Tampilkan postingan dengan label Surat Gembala Prapaskah 2014. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Surat Gembala Prapaskah 2014. Tampilkan semua postingan

Surat Gembala Prapaskah 2014 untuk Keuskupan Agung Makassar

"BELAJAR SEPANJANG HIDUP"


Kepada para Pastor, Biarawan-Biarawati dan segenap Umat beriman Katolik Keuskupan Agung Makassar: Salam sejahtera dalam Kristus Yesus,

Firman yang “telah menjadi manusia” (Yoh. 1:14) dan yang “telah belajar menjadi taat” (Ibr. 5:8).

Hari Rabu Abu, sebagai awal Masa Prapaskah, tahun ini jatuh pada tanggal 5 Maret 2014 yang akan datang. Lingkaran 5-tahunan APP Nasional (2012-2016), dengan tema pokok ”Mewujudkan Hidup Sejahtera”, tahun ini telah memasuki tahun ke-3. Sub-tema tahun lalu ialah “Menghargai Kerja”. Panggilan sebagai mitra kerja Allah (manusia adalah citra Allah) dengan demikian menempatkan daya kreativitas dan inovasi tepat-arah sebagai prasyarat untuk proses dan hasil kerja yang semakin berdampak, berdaya guna dan sekaligus memberdayakan bagi orang lain. Oleh karena itu, manusia tertuntut untuk terus-menerus belajar sepanjang hidup. Sedemikian itu, maka fokus pastoral Gerakan APP tahun 2014 ini adalah “BELAJAR SEPANJANG HIDUP”.
  
Sebagaimana terjadi setiap tahun, Komisi PSE-KWI menyediakan bahan pembelajaran menyangkut tema yang bersangkutan; demikian juga Komisi PSE/APP-KAMS menyiapkan kerangka bahan animasi untuk tema yang sama. Surat Gembala Prapaskah Uskup tidak dimaksudkan sebagai pengganti kedua bahan tersebut. Surat Gembala justru dimaksudkan menunjang keduanya, misalnya dengan lebih mengembangkan salah satu aspek berkaitan dengan tema tersebut atau mengangkat aspek-aspek lain yang belum disinggung dalam kedua bahan itu.

Kitab Suci mengajarkan bahwa manusia diciptakan “menurut gambar Allah”. Dengan demikian manusia mampu mengenal dan mengasihi Penciptanya; ia ditetapkan Allah sebagai tuan atas segala makhluk di dunia ini (Kej. 1:26; Keb. 2:23); “kepadanya dikenakan kekuatan yang serupa dengan kekuatan Tuhan sendiri” untuk menguasai dan menggunakan segala makhluk itu sambil meluhurkan Allah (Sir. 17:3-10; lih. juga Mzm. 8:5-7). Jadi sebagai “gambar Allah” manusia itu co-creator, mitra kerja Allah; karenanya, dari kodratnya, manusia mempunyai sifat kreatif. Tetapi Allah tidak menciptakan manusia seorang diri: sebab sejak awalmula “Ia menciptakan mereka pria dan wanita” (Kej. 1:27). Rukun hidup mereka merupakan bentuk pertama persekutuan antar pribadi. Sebab dari kodratnya yang terdalam manusia bersifat sosial; dan tanpa berhubungan dengan sesama, ia tidak dapat hidup atau mengembangkan bakat-pembawaannya (GS,12). Maka, seperti kita baca pula dalam Kitab Suci, Allah melihat “segala sesuatu yang telah dibuat-Nya, dan itu semua amat baiklah adanya” (Kej. 1:31).

Akan tetapi manusia, yang diciptakan oleh Allah dalam kebenaran, sejak awalmula sejarah, atas bujukan si Jahat, telah menyalahgunakan kebebasannya. Ia memberontak melawan Allah, dan ingin mencapai tujuannya di luar Allah. Meskipun orang-orang mengenal Allah, mereka tidak memuliakan-Nya sebagai Allah; melainkan hati mereka diliputi kegelapan, dan mereka memilih mengabdi makhluk daripada Sang Pencipta (Rom. 1:21-25). Apa yang kita ketahui berkat Pewahyuan itu memang cocok dengan pengalaman sendiri. Sebab bila memeriksa batinnya sendiri manusia memang menemukan juga, bahwa ia cenderung untuk berbuat jahat, dan tenggelam dalam banyak hal-hal buruk, yang tidak mungkin berasal dari Penciptanya yang baik. Sering ia menolak mengakui Allah sebagai dasar hidupnya. Dengan demikian ia merusak keterarahannya yang sejati kepada tujuannya terakhir, begitu pula seluruh hubungannya yang sesungguhnya dengan dirinya sendiri, dengan sesama manusia, dan dengan segenap ciptaan. Oleh karena itu dalam batinnya manusia mengalami perpecahan. Itulah sebabnya, mengapa seluruh hidup manusia, ditinjau sebagai perorangan maupun secara kolektif, nampak sebagai perjuangan, itu pun perjuangan yang dramatis, antara kebaikan dan kejahatan, antara terang dan kegelapan. Bahkan manusia mendapatkan dirinya tidak mampu untuk atas kekuatannya sendiri memerangi serangan-serangan kejahatan secara efektif, sehingga setiap orang merasa diri ibarat terbelenggu dengan rantai. Dosa memang merongrong manusia sendiri dengan menghalang-halanginya untuk mencapai kepenuhannya. (GS,13).

Akan tetapi datanglah Tuhan sendiri untuk membebaskan dan meneguhkan manusia, dengan membaharuinya dari dalam, dan dengan melemparkan ke luar penguasa dunia ini (Yoh. 12:31), yang menahan manusia dalam perbudakan dosa (Yoh. 8:34). Dialah Yesus Kristus, “gambar Allah yang tidak kelihatan” (Kol. 1:15; 2 Kor. 4:4). “Dia pulalah manusia sempurna, yang mengembalikan kepada anak-anak Adam citra ilahi, yang telah ternodai sejak dosa pertama. Karena dalam Dia kodrat manusia disambut, bukannya dienyahkan (Konsili Konstantinopel II dan III), maka dalam diri kita pun kodrat itu diangkat mencapai martabat yang amat luhur. Sebab Dia, Putera Allah, dalam penjelmaannya dengan cara tertentu telah menyatukan diri dengan setiap orang. Ia telah bekerja memakai tangan manusiawi, Ia berpikir memakai akalbudi manusiawi, Ia bertindak atas kehendak manusiawi (Konsili Konstantinopel III), Ia mengasihi dengan hati manusiawi. Ia telah lahir dari Perawan Maria, sungguh menjadi salah seorang di antara kita, dalam segalanya sama seperti kita, kecuali dalam hal dosa (Ibr. 4:15)” (GS,22).

Setelah Ia lahir, Ia bertumbuh, “bertambah besar dan menjadi kuat” (Luk. 2:40). Keluarga-Nya menjadi bagi-Nya sekolah pertama dalam pendidikan nilai-nilai kemanusiaan dan religius. Orang tua-Nya sejak dini menanamkan tradisi keagamaan Yahudi pada-Nya, termasuk kebiasaan berziarah ke Yerusalem tiap-tiap tahun pada hari raya Paskah (Luk. 2:41). Terjadilah pada usia 12 tahun Yesus tertinggal di Bait Allah di Yerusalem, dan baru sesudah tiga hari orang tua-Nya menemukan Dia kembali. Yesus mengatakan kepada orang tua-Nya: “Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?” (Luk. 2:49). Tetapi Kitab Suci mencatat, bahwa orang tua-Nya tidak mengerti apa yang dikatakan-Nya kepada mereka. Yang jelas Maria dan Yusuf memperlakukan Yesus sebagaimana umumnya orang tua memperlakukan anak mereka. Dan memang selanjutnya ditegaskan: “Lalu Ia pulang bersama-sama mereka ke Nazaret; dan Ia tetap hidup dalam asuhan mereka” (Luk. 2:51). Dan Yesus tentu belajar bertukang pada Yusuf, ayah piara-Nya, demi menghidupi keluarga mereka. Maka setelah ditempa dalam keluarga dan di tengah lingkungan masyarakat-Nya selama kurang-lebih 30 tahun, Yesus akhirnya dapat tampil dan berkarya di depan umum sebagai seorang yang utuh dan matang. Ciri serba biasa hidup tersembunyi Yesus, sebagaimana halnya setiap anak manusia lainnya, dengan sangat kuat terasa dalam kata-kata penolakan orang-orang sekampung-Nya di Nazaret, ketika Ia sudah mulai tampil di depan umum: “Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudaranya yang perempuan ada bersama kita?” (Mrk. 6:3). Sejak Ia mulai berkarya di depan umum mewartakan Kerajaan Allah, Yesus juga terus belajar sampai akhir hidup-Nya. Kitab Suci menegaskan: “Sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya” (Ibr. 5:8).

