1. Tuhan selalu melihat kita, karena Dia ada dimana-mana. “Sebab di dalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita ada” (Kis 17:28) Kita tidak ada, dan Dia menciptakan kita dari ketiadaan, dengan kemahakuasaan-Nya. Jika Dia tidak terus mendukung kita, kita akan kembali ke ketiadaan, karena perubahan adalah tindakan penciptaan yang berkelanjutan. Namun Dia telah memberi kita jiwa yang tidak berkematian, dan telah menciptakan kita untuk diri-Nya sendiri agar kita dapat mengabdi, menikmati, dan mencintai-Nya selama-lamanya. Kita selalu berada dalam hadirat-Nya. Dia melihat dengan jelas segala sesuatu yang kita pikirkan, inginkan atau lakukan, bahkan tindakan kita yang paling rahasia dan tersembunyi. Apakah kita benar-benar memahami kebenaran yang luar biasa ini? Apakah kita menyadarinya setiap saat dalam hidup kita, dan apakah kita menjadikannya pedoman dalam berperilaku? Jika kita terus-menerus hidup di hadirat Allah, kehidupan kita akan menjadi kehidupan malaikat dan bukan kehidupan manusia, karena kita tidak akan lmembiarkan diri kita melakukan dosa sekecil apa pun atau bersalah atas pemikiran, perkataan, atau tindakan sekecil apa pun yang mungkin menyinggung perasaan-Nya. Semakin kita gagal dalam kesadaran akan kehadiran Tuhan, semakin tidak teratur tindakan kita. Oleh karena itu, marilah kita bertekad untuk terus hidup di hadirat Tuhan dan mengarahkan seluruh pikiran, keinginan, dan tindakan kita kepada-Nya.
2. Pada saat-saat pencobaan, sangatlah penting bagi kita untuk menempatkan diri kita di hadirat Allah. Kita sedang menghadapi bencana jika kita tidak mengarahkan pikiran dan hati kita kepada Tuhan untuk memohon pertolongan-Nya ketika godaan menyerang kita. Seperti para Rasul di danau Genesaret ketika perahu mereka yang lemah dihantam oleh gelombang yang diombang-ambingkan badai dan berada dalam bahaya karam, marilah kita berseru dengan iman dan keyakinan yang sama ketika kita diserang oleh iblis: “Tuhan, selamatkanlah kami! "Tuhan, tolonglah, kita binasa." (Mat. 8:25) Tuhan mengetahui kelemahan kita dan pasti akan mengasihani kita. Janganlah kita putus asa jika Dia tampak lamban dalam memberikan pencerahan dan rahmat-Nya serta membiarkan kita menjadi mangsa gempuran hawa nafsu. Seperti perempuan Kanaan dalam Injil, marilah kita terus berdoa dengan keteguhan dan iman, dan Tuhan yang penuh belas kasihan pada akhirnya akan mengasihani kita.
3. Manusia yang selalu hidup dalam hadirat Tuhan tidak dapat berbuat dosa. Saat kita berhadapan dengan tokoh duniawi yang berpangkat tinggi, apakah kita berani berperilaku lain selain dengan benar dan penuh hormat? Kalau begitu, bagaimana kita berani berperilaku dengan cara lain di hadapan keagungan Allah yang tak terhingga, Pencipta dan Penebus kita, Siapakah yang kelak juga akan menjadi Hakim kita? Tidak bisakah Dia dalam sekejap memutuskan benang kehidupan fana kita dan memanggil kita ke hadapan takhta penghakiman-Nya bahkan ketika kita sedang melakukan tindakan yang menyinggung Dia? Mari kita mengingat peringatan keras St. Paulus: “Ngeri benar, kalau jatuh ke dalam tangan Allah yang hidup.” (Ibr. 10:31) Marilah kita senantiasa berada dalam hadirat Allah dan kita akan berada dalam kedamaian dan kuat dalam kasih karunia-Nya.—
Antonio Bacci (4 September 1885 – 20 Januari 1971) adalah seorang kardinal Gereja Katolik Roma asal Italia. Ia diangkat menjadi kardinal oleh Paus Yohanes XXIII