| Home | Bacaan Harian | Support Renungan Pagi | Renungan Minggu Ini | Kisah Para Kudus | Katekese Iman Katolik | Privacy Policy |

CARI RENUNGAN

>
Tampilkan postingan dengan label Bulan Kitab Suci Nasional. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Bulan Kitab Suci Nasional. Tampilkan semua postingan

Bulan Kitab Suci Nasional 2022: Allah sumber harapan hidup baru

 


 

Pendalaman Kitab Suci untuk Dewasa/Lingkungan halaman 59

Pendalaman Kitab Suci untuk Remaja halaman 81 

Pendalaman Kitab Suci untuk Anak-anak halaman 109

Pertemuan Pertama: Allah Sumber Harapan untuk Menangkis Mentalitas Keagamaan Palsu

Pertemuan Kedua: Allah Sumber Harapan untuk Melawan Ketidakadilan

Pertemuan Ketiga: Allah Sumber Harapan karena Kasih Setia-Nya

Pertemuan Keempat: Allah Sumber Harapan karena Kerahiman-Nya

 

Unduh Buku BKSN 2022

https://drive.google.com/file/d/1qbQTNLkSTaT6kpCCVs7Mk9sUh0FIhR3n/view?usp=sharing

Unduh Poster BKSN 2022

https://drive.google.com/file/d/1EuPqPxBzhWgIED1eqZVIaYMQJYdg5WVQ/view?usp=sharing

 

 

Sumber: LBI

Bulan Kitab Suci Nasional 2020


Download Cover Buku Pegangan BKSN 2020
  
Download Buku Pegangan BKSN 2020
  
Download Poster BKSN 2020
    
Download Keterangan Poster BKSN 2020

Pertemuan IV Keluarga yang Beribadah dalam Roh dan Kebenaran


BULAN KITAB SUCI NASIONAL 2014
KELUARGA BERIBADAH DALAM SABDA
oleh Rm. F.X. Didik Bagiyowinadi Pr
LEMBAGA BIBLIKA INDONESIA 2014


Pertemuan IV: Keluarga yang Beribadah dalam Roh dan Kebenaran
 
TUJUAN:
1. Peserta semakin mengimani Yesus sebagai Mesias yang menuntun kita beribadah secara benar.
2. Peserta memahami arti dan perwujudan menyembah Allah Bapa dalam Roh dan Kebenaran.
 
GAGASAN POKOK:
Kadang kita mempersoalkan di manakah dan dengan cara apa kita mesti beribadah dan menyembah Allah. Perikop yang kita renungkan kali ini meng-angkat pembicaraan Yesus dengan wanita Samaria yang menyinggung perbedaan tempat beribadah di antara orang Yahudi dan orang Samaria. Namun, Yesus menegaskan bahwa kini telah tiba saatnya bahwa orang menyembah Allah tidak lagi terikat pada tempat entah di Yerusalem ataupun di gunung Gerizim, tetapi mereka akan menyembah Allah dalam Roh dan kebenaran. 
  
Penyataan “menyembah Allah dalam roh dan kebenaran” bukan berarti menyembah Allah di dalam diri kita sendiri dan kemudian mengabaikan ibadah bersama, karena yang dimaksudkan adalah Roh Allah, bukan roh pada manusia (lih. ay. 24). Menyembah Allah dalam Roh dan kebenaran berarti kita menyembah Allah karena digerakkan oleh Roh yang telah menyatakan kebenaran tentang Allah. Allah hanya bisa disembah sebagai Bapa oleh mereka yang telah memiliki Roh yang menjadikan mereka anak-anak Allah (Rom 8:15-16). Roh Kudus pula yang telah melahirkan mereka “dari atas” (Yoh 3:3, anōthen (Yun), bisa berarti “dari atas” atau “kembali”). Roh Kudus telah mengangkat kita dari level “daging/dari bawah” (Yoh 3:8) sehingga memungkinkan kita menyembah Allah secara layak. Orang yang lahir dari Roh menerima kehidupan dari Roh dan seluruh hidupnya digerakkan oleh Roh itu. Roh kebenaran ini akan memimpin para murid Yesus pada seluruh kebenaran (Yoh 16:13), yakni rahasia Allah sejauh disingkapkan oleh Yesus dan diingatkan oleh Roh Kudus. Dalam pembicaraan dengan wanita Samaria itu Yesus juga menegaskan bahwa dirinya adalah Mesias. Dia membenarkan dugaan wanita Samaria dan sekaligus mewahyukan bahwa dirinya adalah Mesias. Mesias inilah yang akan membimbing kita menyembah Allah dalam Roh Kebenaran dan dengan motivasi yang benar.
 
PENGANTAR
 
Bapak-ibu dan para saudara terkasih, bangsa kita terdiri dari pemeluk beragam agama dan keyakinan. Kadang kita bertanya ibadah manakah yang paling benar, tempat atau kiblat doa manakah yang paling didengarkan Tuhan, dan cara doa seperti apakah yang paling Tuhan kehendaki. Dalam pertemuan terakhir ini kita akan menyimak dialog Yesus dengan wanita Samaria yang menegaskan bahwa saatnya sudah tiba bahwa orang beribadah tidak lagi terpancang pada tempat sebab penyembah yang benar akan menyembah Allah Bapa dalam Roh dan kebenaran. Apakah maksud pernyataan Tuhan Yesus ini dan bagaimana perwujudannya dalam ibadah keluarga kita, akan kita renungkan bersama-sama. Mari sejenak kita siapkan hati.
 
DOA PEMBUKA
 
Pemandu mengajak umat untuk berdoa memohon agar Roh Kudus membang-kitkan iman seluruh peserta, mengarahkan seluruh diri kepada Sabda Allah, dan membuka hati seluruh peserta agar dapat menerima kehendak Allah. Pemandu dapat menyusun sendiri doa kepada Roh Kudus. Doa itu juga dapat disampaikan dalam nyanyian (MB 448, PS 565-567).
   
Allah Bapa yang maha baik, kami bersyukur telah Kauhimpun kembali untuk bersama-sama merenungkan Firman-Mu. Kami hendak belajar dari Putra-Mu bagaimana kami harus menyembah Engkau dalam Roh dan kebenaran. Maka terangilah kami dengan Roh-Mu sendiri agar kami bisa memahaminya dan semakin menyembah Engkau dengan penuh iman dan kasih. Demi Kristus, Tuhan dan pengantara kami. Amin.
 
LECTIO
 
1. Membaca Teks (Yohanes 4:19-26)
Teks bisa dibacakan dengan pemeranan oleh: narator (pengantar dialog), Yesus (ay. 21-24, 26) dan wanita Samaria (ay.19-20, 25). Selanjutnya peserta kembali menyimak teks dengan membacanya dalam hati.

2. Penjelasan

Para peserta diajak untuk mendalami teks Kitab Suci yang baru saja dibacaka. Dalam pendalaman ini pemandu dapat menggunakan salah satu dari dua cara berikut:
 
1. Peserta diminta menyampaikan pertanyaan informatif seputar teks untuk dibicarakan. Gagasan Pokok dan penjelasan berikut ini dapat membantu pemandu dan peserta agar diskusi informatif dan tematis berjalan lancar. Jadi, dibahas sejauh diperlukan dalam proses pendalaman teks Kitab Suci.
2. Pemandu memberikan penjelasan tentang isi perikop berdasarkan Gagasan Pokok dan Penjelasan Teks.
Yesus sedang berbicara dengan wanita Samaria di pinggir sumur Yakub (Yoh. 4:4-6). Suatu pemandangan yang tidak biasa bahwa seorang Yahudi berbicara dengan wanita Samaria (ay. 7). Semula Yesus meminta air, namun kemudian menawarkan air hidup kepada wanita itu (ay. 10-15). Lalu, Yesus menyinggung kehidupan pribadi wanita itu yang telah lima kali bersuami dan kini hidup bersama dengan lelaki yang bukan suaminya (ay. 16-18). 
    
Pengenalan Yesus akan kehidupan pribadi wanita ini (bdk. juga terhadap Natanael (Yoh 1:48) membuat wanita ini yakin bahwa Yesus adalah seorang nabi. Sebagai seorang Samaria yang hanya mengakui Taurat Musa, gambaran nabi adalah seperti nabi Musa (lih. Ul 18:18). Maka kepada sang nabi ini wanita Samaria itu menanyakan persoalan klasik tentang perbedaan ibadah orang Yahudi dan orang Samaria. Orang Yahudi beribadah di Yerusalem, karena disanalah terdapat Bait Allah yang telah dibangun oleh Salomo (1 Raj 6) dan kemudian dibangun kembali setelah pembuangan Babel (lih. Ezr-Neh). Sementara orang Samaria yang hanya menerima kelima Taurat Musa beribadah di gunung Gerizim karena dalam Ul 11:29; 29:12 di gunung inilah berkat akan diucapkan. Pada abad IV SM dengan seizin Alexander Agung mereka membangun bait suci di gunung ini. Namun kemudian John Hirkanus, penguasa Yahudi dari wangsa Hasmonea, menghancurkannya pada tahun 128 SM. Tetapi orang Samaria tetap beribadah di situs tersebut. 
    
Atas pertanyaan mengenai tempat beribadah yang benar, Yesus meminta wanita yang telah mengakui-Nya sebagai nabi itu untuk percaya kepada-Nya. Sebab akan tiba saatnya, orang beribadah tidak tergantung pada tempatnya: entah di Yerusalem ataupun di Gunung Gerizim (ay. 21). 
    
Pada ay. 22 Yesus berkata, “Kamu (kalian) menyembah apa yang kamu tidak kenal”. Pernyataan ini hanya bisa dimengerti bila kita mengingat latar belakang terjadinya bangsa Samaria. Mereka adalah bangsa-bangsa pendatang yang tiba di Israel setelah penduduk Israel dibuang ke negeri Asyur. Pada saat itu mereka diserang oleh singa-singa dan mengira bahwa Allah negeri yang mereka tinggali murka. Maka mereka mengundang seorang imam yang telah ikut dibuang ke Asyur untuk datang ke Betel. Imam itu mengajarkan Taurat kepada mereka dan bagaimana berbakti kepada Tuhan, penguasa negeri yang mereka tinggal. Mereka beribadah kepada Yahweh dimotivasi oleh perasaan takut. Selain itu, mereka masih tetap beribadah pula kepada ilah-ilah yang mereka bawa dari negeri asalnya (lih. 2 Raj 17:24-41). Mereka mempraktekkan sinkretisme dan beribadah kepada Yahwe karena ingin aman tinggal di negeri Israel. Sementara orang Yahudi beribadah kepada Yahweh karena telah mengalami karya keselamatan Tuhan yang telah membebaskan mereka dari perbudakan Mesir, memberikan Tanah Terjanji, dan memberikan kerajaan kokoh semasa Daud. Pengenalan akan Allah yang mengasihi inilah motivasi beribadah yang benar. 
      
Kendati kemudian kerajaan Israel terpecah bangsa Yahudi tetap mengharapkan kedatangan Mesias, keturunan Daud, yang kerajaannya tidak akan berakhir (2 Sam 7). Tentu bukan Mesias politis yang Yesus maksudkan di sini, melainkan Mesias yang akan membebaskan manusia dari perbudakan dosa. Melalui Mesias yang lahir dari bangsa Yahudi inilah maka bangsa-bangsa akan menerima keselamatan. 
    
Menjawab pertanyaan wanita itu, Yesus menegaskan bahwa para penyembah yang benar akan menyembah Allah dalam roh dan kebenaran. Kata “roh dan kebenaran” bisa dimengerti sebagai “Roh Kebenaran”. Roh Kudus juga disebut Roh Kebenaran yang akan membimbing murid-murid Yesus pada seluruh kebenaran (Yoh. 16:13). Kebenaran yang dimaksudkan adalah rahasia Allah sejauh telah diwahyukan oleh Yesus. Dengan dilahirkan dari atas (Yun.: anōthen, bisa berarti “dari atas” atau “kembali”), orang diperkenankan masuk dalam Kerajaan Allah (Yoh 3:3.5). Untuk itu orang harus dilahirkan dalam air dan Roh. Dilahirkan “dari atas” berarti diangkat dari “level bawah/ daging” (3:8). Dilahirkan “kembali” berarti menerima kelahiran dalam air dan roh melalui Sakramen Baptis. Oleh Roh Kudus kita dimampukan menyapa Allah dengan “ya Abba, ya Bapa” (Rm. 8:15). 
    
Menyembah Allah dalam Roh dan Kebenaran tidak boleh dimengerti sebagai menyembah Allah dalam roh manusia karena yang dimaksudkan adalah Roh Kudus sendiri. Roh Kudus ini akan mengingatkan kita akan Allah Bapa yang mengasihi kita. Roh yang sama akan menggerakkan kita untuk menyembah Allah dengan motivasi yang benar, yakni karena mengasihi Dia. 
      
Wanita Samaria itu pun mengakui bahwa Mesias akan datang dan akan memberitakan segala sesuatu kepada bangsa Samaria. Pada akhir perikop ini (ay. 26) Yesus menegaskan “Akulah Dia” (egō eimi) yang mengafirmasi pernyataan wanita itu sekaligus untuk menyatakan keilahian-Nya (bdk. Yoh 6:20, 8:28.58). Melalui Sang Mesias, kita bisa menyembah Allah secara benar, yakni dalam roh dan kebenaran.
 
