| Home | Bacaan Harian | Support Renungan Pagi | Renungan Minggu Ini | Kisah Para Kudus | Katekese Iman Katolik | Privacy Policy |

CARI RENUNGAN

>

Jumat, 20 Maret 2009


Jumat, 20 Maret 2009
Hari Biasa Pekan III Prapaskah, Hari Pantang

 

Bacaan Pertama
Pembacaan dari Kitab Hosea (14:2-10)


"Kami tidak akan berkata lagi "Ya Allah kami" kepada buatan tangan kami."


2 Beginilah firman Allah, "Bertobatlah, hai Israel, kepada Tuhan, Allahmu, sebab engkau telah tergelincir karena kesalahanmu. 3 Bawalah sertamu kata-kata penyesalan, dan bertobatlah kepada Tuhan! katakanlah kepada-Nya: "Ampunilah segala kesalahan, sehingga kami mendapat yang baik, maka kami akan mempersembahkan pengakuan kami.4 Asyur tidak dapat menyelamatkan kami; kami tidak mau mengendarai kuda, dan kami tidak akan berkata lagi: Ya, Allah kami! kepada buatan tangan kami. Karena Engkau menyayangi anak yatim." 5 Aku akan memulihkan mereka dari penyelewengan, Aku akan mengasihi mereka dengan sukarela, sebab murka-Ku telah surut dari pada mereka. 6 Aku akan seperti embun bagi Israel, maka ia akan berbunga seperti bunga bakung dan akan menjulurkan akar-akarnya seperti pohon hawar. 7 Ranting-rantingnya akan merambak, semaraknya akan seperti pohon zaitun dan berbau harum seperti yang di Libanon. 8 Mereka akan kembali dan diam dalam naungan-Ku dan tumbuh seperti gandum; mereka akan berkembang seperti pohon anggur, yang termasyhur seperti anggur Libanon. 9 Efraim, apakah lagi sangkut paut-Ku dengan berhala-berhala? Akulah yang menjawab dan memperhatikan engkau! Aku ini seperti pohon sanobar yang menghijau, dari pada-Ku engkau mendapat buah. 10 Siapa yang bijaksana, biarlah ia memahami semuanya ini; siapa yang paham, biarlah ia mengetahuinya; sebab jalan-jalan Tuhan adalah lurus, dan orang benar menempuhnya, tetapi pemberontak tergelincir di situ.
Demikianlah sabda Tuhan
Syukur kepada Allah.

Mazmur Tanggapan
Ref. Akulah Tuhan, Allahmu, dengarkanlah suara-Ku.
Ayat.
(Mzm 81:6c.8a.8bc-9.10-11ab.14.17)
1. Aku mendengar bahasa yang tidak kukenal, "Akulah yang telah mengangkat beban dari bahumu, dan membebaskan tanganmu dari keranjang pikulan; dalam kesesakan engkau berseru, maka Aku meluputkan engkau.
2. Aku menjawab engkau dengan bersembunyi di balik badai, Aku telah menguji engkau dekat Meriba. Dengarlah, hai umat-Ku, Aku hendak memberi peringatan kepadamu; hai Israel, kiranya engkau mau mendengarkan Aku!
3. Janganlah ada di antaramu allah lain, dan janganlah engkau menyembah orang asing. Akulah Tuhan Allahmu, yang menuntun engkau keluar dari tanah Mesir.
4. Sekiranya umat-Ku mendengarkan Aku! Sekiranya Israel hidup menurut jalan yang Kutunjukkan! Umat-Ku akan Kuberi makan gandum yang terbaik, dan dengan madu dari gunung batu, Aku akan mengenyangkannya.

Bait Pengantar Injil PS. 965
Ref. Terpujilah Kristus Tuhan, Raja mulia dan kekal.
Ayat. Bertobatlah, sabda Tuhan, sebab Kerajaan Surga sudah dekat.

