dalamnya Yesus menubuatkan mukjizat agung Ekaristi Mahakudus, beberapa murid mulai saling bersungut-sungut. “Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya?” (Yohanes 6:60) Ketika Yesus melihat bahwa beberapa pengikut terdekat-Nya menjauh dari-Nya, Dia berpaling kepada kedua belas Rasul.  "Apakah kamu tidak mau pergi juga?" Dia bertanya. Saat itulah Simon Petrus menyampaikan jawabannya yang mengesankan. "Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal;…” (Yohanes 6:68-69)

Kadang-kadang kita juga mungkin merasakan rasa ketidakpastian mengenai perkataan Yesus Kristus. Ada begitu banyak misteri yang luar biasa dalam agama Kristen. Namun agama yang tidak mengandung misteri hampir tidak mungkin benar. Ada misteri alam di sekitar kita dan di dalam diri kita. Bagaimana kita bisa membayangkan bahwa tidak ada misteri di dalam Tuhan, Yang Maha Tinggi dan Maha Sempurna? Mungkinkah intelek kita yang kecil dapat memahami sepenuhnya Tuhan di dalam diri-Nya dan wahyu-Nya? Oleh karena itu, marilah kita menundukkan kepala di hadapan misteri Ilahi. Marilah kita menyembah Tuhan dan mengulangi bersama Santo Petrus: "Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal."

Para Rasul tidak ingin meninggalkan Yesus secara teori, namun dalam praktiknya mereka melakukannya. Ingatlah kejadian tragis di Getsemani. Seorang Rasul telah pergi untuk mengkhianati Yesus seolah-olah Dia seorang penjahat, dan menjual Dia seolah-olah Dia adalah seorang budak. Yang lain sudah tertidur. Yesus, sendirian dan ditinggalkan, berdoa bagi umat manusia yang tidak tahu berterima kasih. Dia mengeluarkan keringat darah dan bersiap untuk meminum piala pahit penghinaan dan bentuk kematian yang paling tercela. Para tentara bayaran datang dan menangkap Dia sebagai penggoda rakyat. Bagaimana reaksi para Rasul yang sudah begitu sering berjanji untuk setia kepada Gurunya sampai mati? Penginjil memberitahu kita, “Lalu semua murid meninggalkan Dia dan melarikan diri.” (Mat. 26:56)

Mari kita periksa diri kita sendiri. Apakah kita setia kepada Yesus hanya ketika segala sesuatunya berjalan baik, ketika salib tidak terlalu berat, dan ketika kita tidak terlalu tergoda untuk berbuat dosa? Tidak ada gunanya setia ketika segala sesuatunya mudah. Kita harus tetap demikian setiap saat, bahkan ketika kesetiaan membutuhkan pengorbanan yang besar. Bukankah Yesus mengorbankan diri-Nya sepenuhnya demi kita? Bukankah kita harus terus bermurah hati kepada Juruselamat kita sampai mati?

Jika kita menjauh dari Yesus, yang merupakan jalan, kebenaran, dan kehidupan, maka pikiran kita akan berada dalam kegelapan dan hati kita akan menjadi tidak bernyawa. Mungkin kita kadang-kadang menjauh dari Yesus dan mengalami kegelapan dan penyesalan ini. Hanya ketika kita bersama Yesus barulah ada maksud dan tujuan dalam hidup kita. Hanya bersama-Nya kita bisa berharap mempunyai kekuatan untuk mencapai tujuan tersebut. Hanya Dia yang mampu mengeringkan air mata kita dan meringankan penderitaan kita. Hanya ketika kita bersama Yesus, kebahagiaan kecil dalam hidup ini tidak ada artinya, karena kegembiraan itu merupakan awal dari kebahagiaan abadi di Surga.——
    
Antonio Bacci  (4 September 1885 – 20 Januari 1971) adalah seorang kardinal Gereja Katolik Roma asal Italia. Ia diangkat menjadi kardinal oleh Paus Yohanes XXIII.

renunganpagi.id 2024 -

Privacy Policy