Gereja Katolik memiliki banyak tanda dan simbol. Kita membuat Tanda Salib setiap kali kita berdoa, beribadah, memasuki gereja, dan sebagainya. Kita memakai simbol iman kita di telinga dan di leher kita; menggantungnya di dinding rumah, tempat kerja kita dan menggantungnya dari kaca spion kita. Kita bangga selama setahun dengan daun palma yang kita bawa pulang dari gereja pada Minggu Palma, dan kita sangat berhati-hati untuk mendapatkan noda abu hitam berbentuk salib di dahi kami pada Misa Rabu Abu.
Abu itu adalah tanda pertobatan kita. Ini adalah tanda bahwa kita berniat sekali lagi, selama 40 hari Masa Prapaskah ini, untuk mengubah hidup kita, meninggalkan jalan dunia, dan kembali ke jalur Kerajaan Allah.
“Sebab dahulu kamu sesat seperti domba” ratap Santo Petrus dalam 1 Pet. 2:25, “ tetapi sekarang kamu telah kembali kepada gembala dan pemelihara jiwamu.”
Dosa menarik kita ke berbagai arah, tetapi semuanya membawa maut. Apa pun yang kita peroleh di dunia ini—uang, kekuasaan, kepemilikan, kesenangan, dominasi, pengaruh, kenyamanan, keamanan—semuanya akan berakhir cepat atau lambat. Tidak ada yang bisa kita bawa setelah kematian. Tetapi melalui kematian kita memasuki kehidupan kekal dan Kerajaan Allah! Yesus Kristus menyerahkan segalanya di dunia ini agar Dia dapat memperoleh segalanya di dunia yang akan datang.
“Bertobatlah, karena Kerajaan Surga sudah dekat,” kata Yesus dalam Matius 4:17.
Berpeganglah pada ketetapan dan perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, supaya baik keadaanmu dan keadaan anak-anakmu yang kemudian, dan supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu untuk selamanya." (Ulangan 4:40)
| Home | Bacaan Harian | Support Renungan Pagi | Renungan Minggu Ini | Kisah Para Kudus | Katekese Iman Katolik | Privacy Policy |
CARI RENUNGAN
Prapaskah: Kembali kepada Tuhan
Beberapa cara untuk mengalahkan godaan Iblis
Kehidupan spiritual adalah pertempuran. Tidak hanya pertempuran melawan keinginan egois kita sendiri, tetapi juga melawan kekuatan spiritual jahat dunia ini. Paus St Yohanes Paulus II mengingatkan dunia tentang kenyataan ini ketika mengunjungi Monte Gargano pada tahun 1987.
Peperangan melawan iblis ini… masih berlangsung, karena iblis masih hidup dan bekerja di dunia. Nyatanya, kejahatan yang ada di dalamnya, kekacauan yang kita lihat dalam masyarakat, perselingkuhan manusia, fragmentasi batin yang menjadi korbannya, bukan hanya konsekuensi dari dosa asal, tetapi juga efek dari kegelapan dan merajalela aktivitas Iblis, penyabot keseimbangan moral manusia ini.
Salah satu cara utama Iblis mencoba mengacaukan hidup kita adalah melalui pencobaan, memikat kita menjauh dari Allah dan menempuh jalan gelap yang menuju kehancuran.
Kabar baiknya adalah bahwa Tuhan telah memperlengkapi kita dengan senjata dan baju zirah yang mampu melawan anak panah musuh ini. Namun, kita perlu menggunakannya agar kita menang bersama Kristus dalam pertempuran melawan si Jahat.
Berikut adalah empat cara teratas untuk mengalahkan godaan iblis seperti yang dijelaskan oleh Gereja dan berbagai pengusir setan.
Kristus di Padang Belantara, Artist: Moretto da Brescia (1498–1554) (CC 1.0) |
Katekismus Gereja Katolik menjelaskan, Roh Kudus membuat kita membedakan antara pencobaan, yang diperlukan untuk pertumbuhan manusia batiniah, dan pencobaan, yang mengarah pada dosa dan kematian. Kita juga harus membedakan antara tergoda dan menyetujui godaan. Akhirnya, kearifan membuka kedok kebohongan pencobaan, yang objeknya tampak baik, ‘menyenangkan mata’ dan diinginkan, padahal kenyataannya buahnya adalah kematian. Tuhan tidak ingin memaksakan yang baik, tetapi menginginkan makhluk yang bebas. … Ada kegunaan tertentu dari pencobaan. Tidak seorang pun kecuali Tuhan yang tahu apa yang telah diterima jiwa kita darinya, bahkan kita sendiri pun tidak. Tetapi godaan mengungkapkannya untuk mengajari kita mengenal diri kita sendiri, dan dengan cara ini kita menemukan kecenderungan jahat kita dan wajib bersyukur atas kebaikan yang telah diungkapkan oleh godaan kepada kita.
