| Home | Bacaan Harian | Support Renungan Pagi | Renungan Minggu Ini | Kisah Para Kudus | Katekese Iman Katolik | Privacy Policy |

CARI RENUNGAN

>
Tampilkan postingan dengan label Masa Adven. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Masa Adven. Tampilkan semua postingan

Antifon O - Tradisi Adven

 

 

Elena | Flickr CC BY 2.0

Sejak abad ke-8, Antifon O telah dinyanyikan pada awal Magnificat setiap malam dari tanggal 17 Desember sampai 23 Desember.

Masa Adven penuh dengan misteri dan antisipasi. Selama minggu-minggu ini, liturgi Gereja menuntun umat beriman dengan sabar, namun sengaja, melalui nubuatan Perjanjian Lama, khususnya nabi Yesaya, menuju keheningan dan keindahan Kelahiran, Inkarnasi Tuhan kita, berbaring di palungan, dibungkus dengan lampin, adalah pemenuhan semua harapan, dan hari-hari terakhir Adven ini diantar oleh Antifon O yang agung – tujuh antifon, atau nyanyian pendek, yang dinyanyikan di awal Magnificat setiap malam di Vesper (Doa Malam) dari 17 Desember sampai 23 Desember.

Antifon O telah dinyanyikan di Gereja setidaknya sejak abad ke-8. Ada banyak tingkatan simbolisme dan bayangan antifon. Secara individu, mereka masing-masing berbicara sendiri-sendiri, menyapa Tuhan kita dengan gelar atau nama berbeda yang diberikan kepadanya dalam nubuatan Perjanjian Lama, memohon agar dia datang dan menyelamatkan umat-Nya. Antifon ini disebut "Antifon O” karena setiap nyanyian dimulai dengan seruan, “O …”:

O Sapientia — O Tuhan yang mahabijaksana
O Adonai — O Tuhan pemimpin umat
O Radix Jesse — O Tuhan tunas Isai
O Clavis David — O Tuhan, kunci Kerajaan Allah
O Oriens — O Tuhan, cahaya abadi dan surya keadilan
O Rex Gentium — O Tuhan, Raja segala bangsa dan batu penjuru Gereja
O Emmanuel - O Imanuel, Engkau raja dan pemberi hukum.


Secara kolektif, Antifon O juga berbicara. Melihat judulnya, kita menemukan akrostik. Mengambil huruf pertama dari setiap antifon, bekerja secara terbalik, kita melihat kata Latin ERO CRAS. Secara harfiah, kata-kata ini diterjemahkan menjadi, "Besok aku akan," atau mungkin lebih tepat untuk Adven dan Kelahiran yang akan datang, "Besok aku akan datang."

Teks dari setiap antifon bersifat alkitabiah dan profetis—kata-kata nyanyian itu semuanya didasarkan pada bagian-bagian dari Kitab Yesaya yang memperkenalkan kita kepada Bayi Kristus yang akan datang. Tampaknya setiap orang Kristen mengetahui pengaturan himne dari Antifon O: “O Datanglah Imanuel” Tidak peduli bentuk antifon yang kita ketahui, hari-hari Adven yang tersisa ini seharusnya—dengan bantuan nyanyian indah dan kuno ini—menarik pikiran dan hati kita kepada Raja segala Raja saat kita menjelajahi tradisi dan magisterium Gereja Katolik kita dari masa lalu, dengan sukacita menanti kedatangan Juruselamat kita.  
 
Hal ini juga menggambarkan akan makna ganda Masa Adven yang diajarkan Gereja kepada kita, di mana "dalam perayaan liturgi Adven, Gereja menghidupkan lagi penantian akan Mesias; dengan demikian umat beriman mengambil bagian dalam persiapan yang lama menjelang kedatangan pertama Penebus dan membaharui di dalamnya kerinduan akan kedatangan-Nya yang kedua" (bdk KGK 524).
 
 

Bagaimana merayakan Adven dalam kesederhanaan yang menggembirakan?

 Adven adalah masa yang indah, dirancang untuk menjadi waktu khusus persiapan sederhana untuk pesta besar Natal.

Kadang-kadang kita dapat memperumit banyak hal, terutama dalam hal persiapan kita untuk Natal. Mungkin tergoda untuk melampaui, yang dapat membuat kita merasa lelah dari semua yang kita coba lakukan.

Lebih jauh lagi, budaya konsumerisme dan sekularisme kita sering kali dapat mendorong melupakan masa Adven atau bahkan tidak ada ruang untuk refleksi.

Gereja mendesak kita untuk menggunakan Adven sebagai waktu untuk “kesederhanaan yang menggembirakan.” Tema spiritual ini dirinci dalam Direktorium Tentang Kesalehan Umat Dan Liturgi 

 (PPCE 97-104). Lingkaran Adven dengan penyalaan lilinnya sebagai simbol aneka tahap sejarah keselamatan mendahului kedatangan Kristus, dilaksanakan pada awal perayaan liturgi (unsur dari Ritus Pembuka). Atau prosesi Adven dengan bintang kejora sebagai ungkapan harapan yang hampir terpenuhi dalam kedatangan Tuhan yang sudah sangat dekat. Novena Maria Dikandung Tanpa Noda mengungkapkan sikap Maria yang sungguh menyiapkan dirinya untuk menerima kedatangan-kelahiran Tuhan. Novena Natal adalah contoh penyerasian kesalehan umat dengan liturgi (Ibadat Sore). Membuat kandang Natal sebagai persiapan menerima kelahiran Tuhan juga merupakan satu bentuk kesalehan umat sebelum, selama, dan sesudah perayaan liturgi.


    Kesalehan populer, karena pemahaman intuitifnya tentang misteri Kristen, dapat berkontribusi secara efektif pada pelestarian banyak nilai Adven, yang tidak jarang terancam   oleh komersialisasi Natal.    

Kesalehan populer merasakan bahwa tidak mungkin merayakan kelahiran Tuhan kecuali dalam suasana ketenangan dan kesederhanaan yang menggembirakan dan kepedulian terhadap orang miskin dan [terpinggirkan]. Pengharapan akan kelahiran Tuhan membuat kita peka terhadap nilai kehidupan dan kewajiban untuk menghormati dan mempertahankannya sejak pembuahan. Kesalehan populer secara intuitif memahami bahwa tidak mungkin secara koheren merayakan kelahiran dia "yang menyelamatkan umat-Nya dari dosa-dosa mereka" tanpa upaya untuk mengatasi dosa dalam kehidupan seseorang, sambil menunggu dengan waspada Dia yang akan kembali pada akhir zaman.

Gereja mengakui ancaman komersialisasi dan "kesibukan" umum selama masa Adven. Ini bukan lagi waktu untuk berharap dengan tenang, tetapi saat membeli hadiah di menit-menit terakhir.

Jika Anda melakukan sesuatu di masa Adven ini, tundalah memasang dekorasi Natal dan coba ingatkan diri Anda akan kesederhanaan masa Adven ini. Pesan tempat khusus untuk karangan Adven dan mempersiapkan kandang Natal. Selain barang-barang tersebut, coba batasi aktivitas Anda di masa Adven dan luangkan lebih banyak waktu untuk berdoa dan bermeditasi.

Di atas segalanya, pelan-pelan! Adven adalah masa yang menggembirakan jika kita dapat meluangkan waktu untuk mengamatinya dalam semangat kesederhanaan.

 

 

Komentar hari ini Paus Benediktus XVI, Konsistori Publik Biasa, 24 November 2012

Senin Hari Biasa Pekan I Adven
Komentar hari ini
Paus Benediktus XVI, Konsistori Publik Biasa, 24 November 2012
 
Tanda-tanda khas Gereja sesuai dengan rencana Allah, sebagaimana dikatakan Katekismus Gereja Katolik kepada kita: “Kristuslah yang, melalui Roh Kudus, menjadikan Gereja-Nya satu, kudus, katolik dan apostolik. Ia memanggilnya supaya melaksanakan setiap sifat itu.” (no. 811). Secara khusus, yang menjadikan Gereja Katolik adalah kenyataan bahwa Kristus dalam misi penyelamatan-Nya merangkul seluruh umat manusia. 
  
Sementara selama hidup-Nya di dunia misi Yesus terbatas pada orang-orang Yahudi, “kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel” (Mat 15:24), sejak awal itu dimaksudkan untuk membawa terang Injil kepada semua orang dan memimpin semua bangsa ke dalam Kerajaan Allah. Ketika Ia melihat iman perwira di Kapernaum, Yesus berseru: "Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan datang dari Timur dan Barat dan duduk makan bersama-sama dengan Abraham, Ishak dan Yakub di dalam Kerajaan Sorga," (Mat 8:11). Perspektif universalis ini dapat dilihat, antara lain, dari cara Yesus menerapkan kepada diri-Nya tidak hanya gelar “Anak Daud”, tetapi juga “Anak Manusia” (Mrk 10:33), seperti dalam perikop Injil yang baru saja kita mendengar. Ungkapan "Anak Manusia", dalam bahasa sastra apokaliptik Yahudi yang diilhami oleh penglihatan sejarah yang ditemukan dalam kitab nabi Daniel (lih. 7:13-14), mengingatkan kita akan sosok yang muncul "dengan awan-awan dari surga” (ay. 13). Ini adalah gambar yang menubuatkan Kerajaan yang sama sekali baru, ditopang bukan oleh kekuatan manusia, tetapi oleh kekuatan sejati yang berasal dari Tuhan. 
 
Yesus mengambil ekspresi yang kaya dan kompleks ini dan merujuknya pada dirinya sendiri untuk mewujudkan karakter sejati Mesianisme-Nya: sebuah misi yang ditujukan kepada manusia seutuhnya dan kepada setiap orang, melampaui semua kekhasan etnis, nasional dan agama. Dan sebenarnya dengan mengikuti Yesus, dengan membiarkan diri ditarik ke dalam kemanusiaan-Nya dan karenanya ke dalam persekutuan dengan Allah, seseorang memasuki Kerajaan baru yang diwartakan dan diantisipasi oleh Gereja, sebuah Kerajaan yang menaklukkan perpecahan dan pembubaran.
 
Sumber: Benedict XVI - The Court of the Gentiles 
 
 
Moment Catcher CC

Berapa hari lama masa Adven?

Lamanya Adven dalam Ritus Romawi bervariasi setiap tahun, tetapi selalu lebih pendek dari Prapaskah.

Menghitung hari-hari Adven seringkali membingungkan, karena kebanyakan “Kalender Adven” modern dimulai pada 1 Desember dan berakhir pada 24 Desember. Meskipun kadang-kadang ini mungkin sejalan dengan masa liturgi Katolik Adven, biasanya lebih lama atau lebih pendek dari kalender Desember sederhana.

