Peringatan Wajib St. Yosafat, Uskup dan Martir
“Uskup Yosafat menyerahkan hidupnya sebagai martir demi kehidupan Gereja” (Paus Pius XI)
Antifon Pembuka (Luk 4:18)
Roh Tuhan menyertai aku. Aku diurapi-Nya dan diutus mewartakan kabar gembira kepada kaum fakir miskin dan menghibur orang yang remuk redam.
Doa Pagi
Allah Bapa yang kekal dan kuasa, bangkitkanlah di dalam Gereja-Mu semangat yang mendorong Santo Yosafat untuk menyerahkan nyawa bagi domba-dombanya. Semoga berkat doa dan teladannya kami dijiwai oleh semangat yang sama, sehingga takkan takut mempertaruhkan nyawa bagi kepentingan sesama. Dengan pengantaraan Tuhan kami, Yesus Kristus, Putra-Mu, yang hidup dan berkuasa bersama Dikau dalam persatuan Roh Kudus, Allah, sepanjang segala masa. Amin.
Mykola Swarnyk / CC BY-NC 2.0 |
Bacaan dari Surat Rasul Paulus kepada Titus (2:1-8.11-14)
Saudaraku terkasih, beritakanlah apa yang sesuai dengan ajaran yang sehat. Para lanjut usia hendaklah hidup sederhana, terhormat, bijaksana, sehat dalam iman, kasih dan ketekunan. Demikianlah pula para wanita tua hendaklah mereka hidup sebagai orang-orang beribadah, jangan memfitnah, jangan menjadi hamba anggur, tetapi cakap mengajarkan hal-hal yang baik, dan dengan demikian mendidik wanita-wanita muda mengasihi suami dan anak-anaknya, hidup bijaksana dan suci, rajin mengatur rumah tangganya, baik hati dan taat kepada suami, agar sabda Allah jangan dihujat orang. Demikian pula terhadap orang-orang muda. Nasihatilah mereka, supaya menguasai diri dalam segala hal, dan jadikanlah dirimu sendiri suatu teladan dalam berbuat baik. Hendaklah engkau jujur dan bersungguh-sungguh dalam pengajaranmu, sehat dan tidak bercela dalam pemberitaanmu sehingga lawan menjadi malu, karena tidak ada hal-hal buruk yang dapat mereka sebarkan tentang kita. Sebab sudah nyatalah kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia. Kasih karunia itu mendidik kita agar meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan agar kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dunia sekarang ini, sambil menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia, dan penyataan kemuliaan Allah yang mahabesar, dan Penyelamat kita Yesus Kristus. Ia telah menyerahkan diri-Nya bagi kita untuk membebaskan kita dari segala kejahatan dan untuk menguduskan bagi diri-Nya suatu umat, milik-Nya sendiri, yang rajin berbuat baik.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.
Mazmur Tanggapan
Ref. Orang-orang benar akan diselamatkan oleh Tuhan.
Ayat. (Mzm 37:3-4.18.23.27.29)
1. Percayalah kepada Tuhan dan lakukanlah yang baik, diamlah di negeri dan berlakulah setia; bergembiralah karena Tuhan; maka Ia akan memenuhi keinginan hati-Mu!
2. Tuhan mengetahui hari hidup orang saleh, dan milik pusaka mereka akan tetap selama-lamanya; Tuhan menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya.
3. Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik, maka engkau akan memiliki tempat tinggal yang abadi; tetapi orang-orang benar akan mewarisi negeri dan tinggal di sana untuk selama-lamanya.
Bait Pengantar Injil, do = a, 4/4, PS 962
Ref. Alleluya, alleluya, alleluya, alleluya
Ayat. (Yoh 14:23)
Barangsiapa mengasihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku. Bapa-Ku akan mengasihi dia, dan Kami akan datang kepada-Nya.
Inilah Injil Suci menurut Lukas (17:7-10)
Yesus bersabda kepada para murid, “Siapa di antaramu yang mempunyai seorang hamba, yang membajak atau menggembalakan ternak baginya, akan berkata kepada hamba itu waktu ia pulang dari ladang, ‘Mari segera makan?’ Bukankah sebaliknya ia akan berkata kepada hamba itu, ‘Sediakanlah makananku. Ikatlah pinggangmu dan layanilah aku sampai aku selesai makan dan minum! Dan sesudah itu engkau boleh makan dan minum’. Adakah ia berterima kasih kepada hamba itu, karena ia telah melakukan apa yang ditugaskan kepadanya? Demikian jugalah kalian. Apabila kalian telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kalian berkata, ‘Kami ini hamba-hamba tak berguna; kami hanya melakukan apa yang harus kami lakukan,’.”
Renungan
Dalam sebuah perusahaan dimana terdapat posisi pekerjaan, jabatan itu penting. Secara umum, jabatan menggambarkan posisi orang di perusahaan.
Dalam masyarakat modern kita, tidak ada budak di sektor komersial atau domestik. Lagipula kita membenci perbudakan dan gagasan menjadi budak atau diperlakukan seperti budak itu menjijikkan bagi kita.
Bahkan jabatan pembantu menyiratkan bahwa itu adalah jabatan pekerjaan kelas rendah dengan gaji rendah dan tidak banyak prospek.