Dengan kata lain, pertama-tama kita harus mengenali godaan itu dan menggali lebih dalam, menemukan akar dari semua itu. Jika kita tidak menemukan akar yang perlu disembuhkan, kita tidak akan dapat meninggalkan pencobaan sepenuhnya. Dengan cara ini Tuhan mengizinkan pencobaan untuk mengungkapkan kelemahan kita sehingga kita mengerti apa sebenarnya yang perlu kita ubah.
Iblis menyukai kekacauan dan akan melakukan apa saja untuk mengacaukan kehidupan doa kita. Inilah mengapa sangat penting untuk menetapkan rutinitas doa di mana seseorang tidak hanya berdoa ketika mengingatnya, tetapi juga pada waktu dan durasi yang telah ditentukan. Dengan cara ini kita menunjukkan kepada Tuhan prioritas kita dan mengusir setan dari hidup kita. Pengusir setan selalu menyarankan orang yang kerasukan untuk membangun kebiasaan spiritual yang konsisten untuk lebih mencegah godaan Iblis di masa depan.
Dosa melahirkan lebih banyak dosa dan begitu kita mulai menuruni lereng dosa yang licin, sulit untuk dihentikan. Karunia pengakuan dosa yang luar biasa dalam Gereja Katolik memungkinkan kita untuk memulai kembali dan membawa kelemahan dan kegagalan kita ke hadapan Tuhan. Dia adalah Tabib Ilahi dan dapat menyembuhkan kita dengan Balsem Kerahiman-Nya. Setelah mendamaikan diri kita dengan Tuhan dan Gereja, para pengusir setan selanjutnya mendorong jiwa-jiwa untuk menerima Ekaristi sebanyak mungkin.
Kemudian ketika kita merasa kewalahan dengan pencobaan, kita harus berseru kepada Tuhan dengan menyebut nama Yesus. Seperti yang ditulis St Paulus, “dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di bumi dan yang ada di bawah bumi” (Filipi 2:10). Ada banyak sekali cerita tentang orang-orang kudus yang, ketika dicobai oleh Iblis, hanya menyebut nama Yesus berulang kali sampai godaan itu mereda. Ini adalah cara sederhana namun ampuh untuk tetap setia kepada Kristus di tengah dorongan kuat untuk melawan perintah-perintah-Nya.
Kunci Prapaskah yang berbuah
Masa Prapaskah adalah waktu yang tepat dalam setahun untuk mengevaluasi kehidupan iman kita sendiri dan mempertimbangkan berbagai cara untuk memperbaikinya. Paus Benediktus XVI, dalam pesan terakhirnya untuk Prapaskah tahun 2013 , memberikan pemikirannya tentang apa kunci dari Prapaskah yang berhasil.
Benediktus menulis, “Perayaan Prapaskah… memberi kita kesempatan berharga untuk merenungkan hubungan antara iman dan cinta kasih: antara percaya kepada Allah – Allah Yesus Kristus – dan kasih, yang merupakan buah Roh Kudus dan yang membimbing kita. di jalan pengabdian kepada Tuhan dan sesama.”
Bagaimana puasa bisa membuat kita tidak egois
Puasa adalah disiplin Prapaskah yang sebagian besar dari kita tidak nikmati atau ikuti sepenuhnya. Sering dari kita tidak suka merasakan sakit karena lapar dan lebih suka mengisi kekosongan itu dengan makanan yang enak dan lezat.
Namun, puasa adalah disiplin spiritual penting yang dapat membantu kita untuk tidak egois dan lebih terbuka kepada orang lain.
Paus Benediktus XVI menyoroti aspek puasa ini dalam pesan Prapaskah 2011-nya.
Puasa, yang dapat memiliki berbagai motivasi, memiliki arti yang sangat religius bagi orang Kristen: dengan membuat meja makan kita lebih miskin, kita belajar mengatasi keegoisan untuk hidup dalam logika pemberian dan cinta; dengan menanggung beberapa bentuk kekurangan – dan bukan hanya apa yang berlebihan – kita belajar untuk berpaling dari “ego” kita, untuk menemukan Seseorang yang dekat dengan kita dan untuk mengenali Tuhan di hadapan begitu banyak saudara dan saudari. Bagi umat Kristiani, puasa, jauh dari kata tertekan, justru semakin membuka diri kita kepada Allah dan kebutuhan sesama, sehingga memungkinkan kasih kepada Allah menjadi juga kasih kepada sesama (bdk. Mrk 12:31).