Dalam Ritus Roma Gereja Katolik, lamanya Adven ditetapkan pada empat hari Minggu sebelum Natal.

Jenis perhitungan ini berarti bahwa jumlah hari bervariasi dari tahun ke tahun.

Adven dapat dimulai sedini 27 November, memberikan musim liturgi total 28 hari. Itu juga bisa dimulai paling lambat 3 Desember, memperpendek masa persiapan menjadi hanya 21 hari.

Terlepas dari kapan dimulainya, Adven dalam Ritus Romawi selalu lebih pendek dari Prapaskah, yang memiliki total 40 hari. Ini tidak terjadi dalam tradisi Kristen Timur lainnya, yang menjalankan puasa 40 hari penuh sebelum Natal.
 
 Datanglah, Tuhan Yesus! Datanglah! Semoga Adven ini menjadi masa pembaharuan yang mendalam dalam hidupku, ya Tuhan. Semoga ini menjadi waktu di mana aku berusaha dengan sepenuh hati untuk mencari suara-Mu yang lembut dan dalam. Beri aku rahmat, ya Tuhan, untuk berpaling dari banyak kebisingan dunia yang bersaing untuk mendapatkan perhatianku dan hanya berpaling kepada-Mu dan semua yang ingin Engkau katakan. Datanglah, Tuhan Yesus, masuklah ke dalam hidupku lebih dalam lagi selama masa Adven ini. Yesus, aku percaya pada-Mu.
 
 
Foto: Cathedral of St. Joseph, Hartford

 

Paus Fransiskus: Dalam masa Adven, mintalah karunia pertobatan kepada Tuhan



 

Kota Vatikan, 6 Des, 2020 / 06:40 MT (CNA) .- Kita harus meminta karunia pertobatan dari Tuhan untuk Adven ini, kata Paus Fransiskus dalam pidato Angelusnya hari Minggu.

Berbicara dari jendela yang menghadap ke Lapangan Santo Petrus 6 Desember, paus menggambarkan Adven sebagai "rencana perjalanan pertobatan."

Tetapi dia mengakui bahwa pertobatan sejati itu sulit dan kita tergoda untuk percaya bahwa tidak mungkin meninggalkan dosa kita.

Dia berkata: “Apa yang dapat kita lakukan dalam kasus ini, ketika seseorang ingin pergi tetapi merasa dia tidak dapat melakukannya? Pertama-tama, ingatkan diri kita sendiri bahwa pertobatan adalah anugerah: tidak ada yang bisa bertobat dengan kekuatannya atau kekuatannya sendiri. ”

“Itu adalah anugerah yang Tuhan berikan kepadamu, dan karena itu kami perlu memintanya dengan paksa. Memohon kepada Tuhan untuk mengubah kita pada tingkat di mana kita membuka diri terhadap keindahan, kebaikan, kelembutan Tuhan. "

Dalam pidatonya, paus merenungkan pembacaan Injil hari Minggu, Markus 1:1-8, yang menggambarkan misi Yohanes Pembaptis di padang gurun.

“Dia mengungkapkan kepada orang-orang sezamannya sebuah rencana perjalanan iman yang mirip dengan yang diusulkan Adven kepada kita: bahwa kita mempersiapkan diri untuk menerima Tuhan pada hari Natal. Itinerary iman ini adalah itinerary pertobatan, ”
ujarnya.

Dia menjelaskan bahwa dalam istilah alkitab, pertobatan berarti perubahan arah.

“Dalam kehidupan moral dan spiritual, bertobat berarti mengubah diri dari kejahatan menjadi baik, dari dosa menjadi cinta kepada Tuhan. Itu adalah apa yang diajarkan oleh Pembaptis, yang di gurun Yudea sedang 'mengkhotbahkan baptisan pertobatan untuk pengampunan dosa' ”
katanya.

“Menerima baptisan adalah tanda lahiriah dan terlihat dari pertobatan mereka yang mendengarkan khotbahnya dan memutuskan untuk melakukan penebusan dosa. Baptisan itu terjadi dengan pencelupan di sungai Yordan, di dalam air, tetapi itu terbukti tidak berguna; itu hanya sebuah tanda dan tidak ada gunanya jika tidak ada kemauan untuk bertobat dan mengubah hidup seseorang. ”


Paus menjelaskan bahwa pertobatan sejati ditandai, pertama-tama, dengan melepaskan diri dari dosa dan keduniawian. Dia berkata bahwa Yohanes Pembaptis mewujudkan ini melalui kehidupannya yang “keras” di padang gurun.

“Pertobatan melibatkan penderitaan karena dosa-dosa yang dilakukan, keinginan untuk membebaskan diri Anda darinya, niat untuk mengeluarkannya dari hidup Anda selamanya. Untuk mengesampingkan dosa juga perlu untuk menolak segala sesuatu yang berhubungan dengannya, hal-hal yang berhubungan dengan dosa, yaitu, seseorang harus menolak mentalitas duniawi, penghargaan yang berlebihan untuk kenyamanan, penghargaan yang berlebihan untuk kesenangan, kesejahteraan, kekayaan, "
dia berkata.

Ciri kedua dari pertobatan, kata paus, adalah pencarian akan Tuhan dan Kerajaannya. Keterpisahan dari kenyamanan dan keduniawian bukanlah tujuan itu sendiri, jelasnya, “tetapi ditujukan untuk memperoleh sesuatu yang lebih besar, yaitu, Kerajaan Tuhan, persekutuan dengan Tuhan, persahabatan dengan Tuhan.”

Ia mengamati bahwa sulit untuk memutuskan belenggu dosa. Dia mengutip "ketidakkekalan, keputusasaan, kedengkian, lingkungan yang tidak sehat," dan "teladan buruk" sebagai hambatan bagi kebebasan kita.

“Kadang-kadang kerinduan yang kita rasakan terhadap Tuhan terlalu lemah dan tampaknya Tuhan hampir diam; janji penghiburannya tampak jauh dan tidak nyata bagi kita, ”
katanya.

Dia melanjutkan: “Dan seseorang tergoda untuk mengatakan bahwa tidak mungkin untuk benar-benar bertobat. Betapa sering kita mendengar keputusasaan ini! 'Tidak, saya tidak bisa melakukannya. Saya baru saja mulai dan kemudian saya kembali. 'Dan ini buruk. Tapi itu mungkin. Itu mungkin. "

Dia menyimpulkan: “Semoga Maria Yang Tersuci, yang akan kita rayakan lusa sebagai Yang Tak Bernoda, membantu kita untuk semakin memisahkan diri kita dari dosa dan keduniawian, untuk membuka diri kita kepada Tuhan, kepada Firman-Nya, untuk kasih-Nya yang memulihkan dan melindungi. "

Setelah mendaraskan Angelus, paus memuji para peziarah karena bergabung dengannya di Lapangan Santo Petrus meski hujan deras.

“Seperti yang Anda lihat, pohon Natal telah didirikan di alun-alun dan tempat kelahiran Yesus sedang didirikan,” katanya
, mengacu pada pohon yang disumbangkan ke Vatikan oleh kota Kočevje di tenggara Slovenia. Pohon itu, pohon cemara Norwegia yang tingginya hampir 92 kaki, akan menyala pada 11 Desember.

Paus berkata: “Hari-hari ini bahkan di banyak rumah, kedua tanda Natal ini dipersiapkan, untuk kegembiraan anak-anak… dan bahkan orang dewasa! Mereka adalah tanda-tanda harapan, terutama di masa sulit ini. ”

Dia menambahkan: “Mari kita tidak berhenti pada tanda, tetapi pergi ke artinya, yaitu, kepada Yesus, kepada kasih Allah yang telah Dia nyatakan kepada kita, untuk pergi ke kebaikan tak terbatas yang telah Dia buat bersinar di dunia . ”

“Tidak ada pandemi, tidak ada krisis, yang bisa memadamkan cahaya ini. Mari kita biarkan itu masuk ke dalam hati kita, dan mari kita bantu mereka yang paling membutuhkannya. Dengan cara ini Tuhan akan lahir baru di dalam kita dan di antara kita. "

 

 Sumber: CNA

Seputar Masa Adven dan Lingkaran Adven


Dengan merayakan adven, Gereja menghadirkan harapannya akan kedatangan Sang Mesias. Persiapan yang terbaik dalam menyambut kedatangan Tuhan tentu saja persiapan rohani, yaitu dengan doa, puasa, dan pertobatan. Masa Adven terdiri dari empat minggu, yakni Minggu Adven I sampai Minggu Adven IV. Empat Minggu Adven itu dibagi dalam dua bagian yaitu bagian pertama dari Minggu Adven I sampai tanggal 16 Desember sebagai Adven eskatologis. Bagian kedua dari tanggal 17 Desember sampai 24 Desember sebagai Adven natalis.

  Lingkaran Adven yang terbuat dari tumbuh-tumbuhan segar mengajak kita untuk merenungkan Kristus datang untuk memberi kehidupan baru bagi kita. Tiga batang lilin berwarna ungu melambangkan tobat, persiapan dan kurban; sebatang lilin berwarna merah muda yang dinyalakan pada Minggu Adven Ketiga (Minggu Gaudate) melambangkan sukacita karena persiapan kita sekarang sudah mendekati akhir. Suatu pengharapan yang semakin cerah dalam nada sukacita dan syukur atas pemenuhan janji, bahwa Tuhan itu Mahakuasa, Sang Pencipta semesta dan Juruselamat akan segera datang. Sementara lilin itu sendiri merupakan lambang Kristus yang datang ke dunia untuk menghalau kuasa gelap kejahatan.

 Perlengkapan khas yang digunakan sepanjang masa Adven adalah korona Adven yang dirangkai daun-daun hijau. Korona Adven ini mengungkapkan lingkaran Adven. Lilin dinyalakan bertambah dari minggu demi minggu. Hal ini untuk menggambarkan permenungan atas aneka tahap sejarah keselamatan yang mendahului kedatatangan Kristus dan simbol-simbol cahaya nubuat yang makin hari makin cerah menerangi malam panjang yang mendahului terbitnya Surya Keadilan (Luk 1:78). Mari kita mengisi masa Adven ini dengan tekun berdoa, membaca, merenungkan dan menghayati Sabda Tuhan dalam hidup harian kita. Tuhan memberkati.



Persiapkan hati menjelang datangnya Tuhan!