MEDITATIO
 
Pemandu mengajak para peserta masuk dalam suasana hening dan dalam keheningan kembali mendengarkan pembacaan teks Yohanes 4:19-26. Lalu pemandu mengajak peserta untuk:
• Mengingat kembali apa yang diajarkan oleh Yesus mengenai ibadah: tidak terikat tempat, didasari oleh pengenalan akan Allah yang benar, dan digerakkan oleh motivasi yang benar (berbakti kepada Allah yang mengasihi).
• Merenungkan bagaimana ajaran Yesus itu dapat dilaksanakan dalam ibadah keluarga: apa yang harus dilakukan oleh orangtua agar dapat mendidik anak untuk mengenal Allah yang benar dan untuk beribadah dengan motivasi yang benar? Lalu para peserta diminta untuk membuka mata dan menuliskan secara singkat hasil permenungannya. Lalu beberapa orang dipersilakan membagi-kan dengan membaca apa yang telah dituliskan. Kemudian pemandu mem-berikan beberapa penegasan dengan memperhatikan gagasan pokok di atas.
 
ORATIO
 
Allah telah menyatakan kehendak-Nya dalam Meditatio, sekarang seluruh peserta akan menanggapi Sabda itu dengan doa. Pemandu mengajak peserta untuk mempersiapkan doa secara tertulis, tanggapan atas Sabda yang baru didengarkan; bisa berupa pujian, syukur, permohonan, niat, dan sebagainya. Kemudian satu demi satu peserta diminta untuk membacakan doa yang telah dituliskan. Rangkaian doa ditutup dengan “Bapa Kami.”
  
DOA PENUTUP
   

Pemandu mengajak seluruh peserta untuk berdoa memohon kekuatan dan kasih Allah agar sanggup melaksanakan kehendak-Nya yang telah didengarkan dalam pertemuan.
 
Allah Bapa maha baik, terima kasih kami panjatkan bahwa kami boleh bersama-sama merenungkan firman-Mu. Kami bersyukur bahwa Firman-Mu sungguh membimbing dan menuntun keluarga kami, terlebih dalam beribadah kepada-Mu. Dan berkat putra-Mu, sang Mesias, kami boleh mengenal dan mengasihi Engkau yang telah lebih dahulu mengasihi kami. Berkat Roh-Mu pula kami telah dilahirkan kembali sehingga berani menyapa Engkau, ya Abba, ya Bapa. Ajarlah kami senantiasa menyembah Engkau, Tritunggal Mahakudus, kini dan sepanjang masa. Amin.

Pertemuan III: Ibadah dan Kehidupan


BULAN KITAB SUCI NASIONAL 2014
KELUARGA BERIBADAH DALAM SABDA
oleh Rm. F.X. Didik Bagiyowinadi Pr
LEMBAGA BIBLIKA INDONESIA 2014

Pertemuan III: Ibadah dan Kehidupan

TUJUAN:
1. Peserta menyadari bahwa ibadah sejati tidak berhenti pada urusan ritual, apalagi untuk “menyuap” Tuhan, tetapi harus berbuah dalam kehidupan sehari-hari yang diwarnai perilaku adil dan benar.
2. Peserta menyadari bahwa yang terutama dikehendaki oleh Tuhan adalah perwujudan semangat keadilan dan kebenaran dalam keluarga dan di masyarakat, dan tidak mudah berpuas diri dengan kesemarakan ritual ibadah dan kelimpahan persembahan.

GAGASAN POKOK:
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Hal ini tampak dari tempat ibadah yang terus dibangun dan selalu dipenuhi jemaat, terlebih saat hari raya. Di tempat-tempat umum pun aneka simbol keagamaan mudah kita jumpai. Namun, penuh sesaknya tempat ibadah dan kesemarakan ritual ibadah apakah sudah berpengaruh pada kehidupan bersama yang diwarnai keadilan dan kebenaran? Atau, jangan-jangan dalam masyarakat kita sebe-narnya terjadi proses sekularisasi, pembedaan antara praktek ritual di tempat ibadah dan pengamalan iman dalam kehidupan? Perayaan ibadah di Indonesia memang berlangsung meriah, namun mungkin belum berbanding lurus dengan perilaku benar, adil, jujur, dan kerelaan berkurban bagi sesama yang menderita. Bahkan korupsi kadang dianggap sebagai “budaya” dan tak jarang merasuk pula dalam lembaga keagamaan. Maka, perlu diwaspadai bila ibadah itu sebatas pemenuhan tindakan ritual sesuai norma yang digariskan, tetapi tidak berbuah dalam ibadah sosial dalam kehidupan sehari-hari. Orang mudah merasa puas diri bila sudah melakukan ritual ibadah secara semarak dan sedetail mungkin seturut rubrik-rubrik upacara yang telah ditentukan, namun hatinya belum juga tergerak untuk lebih memperjuangkan kebenaran dan keadilan. Padahal Tuhan Yesus menghendaki bahwa melalui kita yang beribadah dan menyambut Ekaristi, berkat-Nya kita teruskan sehingga Sang Roti Hidup itu sungguh memberikan hidup bagi dunia di sekitar kita (lih. Yoh 6:51). Persoalan makin pelik, manakala ibadah justru dimaksudkan untuk menyuap Tuhan agar tidak murka atas perilaku kita yang bertentangan dengan se-mangat keadilan dan kebenaran. Dalam konteks inilah kritik Tuhan melalui nabi Amos perlu kita perhatikan. Amos menyatakan bahwa yang dikehendaki Tuhan bukanlah kelimpahan kurban persembahan ataupun kesemarakan ritual ibadah, melainkan perwujudan keadilan dan kebenaran. Ibadah se-mestinya menggerakkan orang semakin memperjuangkan keadilan dan kebenaran. Umat Kerajaan Israel yang tidak mau mengindahkan peringatan Tuhan pun diancam akan dibuang ke negeri asing. Melalui nubuat Amos 5:21-27 ini kita diajak mengupayakan agar ibadah keluarga kita pun berbuah dalam perilaku adil dan benar. Kasih kepada Tuhan mesti mengalir pada kasih kepada sesama, dimulai di antara anggota keluarga kita dan selanjutnya meluas di tempat kerja, di gereja, dan di masyarakat.

PENGANTAR
   
Para saudara terkasih, beribadah kepada Tuhan merupakan ungkapan iman kita. Ketika beribadah kepada Tuhan kita membawa aneka persembahan dan menyemarakkan ibadah dengan nyanyi-an dan musik. Kita merasa puas dan senang bila ibadah kita berlangsung dengan khidmat, meriah, dan mengena di hati. Apakah cukup demikian? Dalam pertemuan ketiga ini kita akan merenungkan keterkaitan antara ibadah dan kehidupan. Kita akan merenungkan kritik Tuhan sendiri melalui nabi Amos 5: 20- 27. Ternyata Tuhan bisa menolak kurban persembahan dan ibadah yang meriah. Sebab yang paling dikehendaki Tuhan adalah perwujudan keadilan dan kebenaran. Ibadah Ritual mesti berbuah dalam ibadah sosial yang memperjuangkan keadilan sosial dan kasih kepada sesama yang menderita. Mari sejenak kita siap hati. 
 

DOA PEMBUKA
  
Pemandu mengajak umat untuk berdoa memohon agar Roh Kudus mem-bangkitkan iman seluruh peserta, mengarahkan seluruh diri kepada Sabda Allah, dan membuka hati seluruh peserta agar dapat menerima kehendak Allah. Pemandu dapat menyusun sendiri doa kepada Roh Kudus. Doa itu juga dapat disampaikan dalam nyanyian (MB 448, PS 565-567). 

        
Allah yang maha kuasa dan maha adil, kami bersyukur bahwa kami dapat senantiasa mendengarkan Firman-Mu dan beribadah kepada-Mu. Syukur pula atas Ekaristi Kudus yang senantiasa boleh kami rayakan bersama. Bantulah kami dengan rahmat-Mu agar mampu meneruskan berkat-Mu kepada semua orang yang kami jumpai. Demi Kristus, Tuhan dan pengantara kami. Amin. 

LECTIO
  
1. Membaca Teks (Amos 5:21-27)

Teks Amos ini dapat dibacakan bergantian per ayat, satu orang satu ayat. Kemudian masingmasing menyimak teks kembali dengan membaca dalam hati.
2. Penjelasan
Para peserta diajak untuk mendalami teks Kitab Suci yang baru saja dibacaka. Dalam pendalaman ini pemandu dapat menggunakan salah satu dari dua cara berikut:



1. Peserta diminta menyampaikan pertanyaan informatif seputar teks untuk dibicarakan. Gagasan Pokok dan penjelasan berikut ini dapat membantu pemandu dan peserta agar diskusi informatif dan tematis berjalan lancar. Jadi, dibahas sejauh diperlukan dalam proses pendalaman teks Kitab Suci.
2. Pemandu memberikan penjelasan tentang isi perikop berdasarkan Gagasan Pokok dan Penjelasan Teks.
  
Nabi Amos semula adalah pemungut buah ara hutan (Am 7:14) dan peternak domba dari Tekoa, wilayah kerajaan Yehuda atau Kerajaan Selatan (Am 1:1). Dia diutus Tuhan untuk bernubuat di Kerajaan Israel atau Kerajaan Utara, semasa raja Yerobeam II (786-746 SM) menjadi raja Israel (bdk. 2 Raj 14:23-29). Pada masa Yerobeam II Kerajaan Israel mengalami kemakmuran. Orang-orang kaya memiliki rumah musim dingin dan musim panas, bahkan rumah-rumah gading (3:15) atau rumah-rumah dari batu pahat (5:11). Ada pula yang tidur di tempat tidur dari gading (6:4). Sementara wanita Samaria digambarkan sebagai lembu Basan yang mabuk kemewahan (4:1). Namun, kemakmuran yang dinikmati
segelintir orang itu tidak berdampak pada keadilan sosial. Demi uang maka orang benar dan orang miskin dijual (2:6). Perempuan-perempuan muda juga dilecehkan (2:7). Orang kaya dan berkuasa suka memeras orang lemah dan menginjak orang miskin (4:1). Keadilan bisa diubah dan kebenaran diabaikan (5:7). Para hakim mau menerima uang suap dalam pengadilan sehingga orang benar dan orang miskin pun terjepit (5:12). Perikop yang kita renungkan berbicara kritik Tuhan melalui Amos atas ibadah Israel yang tidak membawa dampak dalam keadilan sosial. 


Tuhan menolak Kurban Israel (ay. 21-23). Umat Israel suka dengan segala kemeriahan ibadah dan upacara kurban. Mereka beribadah di Betel dan di Gilgal (4:4). Di Betel terletak bait suci kerajaan (7:10), yang asal mulanya dikaitkan dengan mimpi Yakub di Betel (Kej 28:10-22), bahkan Abraham (Kej 12:8). Sementara bait suci di Gilgal menjadi pusat keagamaan di zaman Saul (1 Sam 11:15) dan Daud (2 Sam 19:15), dan masih dipakai pada zaman Amos (4:4, 5:5).
 

Orang Israel memang rajin mengikuti perayaan ibadah. Setidak-nya tiga kali setahun mereka diwajibkan menghadap Tuhan (bdk. Kel 23:14), yakni pada hari raya roti tidak beragi, Hari Raya Tujuh Minggu atau Pentakosta, dan hari raya pondok daun (lih. Im 23:4- 44). Di tempat ibadah itu orang Israel mempersembahkan kurban bakaran, kurban sajian, dan kurban keselamatan (Am 5:22). Kurban bakaran berupa lembu sapi, kambing domba, atau burung tekukur/ merpati disembelih lalu dibakar di mezbah (lih. Im 1). Kurban sajian berupa 12 roti dari gandum terbaik dalam dua susunan yang diganti setiap hari Sabat dan kemudian dimakan oleh para imam (bdk. Im 2). Sementara kurban keselamatan yang dimaksudkan sebagai ucapan syukur atau pembayaran nazar dilakukan dengan mempersembahkan lembu, atau kambing/domba (lih. Im 3). Aneka kurban persembahan yang menjadi kurban api-apian bagi Tuhan ini diyakini baunya akan menyenangkan hati Tuhan (Im 1:9.13.17; 3:5,dst). Mereka juga menyertai ibadah ini dengan kemeriahan nyanyian dan iringan lagu gambus nan merdu (Am 5:23). Mereka mengira bahwa dengan banyaknya kurban persembahan dan meriahnya ritual upacara maka Tuhan akan berkenan dan membuat hubungan mereka dengan Tuhan tetap baik. Namun sayang, ternyata kurban berlimpah dan ibadah meriah itu justru ditolak oleh Tuhan. Mengapa? 

Keadilan dan Kebenaran, Bukan Kurban (ay. 24-25). Sebenarnya bukan kurban persembahanlah yang dikehendaki Tuhan, melainkan ucapan syukur dan pemenuhan nazar (Mzm 50:7-14). Tuhan tidak berkenan bila persembahan itu dimaksudkan untuk menutup mata Tuhan atas perilaku pembawa persembahan yang tidak benar dan tidak adil. Percuma saja mereka beribadah bila mereka tetap melakukan ketidakadilan (lih. 2:6.7; 4:1; 5:7.12), apalagi bila kurban persembahan itu justru hasil pemerasan dan ketidakadilan. Kurban persembahan dan kesemarakan ritual harus berbuah dalam keadilan sosial dan kasih kepada sesama yang menderita. Dalam kitab Amos keadilan (mispat) dikaitkan dengan sikap adil dalam pengadilan di pintu gerbang kota sehingga orang benar dan orang lemah terlindungi. Sementara kebenaran (tsedaqah) adalah milik mereka yang memenuhi tanggung jawab dalam kehidupan bersama. Tuhan mengingatkan bagaimana selama 40 tahun di padang gurun nenek moyang Israel tidak mempersembahkan kurban sembelihan dan kurban sajian, namun tetap berkenan di hati Tuhan (Am. 5:25). Karena bukan kurban persembahan yang Tuhan kehendaki, melainkan pelaksanaan kebenaran dan keadilan.
 

