| Home | Bacaan Harian | Support Renungan Pagi | Renungan Minggu Ini | Kisah Para Kudus | Katekese Iman Katolik | Privacy Policy |

CARI RENUNGAN

>

Minggu, 13 Oktober 2024 Hari Minggu Biasa XXVIII

 
CC0
Minggu, 13 Oktober 2024
Hari Minggu Biasa XXVIII

“Jadikan Kristus, Putra Allah, pusat kehidupanmu. Tapi ijinkan aku juga untuk mengingatkanmu bahwa mengikuti Yesus dalam iman berarti berjalan di sisi-Nya di dalam persekutuan dengan Gereja. Kita tidak bisa mengikuti Yesus menurut cara kita sendiri. Siapapun yang tergoda untuk melakukannya “dengan caranya sendiri” atau untuk mendekati kehidupan iman dengan semacam individualisme yang umum sekarang, tidak pernah akan sungguh menemui Yesus, atau akan berakhir dengan mengikuti Yesus yang palsu. (Paus Benediktus XVI)


Antifon Pembuka (Mzm 130:3-4)

Jika Engkau menghitung-hitung kesalahan, ya Tuhan, siapakah dapat bertahan? Tetapi, Engkau suka mengampuni, ya Allah Israel.

If you, O Lord, should mark iniquities, Lord, who could stand? But with you is found forgiveness, O God of Israel.

Si iniquitates observaveris Domine, Domine quis sustinebit? quia apud te propitiatio est, Deus Israel.
Mzm. De profundis clamavi ad te Domine: Domine exaudi vocem meam.

Doa Pagi

Allah Bapa Yang Maha Pengasih, Engkau telah mencintai kami dengan kasih yang begitu besar. Semoga, kami pun senantiasa belajar dan berusaha untuk mencintai Engkau dan sesama melebihi cinta kami terhadap harta kekayaan yang akan binasa.
Dengan pengantaraan Tuhan kami, Yesus Kristus, Putra-Mu, yang hidup dan berkuasa bersama Dikau dalam persatuan Roh Kudus, Allah, sepanjang segala masa. Amin.  

Bacaan dari Kitab Kebijaksanaan (7:7-11)
     
   
"Dibandingkan dengan roh kebijaksanaan, kekayaan kuanggap bukan apa-apa."
   
Aku berdoa, dan aku pun diberi pengertian, aku bermohon, dan roh kebijaksanaan pun datang kepadaku. Dialah yang lebih kuutamakan daripada tongkat kerajaan dan takhta; dibandingkan dengannya, kekayaan kuanggap bukan apa-apa. Permata yang tak terhingga nilainya tidak kusamakan dengan dia, sebab segala emas di bumi hanya pasir saja di hadapannya, dan perak dianggap lumpur belaka di sampingnya. Kebijaksanaan kukasihi lebih daripada kesehatan dan keelokan rupa, dan aku lebih suka memiliki dia daripada cahaya, sebab kemilaunya tak kunjung henti. Namun demikian besertanya datang pula kepadaku segala harta milik, dan kekayaan yang tak terpemanai ada di tangannya.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.

Mazmur Tanggapan, la = fis, PS 846
Ref. Kenyangkanlah kami dengan kasih setia-Mu supaya kami bersorak-sorai  
Atau Tuhan memberkati umat-Nya dengan damai sejahtera.
Ayat. (Mzm 90:12-13.14-15.16-17)
1. Ajarlah kami menghitung hari-hari kami, hingga kami beroleh hati yang bijaksana. Kembalilah, ya Tuhan, berapa lama lagi? Dan sayangilah hamba-hamba-Mu!
2. Kenyangkanlah kami di waktu pagi dengan kasih setia-Mu, supaya kami bersorak-sorai dan bersukacita sepanjang hayat. Buatlah sukacita kami seimbang dengan dukacita di masa lalu, seimbang dengan tahun-tahun kami mengalami celaka.
3. Biarlah hamba-hamba-Mu menyaksikan perbuatan-Mu, biarlah anak-anak mereka menyaksikan semarak-Mu. Kiranya kemurahan Tuhan melimpah atas bumi! Teguhkanlah perbuatan tangan kami, ya, perbuatan tangan kami, teguhkanlah!

Bacaan dari Surat Kepada Orang Ibrani (4:12-13)
    
"Firman Allah sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita."
   
Saudara-saudara, firman Allah itu hidup dan kuat, lebih tajam dari pada pedang bermata dua mana pun! Firman itu menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum! Firman itu sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita. Tidak ada suatu makhluk pun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungjawaban.
Demikianlah sabda Tuhan.
U. Syukur kepada Allah.

Bait Pengantar Injil, do= f, 2/4, PS 961
Ref. Alleluya, alleluya, alleluya
Ayat. (Mat 5:3)
Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga.

Inilah Injil Suci menurut Markus (10:17-30) (Singkat: 10:17-27)
   
"Juallah apa yang kaumiliki, lalu ikutlah Aku!"
   