Belum lama ini di TV sering diberitakan tentang adanya ‘kunjungan mendadak’ yang dilakukan oleh bapak gubernur DKI Jakarta, Bp. Jokowi, ke tempat-tempat tertentu di ibukota. Umumnya kunjungan dimaksudkan agar bapak gubernur mengetahui keadaan yang riil di lapangan, dan keadaan ini kemudian dievaluasi untuk dapat diperbaiki ataupun ditingkatkan, jika itu berkaitan dengan pelayanan kepada masyarakat. Menarik untuk disimak bahwa dalam kunjungan yang mendadak itu, adakalanya terlihat bahwa yang dikunjungi tidak siap, atau bahkan tidak ada di tempat.
   
Sesungguhnya, dari liputan sederhana ini kita dapat menarik suatu pelajaran tertentu. Sebab hal ‘kedatangan mendadak’ tersebut dapat terjadi dalam kehidupan rohani kita. Ya, Tuhan Yesus dapat datang kembali di saat yang tidak kita duga. Sudahkah kita siap menyambut kedatangan-Nya? Di akhir tahun liturgi, Gereja Katolik merenungkan tentang kematian dan akhir zaman yang mengarahkan pandangan kita akan kedatangan Kristus yang kedua kalinya bagi kita, sambil mempersiapkan hati untuk menyambut perayaan kedatangan Kristus yang diperingati setiap hari Natal.

Pengertian Adven

Kata “Adven” berasal dari kata Latin ‘adventus, advenio‘ (bahasa Yunani-nya parousia), artinya ‘kedatangan’. Maka fokus masa Adven adalah kedatangan Mesias, yaitu Yesus Kristus. Maka doa- doa penyembahan dan bacaan Kitab Suci tidak saja mempersiapkan kita secara rohani akan kedatangan-Nya (untuk memperingati kedatangan-Nya yang pertama) tetapi juga mempersiapkan kedatangan-Nya yang kedua. Itulah sebabnya bacaan Kitab Suci pada masa Adven diambil dari Perjanjian Lama yang mengharapkan kedatangan Mesias dan Perjanjian Baru yang mengisahkan kedatangan Kristus untuk menghakimi semua bangsa. Demikian juga, tentang Yohanes Pembaptis, sang perintis yang membuka jalan bagi kedatangan Kristus Sang Mesias.
  
Masa Adven adalah masa empat minggu sebelum hari Natal, ketika Gereja merayakan kedatangan Kristus yang pertama dan mengharapkan kedatangan-Nya yang kedua. Hari pertama Adven dapat jatuh antara tanggal 27 November sampai 3 Desember.

Makna masa Adven

Katekismus Gereja Katolik menjelaskan tentang makna masa Adven sebagai berikut:
KGK 524 Ketika Gereja merayakan liturgi Adven setiap tahunnya, ia menghadirkan kembali pengharapan di jaman dahulu akan kedatangan Mesias, sebab dengan mengambil bagian di dalam masa penantian yang panjang terhadap kedatangan pertama Sang Penyelamat, umat beriman memperbaharui kerinduan yang sungguh akan kedatangan-Nya yang kedua. Dengan merayakan kelahiran sang perintis [Yohanes Pembaptis] dan kematiannya, Gereja mempersatukan kehendaknya: “Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil.”(Yoh 3:30)
Dengan demikian masa Adven merupakan masa menantikan kelahiran Kristus/ penjelmaan-Nya menjadi manusia. Masa Adven ini bukan bagian dari masa Natal, tetapi merupakan persiapannya. Oleh karena itu, masa Adven merupakan masa pertobatan (menyerupai masa Prapaska), sebab memang pertobatan-lah yang diserukan oleh Yohanes Pembaptis agar kita dapat menyambut Kristus Sang Penyelamat. Ciri- ciri perayaan masa Adven adalah tenang dan sederhana, tidak semeriah masa biasa, sebab penekanannya adalah pertobatan yang diwarnai oleh pengharapan akan kedatangan Tuhan.
      
Budaya sekular di sekitar kita dan juga banyak gereja- gereja non- Katolik merayakan hari Natal yang berdiri sendiri, terlepas dari masa Adven dan masa oktaf Natal sampai Epifani. Namun sesungguhnya hari Natal tidak dimaksudkan sebagai hari yang berdiri sendiri, tetapi sebagai perayaan yang tidak terlepas dari penanggalan tahunan liturgis. Natal sebagai perayaan Inkarnasi Tuhan Yesus perlu dipersiapkan terlebih dahulu pada masa Adven. Sebab masa Adven merupakan masa peringatan akan penghiburan yang diberikan Tuhan dan kesempatan di mana kita menyesuaikan diri dengan kehendak Tuhan, seperti halnya ketika para patriarkh, para nabi dan raja menanti dengan penuh pengharapan akan janji Allah yang akan mengutus Putera-Nya menjadi manusia.

Latar belakang Kitab Suci

Perjanjian Baru menyatakan Yesus sebagai Mesias bangsa Yahudi, meskipun Yesus bukanlah Mesias yang diharapkan oleh kebanyakan orang Yahudi pada saat itu. Sebab bangsa Yahudi saat itu menantikan Mesias yang dapat mengusir bangsa Romawi yang menjajah mereka. Injil dengan jelas menyatakan bahwa Kristus tidak datang untuk mendirikan Kerajaan di dunia atau untuk membebaskan orang- orang Yahudi dari penjajahan Romawi; tetapi Ia mewartakan Kerajaan Surga bagi bangsa Yahudi dan bangsa non- Yahudi. Meskipun jemaat perdana mengakui bahwa Yesus telah berjaya di dalam Gereja-Nya namun mereka mengakui bahwa segala hal belum sepenuhnya takluk kepada-Nya, sehingga masih ada penggenapan Kerajaan-Nya di masa mendatang (lih. KGK 680). Oleh karena itu, para jemaat perdana menantikan dengan rindu kedatangan Kristus yang kedua dalam kemuliaan-Nya, untuk mencapai kemenangan sempurna kebaikan atas kejahatan, ketika Kristus akan mengadili semua orang, baik yang hidup dan yang mati (lih. KGK 681, 682) dengan keadilan dan kasih yang sempurna. Maka bacaan Kitab Suci inilah yang mendasari masa Adven.
    
Kitab Suci mengajarkan agar kita mempersiapkan diri menyambut kedatangan Tuhan. Persiapan diri yang dimaksud adalah ‘berjaga-jaga’, karena memang inilah yang diperintahkan oleh Kristus untuk menyambut kedatangan-Nya (lih. Mat 24:42. Mat 25:13; Mrk 13:33). ‘Berjaga- jaga’ di sini maksudnya adalah untuk mengarahkan pandangan kita kepada hal- hal surgawi, dan bukan kepada hal- hal duniawi, pesta pora, dan dosa, seperti yang dilakukan orang banyak pada jaman nabi Nuh (lih. Mat 24:37-39, Kej 6:5-13). Dengan demikian masa Adven merupakan masa pertobatan, di mana kita dipanggil Allah untuk kembali ke jalan Tuhan. Adven adalah kesempatan untuk menumpas gunung dan bukit kesombongan hati kita, maupun menimbun lembah kekecewaan dan luka-luka batin kita, agar semua yang berliku diluruskan dan yang berlekuk diratakan (lih. Luk 3:5-6) agar kita siap menyambut Kristus. Dengan demikian kita akan melihat keselamatan yang dari Tuhan.

Latar Belakang Sejarah

Referensi pertama tentang perayaan Adven terjadi pada abad ke-6. Sebelumnya, terdapat perayaan- perayaan dan puasa yang menyerupai masa Adven kita saat ini. St. Hilarius dari Poitiers (367) dan Konsili Saragossa di Spanyol (380) menjabarkan tentang tiga minggu masa puasa sebelum Epifani. Paus St. Leo Agung banyak berkhotbah tentang ‘masa puasa pada bulan kesepuluh (yaitu bulan Desember)’ sebelum hari Natal. Gelasian Sacramentary (750) memberikan bacaan liturgi bagi lima Minggu sebelum hari Natal, juga Rabu dan Jumat. Akhirnya Gereja Barat memutuskan untuk menentukan 4 Minggu pada masa Adven, yang dimulai dari akhir November atau awal Desember sampai hari Natal.
    
Gereja- gereja Timur juga melakukan puasa untuk menyambut Natal. Masa puasa ini lebih panjang dari masa Adven yang dirayakan oleh Gereja Barat, yaitu dimulai pada pertengahan bulan November. Maka Adven, atau masa puasa pada Gereja- gereja Timur ini dirayakan baik oleh Gereja Katolik, maupun gereja- gereja Orthodox.
   
Pada masa Reformasi, beberapa tokoh Protestan menolak masa peringatan/banyak hari perayaan dalam kalender liturgi Gereja, dan dengan ini memisahkan gereja mereka dari ritme perayaan liturgis yang dirayakan Gereja Katolik setiap tahunnya (kecuali gereja Lutheran yang kini mempunyai kalender liturgi yang kurang lebih sama dengan kalender liturgi Gereja Katolik). Namun demikian beberapa gereja Protestan mempertahankan masa Adven, seperti gereja Anglikan. Kemungkinan karena gerakan liturgis, ataupun sebagai reaksi akan perayaan Natal yang cenderung semakin dikomersialkan di kalangan dunia sekular, maka perayaan Adven sekarang ini menjadi semakin populer di kalangan gereja- gereja non- Katolik dan non- Orthodox. Gereja- gereja Lutheran, Anglikan, Methodis dan Presbytarians dan kelompok- kelompok evangelis telah memasukkan juga tema Adven ke dalam ibadah penyembahan mereka, walau dengan derajat yang berbeda- beda.

Mari menyiapkan hati

Maka, walaupun masa Adven tidak secara eksplisit tertulis dalam Kitab Suci, namun bukan berarti masa Adven ini tidak ada dasar Alkitabnya. Bahwa Allah selalu menginginkan umat-Nya untuk mempersiapkan diri menyambut kedatangan-Nya, itu bukan merupakan ‘ide baru’; tetapi memang sudah diajarkan dalam Kitab Suci. Perayaan Adven itu merupakan peringatan akan masa persiapan menyambut kelahiran Kristus dalam kedatangan-Nya yang pertama, dan penegasan masa penantian akan kedatangan Kristus yang kedua. Tidak ada yang salah jika kita mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangan Kristus, malah itu adalah keharusan, seperti diserukan oleh Yohanes Pembaptis, ataupun oleh Yesus sendiri, seperti telah dijabarkan di atas.
   