Kita baca dalam Injil, di tengah kesibukan-Nya yang luar biasa dalam mewartakan Kerajaan Allah, pada malam hari atau pagi-pagi buta, Yesus mengundurkan diri ke tempat sunyi di puncak bukit atau di bawah rerindang pohon-pohon Zaitun. Untuk apa? Untuk berdoa, berkomunikasi dengan Allah, Bapa-Nya, mencari dan merenungkan kehendak-Nya. Ia sendiri menegaskan: “Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya” (Yoh. 4:34). Di taman Getsemani, menjelang Dia ditangkap, Ia mengungkapkan kepasrahan total kepada kehendak Bapa dalam bentuk doa: “Bapa, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini daripada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi” (Luk. 22:42).

Tolok ukur satu-satunya dalam hidup dan karya Yesus ialah KEHENDAK Allah. Dan inilah yang membawa Dia berani bertindak kreatif dan inovatif. Ia membawa pembaharuan atas peraturan Hukum Taurat yang melarang orang bekerja pada hari Sabat. Ia menyembuhkan orang pada hari Sabat. Ia menegaskan: “Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Aku pun bekerja juga” (Yoh. 5:17). Ia menerobos tradisi “sok saleh” kaum beragama pada zaman-Nya. Ia bergaul dan makan bersama dengan orang-orang yang dicap pendosa. Ia berkata: “Anak Manusia datang (diutus) untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang” (Luk. 19:10). Ia merombak pelbagai adat istiadat Yahudi yang bertentangan dengan perintah Allah. Ia menegaskan kepada orang Farisi dan ahli Taurat: “Sungguh pandai kamu mengesampingkan perintah Allah, supaya kamu dapat memelihara adat istiadatmu sendiri” (Mrk. 7:9). Bahkan Dia memperbaharui dan menyempurnakan Hukum Taurat: “Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu” (Mat. 5:43-44).

Tetapi Yesus tidak hanya mengajarkan sesuatu. Ia sendiri melaksanakan apa yang diajarkan-Nya. Ketika Ia digantung oleh orang-orang sebangsa-Nya di atas salib, Ia berkata: “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (Luk. 23:34). Kematian Yesus di salib, di samping merupakan ungkapan ketaatan total kepada kehendak Bapa, sekaligus juga merupakan ungkapan kasih tanpa batas kepada manusia. Ia sendiri telah mengatakan: “Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” (Yoh. 15:13). Di tempat lain Ia menegaskan: “Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah” (Yoh. 12:24).

Senyatanya, penyerahan diri secara total kepada Bapa dan kasih tanpa batas kepada manusia menuntut pengorbanan dan pengingkaran diri. Itulah makna salib dalam hidup dan karya Yesus. Ia sungguh telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya. Oleh sebab itu, “Yesus dapat disebut Guru dalam arti yang sepenuh-penuhnya justru karena Dia tidak berpegang teguh pada hak-hak istimewa-Nya; akan tetapi menjadi salah satu dari antara manusia yang harus belajar. Hidup-Nya menjelaskan kepada kita bahwa kita tidak memerlukan senjata, bahwa kita tidak perlu menyembunyikan diri kita, atau saling menantang untuk bersaing. Hanya orang yang tidak takut untuk memperlihatkan kelemahannya dan membiarkan dirinya disentuh oleh tangan halus Sang Guru dapat menjadi murid yang sejati” (Henri J.M. Nouwen).

Menjelang akhir hidup dan karya-Nya di depan umum, pada Perjamuan Malam Terakhir, Yesus menegaskan kepada para rasul-Nya: “Aku telah memberi teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepada kamu” (Yoh. 13:15). Tentu teladan yang dimaksudkan-Nya tidak hanya terbatas pada apa yang Dia perbuat pada malam itu: membasuh kaki murid-murid-Nya. Teladan yang dimaksudkan-Nya menyangkut seluruh hidup dan karya-Nya, yang masih akan memuncak pada Jumat Agung di atas salib. Sesungguhnya pada pemberitahuan pertama tentang penderitaan-Nya, Ia berkata: “Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga”. Dan segera saja Dia menyambung: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal diri, memikul salibnya dan mengikuti Aku” (Luk. 9:22-23).

Kembalilah kita sekarang ke tema: “Belajar Sepanjang Hidup”. Citra Allah, yang dirusak oleh dosa, ditebus dan dipulihkan dalam Yesus Kristus. Yesus Kristuslah Adam Baru, Manusia Baru, Citra Allah yang sempurna. Pada Dialah kita harus berguru sepanjang hidup. Dialah dasar dan sekaligus model (contoh) bagi kita dalam menjalani kehidupan dan berkarya di dunia ini. Kita harus meneladani hidup dan karya-Nya tidak hanya selama hidup di depan umum, melainkan seluruh hidup-Nya, mulai dari penjelmaan-Nya (Natal) sampai pemuliaan-Nya (misteri Paskah: sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya). Khusus untuk hidup keduniaan, kita perlu mencontoh hidup-Nya yang tersembunyi dalam keluarga dan di tengah lingkungan masyarakat-Nya. Konsili Vatikan II menegaskan: Hendaklah umat Kristiani bergembira, bahwa mereka mengikuti teladan Kristus yang hidup bertukang, dan dapat menjalankan segala kegiatan duniawi, sambil memperpadukan semua usaha manusiawi, kerumah-tanggaan, kejuruan, usaha di bidang ilmu pengetahuan maupun teknik dalam suatu sintesa yang hidup-hidup dengan nilai-nilai keagamaan, yang menjadi norma tertinggi untuk mengarahkan segala sesuatu kepada kemuliaan Allah” (GS,43).

Dalam pernyataan itu Konsili dengan jelas mendorong orang Kristiani meneladan Yesus Kristus yang bekerja demi kesejahteraan hidup duniawi. Untuk itu tidak ada kegiatan duniawi yang baik yang dikecualikan. Orang Kristiani diajak terlibat dalam semua usaha manusiawi demi membangun hidup duniawi yang lebih sejahtera: kerumah-tanggaan, kejuruan, usaha di bidang ilmu pengetahuan maupun teknik. Tetapi semua itu harus diukur dengan norma tertinggi, berupa nilai-nilai keagamaan. Karena itu setiap usaha yang berlawanan dengan nilai-nilai keagamaan jelas terlarang, seperti memproduksi dan memperjual-belikan narkoba, korupsi, perdagangan manusia dan pelacuran, perjudian, hiburan yang tidak sehat. Adapun arah segala usaha membangun hidup duniawi yang lebih baik dan sejahtera itu, ialah “demi kemuliaan Allah, untuk mempermalukan setan dan demi kebahagiaan manusia” (AG,9; LG,17). Demikianlah, usaha Kristiani membangun hidup duniawi yang lebih baik dan sejahtera berlawanan dengan usaha membangun Menara Babel atau “surga dunia” ala Komunisme Ateistis. Orang Kristiani harus selalu awas terhadap godaan nyata ini.

Mari kita terus belajar seumur hidup pada Sang Guru sejati kita, Yesus Kristus, Manusia Baru, Citra Allah yang sempurna. Selamat menjalani Masa Praspaskah!


Makassar, Medio Februari 2014



+ John Liku-Ada’

Uskup Agung Makassar

Surat Gembala Prapaskah 2014 untuk Keuskupan Purwokerto

Tuhan Hadir dan Lewat Menyelamatkan Umat

SAUDARA-saudari umat beriman Keuskupan Purwokerto yang terkasih, Berkat Tuhan!

Masa Prapaska 2014 sudah tiba. Paska berarti “hadir dan lewat”.

Siapa yang hadir dan lewat? Tuhan Allah yang hadir dan lewat menyelamatkan.

Prapaska berarti “hari menjelang kehadiran dan lewat-Nya Allah”. Peristiwa kehadiran dan lewat-Nya Tuhan Allah ini, dalam iman Perjanjian Lama, berhubungan dengan peristiwa kepercayaan umat Hibrani kepada Yahwe, yang hadir dan lewat menyelamatkan para putera sulung umat Hibrani di Mesir, pada hari menjelang Yahwe membebaskan umat Hibrani dari penderitaan hidup tertindas di bawah kekuasaan Firaun, raja Mesir.