Sangat menggoda untuk menganggap puasa sebagai sesuatu yang menindas dan sama sekali tidak perlu, tetapi puasa dapat memiliki efek spiritual yang mengejutkan jika kita benar-benar menjalankannya.
Kuncinya adalah membiarkan puasa membuka mata kita terhadap orang miskin di antara kita dan menyadari betapa banyak yang telah Tuhan berikan kepada kita. Kesadaran ini kemudian harus mengilhami kita untuk melayani orang miskin di komunitas lokal kita dan melakukan apa yang kita bisa untuk memberi kembali kepada mereka yang kurang beruntung.
Setiap kali kita berpuasa selama Prapaskah (atau waktu lain dalam setahun), semoga kita membiarkan rahmat Tuhan menembus hati kita.
Credit: JMLPYT/istock.com |
Ketentuan Puasa dan Pantang 2023 sesuai dengan Kitab Hukum Kanonik
Ketentuan Puasa dan Pantang
1. KETENTUAN
Sesuai dengan Kitab Hukum Kanonik kanon 1249 bahwa semua umat beriman kristiani wajib menurut cara masing-masing melakukan tobat demi hukum ilahi; tetapi agar mereka semua bersatu dalam suatu pelaksanaan tobat bersama, ditentukan hari-hari tobat, di mana umat beriman kristiani secara khusus meluangkan waktu untuk berdoa, menjalankan karya kesalehan dan amal kasih, menyangkal diri sendiri dengan melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara lebih setia dan terutama dengan berpuasa dan berpantang menurut norma kanon-kanon berikut :
Kanon 1250 – Hari dan waktu tobat dalam seluruh Gereja ialah setiap hari Jumat sepanjang tahun, dan juga masa prapaskah.
Kanon 1251 – Pantang makan daging atau makan lain menurut ketentuan Konferensi Para Uskup hendaknya dilakukan setiap hari Jumat sepanjang tahun, kecuali hari Jumat itu kebetulan jatuh pada salah satu hari yang terhitung hari raya; sedangkan pantang dan puasa hendaknya dilakukan pada hari Rabu Abu dan pada hari Jumat Agung, memperingati sengsara dan wafat Tuhan kita Yesus Kristus.
Kanon 1252 – Peraturan pantang mengikat mereka yang telah berumur genap empat belas tahun; sedangkan peraturan puasa mengikat semua yang berusia dewasa sampai awal tahun ke enampuluh; namun para gembala jiwa dan orang tua hendaknya berusaha agar juga mereka, yang karena usianya masih kurang tidak terikat wajib puasa dan pantang, dibina ke arah cita-rasa tobat yang sejati.
2. PETUNJUK
a. Masa Prapaskah Tahun 2019 sebagai hari tobat berlangsung mulai hari Rabu Abu, tanggal 6 Maret 2019 sampai dengan Jumat Agung, tanggal 19 April 2019.
b. Pantang berarti tidak makan makanan tertentu yang menjadi kesukaannya dan juga tidak melakukan kebiasaan buruk, misalnya: marah, boros, dsb. Dan lebih mengutamakan dan memperbanyak perbuatan baik bagi sesama.
c. Puasa berarti makan kenyang tidak lebih dari satu kali dalam sehari
3. CARA MEWUJUDKAN PERTOBATAN
a. Doa
Selama masa Prapaskah hendaknya menjadi hari-hari istimewa untuk meningkatkan semangat berdoa, mendekatkan diri kepada Tuhan dengan tekun mendengarkan dan merenungkan sabda Tuhan serta melaksanakannya dengan setia.
b. Karya amal kasih
Pantang dan puasa selayaknya dilanjutkan dengan perbuatan amal kasih yakni membantu sesama yang menderita dan berkekurangan. Kami mengajak Anda sekalian untuk melakukan aksi nyata amal kasih baik pribadi maupun bersama-sama di lingkungan maupun wilayah.
c. Penyangkalan diri
Dengan berpantang dan berpuasa sesungguhnya kita meneladan Kristus yang rela menderita demi keselamatan kita. Kita mengatur kembali pola hidup dan tingkah laku sehari-hari agar semakin menyerupai Kristus.
4. HIMBAUAN
Selama masa Prapaskah, apabila akan melangsungkan perkawinan hendaknya memperhatikan masa tobat. Dalam keadaan terpaksa seyogyanya pesta dan keramaian ditunda.