Kembali ke kisah kunjungan Bapak gubernur kepada pihak yang tidak siap dan tidak hadir pada saat dikunjungi. Walau liputan tidak melaporkan kejadian seluruhnya, namun dapat dimengerti jika pihak yang dikunjungi tersebut, jika diberi kesempatan kedua, tentu tidak akan mengulangi kesalahan ini. Mengapa? Karena memang selayaknya ia tidak bersikap demikian. Jika untuk kedatangan bapak gubernur saja, orang- orang layak mempersiapkan diri dengan sungguh- sungguh dalam banyak hal, apalagi kita dalam menyambut Kristus, Sang Raja di atas segala raja di bumi. Sudah sepantasnya kita sebagai umat Kristiani  tidak memandang hari raya Natal sebagai hari yang berdiri sendiri, yang dapat dirayakan tanpa persiapan hati yang cukup sebelumnya. Jika kita mengamini Kristus sebagai Raja Semesta alam yang mengatasi semua pemimpin negara di dunia, tentulah Ia layak menerima penghormatan melebihi para pemimpin di dunia. Mari kita lakukan hal yang sama, mempersiapkan rumah hati kita sebaik mungkin untuk menyambut kedatangan Kristus Tuhan dan Juru Selamat kita!

Oleh: Stefanus Tay dan Ingrid Listiati 
www.katolisitas.org

Pertemuan Keempat Adven Keuskupan Agung Semarang 2012: MEWUJUDKAN IMAN

Pertemuan Keempat

MEWUJUDKAN IMAN

Tujuan:

Menyadari kembali bahwa iman senantiasa harus diwujudkan melalui kesaksian dan laku hidup, yang memancarkan sabda kebenaran sesuai dengan iman yang dirayakan serta kedalaman iman yang dihayati.

1. Lagu Pembuka

2. Tanda Salib dilanjutkan Doa Pembuka

3. Pengantar

Kita sebagai umat Kristiani menyadari, bahwa iman yang dewasa adalah iman yang "terlibat" atau bisa dikatakan sebagai iman yang terwujud dalam laku kehidupan. Perwujudan iman bukanlah urusan pribadi saja, akan tetapi juga kesaksian hidup secara nyata bahwa kita telah diselamatkan. Prinsipnya, iman tidak hanya sekedar di bibir saja, tetapi harus bisa merasuki seluruh sendi-sendi kehidupan kita, terutama terlibat dalam kehidupan bermasyarakat. Pada pertemuan sebelumnya, kita diajak menyadari bahwa perayaan iman, yang terpuncak dalam Ekaristi merupakan sumber kehidupan beriman kita. Bagaimana perayaan iman menjadi bagian dari keselamatan Kristus benar-benar hadir dan menghantar kita untuk semakin terjun dalam hidup bermasyarakat. Maka dalam pertemuan keempat ini, kita diajak mewujudkan iman kita. Perwujudan iman hendaknya kita sadari, sebagai laku nyata akan pengakuan Kristus sebagai sumber iman dan buah dari perayaan-perayaan iman yang semakin diwujudkan dalam kehidupan nyata. Iman dihidupi dan akhirnya diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari di tengah keluarga dan masyarakat.

4. Ritus Penyalaan Lilin Korona Adven

Bacaan: Luk 10:25-28

5. Inspirasi dan Permenungan

Mengasihi Tuhan dan sesama dengan totalitas hidup

Membaca kembali Luk 10:25-28, kita diajak untuk mengasihi Tuhan dan sesama dengan totalitas hidup kita. Kita diajak menyadari bahwa iman membutuhkan totalitas yang mendalam. Iman dimulai dari memikirkannya dengan sungguh-sungguh, didalami, mencari tahu, mempelajari hingga dengan "segenap jiwa", artinya tidak berpura-pura, di luar tampaknya penuh perhatian tapi di dalamnya tak peduli. Iman yang diharapkan dalam bacaan di atas, adalah iman yang bisa dikatakan sebagai iman yang "berintegritas". Iman yang tak hanya menyangkut hubungannya dengan Allah, melainkan juga dengan sesama manusia. Mengasihi Tuhan itu sama dengan menjadi manusia yang semakin utuh. Jadi iman itu mencerminkan juga solidaritas bagi sesama. Artinya, iman harus tampak dalam wujudnya yang paling nyata, dalam laku hidup dan tindak tanduk keseharian.

Kita menyadari, di lain pihak, banyak orang katolik yang kelihatan khusuk beribadat di gereja, akan tetapi, di lain pihak, mereka juga bersemangat menjalankan bisnis-bisnis kotor, meraup untung sebanyak-banyaknya bahkan dengan praktek korupsi. Tidak hanya itu, banyak juga yang masih hidup dalam perselingkuhan, pergaulan dan hiburan yang tidak sehat, melakukan peminjaman uang dengan bunga yang mencekik, dan lain sebagainya. Kita perlu menengok kembali, sering kali, benar seperti apa yang pernah dikatakan oleh Charlie Douglas dalam artikelnya di "Moral Hazards in the Marketplace". Mungkin yang menjadi masalah saat ini adalah demarkasi (pemisahan) antara yang dianggap sakral dan sekuler. Pembicaraan soal cinta dan iman hanya ketika di gereja pada hari Minggu, sementara di tempat kerja masing-masing, orang dituntut fokus kepada kepentingan diri sendiri dan keunggulan kompetitif dalam bertahan hidup. Hal inilah yang kadang menjadi permenungan bagi kita. Sejauh inikah iman yang kita akui dan rayakan? Kurang menunjukkan laku dalam hidup senyatanya. Iman yang kita akui, rayakan hanya sebatas lip service, sebatas pengakuan, tanpa ada kenyataan yang diwujudkan, atau sering dikatakan "gajah diblangkoni, iso kojah ora iso nglakoni."

Pertanyaannya, apakah iman kita, tampak kelihatannya seperti pohon yang rindang namun tidak berbuah. Di sana hanya kelihatan sejuknya, rindangnya, gagahnya, tapi belum bisa dinikmati buahnya. Maka seperti halnya iman, selain menjadi subur iman harus nyata dalam perbuatan supaya buah rahmat itu membuat semakin banyak orang mengenal Kristus, seperti yang dikatakan dalam Yak 2:26, "sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan adalah mati".

6. Refleksi dan Sharing Pengalaman

Iman yang kita yakini, haruslah senantiasa mendampingi dan membuat membuat diri kita menjadi tanda kehadiran Tuhan, sehingga dengan menghidupinya secara mendalam, iman mampu memberikan kesaksian bagi sesama.

Ketika kita dibaptis dalam nama Bapa, Putera dan Roh Kudus, berarti kita mengimani Yesus Kristus dan menjadi Katolik, artinya kita telah memulai suatu perjalanan yang akan berlangsung seumur hidup kita (Kis 14:27). Ini artinya, melalui baptisan kita telah disatukan dengan Yesus Kristus sepanjang hidup kita. Kita masuk dalam persekutuan hidup dengan Allah dan Gereja-Nya. Melalui baptisan ini pula, kita disatukan dengan kumpulan orang-orang yang beriman di dalam Kristus.

Hidup dalam Kristus membawa konsekuensi yang tidak ringan. Kita harus bisa menanggalkan manusia lama kita dan menjadi pribadi yang baru, pribadi yang telah ditebus oleh Kristus. Kita diajak untuk melakukan pembaruan melalui kesaksian hidup yang diberikan sebagai anggota umat beriman. Kita dipanggil untuk memancarkan sabda kebenaran yang diwariskan Kristus. Maka melalui masa Adven sebagai bagian dari Tahun Iman ini, kita diajak masuk dalam pertobatan untuk semakin mengimani Kristus.

Hidup baru bersama Kristus mendorong setiap orang yang percaya semkin dikuasai oleh kasih Kristus. "Kasih Kristus menguasai kita" (2Kor 15:14). Kasih Kristus inilah yang memenuhi hati dan mendorong kita untuk semakin membagikannya dalam keluarga, Gereja dan masyarakat (bdk. mat 28:16). Iamn tanpa kasih tidak akan menghasilkan buah, sedangkan kasih tanpa iman hanya akan merupakan suatu perasaan yang senantiasa bimbang. Iman dan kasih saling melengkapi satu sama lain. Iman yang kita yakini, senantiasa mendampingi dan membuat diri kita menjadi tanda kehadiran Tuhan, sehingga dengan menghidupinya secara mendalam, iman mampu memberikan kesaksian bagi sesama.

7. Doa Umat dan Doa Penutup

8. Lagu Penutup

Pertemuan Ketiga Adven Keuskupan Agung Semarang 2012: MERAYAKAN IMAN

Pertemuan Ketiga

MERAYAKAN IMAN

Tujuan:

Menyadari kembali bahwa iman senantiasa harus dirayakan sehingga menjadi perjumpaan dengan Tuhan yang menyelamatkan.

1. Lagu Pembuka

2. Tanda Salib dilanjutkan Doa Pembuka

3. Pengantar

Pada pertemuan Adven ketiga ini, kita diajak merefleksikan kembali makna dari perayaan-perayaan iman kita.

4. Ritus Penyalaan Lilin Korona Adven

Bacaan: Yohanes 6:51-58

5. Inspirasi dan Permenungan

Yesus sebagai "Roti Hidup"

Membaca kembali Yohanes 6:51-58, kita diajak merenungkan mengenai Yesus sebagai "Roti Hidup". Yesus memperkenalkan diri sebagai "roti kehidupan", yakni makanan yang memberi hidup. Kita sebagai orang yang mengimani Yesus, diajak untuk percaya, bahwa Dia ada di tengah-tengah kita dan hadir ketika kita menghayatinya dalam Ekaristi Kudus. Bacaan Yohanes 6:51-58 menegaskan mengenai apa yang disampaikan Yesus. Ia bukan hanya "roti" yang mengenyangkan secara lahiriah, namun Yesus mengajak kita melihat lebih dalam, bahwa diri-Nya lah roti yang turun dari surga. Menerima Dia, mempercayai-Nya, akan membuat kita mendapatkan roti yang memberi hidup (Yoh 6:32-40). Iman kita akan Ekaristi merupakan iman akan kebenaran mengenai warta Yesus itu. Pertanyaannya bagi kita, apakah melalui Ekaristi Kudus sebagai perayaan iman, kita telah merasakan dan menemukan roti kehidupan yang sesungguhnya dalam hidup sehari-hari kita? Yaitu menemukan Yesus sendiri sebagai "Roti Hidup".

Iman adalah rahmat, maka kita perlu menerima, memelihara serta merayakannya dengan bangga dan penghayatan sungguh-sungguh. Seorang beriman Katolik, tentu akan bangga dengan imannya. Masih ingat ajakan imam setelah konsekrasi dalam Ekaristi Kudus? "Agungkanlah iman kita!" Lalu umat menjawab secara aklamasi, "Tuhan, Engkau telah wafat, Tuhan, Engkau kini hidup, Engkau Sang Juruselamat, datanglah ya Yesus Tuhan." Kebanggaan umat Katolik akan imannya tampak jelas dalam ungkapan itu. Kita mengimani misteri Allah yang agung, karena itu iman kita pun agung, dan sudah sepantasnya kita agungkan dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan dalam wujud perayaan iman itu.