Dalam Perjanjian Baru, Paskah berarti kehadiran dan lewatnya Allah membangkitkan Yesus Kristus dari mati yang menjadi sumber keselamatan umat manusia. Prapaska itu hari-hari menjelang hari Raya Kebangkitan Yesus dari mati.

Surat Gembala dari Uskup dalam masa Prapaska, berisi ajakan Uskup kepada Umat Katolik di keuskupannya, agar umat menggunakan waktu Prapaska untuk berolah kebatinan, merenungkan misteri atau keajaiban Yesus yang telah menderita sengsara, wafat dan bangkit dari mati demi keselamatan umat manusia. Umat ber-bela-derita Yesus dengan laku doa disertai pantang dan puasa seraya mensyukuri, merasuki dan menghayati iman akan keajaiban ilahi ini dalam hidupnya sehari-hari.

Dengan demikian, peristiwa Paskah, yang begitu agung, mendalam dan luhur, tidak tersia-siakan demi keselamatan umat manusia.

Tahun 2014 ini, dalam masa Prapaska, kemudian Paska dan sesudah Paska, umat Katolik Keuskupan Purwokerto diharapkan mengolah arah haluan penggembalaan umat yang menyangkut masalah: Pemberdayaan Paguyuban. Selain itu, Bapa Suci Fransiskus menyampaikan pesan Prapaska 2014 tentang hikmah penghayatan kemiskinan dan Konferensi Wali Gereja Indonesia mengajak umat dalam Prapaska 2014 ini mendalami martabat luhur manusia yang mau belajar dari bekerja.

Tambahan lagi, dalam tahun 2014 ini masyarakat Indonesia sedang mengalami peristiwa yang minta perhatian khusus dari umat: pemilihan umum untuk menentukan para anggota DPR Pusat dan DPRD; kemudian pemilihan umum untuk menentukan siapa Presiden RI.

Sehubungan dengan berbagai masalah itu, sepantasnya tema besar olah kebatinan umat Katolik Keuskupan Purwokerto, “Pemberdayaan Paguyuban”, tersentuhkan juga pada masalah politik, masalah sosial, masalah keterbukaan hati. Dalam pelaksanaanya, umat berkinerja memberdayakan paguyuban-paguyuban yang sudah ada, baik berkadar teritorial, kategorial, dan profesional. Tentu saja kalau paguyuban yang kita miliki sudah mencakup semua bidang hidup kanuragan, kejiwaan, kerohanian, rasanya masalahnya sudah terincikan untuk bisa dimasuki, tinggal perlunya ada dorongan untuk menemukan pola baru.

Semoga Tuhan Allah yang hadir dan lewat menyelamatkan bangsa Indonesia, menciptakan Pemilu yang berjalan dengan damai dan aman, serta orang-orang yang nantinya terpilih menjadi pemimpin negara berjiwa jujur, terjauhkan dari tindak korupsi, bersemangat damai untuk melayani masyarakat mencapai kesejahteraan hidup.

Demikian juga semoga Tuhan, yang bekenan hadir dan lewat, menyelamatkan umat Katolik Keuskupan Purwokerto, melahirkan paguyuban-paguyuban yang rukun giat bersemangat sebagai umat Katolik yang beriman tangguh, berharapan teguh dan bercintakasih utuh.

Saudara-saudari umat beriman Keuskupan Purwokerto yang terkasih,

Marilah bersama Tuhan Yesus, yang telah bangkit dari mati, kita menyambut kehadiran Allah Bapa yang menyelamatkan umat manusia. Dan kita mohon doa restu kepada Bunda Maria, Ibu Gereja, supaya kita berani bangkit beralih dari penderitaan ke kegembiraan sebagai putera-puteri Tuhan yang maha pengasih dan maha penyayang.


Purwokerto, 2 Maret 2014



+Mgr. Julianus Sunarka, SJ

Uskup Keuskupan Purwokerto

http://www.sesawi.net/2014/03/01/surat-gembala-prapaska-2014-keuskupan-purwokerto/

Surat Gembala Prapaskah 2014 untuk Keuskupan Malang

“Belajar Bersama Yesus Menyingkirkan “roh” yang Lain”
( Mat 4 : 1-11 )

Saudara-saudari
Segenap Umat Beriman
Para Imam, Biarawan dan Biarawati
di seluruh Wilayah Keuskupan Malang terkasih,

Pengantar
Saudara-saudariku, seluruh umat Keuskupan Malang yang terkasih. Bersama dengan seluruh Gereja, kita akan memasuki masa Prapaskah yang dimulai pada Hari Rabu Abu. Pada hari-hari menjelang masa Prapaskah, Keuskupan Malang terhenyak oleh bencana gunung Kelud yang tanpa diduga-duga menghancurkan sebagian dari wilayah Keuskupan Malang. Tepatnya di Kabupaten Malang, wilayah paroki Gembala Baik Batu. Selain itu secara nasional kita melihat bahwa rentetan bencana alam lainnya seakan-akan datang bertubi-tubi. Semua bencana itu menyisakan kesengsaraan ratusan ribu, bahkan jutaan orang yang kehilangan sanak-saudara, rumah, harta-benda, dan mata pencaharian. Hati kita sesak melihat kenyataan saudari-saudara kita itu harus hidup di tenda-tenda pengungsian sambil menatap dengan khawatir masa depan hidup mereka. Belum lagi kalau kita berbicara mengenai bencana lingkungan yang pasti tak kalah membahayakan dan menyengsarakan mengingat bahwa milik mereka, pertanian, peternakan, dan usaha-usaha lain hancur luluh lantak.

Menjadi manusia pebelajar yang tidak mementingkan diri sendiri
Saudara-saudari, Sabda Tuhan berbicara mengenai kewajiban beragama. Ingatlah, “Jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian kamu tidak beroleh dari Bapamu yang di surga…” (Mat 6:1-6,16-18). Bagaimanakah Sabda Tuhan ini kita mengerti? Mengingat bahwa budaya masyarakat kita senantiasa diwarnai dengan budaya pamer dan mencari pujian? Bukankah pamer dan mencari pujian mewabah dalam masyarakat kita yang seakan merupakan kebutuhan dan tanda mengaktualkan diri di tengah situasi yang semakin konsumtif, hedonis, dan budaya instan? Dan inilah yang kerap terjadi, misalnya kita sering melihat banyak orang atau kelompok dengan tanda atribut malah menggunakan para pengungsi untuk mencari popularitas diri? Bahkan dibuat proyek. Lalu apa arti Sabda Tuhan hari ini dimana kita tidak perlu memamerkan perbuatan kasih dan kesalehan, sedekah dan puasa, di depan orang melainkan hanya Allah saja yang tahu.
Saudara dan saudari terkasih, segenap umat Keuskupan Malang. Pada bulan November tahun lalu para wakil umat, organisasi katolik, komisi dan perwakilan religius bersama para pastor paroki berkumpul dan bersama-sama memikirkan Gereja Keuskupan Malang. Dalam kebersamaan terungkaplah bahwa niat kita semua demi pelayanan adalah berjuang untuk mewujudkan gerakan sehati dan sejiwa mengembangkan Gereja Keuskupan Malang. Dalam mewujudkan gerakan tersebut banyak hal yang bisa kita sentuh, mulai dari persoalan narkoba sampai bagaimana peran umat dalam membangun budaya politik di Indonesia. Selain persoalan-persoalan tersebut, kita juga dihadapkan dengan persoalan soal sikap hidup dan suasana yang kerap kali jauh berbeda dari apa yang dikehendaki Injil yaitu menjadi yang rendah hati dan rela berbagi dengan sesama yang menderita. Inilah kiranya yang mesti menjadi gerak dan pembelajaran kita semua selama masa Prapaskah.

