Tampilkan postingan dengan label melayani. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label melayani. Tampilkan semua postingan

Kamis Putih, 09 April 2009

KAMIS PUTIH
Kamis, 09 April 2009




“Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu.”


Dalam suatu perjamuan pesta, seperti pesta perkawinan, aneka pesta keagamaan atau kemasyarakatan, dst.., mereka yang menjadi pemimpin pesta bertindak sebagai koordinator. Sebagai koordinator ia menerima laporan kegiatan dari para pembantu atau pekerjannya dan ia sendiri tidak atau jarang menyentuh atau melakukan pekerjaan-pekerjaan kasar dan kotor. Ada kemungkinan ia bertindak dengan ‘main perintah’ atau ‘memberi petunjuk’ serta tidak pernah melakukan sendiri apa yang ia perintahkan atau tunjukkan kepada orang lain atau para pembantunya. Dalam tradisi Yahudi yang menjadi pemimpin pesta perjamuan Paskah adalah kepala rumah tangga, dan rasanya sebagai pemimin pesta ia juga tidak pernah melakukan tugas pekerjaan yang kotor dan kasar. Yesus bersama dengan para rasul mengadakan pesta Paskah dan yang menjadi pemimpin pesta adalah Yesus sendiri. Sangat menarik dan mengesan bahwa sebagai pemimpin pesta Ia melayani dan memberi teladan dengan mencuci kaki para rasul. “Mengertikah kamu apa yang telah Kuperbuat kepadamu? Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan. Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu” (Yoh 13:12-15), demikian sabda-Nya kepada para rasul/murid, setelah Ia membasuh kaki mereka.

“Jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu”


Kaki atau telapak kaki adalah bagian anggota tubuh yang paling bawah dan pada umumnya kotor. Di telapak kaki dan jari kaki terpusatlah aneka jaringan syaraf, maka sering ada penyembuhan orang sakit dengan ‘pijat refleksi’, yang tidak lain adalah memijat jari-jari telapak kaki atau seluruh telapak kaki. Derap-langkah tubuh kita juga tergantung dari kesehatan dan kebugaran kaki/telapak kaki, di atas telapak kaki berdiri seluruh tubuh. Membasuh kaki berarti membersihkan atau menyehatkan, namun tugas membasuh kaki pada umumnya dilakukan oleh para pelayan. Yesus, Guru dan Tuhan kita, membasuh kaki para murid, yang berarti melayani, dan kepada para murid diberi perintah untuk berbuat sama seperti yang Ia lakukan yaitu ‘saling membasuh kaki’, maka marilah kita sebagai murid-murid Yesus mawas diri: sejauh mana kita telah saling membasuh kaki atau saling melayani.

Sikap dan perilaku melayani ini hendaknya pertama-tama dan terutama dilakukan oleh para pemimpin, atasan atau petinggi di dalam hidup dan kerja bersama. Dengan kata lain hendaknya seorang pemimpin menghayati kepemimpinan partisipatif: memberi contoh atau teladan melayani serta mendengarkan mereka yang harus dilayani atau dipimpin. Pemimpin hendaknya ‘turba’, turun ke bawah, dengan mendatangi mereka yang dipimpin dan seoptimal mungkin bersama dengan mereka, sesuai dengan kesempatan dan kemungkinan yang ada. Hendaknya juga memberi perhatian yang memadai bagi mereka yang miskin dan berkekurangan, entah dalam hal hati, jiwa, akal budi, tubuh atau harta benda. Perhatikan juga para pelayan, petugas kebersihan, satpam dan lain-lain yang sungguh membaktikan hidupnya demi kehidupan dan kerja bersama.

Kita semua dipanggil untuk saling melayani dan membersihkan atau membahagiakan. Maka marilah dengan rendah hati kita saling memperhatikan, kita perhatikan kekurangan dan kelemahan yang ada, bukan untuk disebarluaskan melainkan untuk disembuhkan dan dikuatkan. Apa-apa yang membuat kotor hidup seseorang hendaknya dengan rendah hati dibersihkan. Agar kita dapat saling melayani dengan baik hendaknya meneladan Yesus, yang melepaskan ‘kebesaranNya’ untuk menjadi sama dengan kita, manusia: sikapi dan perlakukan sesama dan saudara-saudari kita sebagai sahabat. Tentu saja hal ini pertama-tama dan terutama harus dihayati oleh para orangtua/ayah- ibu terhadap anak-anaknya, sedangkan di kantor atau tempat kerja para pemimpin atau atasan hendaknya juga menyikapi anggota atau bawahan sebagai sahabat, dst..

“Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang” (1Kor 11:26 )


Pesta Kamis Putih hari ini juga menjadi inspirasi bagi kita perihal Perayaan Ekaristi, yang setiap kali atau sering kita rayakan, dan di dalam perayaan tersebut kita ‘makan roti dan minum cawan’, menyantap Tubuh Kristus dan meminum Darah-Nya. “Perayaan Ekaristi adalah tindakan Kristus sendiri dan Gereja: di dalamnya Krsitus Tuhan, melalui pelayanan imam, mempersembahkan diri-Nya kepada Allah Bapa dengan kehadiranNya secara substansial dalam rupa roti dan anggur, serta memberikan DiriNya sebagai santapan rohani kepada umat beriman yang menggabungkan diri dalam persembahanNya” (KHK kan 899 $1 ).

“Kamu memberitahukan kematian Tuhan sampai Ia datang” , demikian pesan Paulus kepada kita semua yang setiap kali menyantap Tubuh Kristus dan minum DarahNya di dalam Perayaan Ekaristi. “Memberitahukan kematian Tuhan” berarti mengenangkan persembahan diri Yesus secara total dalam diri kita masing-masing. Dengan kata lain dengan makan dan minum Tubuh dan Darah Kristus berarti kita dihidupi oleh-Nya, meneladan cara bertindakNya yang mempersembahkan diri seutuhnya demi keselamatan seluruh bangsa manusia.

Kita dipanggil untuk saling mempersembahkan diri seutuhnya, dan rasanya hal ini para orangtua, bapak-ibu dapat menjadi teladan atau contoh konkret. Bukankah bapak-ibu, sebagai laki-laki dan perempuan yang berbeda satu sama lain, telah saling mempersembahkan diri dengan berusaha bersehati, bersejiwa, berseakal budi dan bersetubuh? Apa yang telah dihayati berdua dalam kasih tersebut hendaknya disebarluaskan dalam hidup sehari-hari.

Bagi kita masing-masing “memberitahukan kematian Tuhan sampai Ia datang” berarti kita sejak kini sampai mati senantiasa mempersembahkan diri seutuhnya kepada panggilan, tugas pengutusan atau pekerjaan kita masing-masing. Maka dengan ini kami mengingatkan kita semua:

(1) bagi para peserta didik atau mahasiswa hendaknya sungguh belajar sehingga lulus atau selesai belajar pada waktunya dengan baik dan memuaskan semua orang,
(2) bagi para pekerja/pegawai hendaknya sungguh bekerja sehingga terampil bekerja dan dengan demikian terus bekerja sampai mati,
(3) bagi yang terpanggil untuk hidup berkelurga, imamat atau membiara hendaknya setia dan taat pada panggilannya sampai mati, dst..

Marilah kita sungguh memberikan atau mempersembahkan diri kita seutuhnya pada panggilan, tugas pengutusan atau pekerjaan kita masing-masing. Marilah kita hayati bersama-sama salah satu motto Bapak Andrie Wongso ini: “Kasih dan perhatian adalah kekuatan! Jika setiap hari kita mau memberikan kasih dan perhatian kepada orang-orang di sekeliling kita, hidup akan terasa bahagia dan lebih bermakna”


Ignatius Sumarya, SJ

Jumat, 06 Maret 2009

Jumat, 06 Maret 2009
Hari Biasa Pekan I Prapaskah


Doa Renungan
Allah Bapa yang mahapenyayang, Engkau tidak tampak namun Engkau dekat sekali dengan kami dalam diri Yesus, Putra Manusia. Berilah kami kepercayaan mantap pada suara panggilan-Mu, agar kami dapat hidup rukun dan damai dengan sesama kami, putra dan putri-Mu se Bapa. Demi Kristus, Tuhan kami. Amin.

