Akan tetapi, sangat sedikit orang yang mempunyai hak istimewa untuk tiba pada saat kematian tertinggi dengan masih mengenakan jubah kepolosan mereka. Bahkan orang benar pun sering kali terjatuh, seperti yang diperingatkan oleh Roh Kudus kepada kita. (Ams. 24:16) Kita semua memiliki banyak kegagalan dan melakukan banyak dosa, baik berat maupun ringan. Benar bahwa kita dapat memperoleh pengampunan melalui penebusan dosa dan menerima Sakramen, namun masih ada hukuman sementara karena dosa-dosa kita. Baik penebusan dosa kecil yang dilakukan oleh bapa pengakuan maupun tindakan matiraga sukarela kita yang kecil tidaklah cukup untuk melunasi hutang kita. Terlebih lagi, kita tidak dapat yakin bahwa pada saat kematian kita akan mampu menyucikan diri kita dari segala dosa kita melalui satu pengakuan dosa yang baik. Sekalipun kita dihadapkan pada penghakiman Tuhan tanpa kesalahan besar apa pun, sayangnya masih banyak hutang yang harus dibayar dan banyak ketidaksempurnaan yang harus disucikan.
Lalu, apa yang akan terjadi pada kita? Keadilan Tuhan tidak dapat menerima kita, meskipun kita tidak sempurna dan tercemar, ke dalam kebahagiaan abadi penglihatan bahagia. Oleh karena itu, akankah Dia menolak kita, sama seperti Dia menolak mereka yang mati dalam dosa berat dan dijatuhi hukuman kekal? Hal ini tidak terpikirkan, karena belas kasihan Tuhan tidak terbatas seperti keadilan-Nya. Demikian pula halnya dengan Api Penyucian, dimana jiwa orang-orang yang telah meninggal dalam keadaan rahmat, namun masih penuh dengan ketidaksempurnaan dan terbebani dengan hutang yang harus dibayar, dapat menemukan cara untuk menyucikan diri mereka sendiri dan membuat diri mereka layak mendapatkan pahala yang kekal. Marilah kita bersyukur kepada Tuhan atas karunia ini, mata rantai terakhir dalam rantai rahmat-Nya, yang memampukan kita mempersiapkan diri untuk memasuki penglihatan bahagia.
Devosi kepada orang mati dan kepercayaan terhadap tempat penebusan dan penyucian setelah kematian dapat ditelusuri kembali tidak hanya pada masa-masa awal Gereja tetapi bahkan hingga awal mula umat manusia. Meskipun Luther menyangkal keberadaan Api Penyucian, ia terpaksa mengakui keberadaan kepercayaan kuno dan universal ini, yang didukung oleh Tradisi, iman, dan akal budi manusia. Kepercayaan ini sudah ada di kalangan orang-orang kafir, sebagaimana dibuktikan oleh para penulis zaman kuno yang lebih terkenal seperti Homer, Sophocles, Plato, dan Virgil, dan oleh prasasti pemakaman kuno. Bukti kepercayaan di kalangan orang Yahudi ditemukan dalam Kitab Suci, yang menceritakan bahwa, setelah ia menaklukkan para penyembah Jamnia, Yudas Makabe mengumpulkan dua belas ribu drachma perak untuk mempersembahkan kurban bagi orang mati. Doa bagi orang mati, agar mereka dibebaskan dari dosa, adalah sebuah pemikiran yang suci dan sehat, tambah teks tersebut. (2 Mak 12:45)
Kesaksian yang jelas dari Perjanjian Baru juga dapat digunakan untuk mendukung ajaran ini. Yesus mengacu pada dosa-dosa yang tidak dapat diampuni baik dalam kehidupan ini maupun dalam kehidupan yang akan datang, (Bdk. Mat 12:31-32) yang darinya para Bapa menyimpulkan bahwa ada dosa-dosa, yaitu dosa-dosa yang bersifat ringan, yang dapat diampuni setelah kematian. Terlebih lagi, Santo Paulus berbicara tentang ketidaksempurnaan yang akan ditebus dan dibersihkan dengan api setelah kematian. (Bdk. 1 Kor. 3:10-15) Jelas sekali, hal ini tidak dapat terjadi di Neraka, tetapi hanya di Api Penyucian. Mustahil untuk mengutip di sini seluruh kesaksian para Bapa Gereja dan para penulis teologi. Namun tak seorang pun dapat menyangkal keberadaannya, karena ketiganya digabungkan untuk membangun sebuah tradisi yang dikumpulkan oleh Konsili Trente (Sess. XXV) ketika memproklamirkan keberadaan Api Penyucian dan kewajiban umat beriman untuk mendoakan orang mati yang melakukan penebusan dosa-dosa mereka di sana.
Ini adalah doktrin yang sangat menghibur. Sungguh melegakan mengetahui bahwa suatu hari kita akan menemukan cara untuk menyucikan diri kita dari segala dosa dan ketidaksempurnaan dan sementara itu kita dapat bersatu secara rohani dengan orang-orang yang kita cintai yang telah meninggal dan dapat membantu mereka melalui doa-doa kita. —
Antonio Bacci (4 September 1885 – 20 Januari 1971) adalah seorang kardinal Gereja Katolik Roma asal Italia. Ia diangkat menjadi kardinal oleh Paus Yohanes XXIII.