Pertanyaannya, apakah kita benar-benar merayakan iman kita secara sungguh-sungguh. Apakah kita menyambut komuni dalam perayaan Ekaristi denan kesungguhan hati, mampu merayakan Kristus yang hadir dalam hidup kita sehari-hari? Jika begitu, kok kita tidak menjadi semakin baik. Acapkali kita mungkin sering memandang perayaan iman akan Ekaristi sebagai sekedar layaknya "obat kuat rohani" atau "rutinitas" yang tanpa arti. Maka, Ekaristi sebagai sakramen yang menghadirkan kenyataan rohani dalam diri kita, tidak sungguh-sungguh menghadirkan Kristus dalam hidup kita.

Padahal orang yang percaya akan kekuatan Ekaristi, akan semakin melihat dan mengakui bahwa kemampuan berbuat baik serta keberanian untuk menjadi makin manusiawi dan makin lurus itu datang dari sumber akan iman Kristus yang telah diterima dari komuni suci. Bukan dari kekuatan manusiawi sendiri. Bagi orang yang percaya, kemampuan berbuat baik itu anugerah ilahi. Dan anugerah inilah yang ditandai dengan Ekaristi. Dalam arti inilah Ekaristi membuat kita semakin dekat dengan kehidupan Yang Ilahi sendiri.

Merayakan iman mungkin mudah, kalau sekedar mengikuti, apalagi kalau hanya pasif: datang, duduk, diam, setelah selesai pulang. Tetapi tak semudah memaknai dan mewujudkannya dalam hidup. Diam saja atau sekedar mengikuti rutinitas bukanlah cara merayakan iman yang baik. Iman adalah "rahmat" yang perlu dirayakan dengan tindakan aktif.

6. Refleksi dan Sharing Pengalaman

Perayaan iman, merupakan perayaan perjumpaan dengan Allah yang agung, anggun, khidmat, serta mendatangkan rahmat.

Ekaristi sebagai perayaan iman, merupakan lambang kesatuan dengan Tubuh Mistik Kristus: Siapa yang menerima Ekaristi, disatukan lebih erat dengan Kristus. Olehnya Kristus menyatukan kita dengan semua umat beriman yang lain menjadi satu tubuh: Gereja. Komuni membarui, memperkuat, dan memperdalam penggabungan ke dalam Gereja, yang telah dimulai dengan Pembaptisan. Di dalam Pembaptisan kita dipanggil untuk membentuk satu tubuh (Bdk. 1Kor 12:13). Konsili Vatikan II melalui Sacrosanctum Consilium (SC), secara tegas mengatakan mengenai peran aktif umat dalam perayaan iman, yaitu liturgi, terlebih karena Gereja menyadari bahwa Liturgi merupakan puncak dan sumber kehidupan Gereja (bdk. SC 10). Dalam Konsili Vatikan II ini pula secara tegas dinyatakan pengertian Liturgi yakni sebagai pelaksanaan tugas imamat Yesus Kristus oleh Tubuh Mistik Kristus, yaitu Kepala dan para anggota-Nya (bdk. SC 7). Tugas imamat Yesus Kristus untuk melaksanakan karya keselamatan Allah perlu dihadirkan oleh Gereja di dalam liturgi. Maka liturgi dalam perspektif ini, mendapatkan pendasaran yang kuat; sebagai perayaan kerinduan berjumpa dengan Kristus, kepantasan untuk berjumpa dengan Kristus, ambil bagian secara sadar (paham atas simbol Liturgi) dan aktif (terlibat lahiriah dan sakramental) dan buahnya dari perayaan itu, yaitu persatuan dengan Kristus dan Gereja.

7. Doa Umat dan Doa Penutup

8. Lagu Penutup

Pertemuan Kedua Adven Keuskupan Agung Semarang 2012: MENGAKUI IMAN

Pertemuan Kedua

MENGAKUI IMAN

Tujuan:

Menyadari kembali pengakuan iman akan Yesus Kristus sebagai Jalan, Kebenaran dan Hidup, sehingga semakin gembira, setia dan kokoh kuat imannya sebagai murid Kristus.

1. Lagu Pembuka

2. Tanda Salib dilanjutkan Doa Pembuka

3. Pengantar

Pada pertemuan Adven pertama minggu yang lalu, kita telah diajak mendalami Yesus Kristus sebagai gambaran Allah Yang Mahabaik, Allah yang hadir dalam segala keterbatasan manusia, dan itulah sumber iman yang kita imani. Allah sebagai yang Emanuel: Allah beserta kita. Kini, pada pertemuan kedua, kita diajak untuk masuk lebih dalam lagi yaitu mengakui Yesus sebagai sumber iman dan sumber hidup kita.

Bagaimana pengalaman kita selama ini? Apakah pengenalan kita akan Yesus membawa kita pada pengakuan yang jujur pada-Nya sebagai Jalan, Kebenaran dan Hidup kita (Yoh 14:6) sebagaimana disabdakan-Nya sendiri. Ataukah kita masih meragukan-Nya?

Semoga pertemuan ini bisa membantu kita untuk semakin tulus mengakui Yesus sebagai Tuhan kita dan sekaligus setia kepada-Nya dalam segala tantangan dan kesulitan kita.

4. Ritus Penyalaan Lilin Korona Adven

Bacaan Mrk 8:27-30

5. Inspirasi dan Permenungan

Pengakuan Petrus akan "ke-mesias-an" Yesus

Membaca Mrk 8:27-30, kita diajak merenungkan kembali mengenai "pengakuan iman" kita. Pengakuan Petrus akan "ke-mesias-an" Yesus menjadi permenungan kita, seberapa pentingkah Kristus dalam hidup kita? Tentu setiap orang memiliki pengalamannya sendiri-sendiri mengenai Yesus. Di antara para murid pun bisa berbeda-beda jawabannya ketika ditanya oleh Yesus tentang siapa Diri-Nya. Masalah pokok di sini sebenarnya bukan berhenti pada jawaban mengenai siapa Yesus tetapi harus sampai pada pengakuan iman. Pengenalan tidak berarti apa-apa tanpa pengakuan. Mengapa para murid dilarang dengan keras supaya jangan memberitahukan kepada siapa pun tentang Yesus? Jawabannya karena para murid baru sampai pada pengenalan, belum disertai sikap batin yang menggerakkan mereka terhadap pengenalan itu.
renunganpagi.blogspot.com
Kita sebagai orang beriman tidak cukup hanya mengenal Yesus, tetapi harus sampai pada pengakuan Yesus bagi kehidupan kita. Mengakui berarti mengamini, menyatakan ya dan setuju pada yang kita akui. Mengakui berarti melibatkan batin atau hati, tidak hanya pikiran dan akhirnya menggerakkan sikap. Di jalan, kita tahu dan mengakui traffic light menyala "merah", maka kita akan berhenti. Pengakuan membawa sikap. Demikian juga dalam hal iman.

Ada kisah seorang bapak yang mengakui diri sebagai orang katolik, sebagai murid Yesus. Pengakuan itu tidak hanya di bibir tetapi terungkap dalam segala sikapnya. Ia membawa iman kemanapun ia pergi. Ia bertindak sebagai orang beriman dalam segala situasi. Ia juga tidak malu menunjukkan sikap imannya di hadapan orang lain.

Ignasius Jonan adalah seorang Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) yang beragama Katolik. Ia termasuk orang Katolik yang mau menunjukkan militansi imannya dalam kehidupan sehari-hari. Jonan mengawali langkahnya dengan membenahi pelayanan dasar yang ada di PT KAI. Ia mengubah orientasi perusahaan, dari orientasi produk ke orientasi pelanggan. Ia berusaha mengubah bagaimana organisasi ini dapat memenuhi keinginan para pelanggannya. Dalam menghadapi situasi yang tidak mudah itu, ia selalu tiada hentinya menguatkan dirinya dengan doa rosario. Ketika ditanya "Dari mana keberanian itu muncul, bukankah Anda berasal dari keluarga yang serba aman dan nyaman?", ia mengeluarkan Rosario dan medali dengan gambar suci dari kantong bajunya. "Saya selalu membawa ini. Saya kalau berdoa itu: Terjadilah padaku menurut kehendak-Mu." Jonan mengaku lebih dari sepuluh tahun selalu membawa Rosario dan medali pemberian ayahnya, kemanapun ia pergi. Ketika sedang melakukan perjalanan dengan kereta api, ia selalu menyediakan waktu untuk menggulirkan doa dengan biji-biji Rosarionya. Ketika ditanya mengapa 'berani' melakukan perubahan dan gebrakan yang (mungkin) menuai banyak kritikan, Jonan berkata, "Kalau dikatakan berani, sesungguhnya tidak. Tapi, ya karena saya tidak punya interest pribadi. Saya taat pada aturan yang sudah ada," demikian Jonan, yang juga membawa lembaran doa Novena Tiga Kali Salam Maria dan doa-doa lain di tasnya. Jonan menandaskan, "Kalau saya tidak punya iman, saya mungkin tidak akan berani. Saya ini manusia kok, bukan robot. Kalau ditanya mengapa masih di sini (kereta api, Red), saya tidak tahu. Karena Gusti Allah, saya berada di kereta api. Saya percaya kalau yang Maha Kuasa menghendaki saya di sini, saya tetap di sini". (Wawancara Maria Pertiwi di HIDUPKATOLIK.com)

Sebagai orang beriman, hidupnya menyatu dengan Yesus. Yesus harus menjadi bagian tak terpisahkan dari hidup kita sehingga apa yang kita lakukan semua itu karena iman kita kepada Yesus. Bila kita tidak tinggal dalam Yesus Kristus, menyatu dan mencintai-Nya dengan sungguh, bisa jadi iman akan Yesus pun hanya menjadi semacam riasan atau baju atau juga bersikap angin-anginan bukan pengakuan yang mendalam. Padahal, iman bukanlah seperti riasan (bisa dihapus dari wajah bila sudah selesai tampil) atau baju yang kita kenakan (bisa kita buang/ganti bila sudah tidak cocok dan tidak layak pakai).
renunganpagi.blogspot.com
6. Refleksi dan Sharing Pengalaman

Dari sharing yang telah terungkap semakin menegaskan bahwa pengakuan iman bukan hanya sebatas pada pengakuan di mulut saja. Pengakuan iman itu melibatkan seluruh hidup kita, baik pikiran, mulut, hati dan juga sikap kita. Ada beberapa point yang bisa kita renungkan kalau kita bicara soal pengakuan iman.

a. Berani dan tidak takut mengakui iman.