Katekese Liturgi: Masa Prapaskah
APP KAS 2013: Pertemuan V Membangun niat dan pertobatan
- Menjadikan salib Tuhan kita Yesus Kristus sebagai dasar pekerjaan kita.
- Kita bisa berkarya/bekerja dengan penuh kegembiraan hati, tidak mudah mengeluh dan putus asa.
- Kita dapat melaksanakan pekerjaan-pekerjaan kita, entah besar entah kecil dengan penuh keterlibatan hati.
- Semakin teguh dalam iman melalui pekerjaan yang kita lakukan.
- Apa saja yang menjadi niatku agar aku dapat menyelesaikan pekerjaanku dengan tuntas?
- Apa saja yang akan aku upayakan agar niat-niatku itu dapat terwujud? (Misalnya: aku mau mengatur jadual harianku dengan baik, setiap hari akan kucatat apa yang telah kulakukan hari ini, adakah hal-hal baru yang semakin meneguhkan imanku?)
Pertemuan IV APP KAS: Menjadi manusia baru dalam Kristus
Intisari pertemuan
Ketika kita dibaptis kita disatukan dengan hidup Yesus Kristus. Ini sangat bermakna bagi kita bahwa kita menjadi manusia baru dalam Kristus. Yesus Kristus yang rela sengsara, wafat dan dibangkitkan oleh Allah telah menjadi teladan kita semua. Kesetiaan-Nya pada kehendak Bapa, cinta-Nya kepada umat manusia, terutama yang miskin dan menderita merupakan contoh konkret bagi kehidupan kita. Maka kalau kita memberikan diri dibaptis, kita ingin masuk dalam kehidupan baru, menjadi manusia baru dalam Kristus. Begitu juga dalam pekerjaan kita, kita meneladani Yesus Kristus sendiri, “Bapaku bekerja sampai sekarang, maka Aku pun bekerja juga.”
- Umat dapat memetik buah-buah pembaptisan, yaitu menghayati diri sebagai putra-putri Allah dan memasuki hidup baru dalam Kristus.
- Semakin menyadari bahwa dengan menerima baptis kita harus berani meninggalkan cara hidup lama dan memasuki cara hidup baru.
- Dapat berkarya sebagai murid-murid Yesus Kristus, yaitu berkarya dengan sungguh-sungguh, rajin, tekun dan teliti.
- Sebagai manusia baru dalam Kristus, kita dengan gembira dan setia menerima setiap tanggung jawab yang diserahkan kepada kita.
- Apakah kita bangga menjadi pengikut Yesus Kristus? Apa yang membuat kita bangga?
- Apakah sebagai pengikut Yesus Kristus kita sudah berkarya dengan baik, jujur, setia dan melaksanakan setiap pekerjaan kita dengan sungguh-sungguh?
- Apakah kita mempunyai niat-niat khusus untuk membangun pertobatan kita, lebih-lebih dalam pekerjaan kita, berusaha semakin menyerupai Yesus Kristus dalam karya-karya kita?
Pertemuan III APP KAS: Salib Tuhan sumber kekuatan dalam pekerjaan kita
- Umat dapat merasakan daya kekuatan salib dalam kehidupan sehari-hari.
- Umat bisa meneladan hidup Yesus Kristus sendiri yang dengan rela memanggul salib menyelesaikan karya Allah.
- Dengan kekuatan salib Tuhan Yesus kita melaksanakan karya-karya kita.
- Apa saja yang dapat kita petik dari kisah Sinar tersebut di atas?
- Mengapa Sinar mau menjalani pekerjaan itu?
- Apakah kita juga sudah sepenuh hati menjalani setiap pekerjaan kita? Sudahkah pekerjaan-pekerjaan kita, kita lakukan berlandaskan kasih dan kita jalani dengan tekun, setia dan sabar?
- Sebagai murid-murid Yesus Kristus, apakah salib Tuhan kita Yesus Kristus kita jadikan kekuatan dalam setiap pekerjaan kita?
Pesan Paus Benediktus XVI untuk Masa Prapaskah 2013
“Kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita” (1 Yoh 4:16)
Saudara dan saudariku terkasih, Perayaan Prapaskah, dalam konteks Tahun Iman, menawarkan kita kesempatan berharga untuk merenungkan hubungan antara iman dan amal : antara percaya dalam Allah - Allah dari Yesus Kristus - dan amal, yang merupakan buah dari Roh Kudus dan yang menuntun kita di jalan pengabdian kepada Allah dan sesama.