Bacaan Pertama
Pembacaan dari Kitab Yehezikel (18:21-28)

"Adakah Aku berkenan kepada kematian orang fasik? Bukankah kepada pertobatannya Aku berkenan, supaya ia hidup?"

21 Beginilah Tuhan Allah berfirman, "Jikalau orang fasik bertobat dari segala dosa yang dilakukannya dan berpegang pada segala ketetapan-Ku serta melakukan keadilan dan kebenaran, ia pasti hidup, ia tidak akan mati. 22 Segala durhaka yang dibuatnya tidak akan diingat-ingat lagi terhadap dia; ia akan hidup karena kebenaran yang dilakukannya. 23 Apakah Aku berkenan kepada kematian orang fasik? demikianlah firman Tuhan Allah. Bukankah kepada pertobatannya supaya ia hidup?24 Jikalau orang benar berbalik dari kebenarannya dan melakukan kecurangan seperti segala kekejian yang dilakukan oleh orang fasik--apakah ia akan hidup? Segala kebenaran yang dilakukannya tidak akan diingat-ingat lagi. Ia harus mati karena ia berobah setia dan karena dosa yang dilakukannya.25 Tetapi kamu berkata: Tindakan Tuhan tidak tepat! Dengarlah dulu, hai kaum Israel, apakah tindakan-Ku yang tidak tepat ataukah tindakanmu yang tidak tepat? 26 Kalau orang benar berbalik dari kebenarannya dan melakukan kecurangan sehingga ia mati, ia harus mati karena kecurangan yang dilakukannya.27 Sebaliknya, kalau orang fasik bertobat dari kefasikan yang dilakukannya dan ia melakukan keadilan dan kebenaran, ia akan menyelamatkan nyawanya. 28 Ia insaf dan bertobat dari segala durhaka yang dibuatnya, ia pasti hidup, ia tidak akan mati.
Demikianlah sabda Tuhan
Syukur kepada Allah.

Mazmur Tanggapan
Ref. Jika Engkau mengingat-ingat kesalahan ya Tuhan, siapakah yang dapat tahan?
Ayat.
(Mzm 130:1-2.3-4.5-7a.7bc-8)
1. Dari jurang yang dalam aku berseru kepada-Mu, ya Tuhan! Tuhan, dengarkanlah suaraku! Biarlah telinga-Mu menaruh perhatian kepada suara permohonanku. 2. Jika Engkau mengingat-ingat kesalahan, ya Tuhan, siapakah yang dapat tahan? Tetapi pada-Mu ada pengampunan, maka orang-orang takwa kepada-Mu.
3. Aku menanti-nantikan Tuhan, jiwaku menanti-nanti, dan aku mengharapkan firman-Nya. Jiwaku mengharapkan Tuhan lebih daripada pengawal mengharapkan pagi. Lebih daripada pengawal mengharapkan pagi, berharaplah pada Tuhan, hai Israel!
4. Sebab pada Tuhan ada kasih setia, dan Ia banyak kali mengadakan pembebasan, Dialah yang akan membebaskan Israel dari segala kesalahannya.

Bait Pengantar Injil PS 965
Ref. Terpujilah Kristus Tuhan, Raja mulia dan kekal
Ayat. Buanglah dari padamu segala durhaka yang kamu buat terhadap Aku, sabda Tuhan, dan perbaharuilah hati serta rohmu.

Bacaan Injil
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Matius (5:20-26)

"Pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu."

20 Dalam khotbah di bukit berkatalah Yesus kepada murid-murid-Nya: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. 21 Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. 22 Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala. 23 Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, 24 tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu. 25 Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau bersama-sama dengan dia di tengah jalan, supaya lawanmu itu jangan menyerahkan engkau kepada hakim dan hakim itu menyerahkan engkau kepada pembantunya dan engkau dilemparkan ke dalam penjara. 26 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya engkau tidak akan keluar dari sana, sebelum engkau membayar hutangmu sampai lunas.
Demikianlah Injil Tuhan
Terpujilah Kristus.