Ancaman Hukuman (ay. 26-27).
Sebagai konsekuensi atas ibadah mereka yang tidak dibarengi dengan keadilan dan kebenaran, Tuhan akan membuang mereka jauh ke seberang Damsyik, yakni di negeri Asyur. Hal ini terjadi pada tahun 722 SM. Pada saat itu mereka juga akan membawa berhala-berhala mereka. Sakut adalah nama dewa bintang dari Mesopotamia yang dikaitkan dengan planet Saturnus. Disebut “rajamu” bisa jadi karena dewa Saturnus dipandang sebagai raja utama bagi bangsa Israel. Demikian pula Kewan, “dewa bintangmu” adalah nama berhala lain yang patungnya juga dibuat oleh orang Israel. Dengan demikian ritual ibadah Israel juga diwarnai dengan praktek sinkretisme, seperti yang telah diwariskan oleh Yerobeam, raja pertama Kerajaan Israel yang membuatkan patung lembu emas di Betel dan di Dan (lih. 1 Raj 12:25-33). Di tanah Israel mereka telah mengimpor dan membuat patung dewa-dewi bintang orang Mesopotamia. Namun ironisnya, mereka justru akan dibuang bersama berhala mereka ke negeri Asyur, tempat dari mana dewa-dewi itu berasal.
 

MEDITATIO
  
Pemandu mengajak para peserta masuk dalam suasana hening dan dalam keheningan kembali mendengarkan pembacaan teks Amos 5:21-27. Lalu pemandu mengajak peserta untuk:

• Mengingat kembali kesalahan yang dibuat oleh umat Israel dan peringatan yang disampaikan oleh Amos kepada mereka.
• Merenungkan bagaimana pesan yang Nabi Amos dapat dilaksanakan di dalam keluarga dan bagaimana ibadah yang dilakukan dalam keluarga membuahkan hasil dalam sikap dan perilaku yang nyata.
Lalu para peserta diminta untuk membuka mata dan menuliskan secara singkat hasil permenungannya. Lalu beberapa orang dipersilakan membagi-kan dengan membaca apa yang telah dituliskan. Kemudian pemandu mem-berikan beberapa penegasan dengan memperhatikan gagasan pokok di atas.

ORATIO
 

Allah telah menyatakan kehendak-Nya dalam Meditatio, sekarang seluruh peserta akan menanggapi Sabda itu dengan doa. Pemandu mengajak peserta untuk mempersiapkan doa secara tertulis, tanggapan atas Sabda yang baru didengarkan; bisa berupa pujian, syukur, permohonan, niat, dan sebagainya. Kemudian satu demi satu peserta diminta untuk membacakan doa yang telah dituliskan. Rangkaian doa ditutup dengan “Bapa Kami.”
 

DOA PENUTUP 
Pemandu mengajak seluruh peserta untuk berdoa memohon kekuatan dan kasih Allah agar sanggup melaksanakan kehendak-Nya yang telah didengarkan dalam pertemuan. 

Ya Allah yang Maharahim, ampunilah kami bila selama ini kami kurang bersikap adil dan benar dalam keluarga, di tempat kerja, dan di masyarakat. Dengan bantuan rahmat-Mu, kami ingin mengupayakan kebenaran dan keadilan dimana pun kami berada. Demi Kristus, Tuhan dan pengantara kami. Amin.

Pertemuan II: Ibadah Keluarga sebagai Sekolah Iman


BULAN KITAB SUCI NASIONAL 2014
KELUARGA BERIBADAH DALAM SABDA
oleh Rm. F.X. Didik Bagiyowinadi Pr
LEMBAGA BIBLIKA INDONESIA 2014

Pertemuan II: Ibadah Keluarga sebagai Sekolah Iman

TUJUAN:
1. Peserta menyadari tanggung jawab mewujudkan Gereja Rumah Tangga dan mendidik anak-anak dalam iman Katolik.
2. Peserta menyadari bahwa ibadah keluarga merupakan kesempatan untuk bersama-sama mendengarkan Sabda Tuhan dan mewujudkan kehendak-Nya dalam kehidupan seharihari.
3. Peserta memiliki motivasi yang benar dalam beribadah kepada Tuhan.

GAGASAN POKOK:
Pada saat perkawinan suami-istri berjanji akan mendidik anak-anak dalam iman Katolik. Hal ini ditegaskan oleh para Bapa Konsili Vatikan II, “Dalam Gereja-keluarga itu hendaknya orangtua dengan perkataan dan teladan menjadi pewarta iman pertama bagi anak-anak mereka” (LG 11). Menurut Paus Yohanes Paulus II, sejak dini anak-anak perlu diajar untuk mengenal Allah dan kehendak-Nya (Familiaris Consortio 60).
   
Dalam hal ini kita bisa belajar pada tradisi Yahudi, bagaimana orangtua mengajarkan iman kepada anak-anaknya. Dalam perayaan Paskah di keluarga anak-anak diajar untuk mengerti makna perayaan/liturgi Paskah (lih. Kel 12). Mereka juga diajar untuk mengasihi Allah yang esa dengan segenap hati dan kekuatan (lih. Ul 6:4-5). Sementara dalam perikop yang kita renungkan pada pertemuan ini (Ul 6:20-25) anak-anak akan diberi motivasi dan alasan untuk melakukan semua perintah dan ketetapan Tuhan. 
        
Motivasi bangsa Israel melakukan kehendak Tuhan bukanlah karena takut akan hukuman-Nya atau agar Tuhan memenuhi keinginan mereka, melainkan karena mereka menyadari karya keselamatan Tuhan yang telah ditunjukkan dalam pengalaman bangsa Israel. Mereka telah dibebaskan oleh Tuhan dari perbudakan Mesir dan dianugerahi tanah yang telah dijanjikan kepada para bapa bangsa (Kej 15:18-21, Kej 17:8). Konsekuensinya, mereka diminta untuk melakukan segala ketetapan Tuhan dan takut kepada-Nya, sehingga mereka senantiasa dalam keadaan baik. Inilah motivasi yang benar orang melakukan kehendak Tuhan, yang kiranya juga harus menjadi motivasi dan alasan keluarga Kristiani mentaati Firman Tuhan. 

Kesetiaan melakukan kehendak Tuhan diperhitungkan Tuhan sebagai kebe-naran. Apakah hal ini bertentangan dengan Kej 15:6 yang menyatakan bahwa sikap percaya Abraham atas janji Tuhanlah yang diperhitungkan sebagai kebenaran? Keduanya tidak bertentangan. Terhadap janji Tuhan, sikap yang diminta dari kita adalah percaya. Sementara terhadap perintah Tuhan, yang diminta dari kita adalah sikap patuh melakukannya. Bila kita menuruti perintah Allah, berarti kita sungguh mengenal Allah (bdk. 1 Yoh 2:3). Melalui ibadah keluarga semua anggota keluarga belajar mendengarkan perintah Tuhan dan berusaha melakukannya (bdk. Mat 12:50). Dalam hal ini motivasi, penjelasan, dan teladan orangtua sangat menentukan.

PENGANTAR

Ibu-bapak saudara, pada saat merayakan sakramen perkawinan suami-istri berjanji akan mendidik anak-anak secara Katolik. Untuk itu keluarga perlu bersama-sama mendengarkan Sabda Tuhan dalam Kitab Suci yang memuat perintah dan ketetapan Tuhan untuk dilaksanakan. Kadang kita bertanya, kenapa kita mesti melakukan semua perintah itu? Apakah supaya Tuhan tidak murka, supaya Tuhan mengabulkan permohonan kita, atau supaya apa?

Kita akan merenungkan Firman Tuhan dalam Ul. 6:20-26 yang berisi pengajaran Nabi Musa bila anak kita bertanya mengapa harus melakukan kehendak Tuhan. Pertama-tama diingatkan bagaimana Tuhan sudah menunjukkan karya keselamatan-Nya kepada bangsa Israel. Sebagai ungkapan syukur mereka harus mematuhi perintah dan ketetapan Tuhan. Melakukan perintah dan ketetapan Tuhan merupakan tindakan orang benar. Mari sekarang kita menyiapkan hati.

DOA PEMBUKA
 
Pemandu mengajak umat untuk berdoa memohon agar Roh Kudus membang-kitkan iman seluruh peserta, mengarahkan seluruh diri kepada Sabda Allah, dan membuka hati seluruh peserta agar dapat menerima kehendak Allah. Pemandu dapat menyusun sendiri doa kepada Roh Kudus. Doa itu juga dapat disampaikan dalam nyanyian (MB 448, PS 565-567). 

Allah Bapa yang Mahakasih, melalui Kitab Suci Engkau menyatakan kehendak-Mu yang menuntun langkah hidup kami. Dahulu Engkau telah mengasihi dan menyelamatkan bangsa Israel, kiranya kasih-Mu juga Kaunyatakan kepada keluarga kami masing-masing. Kami bersyukur atas segala kasih dan anugerah-Mu untuk keluarga kami masing-masing. Bantulah keluarga kami untuk semakin mengenal dan melakukan kehendak-Mu, demi Kristus, Tuhan dan pengantara kami. Amin. 

LECTIO
  
1. Membaca (Ulangan 6:20-25)
Kutipan khotbah Musa ini bisa dibacakan oleh seseorang dengan lantang. Kemudian masing-masing menyimak teks kembali dengan membaca dalam hati.

2. Mendalami
Para peserta diajak untuk mendalami teks Kitab Suci yang baru saja dibacaka. Dalam pendalaman ini pemandu dapat menggunakan salah satu dari dua cara berikut:

1. Peserta diminta menyampaikan pertanyaan informatif seputar teks untuk dibicarakan. Gagasan Pokok dan penjelasan berikut ini dapat membantu pemandu dan peserta agar diskusi informatif dan tematis berjalan lancar. Jadi, dibahas sejauh diperlukan dalam proses pendalaman teks Kitab Suci.
 2. Pemandu memberikan penjelasan tentang isi perikop berdasarkan Gagasan Pokok dan Penjelasan Teks.

Kitab Ulangan berisi kumpulan khotbah Musa baik di padang Moab (Ul. 1:5) sebelum dia meninggal dunia (Ul. 34). Penyataan “Anakmu bertanya” pada Ul. 6:20 mengingatkan kita akan frasa yang sama dalam ritual Paskah dalam keluarga (Kel. 12:26-27). Bila dalam Kel. 12 yang ditanyakan adalah makna perayaan liturgi Paskah, dalam Ul. 6 yang ditanyakan adalah alasan di balik segala peraturan dan ketetapan Tuhan untuk mencintai-Nya dengan segenap hati dan kekuatan (Ul. 6:4-5). Jawabannya perlu merujuk karya keselamatan Tuhan atas bangsa Israel. Dulu mereka telah diperbudak Firaun di Mesir lalu dibebaskan Tuhan dengan tangan yang kuat (ay. 21).
   
Tuhan sendiri memberikan tanda dan mukjizat untuk menghukum orang Mesir dengan pelbagai tulah (air menjadi darah, katak, nyamuk, lalat pikat, penyakit sampar pada ternak, barah, hujan es, belalang, gelap gulita, anak sulung Mesir mati, lih. Kel. 7:14- 12:30). Bagaimana kemudian Tuhan membimbing mereka menyeberangi Laut Teberau dengan kaki kering (Kel. 14:15-31) dan memberikan makanan (manna, burung puyuh) dan minuman selama dalam perjalanan (di Mara: air pahit dijadikan manis (Kel. 15:22-26), di Rafidim: air memancar dari gunung batu (Kel. 17:1-7). Selanjutnya Tuhan membimbing umat Israel menuju tanah terjanji, sebagaimana telah Dia janjikan kepada Abraham (Kej. 17:8) dan Yakub (Kej. 35:12). Sebagai ucapan syukur atas karya keselamatan Tuhan, umat Israel diminta untuk melakukan segala kehendak-Nya dan takut kepada Tuhan (ay. 24). Kesetiaan dalam mematuhi perintah Tuhan diperhitungkan sebagai kebenaran (ay. 25). Sama seperti Abraham dipandang sebagai orang benar karena percaya pada janji Tuhan (Kej. 12:6). Kedua pernyataan ini tidak saling bertentangan karena isi sabda Tuhan yang berbeda: yang satu perintah, yang lain janji. Janji Tuhan tentang masa depan perlu dipercaya dan diimani, sementara perintah dan ketetapan adalah hal yang mesti ditaati dan dilakukan saat ini. Mengapa mesti melakukannya? Kembali kita perlu mengingat bagaimana Tuhan telah menyatakan karya keselamatannya. Secara konkret perikop ini ditujukan kepada orangtua untuk memotivasi, mengajarkan, dan memberikan teladan kepada anak-anaknya dalam mematuhi perintah Tuhan.