Bacaan Injil
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Markus (12:28b-34)

"Tuhan Allahmu itu Tuhan Yang Esa, kasihilah Dia dengan segenap jiwamu."

28b Sekali peristiwa, datanglah seorang ahli Taurat kepada Yesus dan bertanya kepada-Nya, "Perintah manakah yang paling utama?"29 Jawab Yesus: "Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. 30 Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. 31 Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini." 32 Lalu kata ahli Taurat itu kepada Yesus: "Tepat sekali, Guru, benar kata-Mu itu, bahwa Dia esa, dan bahwa tidak ada yang lain kecuali Dia. 33 Memang mengasihi Dia dengan segenap hati dan dengan segenap pengertian dan dengan segenap kekuatan, dan juga mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri adalah jauh lebih utama dari pada semua korban bakaran dan korban sembelihan."34 Yesus melihat, bagaimana bijaksananya jawab orang itu, dan Ia berkata kepadanya: "Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah!" Dan seorangpun tidak berani lagi menanyakan sesuatu kepada Yesus.
Demikianlah Injil Tuhan
Terpujilah Kristus.




Renungan



Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

- Ada begitu banyak aturan dan tatanan hidup atau hukum yang diberlakukan dalam hidup bersama: hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara maupun beragama. Kiranya tidak ada orang yang hafal atas semua tatanan, aturan atau hukum tersebut. Hemat saya semuanya itu dijiwai oleh hukum yang terutama sebagaimana disabdakan oleh Yesus: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”, maka marilah kita sikapi dan laksanakan aneka tatanan, aturan dan hukum yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita dengan ‘hukum yang terutama’ tersebut. Mengasihi dengan ‘segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap kekuatan’ kepada Tuhan dan sesama manusia itulah panggilan dan tugas pengutusan kita. “Dengan segenap” berarti utuh dan tidak kurang sedikitpun; kalau kurang utuh berarti sakit, maka menjadi sakit hati/pembenci/pemarah, sakit jiwa/sinthing/gila, sakit akal budi/bodoh dan sakit tubuh. Orang yang sedang menderita sakit jelas mengalami keterbatasan untuk mengasihi. Semua aturan, tatanan atau hukum jika disikapi dan dihayati dalam dan oleh kasih akan enak dan nikmat adanya. “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu” (1Kor 13:4-7). Jika kita hidup dalam kasih sebagaimana disabdakan oleh Yesus dan diajarkan oleh Paulus kiranya ‘tidak ada seorangpun yang berani menanyakan sesuatu pada kita’, dan mereka akan mengikuti apa yang kita hayati.



- “ Siapa yang bijaksana, biarlah ia memahami semuanya ini; siapa yang paham, biarlah ia mengetahuinya; sebab jalan-jalan TUHAN adalah lurus, dan orang benar menempuhnya, tetapi pemberontak tergelincir di situ” (Hos 14:10). Kita semua mendambakan untuk menjadi orang atau pribadi yang bijaksana, maka marilah kita tempuh dan telusuri ‘jalan-jalan Tuhan’. Karena kelemahan dan kerapuhan kita maka ‘jalan-jalan Tuhan’ antara lain ‘diterjemahkan’ ke dalam aneka tatanan, aturan dan hokum, maka marilah kita taati dan laksanakan tatanan, aturan dan hukum yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita, yang memang dibuat dan diundangkan atau.diberlakukan untuk menuntun dan membimbing orang agar semakin mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan atau beriman. Marilah berusaha untuk setia pada aturan, tatanan dan hukum yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing. “Setia adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan keterikatan dan kepedunia atas perjanjian yang telah dibuat” (Prof Dr Edi Sedyawati /edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24). Untuk itu kami berharap: (1) para pelajat atau mahasiswa mawas diri perihal janji pelajar atau mahasiswa, (2) para suami-isteri mawas diri perihal janji perkawinan, (3) para biarawan-biarawati mawas diri perihal trikaul, yaitu kaul keperawanan, kemiskinan dan ketaatan, (4) para imam mawas diri perihal ketaatan dan kesetiaan pada Gembala Utama, (5) para pekerja mawas diri perihal janji kerja, dan (6) kita orang Katolik atau Kristen mawas diri perihal janji baptis. Sejauh mana kita telah menghayat janji-janji tersebut dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap kekuatan/tubuh?