1. Iman sebagai tanggapan terhadap kasih Allah
Dalam Ensiklik pertama saya, saya menawarkan beberapa pemikiran tentang hubungan erat antara keutamaan iman dan amal kasih secara teologis. Berangkat dari pernyataan tegas yang mendasar dari Santo Yohanes: “Kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita” (1 Yoh 4:16), saya mengamati bahwa "menjadi Kristiani bukanlah hasil dari pilihan etis atau gagasan luhur, tetapi perjumpaan dengan suatu peristiwa, seseorang, yang memberi kehidupan suatu cakrawala baru dan suatu arah yang pasti ... Karena Allah telah lebih dulu mengasihi kita (bdk. 1 Yoh 4:10), kasih kini tidak lagi menjadi 'perintah' belaka; kasih adalah tanggapan terhadap karunia kasih yang dengannya Allah mendekat kepada kita" (Deus Caritas Est, 1). Iman ini merupakan ketaatan pribadi - yang melibatkan seluruh pancaindera kita – bagi pernyataan kasih Allah yang tanpa syarat dan "penuh gairah" bagi kita, sepenuhnya terungkap dalam Yesus Kristus. Perjumpaan dengan Allah yang adalah Kasih melibatkan tidak hanya batin tapi juga akal budi: "Pengakuan akan Allah yang hidup adalah salah satu jalan menuju kasih, dan 'ya' dari kehendak kita terhadap kehendak-Nya menyatukan akal budi, kehendak dan perasaan kita dalam seluruh pelukan tindakan kasih. Tetapi proses ini selalu akhir yang terbuka; kasih tidak pernah 'selesai' dan lengkap"( Deus Caritas Est, 17). Oleh karena itu, untuk semua orang Kristiani, dan terutama untuk "pekerja amal", ada kebutuhan untuk iman, untuk "supaya perjumpaan dengan Allah di dalam Kristus yang membangkitkan kasih mereka dan membuka jiwa mereka bagi orang lain. Akibatnya, sehingga boleh dikatakan, kasih kepada sesama tidak akan lagi bagi mereka perintah yang dibebankan dari luar, melainkan suatu konsekuensi yang berasal dari iman mereka, iman yang menjadi aktif melalui kasih "(Deus Caritas Est, 31a). Orang-orang Kristiani adalah orang-orang yang telah ditaklukkan oleh kasih Kristus dan oleh karena itu, di bawah pengaruh kasih itu - "Caritas Christi urget nos" (2 Kor 5:14) - mereka amatlah terbuka untuk mengasihi sesama mereka dengan cara nyata (bdk. Deus Caritas Est, 33). Sikap ini muncul terutama dari kesadaran dikasihi, diampuni, dan bahkan dilayani oleh Tuhan, yang membungkuk untuk mencuci kaki para Rasul dan memberikan diri-Nya di kayu Salib untuk menarik umat manusia ke dalam kasih Allah.
Iman mengatakan kepada kita bahwa Allah telah memberikan Putra-Nya demi kita dan memberi kita kepastian kemenangan sehingga hal itu sungguh benar: Allah adalah kasih! ..... Iman, yang melihat kasih Allah dinyatakan dalam hati Yesus yang tertikam di kayu Salib, menimbulkan kasih. Kasih adalah cahaya -, dan pada akhirnya, satu-satunya cahaya - yang dapat selalu menerangi dunia yang meredup dan memberi kita kegigihan yang diperlukan untuk tetap hidup dan bekerja" (Deus Caritas Est, 39). Semua ini membantu kita untuk memahami bahwa tanda dasariah yang membedakan orang-orang Kristiani adalah justru "kasih yang didasarkan pada dan dibentuk oleh iman" (Deus Caritas Est, 7).
2. Amal sebagai kehidupan dalam iman
Seluruh kehidupan Kristiani adalah tanggapan terhadap kasih Allah. Tanggapan pertama justru adalah iman sebagai penerimaan, yang dipenuhi dengan takjub dan syukur, akan prakarsa ilahi yang belum pernah terjadi sebelumnya yang mendahului kita dan mengetengahkan kita. Dan "ya" dari iman menandai awal dari sebuah kisah persahabatan yang berseri-seri dengan Tuhan, yang memenuhi dan memberi makna penuh bagi seluruh hidup kita. Tapi itu tidak mencukupi bagi Allah karena kita hanya menerima kasih-Nya yang tanpa syarat. Tidak hanya membuat Ia mengasihi kita, tetapi Ia hendak menarik kita kepada diri-Nya sendiri, untuk mengubah kita sedemikian mendalamnya sehingga membawa kita untuk berkata bersama Santo Paulus : “bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku" (bdk. Gal 2:20).