MEDITATIO

Pemandu mengajak para peserta masuk dalam suasana hening dan dalam keheningan kembali mendengarkan pembacaan teks Ul 6:20-25. Lalu pemandu mengajak peserta untuk:
• Mengingat kembali karya Allah bagi Israel, perintah untuk mengasihi Allah, dan tugas orangtua untuk mengajarkan hal itu kepada anak-anak mereka.
• Merenungkan bagaimana hal yang sama dapat dikerjakan oleh keluarga Kristiani: bagaimana mempergunakan ibadah keluarga sebagai kesempatan untuk mengajarkan iman kepada anak-anak (kebenaran iman dan kehidupan sesuai dengan iman). Lalu para peserta diminta untuk membuka mata dan menuliskan secara singkat hasil permenungannya. Lalu beberapa orang dipersilakan membagikan dengan membaca apa yang telah dituliskan. Kemudian pemandu memberikan beberapa penegasan dengan memperhatikan gagasan pokok di atas.

ORATIO

Allah telah menyatakan kehendak-Nya dalam Meditatio, sekarang seluruh peserta akan menanggapi Sabda itu dengan doa. Pemandu mengajak peserta untuk mempersiapkan doa secara tertulis, tanggapan atas Sabda yang baru didengarkan; bisa berupa pujian, syukur, permohonan, niat, dan sebagainya. Kemudian satu demi satu peserta diminta untuk membacakan doa yang telah dituliskan. Rangkaian doa ditutup dengan “Bapa Kami.”

DOA PENUTUP
Pemandu mengajak seluruh peserta untuk berdoa memohon kekuatan dan kasih Allah agar sanggup melaksanakan kehendak-Nya yang telah didengarkan dalam pertemuan.

Ya Tuhan, kami bersyukur atas kasih-Mu yang Kaunyatakan kepada keluarga kami masing-masing. Kami bersyukur pula atas tugas yang Kaupercayakan untuk mendidik anak-anak kami dalam iman kristiani. Berilah kami rahmat-Mu agar setia mematuhi perintah-Mu dan menjauhi larangan-Mu. Demi Kristus, Tuhan dan pengan-tara kami. Amin.

Prakata Bulan Kitab Suci Nasional 2014

 Bulan Kitab Suci Nasional 2014 ini merupakan tahun II dari tema umum gerakan Kitab Suci Nasional “Sabda Allah dalam Keluarga” (2013-2016). Adapun visi dari tema umum ini adalah “keluarga kristiani yang mendengarkan dan melaksanakan Sabda Allah dan meneruskan iman kristiani kepada anak-anak.” Tema tahun ini adalah “Keluarga Beribadah dalam Sabda.” Untuk mendalami tema ini, disiapkan tulisan yang memuat empat bahan pendalaman Kitab Suci untuk kategori dewasa: 
I. Keluarga sebagai tempat kehadiran Allah (Kej 18:1-15),
II. Ibadah keluarga sebagai sekolah iman (Ul 6:20-25),
III. Ibadah dan kehidupan (Am 5:20-27)
IV. Keluarga yang beribadah dalam Roh dan Kebenaran (Yoh 4:19-26).
Keluarga yang beribadah bersama mewujudkan terbangunnya Gereja Rumah Tangga (LG 11), di mana mereka tidak hanya ber-kumpul untuk semakin mengasihi, tetapi juga untuk berdoa bersama, mendengarkan firman, dan memohon kepada Tuhan. Indah sekali janji Tuhan, “Jika dua orang daripadamu di dunia ini sepakat meminta apapun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di surga” (Mat 18:19). Hal ini terjadi karena Tuhan sendiri berkenan hadir dalam keluarga yang mau berkumpul dalam nama-Nya (bdk. Mat 18:20). Materi ini disusun dengan metode Lectio Divina, yakni pembacaan Kitab Suci yang direnungkan dengan tujuan untuk berdoa dari Kitab Suci dan hidup dari Sabda Allah. Bagian “Tujuan” dan “Gagasan Pokok” akan membantu pemandu dan peserta untuk melihat arah pendalaman teks. Bagian “penjelasan” tidak dimaksudkan untuk dibacakan semuanya, melainkan keterangan tambahan untuk memahami teks dengan lebih baik. Diharapkan pertanyaan informatif atas teks yang diajukan peserta dibicarakan bersama. Materi ini masih terbuka untuk disesuaikan dengan situasi-kondisi setempat. Akhirnya, saya ucapkan selamat merenungkan Firman bersama selama bulan kitab suci 2014 ini.

Seminari Tinggi Beato Giovanni Malang, 5 Februari 2014

Rm. F.X. Didik Bagiyowinadi Pr

Pertemuan I: Keluarga sebagai Tempat Kehadiran Allah

BULAN KITAB SUCI NASIONAL 2014
KELUARGA BERIBADAH DALAM SABDA
oleh Rm. F.X. Didik Bagiyowinadi Pr
LEMBAGA BIBLIKA INDONESIA 2014

Pertemuan I: Keluarga sebagai Tempat Kehadiran Allah

TUJUAN:
1. Peserta mengimani kehadiran dan penyertaan Tuhan dalam kehidupan berkeluarga, juga dalam aneka kesulitan konkret keluarga.
2. Peserta berusaha membangun Altar Rumah Tangga dalam kesempatan ibadah keluarga bersama.
3. Peserta menyadari dan menanggapi kehadiran Tuhan dalam diri sesama yang membutuhkan perhatian dan pertolongan kita.

GAGASAN POKOK:
 
Tuhan hadir dan menyertai perjalanan umat-Nya (bdk. Mat 28:20b). Dia tidak hanya hadir di tempat ibadah, tetapi juga di dalam keluarga Kristiani. Terlebih bila keluarga Kristiani sungguh berkumpul dalam nama-Nya, Tuhan berkenan hadir di tengahnya (Mat 18:20). Secara konkret hal ini nyata ketika anggota keluarga berkumpul, berdoa, dan mendengarkan Kitab Suci bersama. “Sebab dalam kitab-kitab suci Bapa yang ada di surga penuh cinta kasih menjumpai para putra-Nya, dan berwawancara kepada mereka, ” demikian penegasan para Bapa Konsili Vatikan II (DV 21). Dalam kesempatan ibadah keluarga, Tuhan sungguh hadir dan berfirman melalui sabda-Nya. Tuhan yang hadir dan menyertai perjalanan keluarga kita juga mengetahui setiap pergumulan dan masalah yang kita hadapi. Dia berkenan pula menanggapi harapan dan permohonan keluarga kita.
 
Demikian pula yang dialami oleh keluarga Abraham. Abraham telah percaya akan janji Tuhan bahwa dia akan dianugerahi banyak keturunan, melalui Sara, istrinya (Kej 15:4-5; Kej 17:6.16.19). Namun, janji itu tidak kunjung terpenuhi. Dalam perikop yang kita renungkan ini (Kej 18:1-15) Tuhan sendiri berkenan datang dan bertamu ke kemah Abraham untuk membawa kabar sukacita bahwa istrinya tahun depan akan melahirkan anak laki-laki. Suatu berita yang membuat Sara yang mandul itu tertawa dalam hati. Namun, bagi Allah tiada hal yang mustahil. Demikian pula, tiada yang mustahil bagi Allah untuk menyelesaikan setiap pergumulan keluarga kita. 
    
Hal yang menarik adalah Abraham tidak menyadari bahwa salah satu dari tamunya adalah Tuhan sendiri. Dengan antusias dia menyambut para tamunya yang membutuhkan pertolongan dan menyajikan hidangan berlimpah kepada mereka. Pelayanan yang murah hati ini berbuah dengan berita sukacita bagi keluarga Abraham. Maka penulis surat kepada orang Ibrani mengingatkan, “Jangan lupa kamu memberi tumpangan kepada orang, sebab dengan berbuat demikian beberapa orang dengan tidak diketahuinya telah menjamu malaikat-malaikat” (Ibr 13:2). Kemurahhatian Abraham kepada para tamunya menggarisbawahi penegasan Tuhan Yesus pada saat pengadilan terakhir kelak, “Ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan” (Mat 25:35).

PENGANTAR

Bapak-ibu, selamat berjumpa kembali dalam pertemuan bulan kitab suci 2014. Tema BKSN kali ini adalah Keluarga beribadah dalam Sabda. Tentu sejak tahun lalu keluarga kita telah mengupayakan ibadah keluarga seminggu sekali. Dan sekarang kita akan mengikuti pertemuan BKSN selama empat kami, kiranya Firman Tuhan yang akan kita pelajari dan renungkan bersama akan membantu kita memahami lebih baik bagaimanakah ibadah yang dikehendaki Tuhan.

Pada pertemuan pertama ini kita akan merenungkan kehadiran Tuhan di dalam keluarga. Jadi, Tuhan tidak hanya bertakhta di surga, hadir dalam perayaan Ekaristi di gereja, tetapi juga berkenan hadir dalam keluarga kita masing-masing. Kita akan merenungkan pengalaman keluarga Abraham dalam Kej. 18:1-15, dimana Tuhan sendiri berkenan datang bertamu dan memberikan berkat-Nya. Mari sekarang kita menyiapkan hati.

DOA PEMBUKA

Pemandu mengajak umat untuk berdoa memohon agar Roh Kudus mem-bangkitkan iman seluruh peserta, mengarahkan seluruh diri kepada Sabda Allah, dan membuka hati seluruh peserta agar dapat menerima kehendak Allah. Pemandu dapat menyusun sendiri doa kepada Roh Kudus. Doa itu juga dapat disampaikan dalam nyanyian (MB 448, PS 565-567). 
         
Tuhan Yesus, Sang Imanuel, saat ini Engkau hadir di tengah kami karena kami berkumpul dalam nama-Mu. Bimbinglah kami dengan terang Roh Kudus-Mu agar dapat memahami kebenaran Firman-Mu. Engkau yang berkenan hadir dan menyertai perjalanan Gereja, kiranya juga berkenan menyertai perjalanan dan pergumulan keluarga kami masing-masing. Bantulah kami semakin menyadari dan mengalami Engkau yang hadir dalam setiap pergumulan keluarga kami. Sebab Engkaulah, Tuhan dan pengantara kami, kini dan sepanjang masa. Amin.

LECTIO

1. Membaca Teks (Kejadian 18:1-15)
Pembacaan teks bisa dilakukan dengan pemeranan: Narator (ay.1-2,7-8,10b-12a, dan pengantar beberapa dialog), Abraham (ay. 3-5a, 9b), ketiga tamu (ay. 5b, 9a), yang salah satunya adalah Tuhan (ay. 10, 13b-14, 15b), dan Sara (ay. 12, 15a). Lalu masing-masing peserta diberi kesempatan menyimak teks lagi untuk lebih memahami kisah ini.

2. Penjelasan
Para peserta diajak untuk mendalami teks Kitab Suci yang baru saja dibacakan. Dalam pendalaman ini pemandu dapat menggunakan salah satu dari dua cara berikut:
1. Peserta diminta menyampaikan pertanyaan informatif seputar teks untuk dibicarakan. Gagasan Pokok dan penjelasan berikut ini dapat membantu pemandu dan peserta agar diskusi informatif dan tematis berjalan lancar. Jadi, dibahas sejauh diperlukan dalam proses pendalaman teks Kitab Suci.
2. Pemandu memberikan penjelasan tentang isi perikop berdasarkan Gagasan Pokok dan Penjelasan Teks. 

Tamu Abraham (ay. 1-8). Peristiwa ini berlangsung di kemah Abraham, dekat pohon tarbantin di Mamre. Pohon tarbantin bukanlah jenis pohon tertentu, melainkan pohon besar yang di daerah kering, yang kerap dianggap sebagai pohon suci. Mamre berada dekat Hebron. Di sini Abraham telah mendirikan mezbah bagi Tuhan (Kej. 13:8). Di Hebron pula kelak Daud memerintah selama tujuh tahun enam bulan sebelum memerintah atas seluruh Israel (2Sam. 2:11).

Waktu itu siang hari, suasana panas terik sehingga Abraham duduk beristirahat di kemahnya. Mereka yang dalam perjalanan pun akan berteduh pada rerantingan pohon. Maka demi melihat ketiga orang di hadapan kemahnya, Abraham pun berlari menyongsong mereka. Dengan hormat ia menyapa mereka “tuanku” (3), “tuan-tuan” (4) dan menyebut
diri “hambamu” (5). Dia sujud sampai ke tanah sebagai ungkapan hormat menerima tamu agung. Namun, dia sama sekali tidak mengenal mereka, apalagi untuk menyadari bahwa salah satunya adalah Tuhan.

 Kepada ketiga orang itu dia menawarkan bantuan, bagi mereka akan diambilkan air untuk membasuh kaki dari debu (lih. Luk. 7:44-46), dipersilakan duduk istirahat di bawah pohon, dan menikmati roti agar kembali segar untuk melanjutkan perjalanan. Abraham mengecilkan tawarannya, padahal dia merencanakan suatu jamuan besar bagi mereka. Di antara bangsa pengembara merupakan suatu kehormatan besar bila bisa menerima dan menjamu orang asing di kemahnya. Ketiganya pun menerima tawaran Abraham.

 Antusiasme Abraham dalam menjamu tamu tampak dari 3 kali kata “segera” digunakan: ia segera ke kemah (ay. 6), meminta istrinya segera membuat roti (ay. 6) dan bagaimana bujangnya segera mengolah anak lembu empuk yang telah dipilihnya (ay. 7). Hidangan harus segera disiapkan. Para tamu tidak boleh terlalu lama menunggu.