Hamba yang Yesus bicarakan dalam perikop Injil sebenarnya adalah seorang budak (perbudakan adalah fakta kehidupan pada saat itu) dan mungkin satu-satunya budak dalam rumah tangga ini, dan dia kebanyakan bekerja keras - membajak, merawat ternak, dan juga memasak dan pekerjaan rumah tangga. Keberadaannya cukup sulit.
Hanya ada dua hal yang dituntut darinya - tugas dan kepatuhan. Jika ini tidak dipenuhi dan dipenuhi, dia akan dihukum oleh tuannya. Tidak diragukan lagi tuannya harus berterima kasih kepada budak itu karena telah melakukan apa yang seharusnya dia lakukan.
Dan itulah inti dari apa yang Yesus katakan dalam Injil. Karena Tuhan adalah Tuan kita, adalah kewajiban kita untuk melakukan apa yang Dia inginkan dari kita dan kita harus berjanji untuk taat tanpa syarat kepadanya.
Jadi meskipun kita menganut cara hidup yang mengalir dari doktrin yang sehat seperti yang dinyatakan dalam bacaan pertama, yaitu pendiam, bermartabat, moderat, sehat dalam iman dan cinta dan keteguhan, berakal dan suci, dll, tidak ada yang bisa dibanggakan.
Bapa yang Mahabaik, ampunilah kami bila sepanjang hari ini kami berbuat baik tetapi tidak dengan tulus, punya maksud dan pamrih yang tersembunyi. Sadarkan bahwa kami adalah hamba-hamba-Mu yang tak berguna, agar rela mengabdikan diri kepada-Mu dan kepada sesama dengan setia dan rendah hati. Dengan pengantaraan Kristus, Tuhan kami. Amin.
Selasa Pekan ke-32 Masa Biasa
Komentar hari ini
Paus Benediktus XVI, Deus caritas est, no. 34-35
Keterbukaan batin terhadap dimensi Katolik Gereja tidak dapat gagal untuk mendorong para pekerja amal untuk bekerja secara harmonis dengan organisasi-organisasi lain dalam melayani berbagai bentuk kebutuhan, tetapi dengan cara yang menghargai apa yang menjadi ciri khas pelayanan yang diminta Kristus dari para murid-Nya. Santo Paulus, dalam kidungnya untuk kasih (lih. 1 Kor 13), mengajarkan kepada kita bahwa kasih selalu lebih dari sekadar kegiatan: “sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku.” (ayat 3). Kidung ini harus menjadi Piagam Besar dari semua pelayanan gerejawi; kidung ini merangkum semua refleksi tentang kasih yang telah saya sampaikan dalam seluruh Ensiklik ini. Kegiatan praktis tidak akan pernah cukup, kecuali jika secara nyata mengungkapkan kasih kepada sesama, kasih yang dipupuk oleh perjumpaan dengan Kristus. Keterlibatan pribadi saya yang mendalam dalam kebutuhan dan penderitaan orang lain menjadi bentuk keikutsertaan saya dalam diri saya sendiri dengan mereka: jika karunia saya tidak boleh menjadi sumber kehinaan, saya harus memberikan kepada orang lain bukan hanya sesuatu yang menjadi milik saya sendiri, tetapi juga diri saya sendiri; saya harus hadir secara pribadi dalam karunia saya.
Cara melayani orang lain yang tepat ini juga menghasilkan kerendahan hati. Orang yang melayani tidak menganggap dirinya lebih unggul daripada orang yang dilayani, betapapun menyedihkan situasinya saat itu. Kristus mengambil tempat terendah di dunia—Salib—dan dengan kerendahan hati yang radikal ini, Ia menebus kita dan senantiasa datang untuk menolong kita. Mereka yang mampu menolong orang lain akan menyadari bahwa dengan berbuat demikian, mereka sendiri menerima pertolongan; mampu menolong orang lain bukanlah jasa atau pencapaian mereka sendiri. Kewajiban ini adalah anugerah. Semakin banyak yang kita lakukan untuk orang lain, semakin kita memahami dan dapat mengamalkan perkataan Kristus: “Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna” (Luk 17:10). Kita menyadari bahwa kita tidak bertindak atas dasar keunggulan atau efisiensi pribadi yang lebih besar, tetapi karena Tuhan telah dengan murah hati memampukan kita untuk melakukannya. Ada kalanya beban kebutuhan dan keterbatasan kita sendiri mungkin menggoda kita untuk menjadi putus asa. Namun justru pada saat itulah kita dibantu oleh pengetahuan bahwa, pada akhirnya, kita hanyalah alat di tangan Tuhan; dan pengetahuan ini membebaskan kita dari anggapan bahwa kita sendiri secara pribadi bertanggung jawab untuk membangun dunia yang lebih baik. Dengan segala kerendahan hati kita akan melakukan apa yang kita bisa, dan dengan segala kerendahan hati kita akan mempercayakan sisanya kepada Tuhan. Tuhanlah yang memerintah dunia, bukan kita. Kita mempersembahkan pelayanan kita kepada-Nya hanya sejauh yang kita bisa, dan selama Dia memberi kita kekuatan. Namun, melakukan semua yang kita bisa dengan kekuatan yang kita miliki adalah tugas yang membuat hamba Yesus Kristus yang baik selalu bekerja: “Kasih Kristus yang menguasai kami” (2 Kor 5:14).