[Ignatius Sumarya, SJ]



Photobucket

Kamis, 19 Maret 2009

Kamis, 19 Maret 2009
Hari St Yosef, Suami SP. Maria


Yang Kukehendaki ialah belaskasihan dan bukan persembahan ... --- Mat 12:7

Doa Renungan Pagi
Allah yang mahakuasa, Santo Yusuf, abdi-Mu yang setia telah Kauberi tugas mulia untuk menjaga dan melindungi keluarga kudus di Nazaret yang menjadi awal keselamatan kami. Ajarilah kami hari ini, beriman seperti St. Yusuf yang dengan tekun dan takwa berbakti kepada-Mu mengabdikan diri dalam karya penyelamatan umat manusia yang telah Kaumulai dalam diri Kristus Tuhan kami. Amin.

Bacaan Pertama
Pembacaan dari Kitab Kedua Samuel (7:4-5a.12-14a.16)

"Tuhan Allah akan memberikan kepada Dia takhta Daud bapa-Nya." 

4 Pada suatu malam datanglah firman TUHAN kepada Natan, demikian: 5a "Pergilah, katakanlah kepada hamba-Ku Daud: Beginilah firman TUHAN: 12 Apabila umurmu sudah genap dan engkau telah mendapat perhentian bersama-sama dengan nenek moyangmu, maka Aku akan membangkitkan keturunanmu yang kemudian, anak kandungmu, dan Aku akan mengokohkan kerajaannya. 13 Dialah yang akan mendirikan rumah bagi nama-Ku dan Aku akan mengokohkan takhta kerajaannya untuk selama-lamanya. 14a Aku akan menjadi Bapanya, dan ia akan menjadi anak-Ku.16 Keluarga dan kerajaanmu akan kokoh untuk selama-lamanya di hadapan-Ku, takhtamu akan kokoh untuk selama-lamanya."
Demikianlah sabda Tuhan
Syukur kepada Allah.

Mazmur Tanggapan
Ref. Anak cucunya akan lestari untuk selama-lamanya.
Ayat.
(Mzm 89:2-3.4-5.27.29)
1. Aku hendak menyanyikan kasih setia Tuhan selama-lamanya, hendak menuturkan kesetiaan-Mu turun-temurun. Sebab kasih setia-Mu dibangun untuk selama-lamanya; kesetiaan-Mu tegak seperti langit. 
2. Engkau berkata, "Telah Kuikat perjanjian dengan orang pilihan-Ku, Aku telah bersumpah kepada Daud, hamba-Ku; Aku hendak menegakkan anak cucumu untuk selama-lamanya, dan membangun takhtamu turun-temurun." 
3. Dia pun akan berseru kepada-Ku, "Bapakulah Engkau, Allahku dan gunung batu keselamatanku". Untuk selama-lamanya Aku akan memelihara kasih setia-Ku bagi dia, dan perjanjian-Ku dengannya akan Kupegang teguh".

Bacaan Kedua
Pembacaan dari Surat Rasul Paulus kepada umat di Roma (4:13.16-18.22)

"Sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, Abraham toh berharap dan percaya."