 Kemurahan hati Abraham tampak dari jamuan mewah yang disiapkan. Roti bundar pipih berdiameter 45-an cm dari bahan tiga sukat (3 X 12 liter) tepung terbaik. Suatu jumlah yang banyak untuk tiga orang tamu. Demikian pula dipilihkan daging anak lembu yang empuk. Lalu Abraham sendiri bertindak sebagai pelayan meja. Sebagai sajian pembuka, dihidangkan
dadih dan susu. Dadih adalah air susu sapi/kambing yang telah dikentalkan, yang diperoleh bila susu ditumbuk dalam kulit kambing dengan sisa dadih yang lama (Ams. 30:33). Para pengembara biasanya tidak minum air anggur, tetapi minum air, maka bila kepada mereka dihidangkan susu cair (dari lembu, unta, atau kambing) berarti bagi mereka diadakan pesta. Baru kemudian disajikan hidangan pokok. Sedang mereka makan, Abraham berdiri dekat mereka dan siap melayani.

Pembaharuan Janji (ay. 9-15).
Bagian berikutnya menunjukkan siapa sebenarnya tamu Abraham itu. Sebab ketiganya mengenal nama istri Abraham (ay. 9). Salah satunya berkata bahwa tahun depan Sara akan mempunyai anak laki-laki (ay. 10). Tamu ini mengenal kerinduan keluarga ini dan bagaimana mereka menantikan janji Tuhan. Tamu itu juga mengetahui bahwa Sara yang berada di balik kemah tertawa dalam hati atas berita itu (ay. 12). Agaknya baru di sini Abraham menyadari bahwa Tuhan sendiri yang berkunjung ke kemahnya dan membawa kabar gembira. Tahun depan dia akan memiliki anak laki-laki dari Sara. Janji Tuhan dalam Kej 15:4-5; Kej 17:6.16.19 segera tergenapi. Memang Sara itu mandul (Kej 11:30) dan Abraham sendiri telah lanjut usia, sehingga Sara tertawa dalam hati atas pernyataan tamu mereka. Tetapi bagi Allah tiada hal yang mustahil. Tiada yang mustahil pula bagi Allah untuk menjadikan perawan Maria sebagai Bunda Penebus (Luk 1:37). Ketika Tuhan menanyakan ketidakpercayaan Sara yang tertawa dalam hati, Sara menyangkalnya. Tetapi Tuhan menegaskan bahwa Sara memang tertawa (ay. 15). Dari sinilah anak mereka kelak diberi nama “Ishak” (lih. Kej 21:6).

MEDITATIO

Pemandu mengajak peserta masuk dalam keheningan dengan mata terpejam, lalu membayangkan adegan yang telah dibaca bersama. Selanjutnya dalam hati mereka merenungkan beberapa pertanyaan berikut ini:
a. Apa saja yang bisa Anda teladan dari sikap Abraham?
b. Mengapa Sara tidak percaya? Bagaimana bila Anda menjadi Sara?
c. Apa yang harus dilakukan agar seluruh anggota keluarga selalu ingat akan kehadiran Tuhan di dalam rumah masing-masing.
d. Sejauh mana sikap murah hati pada sesama berhubungan dengan kehadiran Tuhan dalam keluarga? Lalu para peserta diminta untuk membuka mata dan menuliskan secara singkat hasil permenungannya. Lalu beberapa orang dipersilakan membagikan dengan membaca apa yang telah dituliskan. Kemudian pemandu memberikan beberapa penegasan dengan memperhatikan gagasan pokok di atas.

ORATIO

Allah telah menyatakan kehendak-Nya dalam Meditatio, sekarang seluruh peserta akan menanggapi Sabda itu dengan doa. Pemandu mengajak peserta untuk mempersiapkan doa secara tertulis, tanggapan atas Sabda yang baru didengarkan; bisa berupa pujian, syukur, permohonan, niat, dan sebagainya. Kemudian satu demi satu peserta diminta untuk membacakan doa yang telah dituliskan. Rangkaian doa ditutup dengan “Bapa Kami.”

DOA PENUTUP

Pemandu mengajak seluruh peserta untuk berdoa memohon kekuatan dan kasih Allah agar sanggup melaksanakan kehendak-Nya yang telah didengarkan dalam pertemuan. Kami bersyukur Tuhan bahwa Engkau sungguh berkenan hadir melalui Kitab Suci yang kami baca dan renungkan bersama. Engkau hadir pula di tengah keluarga kami dan mengerti segala persoalan dan pergumulan keluarga kami masing-masing. Kami serahkan segala kesulitan dan masalah keluarga kami ke dalam tangan-Mu dan kami percaya bagi-Mu tiada hal yang mustahil untuk menyelesaikannya. Bantu kami pula Tuhan, untuk menolong Engkau dalam diri mereka yang membutuhkan pertolongan kami. Demi Kristus, Tuhan dan pengantara kami. Amin.

PERTEMUAN II Mengusir Roh Jahat dari Anak yang Bisu (Markus 9:14-29) (BKSN-KAJ)

PERTEMUAN II
Mengusir Roh Jahat dari Anak yang Bisu (Markus 9:14-29)


DOA PEMBUKA


(Pemandu mengajak seluruh peserta berdoa memohon bimbingan Roh Kudus agar dapat memahami firman Allah yang hendak dibaca dan direnungkan)

LECTIO


Pemandu membacakan dan menjelaskan isi perikop. Bahan yang tersedia di bawah ini dapat membantu pemandu untuk memberikan penjelasan

Dalam perikop sebelumnya dikisahkan bagaimana Yesus menampakkan kemuliaan-Nya di atas gunung. Tiga orang murid-Nya, yaitu Petrus, Yakobus, dan Yohanes, menyaksikan Yesus yang berubah rupa dan pakaian-Nya menjadi putih berkilau (Mrk 9:2-13). Ketika turun dari gunung, mereka melihat para murid lain sedang bersoal jawab dengan beberapa ahli Taurat. Ketika melihat Yesus, orang banyak yang mengerumuni para murid itu tercengang dan mereka bergegas menyambut Yesus. Ada yang berubah di wajah Yesus karena pancaran kemuliaan ilahi di atas gunung itu masih tampak di wajah-Nya, seperti waktu Musa turun dari Gunung Sinai (Kel 34:29).

Anak yang Kerasukan, Murid yang Gagal


Yesus bertanya kepada orang banyak tentang apa yang sedang mereka persoalkan dengan para murid-Nya. Salah seorang dari orang banyak itu menjelaskan kepada Yesus bahwa dia membawa anaknya yang kerasukan roh jahat yang telah menyebabkan anaknya bisu dan tuli (ayat. 17,25). Demikian jahatnya roh tersebut sehingga sering menyerang anaknya, membantingnya ke tanah; jika roh itu menyerang, mulut anak itu berbusa, giginya berkertakan, dan tubuhnya menjadi kejang. Ayah dari anak itu membawanya kepada murid-murid Yesus dan meminta mereka mengusir roh jahat yang menyerangnya, tetapi mereka tidak dapat. Inilah yang sedang dipersoalkan oleh orang banyak dan para ahli Taurat dengan para murid Yesus.

Bukankah para murid sebelumnya telah menerima kuasa mengusir setan dari Yesus (Mrk 3:14-15) dan orang banyak telah melihat mereka berhasil mengusir banyak setan (Mrk 6:6b-13)? Mengapa sekarang mereka tidak sanggup melakukannya? Para murid tidak dapat menjelaskan apa yang terjadi, mereka bahkan menjadi pusat perhatian banyak orang yang percaya maupun para ahli Taurat yang selalu ingin melihat kegagalan Yesus dan murid-murid-Nya. Yesus tidak dapat menutupi kekecewaan-Nya terhadap murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka, “Hai kamu angkatan yang tidak percaya, berapa lama lagi Aku harus tinggal di antara kamu? Berapa lama lagi Aku harus sabar terhadap kamu? Ia merasa kecewa karena murid-murid-Nya telah gagal mengusir roh jahat. Dari perkataan Yesus tersirat bahwa kegagalan mengusir roh itu karena ketidakpercayaan para murid. Lalu Yesus menyuruh mereka membawa anak yang kerasukan roh jahat itu kepada-Nya, karena Ia sendiri yang akan mengambil tindakan.

Yesus Mengusir Roh Jahat

Ketika melihat Yesus, roh itu kembali membuat penderitaan yang hebat kepada anak itu dengan mengguncang-guncangkannya; anak itu terpelanting ke tanah, terguling-guling, dan mulutnya berbusa, seperti seorang yang terkena penyakit ayan (epilepsi). Sang ayah menjelaskan bahwa sudah sejak kecil anak tersebut menderita akibat perbuatan roh itu; bahkan seringkali anak itu hampir binasa karena roh itu sering menyeretnya ke dalam api atau ke dalam air.

Setelah menjelaskan penderitaan yang dialami anaknya itu, ia mengharapkan pertolongan dari Yesus, “... jika Engkau dapat berbuat sesuatu, tolonglah kami dan kasihanilah kami.” Yesus tidak serta merta memenuhi permohonannya, namun berkata, “Katamu: jika Engkau dapat?” Yesus seolah-olah ingin menunjukkan padanya bahwa Dia memerlukan iman untuk mempercayai bahwa “Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!” Orang yang percaya menjadikan kehendak dan kuasa Allah sebagai landasan hidupnya bukan pada kekuatan dan kehendak diri sendiri. Mendengar perkataan Yesus tersebut segera orang itu berteriak, “Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini!” Orang itu ingin sekali percaya namun dalam permohonannya, ia secara jujur di hadapan Yesus mengakui dan menyerahkan ketidakpercayaannya dan kebimbangannya serta berserah sepenuhnya kepada kebijaksanaan Yesus.

Melihat orang banyak semakin berkerumun, Yesus menegur keras roh jahat yang menyebabkan anak itu bisu dan tuli dan memerintahkan roh itu keluar dari anak itu dan melarangnya untuk memasukinya kembali. Lalu keluarlah roh itu sambil berteriak dan menggoncang-goncangkan anak itu dengan hebat. Banyak orang mengira anak itu telah mati, kemudian Yesus memegang anak itu dan membangunkannya, lalu anak itu bangkit sendiri.

Kekuatan Doa


Sesampainya di rumah, murid-muridnya bertanya kepada Yesus, mengapa mereka tidak bisa memahami kegagalan mereka dalam mengusir roh itu. Yesus kemudian menjelaskan kepada mereka, “Jenis ini tidak dapat diusir kecuali dengan berdoa.” Dalam pandangan Yesus, jenis roh jahat ini lebih sulit diatasi daripada jenis roh-roh jahat lain. Doa yang dimaksud Yesus adalah bukanlah rangkaian kata yang harus diucapkan supaya roh jahat itu takut dan pergi. Doa adalah ungkapan iman dan kebergantungan pada kuasa Allah. Doa merupakan ungkapan keyakinan bahwa bukan kitayang memegang kendali, melainkan Yesus sendiri.

Kedua belas murid Yesus memang telah diberi kuasa untuk mengusir roh-roh jahat,tetapi bukanlah kuasa yang dapat digunakan secara mekanis seolah-olah kuasa itu milik mereka, melainkan pernyataan diri Allah yang bekerja melalui seseorang sehingga semua itu hanya dapat bekerja dalam kebergantungan pada kuasa Allah. Doa mengungkapkan ketergantungan manusia pada Allah dan kepercayaan pada-Nya. Kegagalan para murid sebelumnya dikarenakan terlalu percaya diri dan kurang menaruh kepercayaan kepada Allah, sehingga mereka gagal dalam mengusir roh jahat yang merasuki anak itu.

MEDITATIO


A. Pemandu mengajak peserta untuk masuk dalam suasana hening dengan mata terpejam. Kemudian pemandu meminta peserta untuk mebayangkan peristiwa yang dikisahkan dalam perikop ini.
B. Pemandu mengajak peserta untuk merenungkan apa yang dapat diteladan dari Yesus (perilaku, sikap), apa yang dapat dipelajari dari Sabda Yesus, dan apa yang dapat dipelajari dari ayah yang anaknya disembuhkan oleh Yesus bagi dirinya sendiri. (bukan untuk mengajar orang lain).
C. Pemandu meminta peserta untuk menuliskan hasil renungannya.
D. Pemandu meminta peserta, satu demi satu, membacakan hasil renungan dalam meditasinya.

Hasil Renungan

.............................
.............................

ORATIO


Pemandu mengajak peserta untuk menuliskan doa sebagai tanggapan atas pesan yang telah terima dalam perikop tersebut.
Pemandu meminta peserta, satu demi satu, membacakan doa-doa yang ditulisnya. Rangkaian doa ditutup dengan “Bapa Kami”.

DOA

DOA PENUTUP


Pemandu mengajak seluruh peserta untuk berdoa memohon kekuatan dan kasih Allah agar sanggup melaksanakan kehendak-Nya yang telah didengarkan dalam pertemuan ini.

Sumber: Komisi Kerasulan Kitab Suci Keuskupan Agung Jakarta


PERTEMUAN I: MENYEMBUHKAN ORANG BUSUNG AIR (Lukas 14:1-6) (BKSN-KAJ)

PERTEMUAN I
MENYEMBUHKAN ORANG BUSUNG AIR (Lukas 14:1-6)


DOA PEMBUKA

(Pemandu mengajak seluruh peserta berdoa memohon bimbingan Roh Kudus agar dapat memahami firman Allah yang hendak dibaca dan direnungkan)

LECTIO


Pemandu membacakan dan menjelaskan isi perikop. Bahan yang tersedia di bawah ini dapat membantu pemandu untuk memberikan penjelasan

Undangan Makan


Pada suatu hari Sabat, Yesus datang ke rumah salah seorang pemimpin Farisi yang kemungkinan adalah seorang kepala rumah ibadat (Luk 8:41), anggota Mahkamah Agama, atau tua-tua bangsa. Ia datang untuk makan bersama orang-orang Farisi. Makan bersama adalah tradisi orang Yahudi yang menandakan suatu persahabatan (bdk. Kej 26:30; 31:54). Namun, suasana persahabatan itu tidak tampak karena orang-orang Farisi mencari-cari kesalahan Yesus.