(Pada suatu hari Yesus berangkat meneruskan perjalanan-Nya. Maka datanglah seorang berlari-lari mendapatkan Dia dan sambil bertelut di hadapan-Nya ia bertanya, "Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?" Jawab Yesus kepadanya, "Mengapa kaukatakan Aku baik? Tak seorang pun yang baik selain Allah! Engkau tentu mengetahui segala perintah Allah: Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta dan jangan mengurangi hak orang, hormatilah ayah dan ibumu!" Kata orang itu kepada Yesus, "Guru, semuanya itu telah kuturuti sejak masa mudaku." Tetapi Yesus memandang dia dan menaruh kasih kepadanya, lalu berkata kepadanya, "Hanya satu lagi kekuranganmu: Pergilah, juallah apa yang kaumiliki, dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin. Maka engkau akan beroleh harta di surga. Kemudian datanglah ke mari, dan ikutlah Aku." Mendengar perkataan Yesus, orang itu menjadi kecewa, lalu pergi dengan sedih, sebab banyaklah hartanya. Lalu Yesus memandang murid-murid-Nya di sekeliling-Nya dan berkata kepada mereka, "Alangkah sukarnya orang yang beruang masuk ke dalam Kerajaan Allah." Murid-murid tercengang mendengar perkataan-Nya itu. Tetapi Yesus menyambung lagi, "Anak-anak-Ku, alangkah sukarnya masuk ke dalam Kerajaan Allah. Lebih mudah seekor unta melewati lubang jarum daripada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah." Para murid semakin gempar dan berkata seorang kepada yang lain, "Jika demikian, siapakah yang dapat diselamatkan?" Yesus memandang mereka dan berkata, "Bagi manusia hal itu tidak mungkin, tetapi bukan demikian bagi Allah. Sebab bagi Allah segala sesuatu adalah mungkin!") Lalu berkatalah Petrus kepada Yesus, "Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!" Maka Yesus menjawab, "Sungguh, Aku berkata kepadamu, barangsiapa, karena Aku dan karena Injil, meninggalkan rumah, saudara-saudari, ibu atau bapa, anak-anak atau ladangnya, pada masa ini juga ia akan menerima kembali seratus kali lipat: rumah, saudara laki-laki, saudara perempuan, ibu, anak-anak dan ladang, sekalipun disertai berbagai penganiayaan; dan di masa datang ia akan menerima hidup yang kekal."
Verbum Domini 
(Demikianlah Sabda Tuhan)
U. Laus tibi Christe 
(U. Terpujilah Kristus)
.

Renungan

 
Setiap kali kita berbicara tentang realitas, kita biasanya akan berpikir tentang apa yang dapat kita rasakan dengan indera kita.

Jadi, realitas yang paling jelas adalah yang bersifat fisik dan material, dan pada dasarnya itu adalah apa yang dapat kita lihat, dengar, sentuh, cium, dan rasakan.

Dan ketika menyangkut orang, kita biasanya akan menerapkan cara yang sama untuk menilai seseorang.

Jadi, untuk orang, akan ada tes psikologis, tes bakat, tes atau ujian IQ, dan tes ilmiah serta medis lainnya.

Tidak diragukan lagi, tes-tes ini menunjukkan hasil, dan hasil-hasil ini dapat menunjukkan keadaan fisik dan mental seseorang. Namun itu hanya satu dimensi dari realitas seseorang.

Karena iman memberi tahu kita bahwa ada dimensi lain dan itu adalah dimensi spiritual dan mistis. Data dan fakta menunjukkan keadaan fisik dari realitas.

Namun iman membuka kita pada dimensi spiritual dari realitas, sehingga kita akan mampu memahami seluruh realitas.

Dalam Injil, kita mendengar tentang seorang yang berlari menghampiri Yesus, berlutut di hadapan-Nya dan mengajukan pertanyaan ini kepada-Nya: Guru yang baik, apa yang harus aku perbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?

Orang itu tentu saja tulus dan ia memiliki iman untuk mengetahui bahwa itulah hidup yang kekal dan ia menginginkannya.

Yesus dapat melihat ketulusannya dan Ia menatapnya dengan saksama serta mengasihinya.

Yesus juga melihat sesuatu dalam diri orang itu dan karenanya Ia membahas masalah itu ketika Ia berkata kepadanya:  "Pergilah, juallah apa yang kaumiliki, dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin. Maka engkau akan beroleh harta di surga. Kemudian datanglah ke mari, dan ikutlah Aku."

Tetapi wajah orang itu muram mendengar perkataan itu dan ia pergi dengan sedih, karena ia adalah seorang yang sangat kaya.

Bagi orang itu, tampaknya ada dua realitas, realitas fisik dan material, dan realitas spiritual.

Tetapi ketika Yesus menghubungkan kedua realitas itu menjadi satu, orang itu tidak dapat memahami atau menerimanya.

Ya, dibutuhkan iman dan kebijaksanaan untuk mengetahui bahwa itu hanyalah satu realitas dan memiliki dimensi fisik sekaligus spiritual.

Ketika kita dapat memahami dan menerimanya, maka kita akan tahu bagaimana menghubungkan satu dimensi dengan dimensi lainnya.