Kita berani dan tidak takut mengakui iman kita, baik saat kita sendiri, saat bersama umat seiman maupun saat kita bersama banyak orang lain yang beranekaragam keyakinan. Di tengah pekerjaan atau kehidupan umum, kita tidak takut untuk mengakui iman kita sendiri. Berani berdoa saat makan di restoran atau warung, kita tidak takut mengakui diri katolik di lingkungan pekerjaan; kita tidak menyembunyikan identitas baptis kita di tengah kepentingan umum. Sebaliknya dengan bangga kita akui iman kita, walaupun mungkin risiko terjadi, misalnya risiko disingkirkan, dipersulit, dijauhi atau yang lain. Namun risiko bukanlah penghalang untuk mengakui iman.

b. Mempunyai komitmen

Mengakui iman berarti komitmen. Pengakuan iman tidak untuk sementara waktu tetapi untuk seumur hidup kita. Pengakuan iman juga tidak hanya pada waktu-waktu yang mendukung dan menguntungkan, tetapi dalam waktu yang kadang-kadang menantang dan menempatkan kita pada posisi dilematis. Mengakui iman berarti kita tetap mengakui dan memilih Yesus sebagai yang utama untuk selamanya. sedangkan pilihan lain, ditempatkan sesudahnya atau dipilih sejauh sesuai dengan keyakinan iman itu. Orang yang pengakuan imannya kuat, tidak mudah untuk tergoda oleh apapun. Ia memilih hidup sederhana daripada menjadi kaya tetapi harus mengingkari imannya. Ia tetap memilih hidup sendiri daripada harus menikah dengan meninggalkan iman. Atau ada pula seperti para martir, ia memilih mati daripada harus menyangkal Tuhan.
renunganpagi.blogspot.com
c. Membiarkan hidup dibimbing oleh iman
Mengakui iman berarti membiarkan hidup dibimbing oleh kasih Kristus. Iman bukan sebatas kata-kata, tetapi menjadi gerak hidup yang membarui. Iman nampak dalam kehidupan yang diterangi oleh kehendak Tuhan. Beriman itu sama seperti orang makan durian. Kalau seseorang makan buah durian, maka tanpa orang berkata apapun, sesungguhnya semua orang akan tahu bahwa orang tersebut baru saja makan durian. Mengapa? Karena seluruh tubuhnya mengeluarkan bau durian, seolah-olah durian telah bersatu dengan seluruh tubuh dan darah dari orang itu, dan mempengaruhi aroma tubuhnya. Bagaimana kalau seseorang mengimani Kristus? Seharusnya orang tersebut harus mengeluarkan aroma Kristus, sehingga orang-orang dapat melihat bahwa ada Kristus di dalam diri orang tersebut. Pengakuan itu seharusnya tampak tidak hanya secara "kasat" mata: rohani, melainkan juga ditampakkan dengan yang lahiriah, yaitu melalui penghayatan dan tingkah laku. Maka, mau mengakui, berarti mau menyatakan, mau menampakkan, memperlihatkan dan tentu saja, setia mempertahankan.

d. Perlu terus diperbarui dan disegarkan baik dengan doa, ibadah dan memperdalam Kitab Suci dan ajaran-ajaran iman

Pengakuan iman memang perlu terus diperbarui dan disegarkan baik dengan doa, ibadah dan memperdalam Kitab Suci dan ajaran-ajaran iman. Kita juga perlu memaknai ajakan membarui pengakuan iman kita yang berpangkal dari syahadat para rasul dalam Ekaristi setiap hari Minggu. Bukan tidak mungkin bahwa syahadat iman yang kita doakan hanya menjadi rentetan hafalan yang keluar dari mulut tanpa menyentuh kedalaman relung batin kita. Kalau demikian halnya, patutlah kita perhatikan secara serius apa yang kita doakan itu supaya tidak jatuh menjadi sekedar ucapan tetapi hendaknya menjadi penghayatan. Dengan penghayatan yang sungguh, syahadat iman itu akan menjadi bagian utuh; menjadi milik diri yang menyatu dan kita hidupi dengan gembira dan bangga. Dengan demikian pengakuan itu semakin mendalam dan semakin diperkaya sehingga pengenalan diri kita kepada Kristus pun semakin sempurna.

7. Doa Umat dan Doa Penutup

8. Lagu Penutup




Pertemuan Pertama Adven Keuskupan Agung Semarang 2012: YESUS, SUMBER IMAN

Pertemuan Pertama

YESUS, SUMBER IMAN

1. Lagu Pembuka

2.Tanda Salib dilanjutkan Doa Pembuka

3. Pengantar

Tahun ini, tepatnya tanggal 11 Oktober 2012 sampai tahun depan, tanggal 24 Nopember 2013, Bapa Suci Benedictus XVI menetapkan sebagai "Tahun Iman". Banyak pertanyaan dalam benak kita, mengapa Bapa Suci mencanangkan tahun ini sebagai "tahun iman'? Apakah iman umat katolik saat ini sudah mulai luntur? Apakah iman katolik sudah mulai tidak relevan lagi bagi kehidupan ini?

Bapa Suci melalui surat Apostoliknya "Porta Fidei" (Pintu kepada Iman) mengingatkan kembali, bahwa kita yang telah menerima Baptisan, yang telah mengimani Yesus Kristus, diajak kembali menyegarkan iman kita. Siapa Yesus bagi kita? Ajakan itu bukan tanpa alasan. Banyak umat katolik mulai kabur dalam memandang siapa Yesus. Kekaburan itu menyebabkan kekosongan makna dalam beriman. Akibatnya Yesus tidak lagi menjadi pribadi yang penting dalam hidup. Karenanya kesetiaan kepada-Nya juga menjadi semakin lemah. Alasan-alasan yang sederhana, orang bisa meninggalkan Kristus. Banyak contoh dimana demi pekerjaan, karier, jodoh, ekonomi, atau kemudahan hidup, iman akan Kristus ditinggalkan.
renunganpagi.blogspot.com
Melalui pendalaman pertemuan ini, kita diajak untuk mengenal siapa Yesus yang kita nanti-nantikan dalam peristiwa Natal dan yang saat ini menjadi sumber iman kita. Pengenalan ini penting karena akan menentukan sikap kita berikutnya yaitu mengakui-Nya sebagai sumber iman.

4. Ritus Penyalaan Lilin Korona Adven

Luk 2:1-20

5. Inspirasi dan Permenungan

"Emanuel, Allah beserta kita"

Membaca kembali kisah Luk 2:1-20, kita diingatkan pada peristiwa Natal yang selalu kita rayakan. Bacaan itu tidak hanya menjelaskan bagaimana Yesus lahir. Yang utama dari bacaan itu adalah siapa sebenarnya Yesus yang dilahirkan oleh Maria itu. Sebelum peristiwa kelahiran Yesus, Maria sudah mendengar dari kabar Malaikat Gabriel bahwa anak yang dikandungnya adalah Yesus. Dia adalah anak Allah yang mahatinggi, yang akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya. Kalau kita tambahkan dari Injil Matius, Yesus yang dilahirkan Maria itu juga akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka. Hal itu terjadi karena yang dilahirkan itu tidak lain adalah Imanuel yang berarti Allah menyertai kita (Mat 1:21-23).

Cerita memang tidak berhenti di sana. Kedatangan para gembala semakin melengkapi informasi mengenai siapa Yesus sebenarnya. Seperti mereka dengar dari malaikat Tuhan, Yesus adalah Juru Selamat, Kristus dan Tuhan. Yesus ternyata bukan hanya seorang bayi manusia, yang lemah, miskin dan lahir dalam kesederhanaan. Dia adalah Allah yang menjadi manusia, tinggal di tengah umat-Nya. Walaupun Allah, Ia mau menjadi manusia dan hidup dalam kemiskinan dan kesederhanaan. Ia memilih menjadi Allah beserta kita agar bersama kita bisa masuk dalam persoalan-persoalan kehidupan kita dan menghadapinya dalam ketaatan kepada Bapa. Inilah Yesus yang kita imani dan kita ikuti bersama sebagai orang katolik.
renunganpagi.blogspot.com
Terhadap sikap Allah yang demikian itu, sikap yang depantasnya dibangun adalah sikap syukur seperti yang dilakukan oleh Maria dalam kidung Magnifikat dan juga sikap gembira dan terus memuliakan Allah seperti yang dilakukan oleh para gembala.

Mensyukuri dan memuliakan Allah dalam kehidupan sehari-hari berarti menjadikan Allah itu pribadi yang penting dan berarti dalam kehidupan. Ia tidak akan beralih pandangan, pengakuan apalagi sampai meninggalkan Allah yang diyakini itu hanya karena ambisi terhadap suatu keinginan atau masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupannya. Kiranya kisah hidup seorang bapak di bawah ini bisa menjadi permenungan kita.
renunganpagi.blogspot.com
Pasutri Andreas dan Cicilia sama-sama bekerja dalam bidang profesional. Keluarga mereka terbilang sebagai keluarga katolik harmonis dan mereka dikaruniai 3 anak. Secara ekonomi pun, mereka tidak berkekurangan. Suatu saat, Cicilia melamar di instansi pemerintahan dan diterima. Di instansi tersebut, Cicilia mempunyai posisi yang baik dan karir yang cepat menanjak. Tak berapa lama, ia mendapatkan promosi menjadi kepala dinas dalam instansi tersebut. Namun demikian, promosi itu bersyarat dia harus berpindah agama. Memang awalnya Cicilia merasa cukup berat tetapi karena ambisinya akhirnya dia setuju dengan syarat itu dan Cicilia pun resmi menanggalkan iman katoliknya.
renunganpagi.blogspot.com
Meski istrinya tidak lagi menjadi katolik, Andreas justru tampil sebagai suami dan bapak yang tegar dalam iman katolik. Diakuinya bahwa keputusan istrinya itu sempat menjadikan relasi mereka renggang dan suasana rumah tangga tak harmonis seperti dulu lagi. Walaupun hati remuk redam, Andreas berjuang untuk tetap menjadi panutan yang baik bagi anak-anaknya. Dia tidak mau anak-anaknya meninggalkan iman katolik. Bersama ketiga anaknya, Andreas tetap setia menjadi murid Kristus. Pak Andreas menyadari bahwa dalam hidupnya telah banyak dibantu oleh Tuhan. Saat menderita sakit, ketika dokter sudah tidak berdaya, ia menjadi sembuh karena doa dan iman. Saat anaknya salah dalam pergaulan, mereka kembali juga berkat doa. Bahkan saat dirinya ada kekurangan, Tuhan yang memenuhinya. Tuhan begitu dekat, mengerti keadaannya dan perasaannya. Tidak mungkin ia meninggalkan Tuhan yang begitu baik. Ia bahagia boleh beriman pada Yesus. Kebahagiaan itu melebihi harta, kekayaan dan popularitas.