Hari itu adalah hari Sabat. Kata "Sabat" berarti "berhenti" atau "beristirahat". Seperti Allah beristirahat pada hari ketujuh, orang Israel diperintahkan untuk mengingat dan menguduskan hari Sabat. Ada enam hari untuk bekerja dan hari ketujuh adalah hari Sabat Tuhan, hari yang dikuduskan oleh Tuhan (Kel 20:8-11). Hari ketujuh ini adalah anugerah Tuhan, setiap orang Farisi memahaminya hanya sebagai larangan: pada hari ini orang tidak boleh bekerja. Makanan pada perjamuan hari Sabat disiapkan dan dimasak pada hari sebelumnya dan kegiatan masak-memasak dihindari pada hari itu.


Perangkap untuk Yesus


Orang-orang Farisi dan para ahli Taurat yang hadir di sana mengamat-amati Yesus dengan seksama kalau-kalau Ia kembali menyembuhkan orang sakit pada hari Sabat seperti yang sudah-sudah. Mereka ingin mempersalahkan Yesus karena menganggap Yesus sebagai ancaman yang berbahaya. Banyak orang yang percaya kepada-Nya dan semakin banyak orang yang mengikuti-Nya; hal ini dapat merongrong kewibawaan mereka sebagai pemimpin agama Yahudi. Ini adalah konflik ketiga kalinya antara Yesus dengan para pemuka Yahudi setelah sebelumnya Yesus menyembuhkan orang yang mati tangannya (Luk 6:6-11) dan orang yang sakit punggungnya pada hari Sabat (Luk 13:10-17)

Pada saat perjamuan, tiba-tiba datanglah seorang sakit busung air berdiri di hadapan Yesus. Orang yang sakit busung air (edema/dropsy) adalah orang yang mengalami pembengkakan pada bagian-bagian tertentu seperti kaki, tangan, dan perut, karena cairan tubuh terkumpul dalam rongga-rongga badan, sela-sela jaringan, dan dalam sel akibat berbagai penyakit seperti penyakit: hati, jantung, dan ginjal. Kehadiran orang yang busung air itu sungguh aneh sebab pada umumnya orang segan memasuki rumah seorang tokoh masyarakat tanpa diundang, apalagi orang sakit! Seperti halnya penyakit kusta, pada zaman itu busung air dianggap sebagai hukuman bagi orang berdosa dan penderitanya dianggap najis. Keadaan tubuhnya sangat tidak nyaman untuk dilihat apalagi di saat perjamuan. Kehadiran tiba-tiba orang sakit busung air di hadapan yesus, di tengah-tengah para undangan, mengundang kecurigaan.

Bagaimana mungkin tiba-tiba datang dan berdiri seorang sakit busung air di hadapan Yesus saat makan bersama? Mengapa tidak ada yang melarangnya masuk? Apakah orang sakit busung air ini sengaja didatangkan dan dipersiapkan oleh musuh-musuh Yesus untuk menjebak-Nya? Mereka mengetahui bahwa Yesus akan berbelas kasihan dan menyembuhkan orang itu. Dengan demikian Yesus pasti terjebak melakukan pelanggaran terhadan hukum Taurat, karena menyembuhkan orang sakit dipandang sebagai bekerja dan hal ini dilarang pada hari Sabat. Apabila Yesus, yang juga dikenal sebagai tabib, melakukan penyembuhan pada hari Sabat, Ia adalah pelanggar hukum Allah yang dapat dipersalahkan.

Tanggapan Yesus


Mengetahui pikiran jahat mereka, Yesus kemudian berkata kepada mereka dengan bertanya, "Diperbolehkankah menyembuhkan orang pada hari Sabat atau tidak?" Orang-orang Farisi dan para ahli Taurat tersebut tidak memberi jawaban apa pun, mereka hanya diam. Mungkin karena mereka takut salah jawab. Bila mereka menjawab "boleh" berarti mereka membenarkan pelanggaran hukum Taurat yang mereka junjung tinggi. Mereka juga tidak dapat menjawab "tidak boleh" karena berbuat baik tidak dapat dibatasi pada hari tertentu. Karena itu, mereka diam dan tidak menjawab pertanyaan Yesus. Lalu, Yesus memegang tangan orang sakit itu, menyembuhkannya, dan menyuruhnya pergi.

Setelah menyembuhkan orang sakit itu, Yesus mengajukan pertanyaan kepada orang-orang Farisi dan para ahli Taurat, "Siapakah di antara kamu yang tidak segera menarik keluar anaknya (terjemahan lain: keledainya) atau lembunya kalau terperosok ke dalam sebuah sumur, meskipun pada hari Sabat?" Yesus berkata demikian karena tahu mereka membawa hewan-hewan mereka ke tempat minuman pada hari Sabat. Kalau ada ternak yang jatuh ke dalam sumur, niscaya mereka akan menyelamatkannya (Luk 13:15). Mereka semua tidak sanggup membantah Yesus, sebab kalau seekor hewan saja segera ditolong atau diselamatkan pada hari Sabat, apalagi seorang manusia yang sedang sakit!

Orang-orang Farisi dan para ahli Taurat gagal memahami tindakan Yesus, mereka memandang apa yang dilakukan-Nya sebagai pelanggaran hukum. Sedangkan Yesus sendiri lebih mengutamakan perbuatan kasih dan menyelamatkan manusia daripada sekedar ketaatan buta terhadap peraturan. Melalui tindakan-Nya, Yesus ingin menunjukkan kepada orang-orang Farisi dan para ahli Taurat semangat hari Sabat yang sebenarnya, yakni Sabat merupakan anugerah Tuhan bagi umat manusia (Kel 16:21-30); dengan demikian hari Sabat bukanlah hambatan untuk berbuat kasih terhadap sesama manusia, yang merupakan hukum terutama dalam Taurat!

MEDITATIO


A. Pemandu mengajak peserta untuk masuk dalam suasana hening dengan mata terpejam. Kemudian pemandu meminta peserta untuk mebayangkan peristiwa yang dikisahkan dalam perikop ini.
B. Pemandu mengajak peserta untuk merenungkan apa yang dapat diteladan dari Yesus (perilaku, sikap), apa yang dapat dipelajari dari Sabda Yesus, dan apa yang dapat dipelajari dari orang-orang Farisi serta para ahli Taurat bagi dirinya sendiri (bukan untuk mengajar orang lain).
C. Pemandu meminta peserta untuk menuliskan hasil renungannya.
D. Pemandu meminta peserta, satu demi satu, membacakan hasil renungan dalam meditasinya.

Hasil Renungan

.............................
.............................

ORATIO


  • Pemandu mengajak peserta untuk menuliskan doa sebagai tanggapan atas pesan yang telah terima dalam perikop tersebut.
  • Pemandu meminta peserta, satu demi satu, membacakan doa-doa yang ditulisnya. Rangkaian doa ditutup dengan “Bapa Kami”.
DOA

DOA PENUTUP


Pemandu mengajak seluruh peserta untuk berdoa memohon kekuatan dan kasih Allah agar sanggup melaksanakan kehendak-Nya yang telah didengarkan dalam pertemuan ini.


Sumber: Komisi Kerasulan Kitab Suci Keuskupan Agung Jakarta

Kerangka Pertemuan Pendalaman Kitab Suci BKSN 2012

Selama Bulan Kitab Suci 2012 ini kita akan mendalami Kitab Suci dengan mempergunakan metode Lectio Divina. Untuk memahami tentang Lectio Divina, baiklah kita lebih dulu mengingat kembali apa itu doa. Ketika orang berdoa, ia berkomunikasi dengan Allah. Komunikasi yang dimaksudkan bukanlah komunikasi satu arah, dalam arti hanya satu pihak yang berbicara, melainkan komunikasi dua arah (dialog). Doa merupakan dialog antara Allah dengan kita. Ketika Allah bersabda, kita mendengarkan lalu kita menyampaikan tanggapan terhadap Sabda Allah itu. Sabda yang telah didengarkan itulah yang dibawa ke dalam kehidupan untuk dilaksanakan.

Doa sebagai dialog ini dapat dilaksanakan dalam Lectio Divina, yaitu pembacaan Kitab Suci yang direnungkan dengan tujuan:

  • Berdoa dari Kitab Suci.
  • Hidup dari Sabda Allah.

Allah bersabda ketika kita membaca Alkitab (Lectio) dan kita mendengarkan lalu merenungkan untuk memahaminya (Meditatio). Selanjutnya kita menyampaikan tanggapan dalam doa (Oratio). Sabda Allah yang kita dengarkan itu selalu kita ingat setiap saat dalam kehidupan kita (Contemplatio) dan kita jalankan dalam kehidupan nyata (Actio).
  1. Lectio. Pada tahap Lectio ini kita membaca teks untuk memahami apa yang dikatakan oleh teks. Dalam Kelompok Kitab Suci tahap ini dapat dilakukan demikian: Pemandu membacakan dan memberi penjelasan atau berdiskusi untuk memahami isi teks.
  2. Meditatio. Pada tahap meditatio, kita berusaha menemukan arti teks dan menerapkannya pada diri sendiri. Dalam Kelompok Kitab Suci, para peserta diajak masuk dalam suasana hening dengan mata terpejam untuk: Membayangkan peristiwa yang diceritakan atau mengingat kembali teks. Mencari: “Pesan apa yang saya pelajari dari Sabda yang baru direnungkan.” Apa peran pesan itu bagi saya: mengingatkan, menegur, menguatkan, menghibur? Kemudian para peserta diminta untuk membuka mata lalu menuliskan pesan yang baru direnungkan dan membagikan kepada peserta lain tentang pesan yang direnungkannya, dengan membacakan apa yang sudah ditulisnya. Contoh (Orang Samaria yang murah hati): Dari perumpamaan ini saya melihat orang Samaria sebagai teladan dalam menolong: ia mau menolong mulai dari melihat, tergerak hatinya, dan melakukan pertolongan. Melalui perumpamaan ini Tuhan Yesus mengingatkan saya karena selama ini hanya melihat dan tergerak oleh belas kasihan, tetapi jarang mau memberikan pertolongan.
  3. Oratio. Pada tahap ini, kita menyampaikan doa yang digerakkan dan diilhami oleh Sabda. Doa ini merupakan tanggapan kita atas Sabda yang baru kita dengarkan, bisa berupa pujian, syukur, permohonan, dan sebagainya. Dalam Kelompok Kitab Suci, perserta diajak untuk mempersiapkan doa secara tertulis. Contoh (bacaan tentang Orang Samaria yang murah hati): Allah Bapa mahapengasih, anugerahkanlah belas kasih dalam diri kami agar mampu memberikan pertolongan yang nyata kepada sesama yang mengalami kesulitan. Kemudian satu demi satu, peserta diminta untuk membacakan doa yang telah dituliskan. Rangkaian doa ditutup dengan doa “Bapa Kami.”
  4. Contemplatio. Contemplatio merupakan sikap hidup di hadirat Allah. Kita menjalani kehidupan sambil memandang Allah dan selalu menyadari bahwa Allah itu sealu kita ingat dalam kehidupan kita.
  5. Actio. Actio merupakan tindakan nyata untuk melaksanakan Sabda Allah yang didengarkan. Dengan demikian, kehendak Allah yang dinyatakan dalam Kitab Suci terlaksana dalam kehidupan kita.

Catatan:

Karena yang penting adalah bersama-sama membaca dan merenungkan teks-teks suci, jumlah peserta yang ideal adalah yang memungkinkan semua peserta terlibat (membaca, merenung, bertanya, atau berpendapat), yakni antara 5-10 orang. Jadi jika yang datang dalam Pendalaman Kitab Suci di lingkungan hanya sedikit, jangan berkecil hati.


Sumber: Gagasan Pendukung dan Pendalaman Kitab Suci, LBI, 2012
http://rudimu.wordpress.com/

Bulan Kitab Suci Nasional 2012: Menyaksikan Mukjizat Tuhan

“Hari ini kami telah menyaksikan hal-hal yang sangat menakjubkan”. (Luk. 5:26)

Gagasan Pendukung:

Mukjizat.


Tahun 1975-1976 boleh dikatakan merupakan tahun-tahun awal bagi apa yang sekrang disebut dengan Bulan Kitab Suci Nasional. Selama kira-kira 35 tahun sejak saat itu, aneka macam tema sudah ditawarkan dan dibahas bersama umat dalam rangka menggairahkan minat umat beriman kepada Kitab Suci. Pada bulan Kitab Suci tahun 2011, umat beriman diajak mendengarkan dan merenungkan perumpamaan-perumpamaan Sang Guru, yaitu Yesus. Pada kesempatan yang sama untuk tahun ini, tahun 2012, umat beriman diajak mendengarkan dan merenungkan mukjizat-mukjizat yang dikerjakanNya.