Ketika kita membuat ruang bagi kasih Allah, maka kita menjadi seperti Dia, berbagi dalam amal milik-Nya. Jika kita membuka diri terhadap kasih-Nya, kita memperbolehkan Dia untuk hidup dalam kita dan membawa kita untuk mengasihi bersama Dia, dalam Dia dan seperti Dia; hanya berlaku demikian iman kita menjadi benar-benar "bekerja oleh kasih" (Gal 5:6), hanya berlaku demudian Dia tinggal di dalam kita (bdk. 1 Yoh 4:12).
Iman adalah memahami kebenaran dan mematuhinya (bdk. 1 Tim 2:4); amal adalah "berjalan" dalam kebenaran (bdk. Ef 4:15). Melalui iman kita masuk ke dalam persahabatan dengan Tuhan, melalui amal persahabatan ini dihidupkan dan ditumbuhkembangkan (bdk. Yoh 15:14dst). Iman menjadikan kita merangkul perintah Tuhan dan Guru kita; amal memberi kita kebahagiaan mempraktekkannya (bdk. Yoh 13:13-17). Dalam iman kita diperanakkan sebagai anak-anak Allah (bdk. Yoh 1:12dst); amal menjadikan kita bertekun secara nyata dalam keputraan ilahi kita, menghasilkan buah Roh Kudus (bdk. Gal 5:22). Iman memampukan kita untuk mengenali karunia yang telah dipercayakan Allah yang baik dan murah hati kepada kita; amal membuat mereka berbuah (bdk. Mat 25:14-30).
Dalam terang di atas, jelaslah bahwa kita tidak pernah bisa memisahkan, apalagi dengan sendirinya mempertentangkan, iman dan amal. Kedua keutamaan teologis ini terkait erat, dan adalah menyesatkan untuk menempatkan perlawanan atau "dialektika" di antara mereka. Di satu sisi, akan terlalu sepihak untuk menempatkan penekanan kuat pada prioritas dan ketegasan iman serta merendahkan dan hampir-hampir meremehkan karya amal nyata, mengecilkan karya itu ke paham kemanusiaan yang samar-samar. Di sisi lain, meskipun, sama-sama tidak membantu untuk melebih-lebihkan keunggulan amal dan kegiatan yang dihasilkannya, seakan-akan karya bisa mengambil tempat iman. Bagi kehidupan rohani yang sehat, perlu untuk menghindari baik fideisme maupun aktivisme moral.
Kehidupan Kristiani mencakup secara terus-menerus pendakian gunung untuk berjumpa Allah dan kemudian turun kembali, memberikan kasih dan kekuatan yang diambil dari-Nya, agar supaya melayani saudara dan saudari kita dengan kasih Allah sendiri. Dalam Kitab Suci, kita melihat bagaimana semangat para Rasul untuk mewartakan Injil dan membangkitkan iman orang-orang terkait erat dengan kepedulian mereka yang bersifat amal untuk pelayanan kepada kaum miskin (bdk. Kis 6:1-4). Dalam Gereja, kontemplasi dan aksi, yang dilambangkan dalam beberapa cara oleh tokoh Injil, Maria dan Marta, harus saling berdampingan dan saling melengkapi (bdk. Luk 10:38-42). Hubungan dengan Allah harus selalu menjadi prioritas, dan setiap pembagian harta benda, dalam semangat Injil, harus berakar dalam iman (bdk. Audiensi Umum, 25 April 2012). Kadang-kadang kita cenderung, pada kenyataannya, mengecilkan istilah "amal" untuk solidaritas atau bantuan kemanusiaan belaka. Namun, penting diingat bahwa karya terbesar dari amal adalah evangelisasi, yang adalah "pemerintahan sabda". Tidak ada tindakan yang lebih bermanfaat - dan karena itu lebih beramal - terhadap salah seorang dari sesama daripada memecahkan roti sabda Allah, berbagi bersama Dia Kabar Baik akan Injil, memperkenalkan Dia kepada hubungan dengan Allah: evangelisasi adalah yang promosi tertinggi dan paling menyeluruh dari pribadi manusia. Sebagai hamba Allah Paus Paulus VI menulis dalam Ensiklik Populorum Progressio, pernyataan akan Kristus adalah penyumbang pertama dan utama bagi pembangunan (bdk. no. 16). Ini adalah kebenaran primordial kasih Allah bagi kita, yang hidup dan dinyatakan, yang membuka hidup kita untuk menerima kasih ini dan memungkinkan pengembangan menyeluruh dari kemanusiaan dan dari setiap orang (bdk. Caritas in Veritate, 8).