Ia sudah berusaha membimbing istrinya untuk mensyukuri kebaikan Allah itu, tetapi sementara ini tetap belum berhasil. Dalam beban beratnya karena si istri tetap tidak mau diajak kembali menjadi katolik, Andreas justru semakin rajin merayakan Ekaristi mingguan. Setelah selesai Ekaristi hari Minggu, ia dan anak-anaknya pergi ke gua Maria untuk berdoa mohon pertolongan Bunda Maria. Kini, Andreas dan ketiga anaknya dengan tegar tetap berupaya menjalani hari-hari mereka khususnya dalam menghidupi iman katolik tanpa Cicilia yang telah meninggalkan Yesus demi karirnya.

6. Refleksi dan Sharing Pengalaman

7. Doa Umat dan Doa Penutup

8. Lagu Penutup

Pertemuan III: Membangun Semangat Berbagi, Mewujudkan Kemandirian Finansial KAPal - Keuskupan Agung Palembang

Walaupun Gereja bukanlah lembaga profit (mencari keuntungan materi), namun untuk menunjang karyanya serta keberlangsungannya dibutuhkan dukungan finansial yang tidak sedikit. Tanpa dukungan finansial maka karya Gereja tak dapat berjalan dengan baik. Darimanakah dukungan finansial itu didapatkan? Menjawab hal ini kita kembali kepada pengertian Gereja, yakni persekutuan umat beriman. Maka tentu saja dukungan finasial itu berasal dari anggota-anggota Gereja. Gereja bukan hanya atau milik hierarki / klerus saja, namun tanggungjawab kita bersama karena kitalah Gereja itu. Suka duka, hidup mati Gereja tergantung bagaimana para anggo-tanya berperan serta.

Jemaat perdana memberi contoh dan teladan kepada kita bagaimana mereka bisa menghidupi kelompoknya. Mereka tidak berkekurangan secara materi karena anggota jemaat saling mendukung secara finansial. Bahkan kepedulian mereka bukan hanya bagi jemaat setempat, di beberapa tempat mereka juga peduli dengan kehidupan jemaat di tempat lain. Misalnya Jemaat Korintus mendukung kehidupan Jemaat Yerusalem dengan mengumpulkan sumbangan dalam bentuk uang (2Kor 9:1-5). Peristiwa pergandaan 5 roti dan 2 ikan (Yoh 6:1-15) mengajak kita untuk tidak hanya memikirkan diri sendiri namun mau berbagi dengan sesama.

Bagaimanakah pengalaman kita “berbagi” dan peduli terhadap kehidupan Gereja? Dalam gambaran umum umat di Keuskupan Agung Palembang ini, paroki kita St. Yoseph, dikenal sebagai paroki yang ”surplus.” Kalau paroki lain masih pas-pasan atau bahkan harus disubsidi dari keuskupan, paroki kita sudah sejak lama bisa mandiri secara finansial. Hal itu ditunjang salah satunya adalah tingkat ekonomi umat paroki kita yang cukup baik, walaupun tak dipungkiri masih banyak juga umat kita yang masih berkekurangan.

Namun faktor yang amat penting bisa terwujudnya kemandirian finansial paroki kita adalah telah tumbuhnya semangat berbagi dan kesadaran bahwa Gereja adalah kita semua. Maka suka-duka Gereja Paroki kita disadari adalah suka-duka kita bersama. Kita melihat bagaimana semangat berbagi dan kesadaran umat akan Gerejanya itu begitu tampak, saat kita bersama mewujudkan kerinduan untuk segera memiliki gedung gereja yang baru. Seluruh potensi paroki (umat, kelompok kategorial, tua muda) bergerak semua untuk mengumpulkan dana dengan aneka bentuk dan cara.

Kita patut bangga atas jerih payah dan kesadaran kita semua. Namun kita juga mesti ingat bahwa Gereja bukan hanya paroki kita saja. Gereja KAPal juga mencakup berbagai paroki yang tersebar di 3 provinsi. Masih banyak paroki lain yang “besar pasak daripada tiang” lebih besar pengeluaran untuk karya pastoralnya daripada dana yang bisa dikumpulkan oleh umat. Atau juga, kita ingat pula bagaimana beratnya keuskupan untuk mensubsidi beberapa paroki, membayar gaji dan Dana Hari Tua karyawananya, juga untuk membiayai para calon imamnya di seminari. Maka bila kita semua umat mempunyai semangat berbagi dan sadar akan kehidupan Gerejanya, suka-duka Gereja itu bisa kita atasi dan tanggung bersama. ****

Sumber: GEMPAR St Yoseph Palembang

Bolehkah Kita Merayakan Natal pada Masa Adven?

Hari ini kita memasuki Minggu Adven yang kedua. Setelah Minggu Adven kedua ini, banyak Gereja Kristen Protestan akan merayakan Natal sebelum tanggal 25 Desember. Bagaimana sikap kita, orang Katolik, terhadap undangan dan ajakan untuk merayakan Pesta Natal pada masa Adven? Kita hendaknya mempunyai sikap tegas terhadap pesta Natal sebelum tanggal 25 Desember dengan mengatakan “tidak”. Kita hendaknya menghindari sikap kompromi dengan alasan demi persahabatan atau tidak ada kesempatan lagi merayakannya setelah tanggal 25 Desember karena banyak orang akan mengadakan liburan.

Gereja Katolik melarang pesta Natal pada Masa Adven karena Masa Adven merupakan masa pertobatan, sebagai persiapan menyambut kedatangan Tuhan. Bertobat berarti kita meratakan hati kita yang lekuk-lekuk oleh rupa-rupa dosa, seperti kebencian, irihati, dan dendam dengan cara menerima Sakramen Pengampunan Dosa di lingkungan-lingkungan atau di gereja. Dalam Sakramen Tobat itu, kita tidak hanya menyesali dosa-dosa kita, tetapi kita juga membuka diri terhadap pimpinan Roh Kudus sehingga kita mau diubah untuk menjadi manusia baru. Terus menerus berusaha menjadi manusia baru merupakan persiapan yang pantas untuk menyambut kedatangan Sang Raja ke dalam jiwa dan hati kita. Karena itu, perayaan Natal yang sangat meriah dan hebat, tetapi tanpa pertobatan adalah tidak berarti dan kosong. Dengan kata lain, kehilangan adven berarti kehilangan Natal, karena kita kehilangan sukacita Natal yang sesungguhnya, yaitu Lahir Baru di dalam Tuhan.

Supaya Natal sungguh bermakna, marilah kita menggunakan Masa Adven ini sebagai sebuah kesempatan yang indah untuk meluruskan hidup kita sebagai jalan untuk menyambut kedatangan Raja dari segala Raja. Yohanes Pembaptis mengulangi seruan Nabi Yesaya untuk menyongsong kedatangan Yesus Kristus, Sang Mesias : “... ada suara orang yang berseru-seru di padang gurun: Persiapkanlah jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya” (Markus 1:3). Tuhan memberkati!


(Romo Felix Supranto, SS.CC).

Sumber:

http://www.reginacaeli.org/index.php?option=com_content&view=article&id=748:suara-gembala&catid=159:edisi38&Itemid=165

Pertemuan II: SIAP DIUTUS Menjadi Imam, Nabi dan Raja bagi Gereja KAPal --- Keuskupan Agung Palembang

Setiap umat beriman, berkat Sakramen Baptis yang diterimanya, mempunyai tugas dan tanggung-jawab untuk ambil bagian dalam “Tri Tugas Imamat Kristus” (Trimunera Christi). Tri Tugas itu adalah menjadi nabi yang mewartakan Kabar Baik, imam menguduskan diri sendiri dan umat Allah, serta menjadi raja yang siap memimpin. Secara khusus, karena fungsi jabatan yang diembannya, dan berkat rahmat tahbisan, tri tugas itu secara tampak mata ada pada pundak para hierarki atau klerus. Namun dalam cara dan bentuk yang berbeda tri tugas itu juga ada pada setiap kaum awam.

Perbandingan antara jumlah imam dan umat di KAPal dari segi hitungan matematis masih tampak seimbang. Satu imam melayani sekitar 1.000-2.000 orang umat. Namun jika kita lihat dari segi medan kerja atau situasi masing-masing paroki hal itu tampak lain. Umat tidak terkonsentrasi dalam satu wilayah saja, namun terpencar-pencar (diaspora) dalam jarak yang saling berjauhan. Apalagi para imam yang bertugas di paroki perkotaan bukan hanya melayani karya pastoral di parokinya, namun masih mengemban aneka tugas lain (dosen, ketua komisi, organisasi, dll.).

Wilayah keuskupan kita meliputi 3 provinsi, yakni: Sumatera Selatan, Jambi, dan Bengkulu. Namun ada juga beberapa paroki yang sebagian wilayahnya termasuk Prov. Lampung dan Sumatera Barat. Wilayah satu paroki kadang lintas kecamatan atau bahkan lintas kabupaten. Umat Katolik di keuskupan kita “hanya” berjumlah 79.297 orang (data 2010) dari 12.258.177 orang total jumlah penduduk Sumsel, Jambi dan Bengkulu (data BPS 2010). Sungguh kita adalah “kawanan kecil” di tengah masyarakat Sumbagsel.

Saat ini umat KAPal dilayani oleh tenaga imam sebanyak 84 orang ( Diosesan = 29 ; SCJ = 50; MEP = 1; MSC = 4). Selain itu juga terdapat 11 katekis keuskupan (sduah lama tak ada penambahan lagi). Dalam situasi demikian tentulah jika karya pastoral hanya dibebankan di pundak para imam, maka tidak akan maksimal. Wajar bila tenaga dan waktu para imam “habis” untuk pelayanan seputar sakramen dan altar saja. Imam tak sempat lagi mengurusi “saksemen” dan “pasar” terjun ke umat dan masyarakat).