Renungan


Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

- Kekayaan atau pengalaman yang paling banyak dimiliki atau dialami oleh kita semua rasanya adalah ‘marah’. ‘Marah’ yang pada umumnya berupa kata-kata pedas dan tidak enak didengar berada dalam tingkat tengah dari rangkaian dan perkembangan: mengeluh-> menggerutu -> ngrumpi/ngrasani-> marah -> memukul/menyakiti secara phisik -> membunuh. Bukankah kebanyakan dari kita sering mengeluh atau menggerutu? Mengeluh atau menggerutu hemat saya berarti menghendaki apa yang membuatnya mengeluh atau menggerutu tidak ada alias dimusnahkan atau disingkirkan. Maka benarlah sabda Yesus bahwa ‘setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum’. Orang marah telah terhukum dengan sendirinya tanpa harus dihukum oleh orang lain. Hukuman itu antara lain: mereka kehilangan tenaga dan waktu sia-sia, semakin berkurang sahabat atau temannya, mudah terserang oleh aneka bentuk penyakit, senanitiasa merasa tak bahagia, dst.. Maka baiklah di masa Prapaskah atau Retret Agung Umat ini kita mawas diri perihal ‘marah’. Apa yang sering membuat marah adalah perbedaan-perbedaan, entah beda selera, rasa, pendapat, pikiran, SARA, usia, pengalaman dst… Ingat, sadari dan hayati bahwa sekian banyak manusia di dunia ini berbeda satu sama lain. Apa yang berbeda diciptakan dan dikehendaki oleh Tuhan Allah. Rasanya jika kita jujur mawas diri akan melihat bahwa apa yang berbeda itu saling tertarik atau memiliki dorongan untuk saling mengenal dan mendekat, misalnya laki-laki dan perempuan. Dengan kata lain apa yang berbeda adalah menjadi daya tarik dan daya pikat untuk saling mendekat dan mengasihi, bukan untuk saling memusuhi dan memarahi. Maka marilah kita sikapi dan hadapi aneka perbedaan yang ada sebagai daya tarik dan daya pikat untuk saling mendekat dan mengasihi, agar kita tidak terhukum, sengsara atau menderita, melainkan selamat, damai dan sejahtera.

- “Jikalau orang fasik bertobat dari segala dosa yang dilakukannya dan berpegang pada segala ketetapan-Ku serta melakukan keadilan dan kebenaran, ia pasti hidup, ia tidak akan mati. Segala durhaka yang dibuatnya tidak akan diingat-ingat lagi terhadap dia; ia akan hidup karena kebenaran yang dilakukannya” (Yeh 18:21-22). Apa yang adil dan benar antara lain bahwa manusia diciptakan oleh Allah sesuai dengan gambar atau citraNya, sehingga di dalam setiap manusia Allah hidup dan berkarya. Maka marah terhadap saudara berarti membenci Allah alias durhaka. Marilah kita melakukan keadilan dan kebenaran antara lain dengan memuji, menghormati dan mengabdi Tuhan Allah melalui sesama dan saudara-saudari kita, dengan kata lain kita saling memuji, menghormati dan mengabdi atau melayani. Hendaknya kita tidak mengingat-ingat kesalahan dan kekurangan saudara-saudari kita, sebagaimana Tuhan Allah telah memperlakukan kita orang yang lemah dan berdosa ini. Pujian, hormat dan pengabdian sekecil apapun kepada saudara-saudari kita pasti akan membuat mereka melupakan segala kesalahan dan kekurangan kita. Agar kita tidak terdorong atau termotivasi untuk memarahi saudara-saudari kita, marilah kita lihat dan akui atau imani kebaikan dan keutamaan-keutamaan yang hidup dan dihayati oleh saudara-saudari kita. Percayalah bahwa dalam diri kita atau saudara-saudari kita apa yang baik dan utama/luhur lebih banyak daripada apa yang jelek dan tak terhormat. Marilah kita kembangkan dan perdalam ‘budaya kehidupan’ dalam hidup bersama dengan saling memuji, menghormati dan mengabdi atau melayani.


[Ignatius Sumarya, SJ]
Photobucket

terima kasih telah mengunjungi renunganpagi.id, jika Anda merasa diberkati dengan renungan ini, Anda dapat membantu kami dengan memberikan persembahan kasih. Donasi Anda dapat dikirimkan melalui QRIS klik link. Kami membutuhkan dukungan Anda untuk terus menghubungkan orang-orang dengan Kristus dan Gereja. Tuhan memberkati

renunganpagi.id 2024 -

Privacy Policy