Memaknai masa Prapaskah dalam gerakan sehati sejiwa
Selama masa Prapaskah kita diajak untuk menjadi pebelajar terus menerus sebagai manusia. Dengan memaknai masa Puasa dalam gerakan sehati dan sejiwa tidak lain adalah kesadaran bahwa menghayati masa Prapaskah adalah kesadaran untuk terbuka pada gerakan persekutuan Tritunggal Mahakudus yang menghadirkan gerakan sehati dan sejiwa. Sebagaimana sapaan Injil bahwa hidup keagamaan kita harus lebih luhur maka menghayati hidup keagamaan kita harus terbuka pada gerak persekutuan Tritunggal Mahakudus. Pebelajar kita tidak lain adalah mengimani peristiwa misteri Tritunggal Mahakudus yang menjadi gerak iman Gereja yang tidak hanya dirayakan melainkan juga dihidupi, serta diungkapkan dan diwujudkan dalam kesaksian nyata sehati sejiwa. Masa Prapaskah adalah kesempatan untuk belajar. Mengapa?
Sebab setelah memberikan Putera-Nya Allah Bapa tetap konsisten. Karena Kasih-Nya, Allah terus berinisiatif menghimpun umat dengan gerakan sehati dan sejiwa lewat kehadiran Roh Kudus yang bekerja lewat berbagai cara, tempat, serta kapanpun.
Saudara dan saudari, segenap umat di Keuskupan Malang. Belajar dari Roh-Nya itu tidak pernah ada selesainya sebagaimana bahwa “belajar itu seumur hidup”. Terlebih lagi kalau kita menyadari bahwa hidup itu selalu di bawah ancaman roh yang lain yang memecah belah, mengobarkan permusuhan, melestarikan ketidakadilan, dan mengganti damai sejati. Roh yang menyusupi nafsu, iri hati, dan kuasa dalam diri. Kesadaran inilah yang menggerakkan kita untuk selalu berjuang bahwa hidup keagamaan kita harus membentuk diri menjadi Gereja yang pebelajar pada komunio Tritunggal Mahakudus. Sehingga menghadirkan Gereja yang mengikuti Yesus lebih dekat lagi selama masa Prapaskah tidak lain adalah belajar bersama Yesus menyingkirkan roh yang lain (yang bukan Roh Kudus).
Belajar bersama Yesus menyingkirkan roh yang bukan Roh Kudus tidak lain adalah mengembangkan gerakan sehati dan sejiwa seturut komunio Tritunggal Mahakudus. Masa Prapaskah mengajak kita untuk menyadari bahwa pengalaman keagamaan yang kita rayakan, dihidupi dan diwujudkan dengan nyata. Puasa dan pantang yang menjadi suasana Prapaskah menjadi hidup dan nyata kalau diwujudkan dalam silih untuk berbagi kepada mereka yang miskin dan terlantar. Dalam kesempatan masa Prapaskah ini saya juga ingin menghargai gerakan solidaritas umat dalam kesatuan dengan Keuskupan melalui Tim Solidaritas Kemanusiaan Keuskupan Malang ketika menangani bencana, khususnya bencana gunung Kelud. Saya melihat tanpa menonjolkan dan memegahkan diri seluruh komponen Keuskupan, baik Umat, Dewan Paroki, sekolah-sekolah, para Religius dan para Romo spontan bergerak dan terlibat bersama. Ini merupakan salah satu wujud kesehatian dan kesejiwaan hidup menggereja. Terlibat dengan persoalan kemanusiaan yang dilakukan oleh Keuskupan dan ikut membantu dengan nyata tanpa mengedepankan kepentingan diri merupakan wujud dari semangat Prapaskah sesuai dengan ajakan Injil.

Penutup
Saudara dan saudari,umat Keuskupan Malang yang terkasih. Mewujudkan masa Puasa yang bermakna sebagai cara menghidupi keagamaan kita agar sesuai dengan Injil adalah tidak hanya mengerti melainkan menghidupi dan mewujudkan dalam perbuatan nyata. Kepedulian, rela menolong, siap untuk direpoti, berani berkorban, dan rela berbagi merupakan tanda dan buah dari hidup agama yang benar. Saya percaya dengan buah-buah hidup keagamaan yang benar menjadikan puasa dan amal kita akan menjadi berkat yang berkenan pada Allah. Selamat memasuki masa Prapaskah dan Tuhan memberkati.

Selamat memasuki Masa Puasa Prapaskah dengan hati terbuka. Tuhan memberkati.

Malang, 1 Maret 2014
Uskup Keuskupan Malang

Msgr. Herman Joseph Pandoyoputro O. Carm

Mohon dibacakan di Gereja-gereja Paroki, Kapel semi publik di seluruh wilayah Keuskupan Malang pada Rabu Abu dan misa Minggu Prapaskah I tanggal 8-9 Maret 2014

Surat Gembala Prapaskah 2014 untuk Keuskupan Surabaya

Surat Gembala PRAPASKAH 2014
MEWUJUDKAN KELOMPOK KECIL UMAT YANG MISIONER
Bagi Umat Katolik Keuskupan Surabaya
    
(Hendaknya Surat Gembala ini dibacakan di semua gereja dan kapel dalam wilayah Keuskupan Surabaya pada tanggal 1 – 2 Maret 2014)

No. 54/G.111/II/2014

Saudara-saudari terkasih,
Sesaat lagi kita akan memasuki masa Prapaskah. Selama 40 hari, dimulai pada hari Rabu Abu yang jatuh pada tanggal 5 Maret 2014, kita diajak untuk membangun sikap tobat dan kasih. Masa ini menjadi persiapan rohani agar kita dapat dengan layak merayakan inti iman kita (sengsara, wafat, dan kebangkitan Tuhan) dalam rangkaian perayaan Paskah.

Dalam masa Prapaskah, Gereja mengajak kita merenungkan kebesaran kasih Allah kepada kita, umat-Nya. Kebesaran kasih itu jauh melampaui pelbagai macam dosa yang kerap membelenggu hidup kita. Bacaan pertama hari ini mengingatkan kita bahwa Allah tidak pernah meninggalkan dan melupakan umatNya dalam pergulatan melawan dosa. Kebesaran kasih Allah bahkan digambarkan melebihi kasih yang mengikat seorang ibu dengan anaknya. “Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungan-nya? Sekalipun dia melupakannya, Aku tidak akan melupakan engkau.” (Yes 49:15)

Kebesaran kasih itu menunjukkan bahwa kita amatlah berharga di hadapan Allah. Martabat kemanusiaan kita jauh melampaui segala burung di langit yang tidak pernah menabur dan menuai tetapi tetap bisa hidup dalam kecukupan; kita pun jauh lebih indah di mata Allah, daripada bunga bakung di ladang yang tetap tumbuh elok tanpa bekerja dan memintal (bdk. Mat 6: 26.28). Semua gambaran dalam Injil hari ini menunjukkan bahwa Allah senantiasa memperhatikan hidup kita.

Dalam masa Prapaskah, saat kita membangun sikap tobat dan kasih, sebenarnya kita diajak untuk membangun sikap percaya akan kasih dan penyelenggaraan Allah dalam hidup manusia. Sikap ini menjadi pijakan kokoh untuk menyingkirkan segala kekuatiran dan egoisme yang seringkali menjadi akar perkembangan pelbagai macam dosa. Keberanian mengikis akar dosa akan memampukan kita untuk lebih memilih Allah dan kebenaran-Nya yang membawa pada keselamatan, daripada Mamon yang menjerumuskan ke dalam dosa. Pertobatan akhirnya menjadi wujud pembaharuan diri kita untuk selalu kembali kepada Allah setelah kita jatuh dalam dosa.

Saudara-saudari terkasih, sebagaimana tradisi yang hidup dalam Gereja, pertobatan dan kasih haruslah terwujud dalam pilihan sikap dan tindakan. Secara khusus dalam masa Prapaskah hal ini kita nyatakan dengan melakukan Aksi Puasa dan Pembangunan (APP). Tema APP Keuskupan Surabaya 2014, selaras dengan prioritas program ArDas tahun ini, adalah: Mewujudkan Kelompok Kecil Umat yang Misioner

Tema APP ini menegaskan dua hal. Pertama, Gereja pada hakekatnya adalah persekutuan, kelompok umat beriman. Hakekat ini tampak dari sejarah keselamatan sebagaimana diwartakan dalam Kitab Suci. Allah menyatakan diri-Nya, memilih, dan memanggil Abraham bersama segenap keluarganya menuju negeri yang dijanjikan-Nya (bdk. Kej 12:1). Pilihan itu menjadi semakin jelas dalam ikatan perjanjian yang menjadikan bangsa Israel, keturunan Abraham, sebagai umat-Nya: “Aku akan mengangkat kamu menjadi umatKu, dan Aku akan menjadi Allahmu.” (bdk. Kel 6:6) Perjanjian itu bahkan diperbaharui dan disempurnakan dalam diri Yesus Kristus sehingga mencakup semua orang yang percaya kepada-Nya dari segala jaman. Inilah kumpulan umat Allah yang baru, disatukan bukan karena daging melainkan karena Roh Allah (bdk. Yoh 3:5-6).

Kedua, sebagai persekutuan umat beriman Gereja bersifat misioner : diutus untuk mewartakan keselamatan Allah. Hakekat perutusan ini lahir dari Allah sendiri yang “menghendaki agar semua orang diselamatkan” (bdk. 1Tim 2:4). Kehendak Allah ini berpuncak dalam perutusan Yesus, Putera-Nya sendiri, yang datang ke dunia untuk menghadirkan karya keselamatan dalam seluruh sabda dan karya-Nya. Karena itu, Gereja sebagai persekutuan umat beriman mengambil bagian dalam tugas yang sama, sebagaimana dibuat Yesus: Sang Imam, Nabi, dan Guru.

