1. Dalam pesan radio yang disiarkan pada kesempatan Beatifikasi Paus Innosensius XI, Sri Paus Pius XII mendefinisikan kekudusan sebagai “kesadaran mendalam akan ketundukan setia kepada Tuhan, Yang dipuja dan dikasihi sebagai awal, akhir , dan norma dalam setiap pikiran, kasih sayang, perkataan, dan tindakan.”
Mari kita renungkan definisi ini, yang membantu kita menjelaskan hakikat kekudusan yang sebenarnya. Orang kudus harus selalu memiliki kesadaran yang kuat akan ketergantungannya pada Tuhan, Penciptanya, Penebus dan Pengudusnya, serta harapannya akan pahala dan kebahagiaan di kehidupan selanjutnya. Kesadaran ini harus jelas, karena kesadaran ini tidak boleh dikaburkan oleh gangguan duniawi atau dilenyapkan oleh daya pikat nafsu indria. Hal ini harus aktif, sehingga hal ini tidak hanya sekedar pengakuan teoretis atas ketergantungan kita yang hanya mengarah pada pemujaan bibir; sebaliknya, hal itu harus mampu mengubah hidup kita menjadi tindakan ketaatan dan kasih. Yang terakhir, kesadaran yang setia, ketundukan yang penuh dan sukarela kepada Tuhanlah yang menjadi kekuatan pendorong di balik semua kata-kata dan tindakan kita, dan yang mengilhami kita dalam suka dan duka, dalam kemenangan dan kekalahan. Jika kita ingin menjadi orang Kristen yang sempurna, kita harus memupuk kesadaran akan ketergantungan kita pada Tuhan.
2. Tidaklah benar jika kita mengatakan bahwa kekudusan hanya dapat dicapai oleh segelintir jiwa terpilih, sehingga kebaikan biasa saja sudah cukup bagi orang-orang seperti kita yang mempunyai begitu banyak hal untuk dipikirkan dan dilakukan. Sikap seperti itu mengarah pada sikap suam-suam kuku, yang darinya merupakan langkah singkat dan mudah untuk berbuat dosa. Bagaimanapun, tidak ada kebajikan yang biasa-biasa saja, karena jika kebajikan tidak bertujuan untuk mencapai kesempurnaan, maka kebajikan itu tidak sejati. Seorang Kristen yang tulus tidak bisa puas dengan keadaan yang biasa-biasa saja, karena ia wajib menjadi kudus, atau setidaknya berjuang keras dengan pertolongan rahmat Tuhan untuk menjadi kudus.
Bahkan dalam Perjanjian Lama kita membaca: “Sebab Akulah TUHAN, Allahmu, maka haruslah kamu menguduskan dirimu dan haruslah kamu kudus, sebab Aku ini kudus.” (Imamat 11:44; 19:2) Nasihat ini diulangi oleh Santo Petrus dalam Suratnya yang pertama, (1 Petrus 1:15-16) dan dalam Injil Yesus sendiri memerintahkan kita untuk menjadi sempurna sama seperti Bapa kita di surga sempurna. (Mat. 5:48) Jadi, kekudusan adalah tujuan yang harus diupayakan oleh semua orang Kristen yang tulus.
3. Kita membutuhkan para Orang Kudus untuk mengingatkan masyarakat kita yang menyimpang dan korup menuju jalan kebenaran, keadilan dan kasih. Kita hendaknya berdoa kepada Tuhan agar mengirimkan kepada kita para Orang Kudus yang akan mereformasi dunia dengan menjalankan Injil dan menjadikannya hidup bagi orang lain. Yang terpenting, kita sendiri hendaknya berupaya menjadi kudus. Untuk mencapai hal ini kita tidak perlu mengenakan kain karung, pergi ke padang gurun, atau mengurung diri di biara. Masing-masing dari kita dapat menjadi orang suci di rumahnya sendiri dan dalam posisi apa pun yang telah diberikan Tuhan kepadanya. Yang harus kita lakukan hanyalah menaati kehendak Tuhan dalam segala hal, mengasihi Dia di atas segalanya, mengasihi sesama seperti diri kita sendiri, menjauhi dosa dan mengarah pada kebaikan. Kita dapat dan harus melakukan semua ini dengan pertolongan Tuhan.—
Antonio Bacci (4 September 1885 – 20 Januari 1971) adalah seorang kardinal Gereja Katolik Roma asal Italia. Ia diangkat menjadi kardinal oleh Paus Yohanes XXIII.