Ketika dimensi fisik dan spiritual kehidupan terhubung, maka kehidupan akan menjadi seperti apa yang seharusnya dijalani, yaitu terhubung dengan Tuhan dan satu sama lain.  
  
Ketika kebenaran dan kasih saling terhubung, maka akan ada belas kasih dan pengampunan, akan ada kebaikan dan kelembutan.

Ketika ada kebenaran dan kasih, maka Tuhan akan hadir, dan apa yang mustahil bagi manusia bukanlah mustahil bagi Tuhan.
[RENUNGAN PAGI] 
   
Baca renungan lainnya di lumenchristi.id silakan klik tautan ini 

Antifon Komuni (Bdk. Mzm 34:11)

Orang-orang kaya akan kekurangan dan kelaparan, tetapi mereka yang mencari Tuhan takkan kekurangan sesuatu pun.

The rich suffer want and go hungry, but those who seek the Lord lack no blessing.

Atau (1Yoh 3:2)

Apabila Kristus dinyatakan, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya.

When the Lord appears, we shall be like him, for we shall see him as he is.
 

 
 
 
 
 
Pekan ke-28 dalam Masa Biasa
Komentar hari ini
Paus Benediktus XVI, Pesan untuk Hari Orang Muda Sedunia ke-25 tahun 2010.
“Apakah yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?”...

Tetapi apakah “hidup yang kekal” yang dimaksud oleh pemuda kaya itu? Yesus menggambarkannya kepada kita ketika Ia berkata kepada murid-murid-Nya: “tetapi Aku akan melihat kamu lagi dan hatimu akan bergembira dan tidak ada seorangpun yang dapat merampas kegembiraanmu itu dari padamu.” (Yoh 16:22). Kata-kata ini menunjuk kepada kemungkinan yang menggairahkan akan kebahagiaan yang tak berkesudahan, kepada sukacita karena dikelilingi oleh kasih Allah selamanya.
 
Bertanya-tanya tentang masa depan yang pasti yang menanti kita masing-masing memberikan makna penuh bagi hidup kita. Hal itu mengarahkan rencana hidup kita ke cakrawala yang tidak terbatas dan cepat berlalu, tetapi luas dan dalam, dan yang memotivasi kita untuk mencintai dunia ini yang sangat dicintai Allah, untuk mengabdikan diri kita bagi perkembangannya dengan kebebasan dan sukacita yang lahir dari iman dan harapan. Terhadap cakrawala ini kita tidak melihat kenyataan duniawi sebagai sesuatu yang mutlak, dan kita merasakan bahwa Tuhan sedang mempersiapkan masa depan yang lebih besar bagi kita. Dengan cara ini kita dapat berkata bersama Santo Agustinus: “Marilah kita merindukan rumah kita di surga, marilah kita merindukan rumah kita di surga, marilah kita merasa bahwa kita adalah orang asing di sini” (Risalah Injil Santo Yohanes, Homili 35:9)...
 
Yesus mengingatkan pemuda kaya itu bahwa ketaatan pada Sepuluh Perintah Allah diperlukan untuk “mewarisi kehidupan kekal”. Perintah-perintah itu adalah titik acuan penting jika kita ingin hidup dalam kasih, membedakan dengan jelas antara yang baik dan yang jahat, dan membangun rencana hidup yang kokoh dan langgeng. Yesus juga bertanya kepada Anda apakah Anda mengetahui Perintah-perintah itu, apakah Anda berusaha membentuk hati nurani Anda menurut hukum Tuhan, dan mempraktikkan Perintah-perintah itu.
 
Tidak perlu dikatakan lagi, ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang bertentangan dengan arus dunia saat ini, yang menganjurkan kebebasan yang terlepas dari nilai-nilai, aturan, dan norma-norma objektif, dan yang mendorong orang untuk menolak membatasi keinginan-keinginan langsung mereka. Namun, ini bukanlah jalan menuju kebebasan sejati. Jalan ini membuat orang-orang menjadi budak diri mereka sendiri, pada keinginan sesaat mereka, pada berhala-berhala seperti kekuasaan, uang, kesenangan yang tak terkendali, dan jeratan dunia. Jalan ini mematikan panggilan bawaan mereka untuk mengasihi.
 
Tuhan memberi kita Perintah-perintah karena Ia ingin mengajarkan kita kebebasan sejati. Ia ingin membangun Kerajaan kasih, keadilan, dan kedamaian bersama kita. Ketika kita mendengarkan Perintah-perintah dan mempraktikkannya, itu tidak berarti kita menjadi terasing dari diri kita sendiri, tetapi kita menemukan jalan menuju kebebasan dan kasih sejati. Perintah-perintah tidak membatasi kebahagiaan, tetapi justru menunjukkan kepada kita cara menemukannya. Di awal percakapan dengan pemuda kaya itu, Yesus mengingatkannya bahwa hukum yang diberikan Tuhan itu sendiri baik, karena “Tuhan itu baik”.

renunganpagi.id 2024 -

Privacy Policy