Dalam karya Yesus, perumpamaan dan mukjizat memang tidak bisa dipisahkan. Keduanya berkaitan amat erat dan saling menentukan. Keduanya menjadi unsur pokok dari karya publik Yesus. Silakan membaca Injil dan kita akan menyadari bahwa yang dibuat oleh Yesus dalam pelayanan publik-Nya, praktis hanya dua hal, yaitu apa yang Ia katakan dan apa yang Ia lakukan, atau dengan pasangan kata yang lain, SABDA dan KARYA. Dari sekian banyak pengajaran yang diberikan oleh Yesus, beberapa di antaranya adalah perumpamaan; sementara dari sekian banyak yang dibuat oleh Yesus , beberapa di antaranya adalah tindakan yang kerap kali disebut mukjizat. Karena itu, memang merupakan suatu langkah yang pas kalau tahun ini kita membahas mukjizat setelah tahun sebelumnya, kita merenungkan kata-kata atau Firman Yesus, khususnya yang berbentuk perumpamaan. Untuk membantu jemaat beriman memasuki Bulan Kitab Suci tahun 2012, disusunlah gagasan pendukung ini.

Lalu bagaimana gagasan pendukung ini mau dikemas? Mukjizat-mukjizat Yesus bisa dipandang dari berbagai sudut pandang. Karena itu, kita mencoba membahas beberapa aspek penting dari mukjizat itu agar mempunyai gambaran yang kurang lebih lengkap tentang mukjizat-mukjizat Yesus. Selain beberapa ulasan tentang mukjizat secara umum, akan disampaikan juga pembahasan empat kisah mukjizat yang akan kita jadikan bahan dalam pertemuan Bulan Kitab Suci Nasional 2012.

Pertemuan I: Menyembuhkan Orang Lumpuh (Matius 9:1-8).
Pertemuan II: Mengusir Roh Jahat di Gerasa (Markus 5:1-20).
Pertemuan III: Anak Muda di Nain. (Lukas 7:11-17).
Pertemuan IV: Mengubah Air Menjadi Anggur. (Yohanes 2:1-11).

Yesus dan Mukjizat-mukjizat-Nya

Tidak bisa dipungkiri bahwa kata mukjizat bagai magnet yang mengundang banyak orang untuk memperbincangkan dan mempersoalkannya. Tidak harus dipungkiri bahwa mukjizat bisa kita teropong dari berbagai macam sudut, baik dalam konteks religius maupun di luar konteks religius. Akan tetapi, karena pada hari-hari ini kita mau membahas mukjizat dalam rangka Bulan Kitab Suci, maka tepatlah kalau kita mengawali pembicaraan tentang mukjizat ini dari Kitab Suci. Bahwa nanti kita juga akan menyinggung kisah mukjizat dari perspektif lain, itu lain perkara.

Lukas memberi kesaksian bahwa pada suatu hari ketika Yohanes Pembaptis mendengar kabar dari murid-muridnya tentang apa yang diperbuat oleh Yesus, ia mengutus dua di antara muridnya untuk menghadap Yesus dengan membawa pertanyaan ini, “Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan seorang lain?” Dan kepada mereka, Yesus memberikan jawaban demikian, “Pergilah, dan katakanlah kepada Yohanes apa yang kamu lihat dan kamu dengar: orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi sembuh, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik.” (Luk. 7:22, bdk. Mat. 11:4-5). “…apa yang kamu lihat dan kamu dengar…” Kata-kata Tuhan ini biasanya menunjuk pada dua unsur pelayanan Yesus, yaitu ‘yang dilihat’ atau karya atau tindakan Yesus ‘yang didengar’ atau pewartaan atau sabda Yesus.

Pada kesempatan lain, tatkala menceritakan pengalaman dua murid yang sedang berjalan dari Yerusalem ke Emaus, Lukas mengisahkan pembicaraan antara dua murid itu dengan Yesus yang bangkit, tetapi tidak mereka kenal. Tentang Yesus dari Nazaret, dua orang itu mengatakan, “Dia adalah seorang nabi, yang berkuasa dalam pekerjaan dan perkataan di hadapan Allah dan seluruh bangsa kami” (Luk. 24:9). Sekali lagi di sini dipakai rumusan ‘pekerjaan dan perkataan’.

Kalau kita membuka Injil-khususnya Injil pertama, kedua, dan ketiga- kita akan bertemu dengan sekian banyak kisah mukjizat Yesus. Terus terang tidak mudah menentukan secara persis berapa mukjizat yang sebenarnya dikerjakan oleh Yesus. Bisa terjadi satu peristiwa diceritakan beberapa kali dengan detail yang sedikit agak berbeda. Meskipun demikian, secara umum, bisa dikatakan bahwa kisah mukjizat Yesus terdapat dalam daftar di bawah ini:

11 mukjizat

Matius

Markus

Lukas

4 mukjizat

Matius


Lukas

1 mukjizat


Markus

Lukas

2 mukjizat

Matius


Lukas

3 mukjizat

Matius



2 mukjizat


Markus


7 mukjizat



Lukas

Persoalannya semakin merepotkan karena kadangkala kita juga berhadapan dengan teks yang hanya menyebutkan bahwa telah terjadi mukjizat tanpa mengisahkan apa dan bagaimana terjadinya. Misalnya, di antara para ibu yang mengikuti Yesus, ada seorang yang oleh Lukas disebut demikian, “Maria yang disebut Magdalena, yang telah dibebaskan dari tujuh roh jahat?” (Luk.8:2 bdk. Mrk. 16:9). Tampaklah atas diri Maria Magdalena pernah terjadi mukjizat pengusiran setan. Tetapi, di dalam Injil tidak ada kisah mendetail tentang hal itu. Belum lagi kalau kita berhadpan dengan informasi seperti ini:

“Yesus pun berkeliling di seluruh Galilea; Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadan dan memberitakan Injil Kerajaan Sorga serta menyembuhkan orang-orang di antara bangsa itu dari segala penyakit dan kelemahan mereka. Lalu tersebarlah berita tentang Dia di seluruh Siria dan dibawalah kepadaNya semua orang yang buruk keadaannya, yang menderita berbagai penyakit dan senggsara, yang kerasukan setan, yang sakit ayan, dan yang lumpuh, lalu Yesus menyembuhkan mereka. (Mat.4:22-23).

Dari teks seperti ini, yang lazim disebut sebagai Summarium, kita hanya tahu bahwa mukjizat terjadi. Tetapi sekali lagi, kita sama sekali tidak tahu berapa kali mukjizat Yesus terjadi, mukjizat apa yang terjadi, atau bagaimana mukjizat itu terjadi.

Di dalam tradisi Injil Yohanes, kita hanya mendapatkan tujuh mukjizat dalam bagian pertama Injil, yang biasa disebut Kitab Tanda-Tanda. (Yoh.1-12) dan satu lagi pada bagian appendiks (Yoh. 21). Dalam Injil Yohanes, dipergunakan istilah ‘tanda’ (semeion) untuk menyebut mukjizat (lht Yoh. 2:11; 4:54). Mukjzat-mukjzat itu bisa kita perinci sebagai berikut:

  • Tiga mukjizat penyembuhan (Yoh. 4:43-54; 5:1-47; 9:1-41).
  • Satu mukjizat menghidupkan orang mati. (Yoh. 11:1-44).
  • Empat mukjizat alam. (Yoh. 2:1-12; 6:1-13; 6:16-21; 21:6-11).

Dari antara empat mukjizat alam ini ada dua yang mempunyai padanan dalam injil sinoptik, yaitu pemberian makan kepada lima ribu orang (Yoh.6:1-13 bdk. Mrk.6:30-44) dan Yesus berjalan di atas air (Yoh. 6:16-21 bdk. Mrk. 6:45-52).

Yang juga menarik dalam Injil Yohanes adalah bahwa Injil ini tidak mempunyai kisah mukjizat pengusiran setan. Di dalam Injil Yohanes memang tidak sekali pun disebutkan mengenai roh bisu atau roh jahat. Apakah hal ini mencerminkan suatu pemahaman yang lebih maju tentang setan dan penusiran setan? Dalam Yohanes 10:21, kita mendapatkan teks yang berbunyi, “Itu bukan perkataan orang yang kerasukan setan; dapatkan setan memelekkan mata orang-orang buta?” Menurut keterangan ini, setan atau roh jahat tampaknya tidak mempunyai kekuatan sebagaimana dikisahkan dalam Injil sinoptik, seperti : mengguncankan orang yang dirasukinya. (Mrk.1:26) atau berteriak-teriak (Mrk. 3:11), atau menyeret orang yang dimasukinya (Luk. 8:29).

Memperhatikan begitu banyaknya mukjizat yang diperbuat oleh Yesus, tampaknya kita perlu menyimpulkan bahwa karya mukjizat bukanlah pekerjaan sampingan saja. Mukjizat Yesus merupakan bagian integral dari seluruh karya pelayanan publik-Nya. Jika demikian, kita bisa bertanya: apa sebenarnya tugas utama yang mesti dilaksanakan oleh Yesus?

Mukjizat dan Ragamnya

Di dalam Injil

diceritakan sekian banyak mukjizat mengagumkan yang dibuat oleh Yesus. Flavius Josephus, sejarawan Yahudi abad pertama, juga memberi kesaksian tentang Yesus yang digambarkannya sebagai “pembuat karya-karya yang mengagumkan” (=paradoxon ergon poietes) (Ant. 18.3.3 @ 63-64). Di dalam Alkitab bahasa Indonesia, beberapa peristiwa luar biasa yang diperbuat oleh Yesus disebut mukjizat (Mrk.6:2.5; Luk. 10:13; 19:37; Mat. 13:54). Dalam teks aslinya tidak pernah ditemukan kata “mukjizat” (Latin: miraculum).

Injil Sinoptik menggunakan kata dynameis yang sebenarnya berarti “karya kuasa”. Injil Yohanes menggunakan kata erga, “karya, pekerjaan” (Yoh.5:36; 10:25.32) atau semeia yang berarti “tanda” (Yoh.2:11; 4:54; 9:16). Dua istilah yang dipakai oleh Yohanes mengalihkan perhatian kita dari memandang karya-karya istimewa yang mengatasi hukum alam menjadi karya-karya yang mempunyai makna dan arti religius. Mukjizat yang dibuat oleh Yesus tidak berhenti di situ, tetapi membawa kepada sesuatu yang ada di baliknya. Sementara istilah pertama, dynameis, lebih menunjuk kepada pribadi Yesus dan kerajaan yang Ia wartakan. Dengan demikian semua mempunyai ciri Kristologis.

Dari Injil, kita juga tahu bahwa ada beberapa macam mukjizat yang dikerjakan oleh Yesus. Karena kisahnya terlalu bervariasi, tidak mudah untuk menentukan jenis mukjizat macam apa yang secara konkret diperbuat oleh Yesus. Secara umum, mukjizat Yesus dapat dimasukkan ke dalam empat golongan: Penyembuhan, Pengusiran Setan, Menghidupkan Orang Mati, dan mukjizat alam.

Mukjizat dan Pengusiran Setan

Gagasan bahwa roh jahat bisa mengganggu manusia, baik dari luar maupn dari dalam (kerasukan setan) sebenarnya merupakan gagasan yang berkembang luas dimana-mana. Bahkan sampai saat ini, di generasi ‘Tablet’ ini kita masih mendengar kisah-kisah seperti itu. Kisah orang kerasukan setan serta eksorsisme terus saja menjadi kisah yang menyita perhatian khalayak.

Catatan yang terdapat dalam Alkitab menunjukkan bahwa para murid Yesus yang pertama meyakini bahwa mereka mendapatkan kuasa mengusir setan/roh jahat dari Yesus sendiri sebagai bagian dari pengutusan mereka. (Mrk.6:7; Mat.10:1.8; Luk. 9:1). Tidak hanya itu, satu kali Injil Markus bahkan mencatat bahwa seorang yang bukan pengikut Yesus juga mengusir setan atas nama-Nya (Mrk. 9:38-40). Kisah Para Rasul menceritakan bahwa Paulus mampu mengusir roh jahat yang merasuki seseorang (Kis. 16:16-18; bdk. Kis. 19:12). Sementara itu beberapa dukun Yahudi berusaha meniru Paulus mengusir roh jahat dalam nama Yesus, tetapi ternyata tidak berhasil (19:13-17).

Seperti disinggung di atas, kecuali Injil Yohanes, Injil Sinoptik beberapa kali menceritakan bagaimana Yesus mengusir setan/roh jahat. Misalnya:

  • Pengusiran roh jahat di rumah ibadat Kapernaum (Mrk. 1:21-28; Luk.4:33-37).
  • Pengusiran roh jahat dari orang Gerasa (Mrk. 5:1-20 par).
  • Pengusiran roh dari seorang anak yang bisu (Mrk. 9:14-29 par).
  • Penyembuhan orang bisu yang kerasukan setan (Mat. 9:32-34).
  • Orang buta dan bisu yang kerasukan setan (Mat. 12:22-23; Luk. 11:14).
  • Pembebasan Maria Magdalena dari tujuh roh jahat. (Luk. 8:2).
  • Perempuan Siro-Fenisia yang anaknya kerasukan setan (Mrk.7:24-30; Mat.15:21-28).

Dalam mengusir roh jahat atau setan, Yesus tidak menggunakan teknik-teknik tertentu yang mungkin lazim dipergunakan waktu itu. Dia tidak berdoa, tidak melakukan gerak-gerak tertentu, tidak mengucapkan mantera tertentu, dan tidak menggunakan benda-benda tertentu. Yesus juga tidak mengusir setan atas nama seseorang seperti yang dilakukan orang (lih mis Kis. 16:18; 19:13). Yang diperbuat Yesus hanyalah membentak, menegor dengan keras, dan mengusir setan atau roh jahat yang merasuki seseorang.