Kita menyadari bahwa tidaklah mudah menghidupi dua hal tersebut. Itu sebabnya melalui masa pertobatan kita ingin berbenah dan memperbaiki diri. Ada keprihatinan dan tantangan yang harus kita hadapi. Di satu sisi bisa dirasakan bahwa pemahaman dan kesadaran kita tentang pentingnya dimensi persekutuan dan tugas misioner Gereja masih perlu terus dikembangkan. Di sisi lain kesadaran dan pemahaman yang ada kerapkali justru merosot karena lemahnya kehendak untuk berkomunikasi serta merebaknya sikap egoistis dan individualistis. Perjumpaan dan pembinaan dalam pelbagai kelompok, entah teritorial maupun kategorial, juga tampak semakin bersifat massal seiring bertambahnya jumlah umat.

Keprihatinan dan tantangan itu secara nyata kerap kali muncul dalam kesulitan untuk mengadakan pertemuan dalam kelompok umat beriman. Pertemuan rutin dalam bentuk kegiatan kelompok seperti pendalaman iman, diskusi, sharing, atau rapat seringkali tak banyak diminati umat. Demikian juga tak jarang ada banyak kelompok merasa kesulitan untuk berbagi tugas atau merencanakan kegiatan karena terbatasnya umat yang bersedia terlibat. Dalam situasi ini, tidak heran bila ada di antara kita yang merasa tidak tersapa dan ditinggalkan sendirian.

Melalui kegiatan APP selama masa Prapaskah, saya mengajak Anda sekalian untuk merefleksikan sekaligus mewujudkan hakekat hidup gerejani kita sebagai kelompok umat beriman dan tugas perutusannya untuk mewartakan keselamatan. Berkat pembaptisan sesungguhnya setiap orang kristiani digabungkan dalam hakekat persekutuan dan tugas perutusan ini.

Marilah kita keluar dari kungkungan pola hidup beriman yang egoistis dan individualistis untuk berani berjumpa dan berkumpul bersama saudara seiman serta terlibat aktif dalam gerak perutusan Gereja. Kebersamaan sebagai umat beriman dapat dimulai dari kelompok kecil umat yang secara rutin bertemu untuk berdoa bersama, membaca dan mendengarkan sabda, serta berbagi pengalaman iman dan membantu mereka yang membutuhkan. Visi kebersamaan ini semoga membantu kita mencapai kepenuhan manusiawi sekaligus kristiani karena kita hanya dapat bertumbuh dan mewujudkan panggilan dalam kaitan dengan orang-orang lain (bdk. KASG, 149).

Secara konkret, dalam masa yang penuh rahmat ini saya mengajak Anda semua untuk dengan setia: pertama, memberikan waktu untuk terlibat dan hadir dalam pertemuan bersama umat di lingkungan, wilayah/stasi, paroki, atau dalam kelompok kategorial lain yang diikuti; kedua, menambah kesempatan dalam olah rohani dan matiraga, keikutsertaan dalam perayaan ekaristi serta pengakuan dosa agar batin semakin siap dan terarah bagi Allah; ketiga, mewujudkan kepedulian aktif dalam semangat solidaritas dan subsidiaritas bagi kebaikan bersama, misalnya dengan aksi dan karya sosial untuk membantu rehabilitasi korban bencana G. Kelud, dan bentuk-bentuk karya sosial lainnya seturut kebutuhan; keempat, berpartisipasi secara aktif dalam proses PEMILU mendatang sebagai wujud tanggungjawab sosial kita demi perbaikan mutu kehidupan berbangsa dan bernegara.

Semoga Allah memberkati dan membimbing pertobatan kita dalam masa Prapaskah ini. Pada gilirannya, kiranya rahmat pertobatan semakin membawa kita untuk mencintai Allah dan sesama dengan lebih tulus dan total.

Surabaya, 25 Pebruari 2014
Berkat Tuhan,

+ Vincentius Sutikno Wisaksono

Uskup Surabaya

Surat Gembala Prapaskah 2014 untuk Keuskupan Bogor

Kepada seluruh umat Keuskupan Bogor yang terkasih,

Salam damai sejahtera dan berkat apostolik,

“Bertobatlah dan Percayalah kepada Injil” (bdk. Mrk 1:15) merupakan seruan Allah yang disampaikan kepada kita. Gereja menggemakan kembali seruan ini terutama pada Masa Prapaskah. Kita akan memulai masa Prapaskah ini pada hari Rabu Abu. Pada hari Rabu Abu itu, kita akan menerima abu yang dioleskan pada dahi kita. Menandai diri kita dengan abu pada dahi atau kepala merupakan ungkapan simbolis bahwa kita semua manusia yang rapuh, “berasal dari debu dan akan kembali kepada debu”.

Melakukan pertobatan dan percaya kepada Injil mendapat dasarnya dari semangat: “Mencintai Tuhan dan mencintai Gereja Kristus”. Mencintai Tuhan Yesus bagi kita tidak dapat dipisahkan dari mencintai Gereja-Nya yang adalah Tubuh mistik Kristus. Sebagai konsekwensi dari iman inilah, maka kita semua dipanggil untuk memperlihatkan secara matang dan bertanggung jawab cinta kita akan Gereja Kristus di Keuskupan Bogor. Maka konsekwensinya juga ialah terlibat secara penuh dalam hidup beriman di paroki-paroki sebagai ungkapan konkret dari pelaksanaan pertobatanmu.

Cinta akan Kristus dan Gereja-Nya akan terpupuk bila kita mendalami semangat doa, ketekunan membaca dan mendengarkan firman Tuhan, serta ketulusan kita untuk melakukan karya-karya amal serta karya yang memberdayakan sesama kita. Maka selama masa prapaskah yang akan berlangsung selama 40 hari, segala energi rohani dan daya fisik kita, serta kegiatan rohani dan pastoral kita diarahkan untuk pemantapan komitmen kita untuk bangkit bersama Kristus yang menderita, wafat dan bangkit di hari raya Paskah nanti.

Agar kebangkitan kita bersama Kristus sungguh dipersiapkan secara baik, maka kita meningkatkan perhatian kita pada hal berdoa, beramal dan berpuasa.

1. Yesus mengajarkan supaya kita berdoa dengan tulus hati “jangan berdoa seperti orang munafik yang mengucapkan doanya supaya dilihat orang dan bertele-tele” (bdk. Mat 6:5). Marilah kita bertindak secara aktif dan mengambil inisiatif untukmeningkatkan perjumpaan-perjumpaan antara umat yang ditandai oleh doa bersama, doa pribadi, Jalan Salib, serta renungan-renungan di lingkungan selama masa Prapaskah.

2. Kita diundang untuk semakin mengungkapkan secara lebih konkret rasa solidaritas antarkita.Tindakan kepedulian untuk meringankan beban hidup orang miskin dan lemah perlu ditingkatkan. Kita berani dan sukarela memberi sedekah atau menyisihkan sebagian dari milik kita. Dalam hal inipun Yesus memberikan nasihat: ”Apabila engkau memberi sedekah berilah dengan tulus hati, jangan menggembar-gemborkan itu: janganlah diketahui tangan kirimu apa yang dilakukan tangan kananmu” (bdk. Mat 16:23).

3. Dalam hal berpuasa, Yesus memberikan pedoman praktis bagaimana orang harus berpuasa yang mengantar dia kepada penyangkalan diri dengan kata-kata berikut: “jangan berpura-pura, jangan pula supaya dilihat orang, tetapi apabila engkau berpuasa minyakilah kepalamu, cucilah mukamu supaya jangan nanti dilihat orang bahwa engkau sedang berpuasa” (Mat 16:17-18).

Saudara-saudari terkasih!
Khususnya selama Masa Prapaskah ini, marilah kita merenungkan ajakan Paus Fransiskus berkenaan dengan tema jati diri kita sebagai orang Katolik. Bapa Suci menegaskan tiga ciri dasar pengikut Kristus. Yang pertama, orang kristen menyadari diri sebagai orang yang diutus oleh Tuhan untuk pergi mewartakan kabar gembira. Tema APP keuskupan kita “Bermasyarakat dalam Terang Iman” merupakan undangan bagi kita agar kita siap diutus untuk mewujudkan iman kita dalam kehidupan sosial, politik dalam masyarakat Indonesia. Yang kedua, orang kristiani itu adalah domba yang diutus ke tengah serigala yang mewujud dalam bentuk kerasnya tantangan kehidupan, godaan-godaan iman yang mengancam; Seperti tokoh Daud dalam Perjanjian Lama, kita mengandalkan Tuhan (bdk.1Sam 17:45-47); Tuhanlah kekuatan dan Tuhanlah yang membela kita. Yang ketiga, ciri corak hidup orang kristen adalah bergembira, bersukacita karena mereka mengenal Tuhan dan membawa Tuhan. Tantangan-tantangan, kesulitan-kesulitan hidup serta keberdosaan kita hendaknya tidak memudarkan sukacita hidup sebagai anak-anak Allah dan saudara Yesus, justru karena Tuhan bersedia mengampuni dan menolong kita.

