Karya: DarleneSanguenza/istock.com |
1. Ketika Yesus dilahirkan di palungan di Betlehem, langit bersinar cemerlang dan para Malaikat turun sambil bernyanyi: "Kemuliaan kepada Allah di surga dan damai di bumi kepada orang yang berkenan pada-Nya" Ketika Tuhan kita bangkit dari kematian, Dia menyapa para Rasul dengan kata-kata: "Damai sejahtera bagi kamu!" Kedamaian adalah anugerah dari Tuhan; hanya Dia yang mampu memberikan kedamaian sejati. Kedamaian dunia ini mempunyai nilai tertentu, namun tidak sebanding dengan kedamaian sejati dan kepuasan jiwa yang dapat Tuhan berikan kepada kita. Inilah sebabnya Yesus berkata kepada para Rasul-Nya: “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu.” (Yohanes 14:27) Kedamaian duniawi bersifat eksternal dan dapat diganggu atau dihancurkan oleh manusia, namun kedamaian Tuhan bersifat internal dan tidak ada yang dapat menghancurkannya kecuali dosa. Ada kemungkinan untuk dianiaya dan difitnah namun tetap menjaga kedamaian batin, seperti yang dilakukan para Martir dan Orang Kudus dalam kesulitan. Kedamaian batin inilah yang harus kita capai. Kita akan benar-benar merasa puas ketika kita telah mencapainya, karena, seperti yang dikatakan St. Thomas, “kepenuhan sukacita adalah kedamaian.” (Summa, I-II, q. 70, a. 3) St Thomas mendefinisikan perdamaian sebagai "tranquillitas ordinis," (Summa, II-II, q. 29, a.1 ad. 1) yaitu "ketenangan ketertiban; " St Agustinus menyebutnya "ordinata corcordia," (De Civitate Dei, XIX:13) yaitu "harmoni yang tertata". Tidaklah cukup jika keharmonisan dan ketertiban ini ditegakkan secara lahiriah di antara manusia. Harmoni dan keteraturan ini harus memerintah pertama-tama dalam pikiran, hati, dan tindakan kita.
2. Agar kedamaian batin ini menjadi sempurna, kedamaian batin ini perlu ada dalam hubungan kita dengan Tuhan, dengan diri kita sendiri, dan dengan sesama kita. Perdamaian dengan Tuhan khususnya diperlukan. Hal ini mencakup ketundukan akal dan kemauan kepada-Nya, ketaatan sempurna terhadap hukum-Nya, penghindaran dosa dan penyerahan seluruh diri kita kepada-Nya. Ketika kita telah mempersiapkan diri dengan cara ini, Tuhan akan mengunjungi kita dengan rahmat-Nya dan kita akan merasakan sukacita kedamaian batin. Yesus datang ke dunia untuk membawakan kita kedamaian ini, yang telah Dia beli bagi kita dengan Darah-Nya yang Berharga, sehingga menghapus dosa dan membukakan gerbang Surga. Akan lebih buruk lagi jika kita menghancurkan pekerjaan Tuhan dengan kembali berbuat dosa. Kita tidak akan lagi berdamai dengan Allah, yang begitu membenci dosa sehingga untuk menebus kita dari dosa, Ia memberikan Putra-Nya yang tunggal kepada kita, juga dengan diri kita sendiri, karena “tidak ada kedamaian bagi orang fasik.” (Yes. 48:22) Penyesalan dan rasa muak adalah akibat yang pasti dari dosa. Ingatlah bahwa mereka yang benar-benar merasa puas bahkan di dunia ini adalah mereka yang menjalani kehidupan yang baik. Barangsiapa memadamkan rahmat ilahi dalam dirinya, ia menghancurkan keselarasan dan keteraturan yang ada dalam jiwanya sebagai akibat dari penundukan nafsunya pada akal budi yang benar dan penundukan akal budinya kepada Pencipta dan Penebusnya. Lalu, karena kita tidak berdamai dengan Tuhan atau dengan diri kita sendiri, kita tidak bisa benar-benar berdamai dengan manusia. Iman kitalah yang mengajarkan kita bahwa mereka adalah saudara-saudara kita, yang telah ditebus oleh Darah Mulia Yesus Kristus, dan oleh karena itu kita hendaknya selalu mengasihi dan membantu mereka.
3. Di akhir renungan ini marilah kita memohon kepada Kristus yang telah bangkit agar memberikan kedamaian-Nya kepada kita, yang merupakan satu-satunya kedamaian sejati. “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu.” (Yohanes 14:27) Meskipun berasal dari Yesus, kedamaian ini memerlukan upaya dari kita juga. Kita harus membangunnya dengan hati-hati di dalam diri kita sendiri dengan bantuan kasih karunia Tuhan. Pondasi perdamaian batin harus dibangun dengan mengendalikan nafsu kita, dengan menghindari dosa sekecil apa pun, dengan menjalani kehidupan dalam doa dan persatuan dengan Tuhan, dengan mencintai Tuhan di atas segalanya, dan dengan hidup dan bekerja hanya untuk Dia. —Antonio Kardinal Bacci
Antonio Bacci (4 September 1885 – 20 Januari 1971) adalah seorang kardinal Gereja Katolik Roma asal Italia. Ia diangkat menjadi kardinal oleh Paus Yohanes XXIII.