Orang berdosa juga akan mati. Baginya kematian sungguh mengerikan. Bayangkan dia terbaring di ranjang kematiannya, secara naluriah sadar bahwa hidupnya telah berakhir. Masa lalu akan muncul untuk mencelanya, masa lalu yang penuh dengan dosa dan rasa tidak berterima kasih kepada Pencipta dan Penebusnya. Rencana yang dia pusatkan pada keuntungan, ambisi, dan kehormatan akan lenyap seperti asap. Teman-temannya akan meninggalkannya atau akan melontarkan kata-kata tak berguna yang tak mampu menghiburnya. Sekarang dia harus berdiri sendiri, sendirian di hadapan Tuhan.
Apa yang akan terjadi pada saat itu? Mungkinkah keputusasaan akan menguasai jiwanya, seperti yang menguasai jiwa Yudas? Mungkin rahmat-rahmat yang tak terhitung jumlahnya yang ia hina akan membawa keseimbangan Keadilan Ilahi menuju jurang kutukan? Atau akankah pancaran belas kasihan terakhir menembus pikirannya yang lelah, membara dengan penyesalan, sehingga dengan denyut terakhirnya hatinya yang malang akan berpaling kepada Tuhan dan memohon pengampunan-Nya? Siapa yang bisa mengatakannya? Namun yang pasti, dari dua pencuri yang mati di samping Salib Penebus kita, hanya satu yang mendengar dia berkata: "Hari ini kamu akan bersama-Ku di surga!" Yang lain tetap keras kepala dalam dosanya. Menunggu untuk bertobat pada saat kematian adalah suatu kebodohan yang paling tinggi.
Bayangkan sekarang kematian orang yang adil. Melalui air matanya yang sekarat dia juga akan melihat dunia menjauh darinya. Namun ada satu hal yang tetap menghiburnya, yaitu ingatan akan perbuatan baiknya, kebajikan yang diperolehnya, doanya yang sungguh-sungguh, dan matiraga secara sukarela. Yang terpenting, akan tetap ada kasihnya yang besar kepada Tuhan, kepada-Nya ia hidup, berkarya, dan bernapas. Pada saat itu, cinta ini malah akan menambah hasrat berkobar yang melahap tubuhnya yang lemah dan miskin untuk bersatu dengan Tuhan. Dia akan dapat mengatakan, seperti yang dikatakan beberapa Orang Kudus: "Aku tidak pernah mengira mati akan terasa begitu manis." Bersama St. Louis, ia akan mampu mengatakan: “Aku akan dengan gembira pergi menemui Tuhanku” Ia akan dapat berseru bersama St. Karolus: “Aku rindu tubuhku dilarutkan sehingga aku bisa bersama Kristus! " (Flp. 1:23)
Di mata Tuhan, kematian orang baik adalah suatu hal yang sangat berharga. “Berharga di mata Tuhan kematian semua orang yang dikasihi-Nya.” (Mzm. 116:15)
Kini setelah kita menyaksikan pemandangan yang kontras ini, marilah kita menguji diri kita sendiri di hadirat Allah. Marilah kita masing-masing bertanya: Bagaimanakah nasib saya? Jika kita bisa menempatkan diri kita di antara orang-orang adil, marilah kita bersyukur kepada Tuhan. Kami berada di sana bukan karena kemampuan kami sendiri. “karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang.” (1 Kor. 15:10)
Mungkin kita hanya perlu menyalahkan diri sendiri karena kekurangan atau kelemahan, namun pada saat yang sama kita juga mempunyai keinginan yang kuat untuk melayani Tuhan dan kasih yang besar kepada-Nya. Dalam hal ini, kita bisa mengambil hati. Kita bisa menyerahkan diri kita ke dalam pelukan belas kasihan Tuhan. Namun jika, sebaliknya, kita adalah orang-orang yang keras kepala dan sering berbuat dosa, maka celakalah kita! Mungkin meditasi ini adalah anugerah terakhir yang Tuhan berikan kepada kita.—————
Antonio Bacci (4 September 1885 – 20 Januari 1971) adalah seorang kardinal Gereja Katolik Roma asal Italia. Ia diangkat menjadi kardinal oleh Paus Yohanes XXIII.