Di samping itu, kami juga mengajak umat sekalian untuk mewujudkan arah gerak pastoral Keuskupan Bogor, yang terdapat dalam Visi dan Misi Keuskupan. Kami mengajak saudara-saudari sekalian untuk membaca dan mendalami Visi dan Misi keuskupan kita dalam semangat yang ditimba dari motto: “Magnificat Anima Mea Dominum” (Luk 1:46). Motto ini digali dari pengalaman Bunda Maria yang memberikan reaksi atas kepercayaan Tuhan untuk bekerja bersama. Maria menerima kepercayaan Tuhan ini dengan ketulusan hati dan semangat bersukacita, bergembira. Ketersediaannya dan kegembiraannya ditularkan pula kepada sesamanya, pertama-tama kedalam komunitas keluarga Elisabeth saudarinya.

Secara singkat dan padat, visi dan misi Keuskupan kita ialah membangun Communio yang diterangi oleh iman akan Kristus Yesus, antara komunitas-komunitas basis yang ada dalam masyarakat kita. Komunitas dasar yang pertama dan utama ialah keluarga sebagai Gereja mini, Gereja domestik. Di dalam keluarga itu, kita menumbuhkan jati diri kita sebagai pengikut Kristus, melalui perbuatan kasih, saling mencintai, hidup dalam semangat mengampuni, memaafkan; merayakan iman dengan doa baik pribadi maupun bersama (liturgia), melakukan pelayanan dengan penuh perhatian (diakonia), memberi kesaksian tentang imannya (martyria) dan menuturkan kisah hidup Yesus, sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya satu sama lain (kerigma).

Berangkat dari keluarga itu, kita diutus untuk terlibat dalam persekutuan-persekutuan basis yang ada dalam masyarakat, entah itu persekutuan internal Gereja maupun persekutuan yang bercorak lintas iman dan lintas keyakinan politis. Dalam keterlibatan itu, hendaklah kita menjadi “garam” dan "terang” dunia. Hal itu perlu kita semua perhatikan, sebab dalam masa Prapaskah tahun 2014 ini, kita akan terlibat dalam proses hidup berpolitik di negara ini. Kita ditantang untuk “menghadirkan Kerajaan Allah: kerajaan Kebenaran, kerajaan Keadilan, kerajaan Kejujuran, kerajaan di mana pelayanan untuk kepentingan masyarakat umum menjadi nyata. Allah mempercayakan manusia ciptaan-Nya untuk menciptakan dunia ini menjadi kerajaan-Nya. Maka selama masa Prapaskah ini, marilah kita berusaha membangun kejernihan hati nurani kita serta kecerdasan rohani untuk memilih orang-orang yang seturut riwayat hidupnya terbukti mempunyai kecenderungan tulus untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat universal Indonesia.

Akhirnya, marilah kita bersama-sama menyiapkan diri dengan berdoa, berpantang, dan berpuasa selama masa Prapaskah untuk menyongsong hari kebangkitan Kristus yang merupakan juga hari kebangkitan kita semua. Marilah kita melakukan “discermen”, seperti Tuhan Yesus Kristus yang melakukan “discermen” tatkala Dia digoda oleh setan di padang gurun (bdk. Mat 4:1-11). Dengan mendengarkan suara Tuhan, kita dapat melakukan pilihan-pilihan yang benar dan tepat dalam kehidupan berkeluarga, menggereja dan bermasyarakat.
Moga-moga Santa Perawan Maria, Bunda Sang Juru Selamat yang setia sampai pada hari kematian Anaknya, berdiri di kaki salib-Nya, menyertai Anda sekalian dalam retret agung dan ziarah iman bersama ini.

Ditetapkan di Bogor
Tanggal 19 Februari 2014


Mgr. Paskalis Bruno Syukur, OFM
Uskup Keuskupan Bogor


KETENTUAN PUASA DAN PANTANG

1. KETENTUAN
Kitab Hukum Kanonik Kanon 1249 menetapkan bahwa semua umat beriman kristiani wajib menurut cara masing-masing melakukan tobat demi hukum ilahi; tetapi agar mereka semua bersatu dalam suatu pelaksanaan tobat bersama, ditentukan hari-hari tobat, di mana umat beriman kristiani secara khusus meluangkan waktu untuk berdoa, menjalankan karya kesalehan dan amal kasih, menyangkal diri sendiri dengan melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara lebih setia dan terutama dengan berpuasa dan berpantang menurut norma kanon-kanon berikut:

Kanon 1250 – Hari dan waktu tobat dalam seluruh Gereja ialah setiap hari Jumat sepanjang tahun, dan juga masa prapaskah.

Kanon 1251 – Pantang makan daging atau makan lain menurut ketentuan Konferensi Para Uskup hendaknya dilakukan setiap hari Jumat sepanjang tahun, kecuali hari Jumat itu kebetulan jatuh pada salah satu hari yang terhitung hari raya; sedangkan pantang dan puasa hendaknya dilakukan pada hari Rabu Abu dan pada hari Jumat Agung, memperingati sengsara dan wafat Tuhan kita Yesus Kristus.

Kanon 1252 – Peraturan pantang mengikat mereka yang telah berumur genap empat belas tahun; sedangkan peraturan puasa mengikat semua yang berusia dewasa sampai awal tahun ke-enam puluh; namun para gembala jiwa dan orang tua hendaknya berusaha agar juga mereka, yang karena usianya masih kurang tidak terikat wajib puasa dan pantang, dibina ke arah cita rasa tobat yang sejati.

2. PETUNJUK

1. Masa Prapaskah Tahun 2014 sebagai hari tobat berlangsung mulai hari Rabu Abu, tanggal 5 Maret 2014 sampai dengan Jumat Agung, tanggal 18 April 2014.

2. Pantang berarti tidak makan makanan tertentu yang menjadi kesukaannya dan juga tidak melakukan kebiasaan buruk, misalnya: marah, berbelanja demi nafsu berbelanja, boros, tidak mau memaafkan, dsb. Dana lebih mengutamakan dan mempergandakan perbuatan, tutur kata baik bagi sesama.

3. Puasa berarti makan kenyang tidak lebih dari satu kali dalam sehari.

3. CARA MEWUJUDKAN PERTOBATAN

1. Doa
Hari demi hari dalam masa Prapaskah hendaknya menjadi hari-hari istimewa untuk meningkatkan semangat berdoa, mendekatkan diri kepada Tuhan dengan tekun mendengarkan dan merenungkan sabda Tuhan serta melaksanakannya dengan setia.

2. Karya Amal Kasih
Pantang dan puasa selayaknya dilanjutkan dengan perbuatan amal kasih yakni membantu sesama yang menderita dan berkekurangan. Kami mengajak saudara-saudari sekalian untuk melakukan aksi nyata amal kasih baik pribadi maupun bersama-sama di lingkungan maupun wilayah.

3. Penyangkalan Diri
Dengan berpantang dan berpuasa sesungguhnya kita meneladan Kristus yang rela menderita demi keselamatan kita. Kita mengatur kembali pola hidup dan tingkah laku sehari-hari agar semakin menyerupai Kristus.

4. HIMBAUAN
Selama masa Prapaskah, apabila akan melangsungkan perayaan perkawinan, hendaknya memperhatikan bahwa masa ini adalah masa tobat. Dalam keadaan terpaksa seyogyanya pesta dan keramaian ditunda.

Ditetapkan di Bogor
Tanggal 19 Februari 2014


Mgr. Paskalis Bruno Syukur, OFM
Uskup Keuskupan Bogor

Surat Gembala Prapaskah 2014 untuk Keuskupan Agung Semarang


dibacakan pada hari Sabtu-Minggu, 1-2 Maret 2014 di wilayah Keuskupan Agung Semarang

“Allah peduli dan kita menjadi perpanjangan tangan kasih-Nya untuk melayani”

Saudari-saudaraku yang terkasih, Tidak lama lagi kita akan memasuki masa Prapaskah, masa penuh rahmat yang setiap tahun kita jalani. Masa Prapaskah menjadi penuh rahmat karena kita mengalami bahwa Allah sungguh baik kepada kita dan memberi kesempatan untuk membangun pertobatan terus menerus.

