Karya:Tinnakorn Jorruang/istock.com
1. Seandainya ada kemajuan yang setara sepanjang zaman dalam hal kekudusan dan ilmu pengetahuan, manusia sekarang akan menjadi sangat bijaksana dan sangat kudus.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa ilmu pengetahuan telah mencapai kemajuan besar, namun sayangnya harus diakui bahwa ilmu pengetahuan sering kali melupakan awal dan akhir ilmu pengetahuan, yaitu Tuhan saja. Objek pengetahuan adalah kebenaran, dan semua kebenaran berasal dari Tuhan, tetapi kebenaran itu ada di dalam ciptaan seperti pantulan cahaya ilahi. Kita harus menelusuri pantulan cahaya ini kembali ke sumber aslinya. Jika siswa selalu melakukan hal ini, mereka bisa menjadi bijaksana sekaligus terpelajar. Dari studi dan penelitian mereka, mereka akan memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam tentang Tuhan, pencipta semua keajaiban di alam semesta, dan mereka akan menemukan cara beribadah dan menaati-Nya.
Ketika ilmu pengetahuan tersesat atau menjadi tujuan akhir, ilmu pengetahuan tidak lagi berguna dan dapat menjadi alat kejahatan. Ketika sejarah filsafat digambarkan sebagai sejarah penyimpangan manusia, hal ini tidaklah berlebihan. Terlebih lagi, ilmu-ilmu teknis dan praktis yang berkembang di era ini seringkali menjadi sarana kehancuran manusia. Inilah yang terjadi ketika ilmu pengetahuan berpaling dari Tuhan yang merupakan asal muasalnya.
Ada banyak pembelajaran di dunia modern, namun sangat sedikit kekudusan. Akibat keasyikan mereka dengan karya intelektual dan penelitian ilmiah, manusia telah melupakan hal terpenting dalam hidup, yaitu kebaikan.
Nampaknya akal budi telah meredam dorongan hati dan hati nurani. Jangan biarkan hal ini terjadi pada kasus Anda sendiri. Dengan segala cara, miliki dan tingkatkan pembelajaran, tetapi lebih dari apa pun, kembangkan dalam jiwa Anda kekudusan yang akan menjadi harta terbesar Anda dalam hidup.
2. Kita tidak mempunyai hak untuk menjelek-jelekkan pembelajaran dan industri manusia, yang selalu merupakan anugerah dari Tuhan. Namun kita harus menyadari bahwa kebaikan lebih penting daripada ilmu. Kecerdasan iblis lebih unggul daripada kita, namun ia telah kehilangan Tuhan dan kehilangan Tuhan berarti kehilangan segala sesuatu yang baik.
“Pengetahuan membuat sombong,” (1 Kor. 8:1) tulis St. Paulus. Kesombongan dan keangkuhan dapat dengan mudah muncul dari sedikit pembelajaran, padahal buah kekudusan selalu bermanfaat bagi diri kita sendiri dan orang lain.
Mari kita rendah hati dalam studi ilmiah kita dan menggunakan hasil yang kita peroleh untuk kemajuan kita dalam kekudusan.
3. Padre Cordovans telah menggambarkan kemajuan intelek yang tepat sebagai berikut.
(1) Pertama-tama, ia mempelajari hal-hal yang diketahuinya dan secara misterius memperkaya dirinya.
(2) Dari pengetahuan yang berlimpah itu timbul rasa tanggung jawab hidup yang lebih besar, hingga tercapai keharmonisan Kristiani. Pada tahap ini kita memiliki iman, meditasi dan pembinaan Kristiani.
(3) Meditasi tidak bisa menjadi tertutup di dalam dirinya sendiri, namun terus dikobarkan dengan kasih hingga berkembang menjadi kontemplasi. Sekarang kita mempunyai orang yang kontemplatif, yang bisa menjadi seorang biarawan, ilmuwan, atau politisi.
(4) Jika segala sesuatunya berjalan dengan baik, si kontemplatif meninggalkan keadaan kesendiriannya dan pergi mencari jiwa-jiwa seperti para Suci dan Guru Ilahi kita. Kalau tidak, orang yang kontemplatif bisa menjadi orang yang pendiam. (Breviario Spirituale, hal. 129)
Kita harus mencoba dan mengikuti pelajaran ini dalam pelajaran kita, baik pelajaran yang kudus maupun yang profan. Jika kita melakukan hal ini, kita akan mencapai kekudusan pribadi dan akan melibatkan diri dalam karya kerasulan bagi orang lain.—
Antonio Bacci (4 September 1885 – 20 Januari 1971) adalah seorang kardinal Gereja Katolik Roma asal Italia. Ia diangkat menjadi kardinal oleh Paus Yohanes XXIII.