Pada dasarnya, segala sesuatu berasal dari Kasih dan cenderung menuju Kasih. Kasih Allah yang tanpa syarat dibuat kenal kepada kita melalui pewartaan Injil. Jika kita menyambutnya dengan iman, kita menerima kontak pertama dan sangat diperlukan dengan Yang Ilahi, mampu membuat kita "jatuh cinta dengan Kasih", dan kemudian kita tinggal di dalam Kasih ini, kita tumbuh di dalamnya dan kita dengan sukacita mengkomunikasikannya kepada orang lain.
Mengenai hubungan antara iman dan karya amal, ada bagian dalam Surat Efesus yang mungkin menyajikan catatan terbaik keterkaitan antara keduanya : "Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri. Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya" (2:8-10). Dapat dilihat di sini bahwa prakarsa penebusan seluruhnya berasal dari Allah, dari kasih karunia-Nya, dari pengampunan-Nya yang diterima dalam iman; tetapi prakarsa ini, jauh dari pembatasan kebebasan kita dan tanggung jawab kita, sebenarnya adalah apa yang membuat mereka otentik dan mengarahkan mereka menuju karya amal. Ini terutama bukan hasil dari usaha manusia, yang di dalamnya mengandung kebanggaan, tetapi karya amal tersebut lahir dari iman dan karya amal itu mengalir dari kasih karunia yang diberikan Allah dalam kelimpahan. Iman tanpa perbuatan adalah seperti pohon tanpa buah: dua keutamaan saling memaknai. Masa Prapaskah mengundang kita, melalui praktek-praktek tradisional dari kehidupan Kristiani, memelihara iman kita dengan seksama dan memperbesar pendengaran akan sabda Allah serta dengan penerimaan sakramen-sakramen, dan pada saat yang sama bertumbuh dalam amal dan dalam kasih kepada Allah dan sesama, tidak sekedar melalui praktik puasa, pengampunan dosa dan derma.
4. Pengutamaan iman, keunggulan amal
Seperti setiap karunia Allah, iman dan amal memiliki asal mereka dalam tindakan Roh Kudus yang satu dan sama (bdk. 1 Kor 13), Roh dalam diri kita yang berseru "Abba, Bapa" (Gal 4:6), dan membuat kita berkata: "Yesus adalah Tuhan!" (1 Kor 12:3) dan "Maranatha!" (1 Kor 16:22, Why 22:20). Iman, sebagai karunia dan tanggapan, menjadikan kita mengetahui kebenaran Kristus sebagai Kasih yang menjelma dan disalibkan, sebagai ketaatan penuh dan sempurna pada kehendak dan rahmat ilahi yang tak terbatas terhadap sesama; iman tertanam dalam hati dan memikirkan keyakinan teguh bahwa hanya Kasih ini mampu menaklukkan kejahatan dan kematian. Iman mengajak kita untuk melihat ke masa depan dengan keutamaan harapan, dengan pengharapan yang pasti bahwa kemenangan kasih Kristus akan datang kepada penggenapannya. Untuk bagian ini, amal mengantar kita ke dalam kasih Allah yang terwujud dalam Kristus dan menggabungkan kita dalam cara yang bersifat pribadi dan nyata terhadap pemberian diri Yesus yang menyeluruh dan tanpa syarat kepada Bapa serta saudara dan saudari-Nya. Dengan memenuhi hati kita dengan kasih-Nya, Roh Kudus membuat kita mengambil bagian dalam pengabdian Yesus kepada Allah dan pengabdian persaudaraan bagi setiap orang (bdk. Rm 5:5).
Hubungan antara kedua keutamaan ini menyerupai antara dua sakramen dasariah Gereja: Baptis dan Ekaristi. Baptis (sacramentum fidei) mendahului Ekaristi (sacramentum caritatis), tetapi diarahkan kepadanya, Ekaristi menjadi kepenuhan perjalanan Kristiani. Dalam cara yang sama, iman mendahului amal, tetapi iman adalah sejati hanya jika dimahkotai oleh amal. Segala sesuatu dimulai dari penerimaan iman yang sederhana ("mengetahui bahwa manusia dikasihi oleh Allah"), tetapi harus sampai pada kebenaran amal ("mengetahui bagaimana untuk mengasihi Allah dan sesama"), yang tetap untuk selama-lamanya, sebagai pemenuhan semua keutamaan (bdk. 1 Kor 13:13).
