1. Kita membaca dalam Injil St. Lukas bahwa “Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.” (Lukas 2:52) Yesus sebagai Allah adalah hikmat Bapa yang tidak terbatas dan oleh karena itu, tidak dapat maju dalam hikmat. Dia abadi dan tidak bisa bertambah umur. Dia adalah sumber dan pemberi rahmat, sehingga tidak dapat membuat kemajuan dalam hal ini. Namun sebagai manusia, Yesus ingin agar perkembangan luar dari seluruh kuasa-Nya harus sesuai dengan kemajuan usianya. Dia ingin menunjukkan kebijaksanaan dan kekudusan-Nya secara bertahap. Dia melakukan ini untuk memberi contoh. Kehidupan seorang Kristen harus merupakan kemajuan bertahap menuju Tuhan, menuju kebijaksanaan dan kekudusan. “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.” (Mat. 5:48) Setiap orang Kristen sejati mempunyai tujuan untuk terus membuat kemajuan menuju kesempurnaan. Orang yang tidak sempurna harus memperbaiki kelemahannya dan menguasai kecenderungan jahatnya. Orang yang suam-suam kuku harus berusaha lebih khusyuk dalam berdoa dan berbuat baik. Mereka yang baik harus berusaha menjadi lebih baik. Mereka yang suci harus terus bertambah kesuciannya. (Lih. Apoc. 22:11)
2. Tidak mungkin untuk diam dalam hidup. Hal ini berlaku baik kita berbicara tentang hal-hal yang alami maupun yang supranatural. Hidup adalah gerak dan aktivitas; tidak ada penghentian. Dalam tatanan alam, kehidupan dimulai di dalam rahim dan melewati berbagai tahapan mulai dari masa bayi, masa remaja, kedewasaan, dan usia tua. Kehidupan supranatural dimulai pada saat Pembaptisan, menjadi matang pada saat Penguatan, dan menjadi kudus seluruhnya dalam kesatuan Ekaristi dengan Yesus. Namun jika kehidupan ini mulai gagal, akibatnya bisa berupa kehancuran abadi. Benar bahwa dalam kebaikan-Nya yang tak terbatas Yesus telah menyediakan Sakramen Tobat bagi mereka yang terjatuh dan memadamkan dalam diri mereka kehidupan supranatural rahmat. Sakramen Tobat telah ditetapkan untuk keselamatan mereka. Terlebih lagi, pada saat kematian, Sakramen Pengurapan Terakhir menyembuhkan bekas luka dosa dan menenangkan tubuh yang letih dengan sinar kehidupan rohani yang menyegarkan. Namun celakalah mereka yang menyalahgunakan pemberian Tuhan! Barangsiapa berkali-kali menolak nikmat dan seruan-Nya, alih-alih maju dalam kebaikan malah diliputi kelesuan kematian rohani.
3. Seperti Yesus, kita harus maju dalam kebaikan di hadapan manusia dan juga di hadapan Allah. Perilaku lahiriah kita harus menjadi cerminan nyata dari kesucian batin kita. Penampilan lahiriah dari kesopanan, budi pekerti yang baik dan kesucian hendaknya tidak sekedar pamer. Hal ini harus menjadi ekspresi penting dari kebaikan batin, yang secara alami cenderung terlihat secara lahiriah sehingga semua orang “melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga."” (Mat. 5:16) Jika itu hanya sekadar pajangan, Yesus akan mengatakan bahwa ”mereka telah menerima upahnya”. (Bdk. Mat 6:1-5) Jika ini murni kemunafikan, Yesus akan mengusir para pelakunya dari diri-Nya karena mereka “seperti kuburan yang dilabur putih.” (Bdk. Mat 23:27) Oleh karena itu, marilah kita menjadikan Yesus sebagai teladan kita yang tetap. Biarlah sikap lahiriah kita selalu mencerminkan kebaikan dan kekudusan batin kita.—Antonio Cardinal Bacci, Meditasi untuk Setiap Hari, 1959.
Antonio Bacci (4 September 1885 – 20 Januari 1971) adalah seorang kardinal Gereja Katolik Roma asal Italia. Ia diangkat menjadi kardinal oleh Paus Yohanes XXIII