Pengusiran setan menjadi bagian integral dari seluruh karya pelayanan Yesus yang mau membebaskan bangsa Israel dari segala penyakit dan kekuatan jahat yang mengakibatkan penderitaan dalam diri mereka. “Tetapi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Roh Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu” (Mat. 19:28).

Mukjizat Penyembuhan

Mukjizat penyembuhan termasuk karya Yesus yang mempunyai ragam variasi. Akan tetapi dengan hanya membaca kisah-kisah tersebut, kita tidak tahu persis penyakit apa saja yang sebenarnya disembuhkan oleh Yesus. Gambaran yang disampaikan oleh para penulis Injil ditentukan oleh situasi orang zaman itu yang belum mempunyai pengetahuan yang memadai untuk menentukan suatu penyakit. Di dalam Injil tidak ada medical record dari orang-orang yang menderita sakit dan disembuhkan oleh Yesus. Meskipun demikian, kita bisa menggolongkan mukjizat penyembuhan itu sebagai berikut:

  1. Terdapat empat atau lima kisah mukjizat penyembuhan orang lumpuh (Mrk. 2:1-12; Yoh 5:1-9; Mat. 8:5-13), orang yang tangannya mati sebelah (Mrk. 3:1-6), perempuan yang bungkuk punggungnya (Luk. 13:10-17). Di sini mungkin masih ditambahkan apa yang dirumuskan secara umum dalam Matius 11:5 yang mengatakan, “..orang lumpuh berjalan.” Semua kisah itu berasal dari tradisi yang berbeda-beda.
  2. Ada tiga kisah berbeda yang bersangkut-paut dengan penyembuhan orang buta (Mrk.10:46-52; Mrk. 8:22-26; Yoh. 9:1-47). Mungkin juga bisa ditambahkan rumusan umum, “orang buta melihat” (Mat.11:5).
  3. Dua kasus orang kusta (Mrk. 1:40-45 par; Luk. 17:11-19).
  4. Kasus-kasus yang hanya terjadi sekali: penyembuhan ibu mertua Petrus (Mrk. 1:29-31 par), perempuan yang sakit pendarahan (Mrk. 5:24-34 par), seorang yang sakit busung air (Luk. 14:1-6), seorang yang tuli dan gagap (Mrk. 7:31-37), hamba Imam Besar yang telinganya disembuhkan (Luk. 22:49-51).

Kalau kita memperhatikan banyaknya mukjizat penyembuhan yang dibuat oleh Yesus dan mempertimbangkan bahwa kisah-kisat itu sebenarnya berasal dari tradisi yang berbeda-beda, tidak bisa dikesampingkan kemungkinan bahwa semasa hidupNya, Yesus memang pernah melakukan tindakan-tindakan penyembuhan orang yang menderita sakit.

Menghidupkan Orang Mati

Menyembuhkan orang sakit saja sudah membuat heboh banyak orang, apalagi menghidupkan kembali orang yang sudah mati. Boleh dikatakan bahwa mukjizat jenis ini yang paling merepotkan manusia modern. Beberapa ahli pernah berpendapat bahwa mukjizat jenis ini sebenarnya merupakan ciptaan Gereja Perdana untuk mengungkapkan keyakinan Gereja bahwa Kristus yang bangkit telah mengalahkan kuasa kematian.

Tetapi kita juga mempersoalkan bahwa gagasan seperti itu sebenarnya bertitik tolak dari sebuah penalaran tertentu. Karena mukjizat itu tidak bisa terjadi, demikian titik tolak berpikir banyak orang kisah-kisah Injil tentang mukjizat pasti tidak sungguh-sungguh terjadi. Kalau sekarang hal itu dianggap tidak bisa terjadi, dulu pun pasti tidak pernah terjadi. Atau kemungkinan orang memberi penjelasan bahwa orang mati yang dibangkitkan sebenarnya bukanlah orang yang benar-benar sudah mati. Apa yang mereka anggap ‘mati’ mungkin saja sebenarnya belum mati. Apalagi zaman itu, pemahaman medis tentu masih amat primitif dibandingkan zaman kita ini.

Tetapi, apakah hanya demikian? Dalam Perjanjian Lama terdapat beberapa cerita tentang seorang tokoh yang membangkitkan orang mati. Misalnya, Elia dan Elisa (I Raj. 17:17-24; IIRaj. 4:18-37; bdk II Raj. 13,20-21). Dalam Kisah Para Rasul, dikisahkan bahwa Petrus membangkitkan seorang perempuan bernama Tabita atau Dorkas (Kis.9:36-43). Beberapa tulisan Greko-Romawi memuat juga kisah-kisah tentang orang sudah mati yang dihidupkan kembali. Demikian juga beberapa kisah dalam tradisi Kristiani dan tradisi rabinik. Dengan demikian, mesti dikatakan bahwa sekalipun jumlahnya sedikit, jauh lebih sedikit dibandingkan dengan kisah penyembuhan dan pengusiran setan, kisah membangkitkan orang mati ternyata juga ada dan beredar. Karena itu, tradisi Kristiani awal yang mendengar atau mengisahkan kisah Yesus membuat mukjizat membangkitkan orang mati, sebenarnya tidak mendengar sesuatu yang sama sekali belum pernah didengar sebelumnya.

Di dalam Injil, sebenarnya hanya ada tiga kisah yang menceritakan Yesus membangkitkan orang mati:

  1. Membangkitkan anak Yairus (Mrk. 5:21-43 par) yang berasal dari tradisi Markus.
  2. Membangkitkan anak muda di Nain (Luk. 7:11-17), yang hanya terdapat dalam Injil Lukas dan berasal dari tradisi Lukas.
  3. Membangkitkan Lazarus (Yoh. 11:1-46), yang berasal dari tradisi Yohanes.

Di sini kita bisa menambahkan kata-kata Yesus yang biasanya dikatakan berasal dari tradisi Q (terdapat hanya dalam Matius dan Lukas), yaitu “…orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta sembuh, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik.” (Mat. 11:5 ; Luk. 7:22).

Data-data di atas menunjukkan bahwa ternyata setiap tradisi yang berada di belakang keempat Injil, ternyata menyimpan kisah Yesus yang membangkitkan orang mati. Dari sini kita hanya dapat mengatakan bahwa kisah mukjizat Yesus yang membangkitkan orang mati kemungkinan besar mempunyai dasar pada hidup dan pelayanan Yesus sendiri.

Di dalam Injil sebenarnya kita bertemu dengan dua model kisah pembangkitan orang mati atau kisah kebangkitan. Kedua model itu berbeda satu sama lain secara mencolok. Yang pertama adalah kisah kebangkitan orang mati yang terjadi semasa karya publik Yesus.

Dalam kisah ini mereka yang tadinya sudah mati mendapatkan kembali kehidupannya dengan segala sesuatunya. Tentang anak Yairus yang dibangkitkan dikatakan bahwa ia “berdiri dan berjalan”. (Mrk. 5:42). Sementara Yesus sendiri menyuruh mereka memberi anak itu makan (Mrk. 5:43). Anak seorang janda dari Nain, setelah dibangkitkan, ” duduk dan mulai berkata-kata, dan Yesus menyerahkannya kepada ibunya” (Luk. 7:15). Demikian juga Lazarus keluar dari kubur, “kaki dan tangannya masih terikat dengan kain kafan dan mukanya tertutup dengan kain peluh” (Yoh. 11:44). Berbeda dengan yang terjadi pada Yesus. Ketika Ia bangkit, dikatakan bahwa, “kain kafan terletak di tanah, sedangkan kain peluh yang tadinya ada di kepala Yesus tidak terletak dekat kain kafan itu, tetapi terlipat tersendiri di tempat yang lain” (Yoh. 20:6-7).

Jika diperhatikan, ketiga kisah mukjizat membangkitkan orang mati mempunyai unsur-unsur yang sama:

  1. Yesus bertemu dengan orang yang sedang mengalami kesedihan karena kehilangan (kecuali Luk.7:11-17).
  2. Yesus berkata atau bertindak yang membangkitkan orang yang sudah mati itu.
  3. Reaksi dari orang yang mengamati.

Kalau kita mengamati struktur kisah ini, kita melihat bahwa sebenarnya kisah ini lebih mirip dengan mukjizat penyembuhan orang sakit. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa mukjizat pembangkitan orang mati lebih berkaitan dengan kehidupan fisik di dunia ini. Orang yang sudah mati, ‘disembuhkan’ dari ‘penyakit’ terakhir, yaitu kematian dan kemudian dikembalikan ke kehidupan sebelumnya

Kisah kedua adalah kisah tentang kebangkitan Yesus sendiri. Kisah ini sama sekali berbeda dengan kisah-kisah mukjizat yang diceritakan di atas. Yesus dibangkitkan tidak berarti bahwa Ia kembali ke kehidupan sebelumnya. Kebangkitan Yesus tidak berarti Ia kembali ke kehidupan yang lama, melainkan berpindah melintasi kematian menuju kepenuhan kehidupan abadi dalam persekutuan dengan Allah sendiri. Berbeda dengan mukjizat pembangkitan orang mati yang dalam Injil hampir selalu dikisahkan dengan lengkap, kita sama sekali tidak mempunyai narasi tentang kebangkitan Yesus.


Mukjizat Alam

Kelompok keempat biasanya disebut dengan ‘mukjizat alam, (Nature Miracle). Sebutan mukjizat alam rasanya terlalu umum dan tidak bisa menunjukkan ciri-ciri khusus dari masing-masing mukjizat ini. Kisah-kisah ini tidak mempunyai struktur yang jelas seperti misalnya yang terdapat dalam kisah-kisah penyembuhan (lihat di tulisan sehubungan dengan kisah pembangkitan orang mati). Entah karena alasan apa, tiba-tiba saja Yesus berjalan di atas air (Mrk. 6:45-52 bdk. Yoh. 6:16-21). Demikian juga kisah Yesus yang mengutuk pohon ara (Mrk. 11:12-14.20-21). Rasanya tidak ada alasan yang amat mendesak yang memaksa Yesus untuk berbuat demikian. Kita juga bisa bertanya, sebenarnya tindakan apa yang mengakibatkan sebuah mukjizat alam terjadi. Dalam ketiga mukjizat lainnya, hal ini cukup terlihat, misalnya Yesus menghardik roh jahat, atau memerintahkan si lumpuh untuk bangkit, atau yang lain. Tetapi di dalam kisah mukjizat alam, kita penuh tanda tanya. Apa yang menyebabkan terjadinya mukjizat penggandaan roti? Apakah pada saat Yesus ‘menengadah ke langit dan mengucap berkat’ ? (Misalnya Mrk. 6.41 passim).

Kita tidak perlu memasuki diskusi semacam ini, kita langsung saja melihat secara lebih mendetail mukjizat apa yang biasanya digolongkan ke dalam ‘mukjizat alam’ ini.

  1. Mukjizat Pemberian (Gift Miracle). Termasuk dalam kategori ini adalah kisah dimana benda atau hal-hal tertentu tersedia dengan cara yang amat mengherankan. Misalnya kisah penggandaan roti (Mrk. 6:30-44, dsb). Kisah perkawinan di Kana ketika Yesus mengubah air menjadi anggur (Yoh. 2:1-11).
  2. Mukjizat Penampakan Tuhan (Epiphany Miracle). Dalam mukjizat ini keilahian seorang pribadi tampak dengan jelas. Satu-satunya mukjizat yang termasuk dalam kategori ini adalah kisah Yesus yang berjalan di atas air (Mrk. 6:5-52 bdk. Yoh. 6:16-21).
  3. Mukjizat Penyelamatan (Resque Miracle). Kisah ini menceritakan penyelamatan entah dari angin badai yang mengamuk atau dari penjara. Sepanjang berkaitan dengan kisah Yesus, satu-satunya contoh untuk mukjizat jenis ini adalah kisah Yesus yang menenangkan angin ribut (Mrk. 4:35-41; Mat. 8:23-27; Luk. 8:22-25). Kisah lain di luar Injil bisa ditemukan misalnya dalam Kisah Para Rasul 5:17-25, yan gmenceritakan bagaimana para rasul dibebaskan dari penjara.
  4. Mukjizat Kutukan (Curse Miracle). Dengan kata-kataNya, sang pembuat mukjizat menyebabkan terjadinya sesuatu yang merugikan atau kerusakan. Satu-satunya contoh dari pengalaman Yesus adalah ketika ia mengutuk pohon ara yang tidak berbuah (Mrk. 11:12-14.20-21; Mat. 21:18-22).

Kalau kita mengamati kisah-kisah yang tersaji di atas, tampak bahwa setiap kisah hanya muncul sekali di dalam Injil. Hanya dua kisah saja yang diceritakan dua kali dalam tradisi yang berbeda, yaitu kisah Yesus berjalan di atas air (Yoh. 6:16-21; Mrk.6:4-52) dan kisah penggandaan roti (Mrk. 6:30-44 dsb; Yoh.6:1-15). Berkaitan dengan mukjizat Yesus, persis dua mukjizat ini yang menghubungkan tradisi sinoptik dengan tradisi Yohanes.



Sumber: Gagasan Pendukung dan Pendalaman Kitab Suci, LBI, 2012.
http://rudimu.wordpress.com/

terima kasih telah mengunjungi renunganpagi.id, jika Anda merasa diberkati dengan renungan ini, Anda dapat membantu kami dengan memberikan persembahan kasih. Donasi Anda dapat dikirimkan melalui QRIS klik link. Kami membutuhkan dukungan Anda untuk terus menghubungkan orang-orang dengan Kristus dan Gereja. Tuhan memberkati

renunganpagi.id 2024 -

Privacy Policy