Ada kisah-kisah kehidupan yang menampakkan solidaritas dan belarasa yang nyata dari situasi banjir ataupun bencana yang terjadi pada hari-hari ini. Namun yang lebih keras terdengar adalah situasi kehidupan harian yang diwarnai dengan korupsi, aneka bentuk keserakahan, egoisme, dan orang mengejar segala kepentingan diri dengan pelbagai cara. Akibatnya orang tidak lagi peduli dengan kesengsaraan banyak orang. Orang hidup untuk dirinya sendiri. Orang menjadi mudah cemas, kuatir, terutama terhadap pemenuhan kebutuhan jasmani. Kekuatiran itu membuat orang tidak mudah bersyukur atas apa yang diterimanya, juga tidak mudah untuk mengambil penderitaan orang lain sebagai tanggung jawabnya. Dalam dunia yang semacam itu, sabda Tuhan memberi peneguhan dan pengharapan. Kasih Allah akan mengatasi segala kekuatiran kita. ”Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting daripada makanan dan tubuh itu lebih penting daripada pakaian?” (Mat 6:25). Kasih Tuhan melebihi kasih seorang ibu “Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya? Sekalipun dia melupakannya, Aku tidak akan melupakan engkau” (Yes 49:15). Kasih-Nya memberi pengharapan pada semua orang dalam perjuangan hidupnya. Ia akan menerangi dalam setiap langkah hidup kita, terutama saat hidup ada dalam kegelapan (bdk. 1Kor 4:5).

Saudari-saudara terkasih, Belum lama ini Paus Fransiskus mengeluarkan surat apostolik “Evangelii Gaudium”. Dalam suratnya itu, Paus meneguhkan iman kita semua bahwa Allah sungguh mencintai semua orang. Melalui Yesus Kristus, Ia menyelamatkan kita bukan janya orang perorangan, tetapi dalam relasi sosial dengan semua orang (Evangelii Gaudium art. 178). Ia berharap agar iman akan Allah yang begitu mengasihi dibangun terus menerus, sehingga kita bisa bersyukur dalam keadaan apapun dan tidak mudah kuatir; kita bisa terus tergerak untuk membantu orang lain, meringankan beban mereka yang menderita dan mau berkorban tanpa pamrih, walaupun kita hidup di dalam masyarakat yang banyak egois, mengejar kepentingan diri. Semua itu karena kita tidak berpusat pada diri sendiri, tetapi pada Allah yang dengan cara-Nya akan mencukupi segala kebutuhan dan keselamatan kita.

Saudari-saudara terkasih,

Untuk mengembangkan iman yang demikian, Keuskupan Agung Semarang menjadikan tahun 2014 sebagai Tahun Formatio Iman. Formatio Iman adalah pembinaan atau pendampingan iman yang terus menerus kepada semua orang beriman dalam setiap jenjang usia, mulai dari usia dini sampai usia lanjut. Pembinaan itu melibatkan keluarga, sekolah maupun paroki. Harapannya, melalui pendampingan iman yang terus menerus, kita semua bisa menjadi orang-orang katolik yang beriman cerdas, tangguh dan misioner. Cerdas karena kita mampu memahami dan mempertanggungjawabkan imannya. Tangguh karena kita tetap bisa bertahan dan berkembang dalam iman walaupun ada dalam pergulatan hidup yang berat dan tantangan iman yang semakin kompleks. Dan misioner karena iman mengajak kita bergerak keluar untuk menghadirkan Kerajaan Allah di tengah Gereja dan masyarakat.

Iman yang cerdas, tangguh dan misioner itu terumuskan secara jelas dalam tema APP 2014, ”Berikanlah Hatimu untuk Mencintai dan Ulurkanlah Tanganmu untuk Melayani”. Tema itu tidak hanya menyapa sisi manusiawi kita, tetapi juga menyapa iman kita. Pengalaman akan Allah yang mengasihi, meneguhkan dan mengorbankan diri-Nya membuat kita juga mampu mencintai sesama dan mengulurkan tangan-tangan kita untuk melayani orang lain, terutama yang kecil, lemah, miskin, tersingkir dan difabel. Keprihatinan sosial yang ada sekarang ini menjadi kesempatan kita untuk memberikan kesaksian iman.

Saudari-saudara yang terkasih

Kita menjadikan masa Prapaskah menjadi masa untuk formatio iman, yakni masa untuk mengolah iman secara terus menerus sampai akhirnya kita merasakan bahwa iman adalah rahmat yang membawa hidup penuh berkat; iman adalah keyakinan bahwa Allah berkarya dalam hidup kita; iman adalah penyerahan yang membuat kita tidak kuatir dalam segala hal. Iman adalah kesadaran bahwa hidup ini semakin berarti saat hati bisa mencintai dan tangan bisa melayani. Maka formatio iman tidak bisa dilepaskan dengan pertobatan dan pembaruan. Pertobatan adalah kesediaan diri untuk mempercayakan diri sepenuhnya kepada Allah, sehingga kita tidak kuatir karena Allah bersama kita dan mencukupkan segala kebutuhan kita. Pertobatan juga merupakan penyangkalan diri untuk mewujudkan kasih dalam kehidupan bersama. Pertobatan itu kita bangun melalui puasa, pengakuan dosa dan amal kasih. Puasa menjadi bentuk pengendalian diri dan penyangkalan diri; pengakuan dosa menjadi bentuk kerendahan hati bahwa kita masih lemah dan membutuhkan pengampunan dan pertolongan Tuhan. Amal kasih menjadi tindakan nyata bahwa kita bisa ambil bagian dalam kasih dan kepedulian Allah untuk umat manusia. Dengan demikian, pertobatan membawa pembaruan relasi kita dengan Allah dan sesama.

Saudari-saudara yang terkasih

Secara tulus saya mengucapkan banyak terima kasih kepada ibu, bapak, saudari-saudara, anak-anak, remaja, orang muda, para Romo, Bruder, Suster, Frater yang dengan berbagai macam cara terlibat dalam formatio iman, mengembangkan pelayanan kasih, tiada henti mewujudkan persaudaraan sejati di antara sesama pemeluk agama dan pelayanan lain di Keuskupan Agung Semarang. Saya yakin bahwa usaha dan niat-niat baik Anda akan berbuah bagi terwujudnya tatanan kehidupan yang semakin beriman, bersaudara dan manusiawi.

Secara khusus saya berdoa bagi Anda yang sedang sakit, menanggung beban-beban kehidupan yang berat, berada di Lembaga Pemasyarakatan, menjadi korban penyalahgunaan Narkoba, difabel atau berkebutuhan khusus serta yang lanjut usia; semoga Tuhan yang Mahakasih memberikan keteguhan iman kepada Anda semua dan diantara umat dapat saling menghibur-meneguhkan. Tuhan yang Mahamurah senantiasa melimpahkan berkat bagi keluarga dan komunitas Anda.

Salam, doa dan Berkah Dalem,
Semarang, 22 Februari 2014, pada Pesta Takhta Santo Petrus, Rasul

+ Johannes Pujasumarta Uskup Keuskupan Agung Semarang

Surat Gembala Prapaskah 2014 untuk Keuskupan Agung Jakarta

 
“Dipilih Untuk Melayani”

(Dibacakan sebagai pengganti homili pada Misa Minggu Biasa VIII, 1 dan 2 Maret 2014)

Para Ibu/Bapak,
Suster/Bruder/Frater,
Kaum muda, remaja dan anak-anak yang yang terkasih dalam Kristus,

1. Bersama dengan seluruh Gereja, kita akan memasuki masa Prapaskah pada Hari Rabu Abu, tanggal 5 Maret yang akan datang. Menjelang masa Prapaskah ini, kita terhenyak oleh rentetan bencana alam yang datang bertubi-tubi : banjir yang melanda banyak tempat, letusan gunung-gunung, tanah longsor dan gempa bumi membuat kita semua prihatin dan berduka. Semua bencana itu menyisakan kesengsaraan ratusan ribu orang yang kehilangan sanak-saudara, rumah, harta-benda, dan mata pencaharian. Hati kita sesak melihat saudari-saudara kita itu harus hidup di tempat-tempat pengungsian sambil menatap dengan khawatir masa depan mereka. Bencana alam ini seringkali terkait erat dengan bencana moral seperti keserakahan, korupsi, kebohongan publik, rekayasa politik kekuasaan yang pasti tak kalah mengkhawatirkan dan membahayakan negara dan bangsa.