Saudara dan saudari terkasih, dalam Masa Prapaskah ini, ketika kita mempersiapkan diri untuk merayakan peristiwa Salib dan Kebangkitan - di dalamnya kasih Allah menebus dunia dan menyorotkan cahayanya di atas sejarah - Saya mengungkapkan kehendak saya sehingga Anda semua dapat menghabiskan waktu berharga ini menyalakan kembali iman Anda dalam Yesus Kristus, agar supaya masuk bersama Dia ke dalam kasih dinamis bagi Bapa dan bagi setiap saudara dan saudari yang kita jumpai dalam kehidupan kita. Untuk maksud ini, saya memanjatkan doa saya kepada Allah, dan saya memohonkan berkat Tuhan atas setiap orang dan atas setiap komunitas!
Dari Vatikan, 15 Oktober 2012
BENEDIKTUS XVI
(diambil dari HIDUP)
Surat Gembala Prapaskah 2013 Bagi umat Katolik Keuskupan Surabaya
(Dibacakan di semua gereja dan kapel di wilayah Keuskupan Surabaya, pada tanggal 9 dan 10 Februari 2013)
Pertemuan II APP Keuskupan Agung Semarang: Tekun dan Setia dalam Pekerjaan
- Umat diajak menyadari bahwa kita dipercaya menyelesaikan pekerjaan, entah pekerjaan itu besar entah kecil.
- Kita diajak menyelesaikan pekerjaan kita dengan gembira hati, setia, tekun dan teliti serta sabar.
- Bisa merasakan setiap pekerjaan merupakan persembahan yang berharga untuk Tuhan.
- Setiap orang diserahi tanggung jawab
- Sikap, semangat dan tanggapan kita atas pekerjaan-pekerjaan beraneka ragam. Ada yang semangat dan rajin, tekun dan teliti. Namun ada juga yang seringkali malas dan ogah-ogahan.
- Setiap keputusan yang kita ambil pasti ada risikonya. Yang menerima lima talenta berani berisiko. Meski berisiko tetap bekerja. Yang menerima satu talenta tidak berani berisiko namun justru malah menyalahkan orang lain.
- Dalam kehidupan kita, sering kita mudah menyalahkan orang lain namun ketika kita sendiri diserahi tanggung jawab, justru kita menghindar.
- Dari kutipan bacaan Injil tadi, bagian (ayat mana) yang menarik perhatian Anda?
- Mengapa bagian itu yang menarik bagi Anda?
- Jika kita diserahi tanggung jawab apapun, apa yang akan kita lakukan? Apakah kita mau menerimanya dengan gembira hati dan melaksanakannya dengan gembira pula?
- Jika kita sudah bersedia menerima tanggung jawab, bagaimana kita akan menjalani tanggung jawab tersebut?
Pertemuan I APP Keuskupan Agung Semarang: Makna Kerja
- Kita mempunyai rasa bangga dan mempunyai rasa memiliki atas pekerjaan kita meskipun pekerjaan tersebut kecil dan sederhana. Jangan sampai kita meremehkan pekerjaan-pekerjaan kecil dan sederhana.
- Kita berharap dapat melaksanakan pekerjaan kita dengan gembira hati tanpa mengeluh dan mengesah.
- Dengan pekerjaan kita, kita dapat semakin dewasa, semakin merasa dekat dengan Tuhan dan sesama.
- Kita semakin menyadari bahwa bekerja adalah melaksanakan kehendak Allah.
- Apa yang menarik dari cerita singkat tadi bagi Anda?
- Pekerjaan apa saja yang kita tekuni setiap hari?
- Apakah pekerjaan-pekerjaan harian (rutin) tersebut sudah kita jalani dengan penuh kegembiraan hati? Apakah kita menyadari bahwa pekerjaan-pekerjaan yang kita jalani merupakan panggilan dari Tuhan sendiri?
- Buah-buah apa saja yang dapat kita petik dari setiap pekerjaan kita? Apakah pekerjaan-pekerjaan harian kita sudah semakin mendekatkan diri kita dengan Tuhan dan semakin meneguhkan iman kita? Ataukah sebaliknya, kesibukan pekerjaan kita semakin menjauhkan kita dari Tuhan, mengabaikan kegiatan lingkungan dan kegiatan Gereja, atau bahkan Perayaan Ekaristi pun kalah oleh kesibukan kita?
terima kasih telah mengunjungi renunganpagi.id, jika Anda merasa diberkati dengan renungan ini, Anda dapat membantu kami dengan memberikan persembahan kasih. Donasi Anda dapat dikirimkan melalui QRIS klik link. Kami membutuhkan dukungan Anda untuk terus menghubungkan orang-orang dengan Kristus dan Gereja. Tuhan memberkati