Gereja perdana (jaman para rasul) memberi pelajaran berharga bagi kita. Saat umat yang percaya makin bertambah, para rasul menyadari bahwa mereka tidak akan mampu melayani mereka semua. Mereka saat itu selain bertang=gungjawab untuk terus mewartakan warta kebang-kitan Kristus, namun juga memperhatikan kehidupan jemaat. Menyadari hal itu, maka mereka mengambil keputusan agar dipilih beberapa orang diantara jemaat untuk membantu karya para rasul dalam bidang pelayanan. Sedangkan para rasul akan fokus pada karya pewartaan. Hal ini ditanggapi positif oleh jemaat sehingga mereka memilih 7 orang untuk diangkat menjadi diakon. (bdk. Kis 6:1-7)

Setelah melihat situasi Gereja KAPal dan kemudian menimba inspirasi dari jemaat perdana apa yang bisa kita teladani? Sanggupkah masing-masing kita memberikan waktu dan tenaga serta karisma yang kita miliki untuk turut serta dalam Tri Tugas Kristus? Dalam bentuk dan cara yang bagai-mana hal itu bisa kita wujudkan?

Sumber: Gema Paroki St Yoseph Palembang

Panduan Adven 2011: Pertemuan IV: Ekaristi Dasar Perutusan Dalam Membangun Persaudaraan Dengan Sesama - Keuskupan Agung Jakarta

Pertemuan IV: Ekaristi Dasar Perutusan Dalam Membangun Persaudaraan Dengan Sesama
Tujuan: Tubuh dan Darah yang kita terima dalam Ekaristi mempersatukan umat beriman yang beraneka-ragam; Kasih Kristus yang dicurahkan dalam Ekaristi menjadi dasar perutusan umat beriman yang satu itu untuk membangun persaudaraan dengan semua.


LATAR BELAKANG :

  • Korintus adalah sebuah kota pelabuhan dengan berbagai persoalan sosial, politik, ekonomi dan budaya.
  • Sebagai kota pelabuhan, di sana tinggallah orang-orang dari berbagai lapisan masyarakat yang berbeda etnik, status sosial, aliran dan budaya.
  • Akibatnya para pengikut Yesus pun beranekaragam/majemuk. Ada orang Yahudi, Yunani, ada budak dan ada juga orang merdeka yang menjadi bagian dari masyarakat Krointus sekaligus anggota jemaat (ayat 13).
  • Pengaruh kehidupan sosial kemasyarakatan sangat besar dalam hidup berjemaat sebagai pengikut Yesus
  • Maka dengan mengajarkan "Satu tubuh banyak anggota; satu Roh banyak karunia", Paulus ingin mengajarkan bahwa Roh sebagai kekuatan yang mempersatukan semua menjadi kesatuan tubuh, meskipun peran, tingkat kehidupan, dan karunia berbeda-beda.
  • Sebelumnya, Paulus menegur kebiasaan perjamuan yang memecah-belah jemaat, sebab dalam perjamuan itu mereka yang tidak mempunyai apa-apa tersisihkan; akibatnya: ada yang lapar, ada yang 'mabuk' (1Kor 11: 17-22). Ini tidak tepat dengan semangat Ekaristi yang dikehendaki Yesus, yang seharusnya justru membangun persaudaraan dengan sesama melalui "berbagi"


Bacaan dari Surat Pertama Rasul Paulus kepada umat di Korintus (1Kor 12:12-31)

Saudara-saudara, karena sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan segala anggota itu, sekalipun banyak, merupakan satu tubuh, demikian pula Kristus. Sebab dalam satu Roh kita semua, baik orang Yahudi, maupun orang Yunani, baik budak, maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh dan kita semua diberi minum dari satu Roh. Karena tubuh juga tidak terdiri dari satu anggota, tetapi atas banyak anggota. Andaikata kaki berkata: "Karena aku bukan tangan, aku tidak termasuk tubuh", jadi benarkah ia tidak termasuk tubuh? Dan andaikata telinga berkata: "Karena aku bukan mata, aku tidak termasuk tubuh", jadi benarkah ia tidak termasuk tubuh? Andaikata tubuh seluruhnya adalah mata, di manakah pendengaran? Andaikata seluruhnya adalah telinga, di manakah penciuman? Tetapi Allah telah memberikan kepada anggota, masing-masing secara khusus, suatu tempat pada tubuh, seperti yang dikehendaki-Nya. Andaikata semuanya adalah satu anggota, di manakah tubuh? Memang ada banyak anggota, tetapi hanya satu tubuh. Jadi mata tidak dapat berkata kepada tangan: "Aku tidak membutuhkan engkau." Dan kepala tidak dapat berkata kepada kaki: "Aku tidak membutuhkan engkau." Malahan justru anggota-anggota tubuh yang nampaknya paling lemah, yang paling dibutuhkan. Dan kepada anggota-anggota tubuh yang menurut pemandangan kita kurang terhormat, kita berikan penghormatan khusus. Dan terhadap anggota-anggota kita yang tidak elok, kita berikan perhatian khusus. Hal itu tidak dibutuhkan oleh anggota-anggota kita yang elok. Allah telah menyusun tubuh kita begitu rupa, sehingga kepada anggota-anggota yang tidak mulia diberikan penghormatan khusus, supaya jangan terjadi perpecahan dalam tubuh, tetapi supaya anggota-anggota yang berbeda itu saling memperhatikan. Karena itu jika satu anggota menderita, semua anggota turut menderita; jika satu anggota dihormati, semua anggota turut bersukacita. Kamu semua adalah tubuh Kristus dan kamu masing-masing adalah anggotanya. Dan Allah telah menetapkan beberapa orang dalam Jemaat: pertama sebagai rasul, kedua sebagai nabi, ketiga sebagai pengajar. Selanjutnya mereka yang mendapat karunia untuk mengadakan mujizat, untuk menyembuhkan, untuk melayani, untuk memimpin, dan untuk berkata-kata dalam bahasa roh. Adakah mereka semua rasul, atau nabi, atau pengajar? Adakah mereka semua mendapat karunia untuk mengadakan mujizat, atau untuk menyembuhkan, atau untuk berkata-kata dalam bahasa roh, atau untuk menafsirkan bahasa roh? Jadi berusahalah untuk memperoleh karunia-karunia yang paling utama. Dan aku menunjukkan kepadamu jalan yang lebih utama lagi.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.

BAGIAN-BAGIAN TUBUH :


1. Tubuh hanya satu TETAPI bagiannya lebih dari satu.(ay.12)
2. Kaki (ay.15), Tangan (ay.15)Telinga (ay.16) Mata (ay.16)
3. Bagaimana dengan anggota tubuh yang lainnya ?
4. Semua mempunyai fungsi masing-masing.
5. Tidak ada bagian yang terpenting, yang ada adalah bagian penting.


ISI SEMANGAT PERSATUAN DARI PAULUS :

1. Sangat peduli dan sedih dengan situasi di Korintus yang terjadi perpecahan.
2. Satu Roh karena Pembaptisan (ay.13):
1. Bangsa : orang Yahudi, non Yahudi, Yunani, non Yunani,
2. Status : Budak, orang merdeka
3. Tubuh terdiri atas banyak anggota (ay.14), dan mempunyai fungsi dan tugas masing-masing yang berkaitan serta penting ~ kerjasama.

4. Bukan satu anggota satu tubuh TETAPI Satu tubuh dengan banyak anggota (ay.19-20)
5. Anggota tubuh paling lemah justru yang paling dibutuhkan (ay.22)
6. Antar anggota yang berbeda saling menghormati secara khusus (ay.24), memberi perhatian (ay.25)dan satu kesatuan ketika menderita atau bersuka cita (ay.26)
7. Penegasan Paulus : Kamu semua adalah tubuh Kristus karena semua adalah pengikut Kristus meski berbeda golongan, bangsa maupun kedudukan. (ay.27)
8. Allah menetapkan bagi jemaaatnya (ay.28) :
1. Para Rasul
2. Nabi
3. Pengajar
4. Mereka yang mendapat karunia mengadakan mukjizat, penyembuhan, melayani, memimpin, dan berbahasa roh.




PERTANYAAN PENDALAMAN :

1. Untuk membangun persaudaraan dan kebersamaan internal jemaat Korintus, Paulus meneguhkan dengan ajaran tentan "Analogi Tubuh". Apa yang mau ditekankan Paulus dengan ajaran itu? (lihat ayat 1 dan 2)
2. Menurut Paulus, bagaimana hubungan antar anggota-anggota tubuh itu? Lalu apa maknanya bagi kehidupan jemaat? (lihat ayat 14-20)
3. Dalam "Analogi Tubuh" ini, apa yang diungkapkan Paulus tentang anggota tubuh yang lemah, kurang terhormat, dan tidak elok? Lalu, apa artinya bagi kehidupan jemaat?
4. Dari ajaran Paulus tentang "satu tubuh, banyak anggota" ini, kita melihat pentingnya kesatuan anggota tubuh Kristus (Gereja) yang berbeda latar belakang dan fungsi, serta pentingnya kebersamaan dan persaudaraan antar anggota tubuh yang beragam itu. Dalam kaitan itu, bagaimana Ekaristi dapat menjadi dasar kesatuan umat dan sekaligus perutusan untuk membangun persaudaraan dengan sesama?
5. Mungkin dari antara Anda ada yang ingin berbagi pengalaman pribadi tentang Ekaristi yang menjadi dasar perutusan untuk membangun persaudaraan dengan sesama?
(kesempatan sharing umat)

7. Marilah sekarang kita hening sejenak, mencoba meresapi pesan bacaan ini dan menanamkan tekad dalam diri kita untuk melakukan satu atau beberapa hal sederhana dalam hidup keluarga kita!

(Hening- umat merenung sendiri untuk menanamkan niat. Kalau masih ada waktu bisa saja beberapa orang menceritakan "niat" itu)

(Setelah itu, umat diajak melanjutkan ibadat dengan mendaraskan Doa Umat)



KESIMPULAN :


1. Membangun persaudaraan dengan sesama harus didahului dari diri sendiri dan keluarga.
2. Ekaristi akan menjadi dasar kuat dalam “bersekutu” ketika kita menghayati benar peran Ekaristi yang sesering mungkin kita ikuti BUKAN karena rutinitas atau perintah Gereja namun karena KEBUTUHAN.
3. Persaudaraan dalam EKARISTI mampu menyemangati hidup kita sehari-hari karena berkat persatuan diri kita dengan Yesus Kristus dan di dalam persatuan jemaat Nya melalui Komuni.

terima kasih telah mengunjungi renunganpagi.id, jika Anda merasa diberkati dengan renungan ini, Anda dapat membantu kami dengan memberikan persembahan kasih. Donasi Anda dapat dikirimkan melalui QRIS klik link. Kami membutuhkan dukungan Anda untuk terus menghubungkan orang-orang dengan Kristus dan Gereja. Tuhan memberkati

renunganpagi.id 2024 -

Privacy Policy