2. Sabda Tuhan pada hari ini berbicara mengenai kekhawatiran. “Janganlah khawatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah khawatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai.” (Mat 6:25) Bagaimanakah sabda Tuhan ini kita mengerti? Bukankah hidup kita senantiasa diwarnai dengan kekhawatiran? Bukankah kekhawatiran itu merupakan tanda kepedulian kita terhadap persoalan hidup? Para pengungsi mengkhawatirkan masa depan hidup mereka. Kita pun mengkhawatirkan mereka dan juga masa depan kita sendiri dan anak-anak kita. Kita khawatir akan kemiskinan yang semakin meningkat, kejahatan yang merajalela, moralitas yang semakin rendah. Kita khawatir akan krisis kemanusiaan, krisis kepemimpinan, dan krisis-krisis yang lain, termasuk krisis ekologi yang mengancam lingkungan hidup kita. Kekhawatiran semacam ini merupakan akibat dari sikap peduli yang berasal dari Tuhan yang menyentuh hati kita, menggugah keprihatinan, dan mendorong kita untuk melakukan sesuatu.

3. Lalu apa yang dimaksud dengan “khawatir”dalam sabda Tuhan hari ini? Pada bagian awal kutipan dinyatakan bahwa kesetiaan kepada Allah tidak mungkin dipegang bersamaan dengan kesetiaan kepada Mamon. “Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.” (Mat. 6:24). Dengan latar belakang ini kita sampai pada kesimpulan bahwa kekhawatiran yang dimaksud di dalam sabda Tuhan adalah kekhawatiran yang menggeser kepercayaan kita kepada Allah dan menggantikannya dengan Mamon, yaitu harta milik, uang. Banyak orang begitu khawatir akan masa depan mereka sehingga bersikap serakah dengan mengambil keuntungan setinggi-tingginya dalam usaha, mengumpulkan sebanyak-banyaknya harta dengan cara apapun, termasuk cara yang tidak terpuji. Kekhawatiran yang membawa kepada keserakahan mencerminkan ketidakpercayaan kita kepada Allah. Hidup tidak lagi diabdikan untuk kesejahteraan bersama, tetapi untuk menimbun harta; orang bekerja bukan untuk hidup, tetapi untuk mengumbar keserakahan yang adalah berhala (Bdk. Ef 5:5). Kepada orang-orang yang khawatir dan bersikap serakah semacam ini, Yesus bersabda: “Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga.” Kekhawatiran yang memicu keserakahan tidak akan memunculkan kepedulian, tetapi justru akan menumpulkan kepekaan sosial, membunuh hati nurani dan menjauhkan siapa pun dari Tuhan dan sesama.

Saudari-saudaraku yang terkasih,

4. Sejalan dengan keinginan kita untuk menjalani tahun ini sebagai tahun pelayanan, tema yang dipilih untuk Aksi Puasa Pembangunan (APP) 2014 pada masa Prapaskah ini ialah “Dipilih Untuk Melayani”. Tema ini bisa dibaca dalam dua konteks.

4.1. Dalam konteks gerejawi, memilih dan melayani adalah dua kata yang amat dekat dengan jatidiri kita sebagai murid-murid Kristus. Seperti halnya para murid Yesus yang pertama, kita semua adalah pribadi-pribadi yang terpanggil dan terpilih (bdk Mat 4:18-22). Kita tidak pernah boleh mengatakan, “kebetulan saya juga Katolik”. Keyakinan bahwa kita adalah pribadi-pribadi yang dipilih dan dipanggil seharusnya membuat kita menjadi warga Gereja yang bangga dengan jatidiri kita sebagai murid-murid Kristus. Sementara itu kita juga sadar bahwa kita dipanggil dan dipilih tidak demi kepentingan diri kita sendiri, melainkan untuk mengikuti Yesus yang datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan hidup demi sesama, demi kebaikan bersama (bdk Mat 20:28). Semoga pesan-pesan iman yang disampaikan lewat tema APP 2014 ini mendorong kita semua untuk “khawatir” dalam arti yang positif, untuk mengasah suara hati dan mengembangkan kepedulian sosial yang berbuah dalam bentuk-bentuk pelayanan yang semakin kreatif.

4.2. Dalam konteks tahun politik, tema itu dikaitkan dengan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden-Wakil Presiden yang akan dilaksanakan pada tahun 2014 ini. Diharapkan semua umat Katolik menggunakan hak pilihnya sebagai bentuk tanggungjawab sebagai warga negara yang baik. Kita memilih dengan cerdas dan menurut suara hati calon-calon yang jelas akan melayani kepentingan atau bekaikan bersama, bukan yang lain. Semoga mereka yang akan terpilih tidak menggantikan Pancasila dengan mamon. Semoga mereka terdorong oleh kekhawatiran yang melahirkan kepedulian dan kemurahan hati, bukan kekhawatiran yang melahirkan keserakahan.

4.3. Sementara itu kita perlu yakin juga bahwa status kita sebagai warga negara Indonesia adalah juga pilihan dan panggilan. Keyakinan ini akan mendorong kita semua untuk semakin menyadari bahwa kita merupakan bagian dari suatu Bangsa dan Negara, yaitu Indonesia. Kita hidup di alam Indonesia sebagai satu bangsa, menggunakan satu bahasa pemersatu walaupun kita berbeda satu sama lain. Sebagai bangsa, kita dipersatukan oleh sejarah yang sama di masa lampau dan cita-cita yang sama mengenai masa depan. Kita juga tahu bahwa cita-cita bangsa Indonesia termuat dalam kelima sila Pancasila. Oleh karena itu setiap bentuk kegiatan atau pelayanan untuk mewujudkan nilai-nilai Pancasila yang amat mulia dan luhur, pastilah juga merupakan bentuk perwujudan iman kita.

5. Untuk memperkaya bekal kita memasuki masa Prapaskah, kita juga ingin belajar dari pesan Paus Fransiskus untuk Masa Prapaskah ini. Judul pesan Paus adalah “Ia telah menjadi miskin supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya” (Bdk 2 Kor 8:9). Ini adalah landasan rohani yang disampaikan oleh Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus agar mereka murah hati dalam membantu saudari-saudara mereka di Gereja Induk Yerusalem yang membutuhkan bantuan karena mereka miskin. Menurut Paus, selain kemiskinan material, berkembang juga pada jaman kita ini kemiskinan moral dan kemiskinan spiritual. Miskin material berarti tidak terpenuhinya hak-hak dan kebutuhan-kebutuhan dasar manusia. Miskin moral berarti menjadi budak dosa. Miskin spiritual berarti meninggalkan Allah dan mengabdi Mamon serta kawan-kawannya. Dalam ketiga lapangan kemiskinan itu, kita diundang untuk menjadi “hamba-hamba Kristus dan pengurus rahasia Allah” (1 Kor 4:1), artinya menjadi saksi-saksi kekayaan Kristus yang seluruh hidup-Nya dijalani demi keselamatan manusia seutuhnya dan kemuliaan Allah.

6. Akhirnya bersama-sama dengan para imam dan semua pelayan umat saya ingin mengucapkan terima kasih kepada para Ibu/Bapak/Suster/Bruder/Frater/Kaum Muda/Remaja dan Anak-anak sekalian, yang dengan peran berbeda-beda telah ikut mengemban tanggung jawab sejarah Keuskupan Agung Jakarta. Para perintis dan pendahulu kita telah menulis sejarah – artinya meletakkan dasar dan mengembangkan - Keuskupan kita tercinta ini menjadi seperti sekarang ini. Sekarang kitalah yang mesti mengemban tanggung jawab sejarah itu. Marilah berbagai pelayanan sederhana yang kita lakukan dan prakarsa-prakarsa kreatif yang kita usahakan, kita hayati sebagai wujud pelayanan dan pertobatan kita yang terus-menerus, khususnya di masa Prapaskah ini. Salam dan Berkat Tuhan untuk Anda sekalian, keluarga-keluarga dan komunitas Anda.

+ I. Suharyo
Uskup Keuskupan Agung Jakarta.

terima kasih telah mengunjungi renunganpagi.id, jika Anda merasa diberkati dengan renungan ini, Anda dapat membantu kami dengan memberikan persembahan kasih. Donasi Anda dapat dikirimkan melalui QRIS klik link. Kami membutuhkan dukungan Anda untuk terus menghubungkan orang-orang dengan Kristus dan Gereja. Tuhan memberkati

renunganpagi.id 2024 -

Privacy Policy