1. Marilah kita merenungkan sekarang tentang belas kasih Allah, yang tidak terbatas sebagaimana keadilan-Nya tidak terbatas. "Belas kasih-Nya," kata St. Thomas, "tidak mengurangi keadilan-Nya, tetapi merupakan kepenuhan dan kesempurnaan keadilan itu." (S. Th., 1, q. 21, a. 3 ad 2) Semua jasa yang dapat kita peroleh di hadapan Allah berasal dari pemberian kasih karunia-Nya yang cuma-cuma. Karena itu, belas kasih dan keadilan Allah menyatu dalam harmoni yang luar biasa yang menuntut rasa syukur dan kesetiaan kita.
Referensi tentang belas kasih Allah banyak terdapat dalam Kitab Suci. "Engkau, Tuhan, baik dan suka mengampuni," kata Pemazmur, "berlimpah kasih-Nya kepada semua orang yang berseru kepada-Mu." (Mazmur 85:5) “Terpujilah Tuhan,” kita baca di tempat lain, “batu karangku, … tempat perlindunganku dan kubu pertahananku, kota bentengku, penyelamatku…” (Mazmur 143:2) “Kebaikan dan kemurahan mengikuti aku, seumur hidupku; dan aku akan diam dalam rumah Tuhan selama-lamanya.” (Mazmur 22:6)
Ketika kita meninggalkan Perjanjian Lama dan membuka Injil, kita menemukan bahwa itu adalah catatan tentang kebaikan dan belas kasihan Tuhan. Kita hanya perlu mengingat pengampunan Kristus terhadap Magdalena ketika dia menangis di kaki-Nya karena kesalahannya; penghakiman penuh belas kasihan yang Dia jatuhkan pada perempuan pezina yang malang; tatapan penuh kasih-Nya ke arah Santo Petrus, yang telah menyangkal-Nya; kasih karunia yang secara ajaib diberikan kepada Santo Paulus di jalan menuju Damaskus; dan perumpamaan tentang orang Samaria yang baik hati, anak yang hilang, dan gembala yang baik yang pergi mencari domba yang hilang. Akhirnya, ada kata-kata penghiburan bagi pencuri yang bertobat: "Hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus." Ketika kita membaca kisah kebaikan dan belas kasihan yang tak terbatas ini, kita seharusnya mengalami harapan dan keyakinan yang tak terbatas. Tidak peduli seberapa besar dosa kita atau rasa tidak berterima kasih kita. Begitu kita bertobat, Allah siap mengampuni kita dan menerima kita dengan tangan terbuka.
2. Akan tetapi, karena Allah begitu berbelas kasihan kepada kita, Ia menghendaki kita untuk bersikap baik dan berbelas kasihan kepada sesama kita. "Berbahagialah orang yang murah hatinya," kata Yesus dalam Khotbah di Bukit, "karena mereka akan beroleh belas kasihan." (Matius 5:7) St. Yakobus menambahkan peringatan keras. "Penghakiman," katanya, "tidak berbelas kasihan atas orang yang tidak menunjukkan belas kasihan; tetapi belas kasihan mengalahkan penghakiman." (Yakobus 2:12) Jika kita berharap untuk menerima belas kasihan Allah, kita harus menunjukkan belas kasihan kepada mereka yang miskin atau tidak beruntung dalam hal apa pun, bahkan kepada orang-orang yang paling berdosa. Di tengah begitu banyaknya kebutuhan dan kemalangan di dunia, ketamakan, kekikiran, keegoisan, atau ketidakpedulian berseru kepada Tuhan untuk mendapatkan balasan. Jika kita tidak siap memberi, tidak ada yang akan diberikan kepada kita. Jika kita menolak untuk mengampuni, kita juga tidak akan diampuni. Jika kita tidak mengasihi, kita juga tidak akan dikasihi.
3. Marilah kita ingat bahwa kita sering menjadikan diri kita musuh Tuhan melalui dosa-dosa kita. Kita sering membutuhkan saat kita kehilangan kasih karunia ilahi. Pada saat-saat seperti ini Tuhan berbelas kasih kepada kita, karena Dia memberi kita pengampunan dan persahabatan-Nya. Karunia-karunia Tuhan ini mewajibkan kita untuk berperilaku dengan cara yang sama kepada mereka yang membutuhkan dengan membantu mereka dengan sukarela dan murah hati, dan kepada mereka yang tidak bahagia dengan menghibur mereka sejauh yang kita bisa.
Marilah kita ingat prinsip agung yang telah diberikan Yesus Kristus kepada kita. “Sebagaimana kamu ingin orang lain memperlakukan kamu, demikian juga kamu memperlakukan mereka… Berbuat baiklah kepada mereka yang membenci kamu… Jangan menghakimi, maka kamu tidak akan dihakimi; jangan mengutuk dan kamu tidak akan dihukum. Ampunilah, maka kamu akan diampuni; berilah, maka kamu akan diberi…” (lih. Lukas 6:30-38) “Dengan penghakiman yang kamu gunakan untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu gunakan untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.” (Matius 7:1) Demikian pula pada hari kematian, kita harus menghadap Hakim Agung.
Marilah kita bermurah hati sepanjang hidup dalam memberikan pertolongan dan penghiburan kepada orang lain. Lebih diberkati memberi daripada menerima, seperti yang dikatakan Injil. Dengan memberi, kita akan menemukan sedikit kebahagiaan bahkan di dunia ini, dan akan yakin bahwa suatu hari Hakim yang paling penyayang akan mengampuni dan memeluk kita.(Antonio Kardinal Bacci)
Antonio Bacci (4 September 1885 – 20 Januari 1971) adalah seorang kardinal Gereja Katolik Roma asal Italia. Ia diangkat menjadi kardinal oleh Paus Yohanes XXIII.