13 Saudara-saudara, bukan karena hukum Taurat telah diberikan janji kepada Abraham dan keturunannya, bahwa ia akan memiliki dunia, tetapi karena kebenaran, berdasarkan iman. 16 Karena itulah kebenaran berdasarkan iman supaya merupakan kasih karunia, sehingga janji itu berlaku bagi semua keturunan Abraham, bukan hanya bagi mereka yang hidup dari hukum Taurat, tetapi juga bagi mereka yang hidup dari iman Abraham. Sebab Abraham adalah bapa kita semua, --17 seperti ada tertulis: "Engkau telah Kutetapkan menjadi bapa banyak bangsa" --di hadapan Allah yang kepada-Nya ia percaya, yaitu Allah yang menghidupkan orang mati dan yang menjadikan dengan firman-Nya apa yang tidak ada menjadi ada. 18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa, menurut yang telah difirmankan: "Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu."22 Karena itu hal ini diperhitungkan kepadanya sebagai kebenaran.
Demikianlah sabda Tuhan
Syukur kepada Allah.

Bait Pengantar Injil PS 965
Ref. Terpujilah Kristus Tuhan, Raja mulia dan kekal
Ayat. Berbahagialah orang yang diam di rumah-Mu, yang memuji-muji Engkau tanpa henti.

Bacaan Injil
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Matius (1:16.18-21.24a)

"Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan."


16 Menurut silsilah Yesus Kristus, Yakub memperanakkan Yusuf suami Maria, yang melahirkan Yesus yang disebut Kristus. 18 Kelahiran Yesus Kristus adalah seperti berikut: Pada waktu Maria, ibu-Nya, bertunangan dengan Yusuf, ternyata ia mengandung dari Roh Kudus, sebelum mereka hidup sebagai suami isteri. 19 Karena Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum, ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam. 20 Tetapi ketika ia mempertimbangkan maksud itu, malaikat Tuhan nampak kepadanya dalam mimpi dan berkata: "Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus.21 Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka." 24a Sesudah bangun dari tidurnya, Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya. 
Demikianlah Injil Tuhan
Terpujilah Kristus. 


Renungan



2Sam 7:4-5a.12-14a.16; Rm 4:13.16-18.22; Mat 1:16.18-21.24a

“Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya”


Para pimpinan pada umumnya memiliki tanggungjawab besar, apalagi ia seorang kepala Negara atau presiden. Memang dalam melaksanakan tugasnya ia tidak sendirian, tetapi senantiasa bekerjasama dengan dan mendengarkan masukan-masukan dari para pembantu-pembantunya. Maka sering diadakan pertemuan rutin untuk dengar pendapat perihal apa yang harus dikerjakan. Ada seorang pemimpin, selain mendengarkan masukan dari para pembantunya juga atau lebih mendengarkan ‘guru spiritual’ nya atau seseorang yang mahir dalam hal kebatinan. ‘Guru spiritual’ sering dinilai dapat melihat apa yang akan terjadi, sehingga nasihat-nasihat atau saran-sarannya lebih diikuti. Ada ‘wangsit’ atau bisikan ilahi yang menggema dalam hati sanubarinya, dan suara atau kehendaknya harus dilaksanakan; orang akan melakukan seperti apa yang diperintahkan oleh ‘wangsit’ atau bisikan ilahi tersebut.
“Sesudah bangun dari tidurnya, Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya” (Mat 1:24)

Yusuf adalah “seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum, ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam”. Dari kutipan ini kiranya dapat dimengerti bahwa Yusuf mengetahui Maria, tunangannya, telah mengandung seorang anak bukan karena hubungan seksual dengannya, dan kiranya dalam hati ada kecurigaan bahwa Maria telah menyeleweng. Tentu saja sebagai orang yang tulus hati alias suci Yusuf tidak merasa enak memiliki isteri yang telah mengandung bukan karena hubungan seksual dengannya, maka ia berusaha menceraikannya diam-diam. Namun ketika di dalam mimpi ia memperoleh penampakan atau bisikan ilahi: "Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus. Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka.”(Mat 1:20-21) , maka “Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya. Ia mengambil Maria sebagai isterinya”

Kisah ini kiranya baik menjadi bahan mawas diri bagi kita semua, dan mungkin terutama bagi rekan laki-laki atau para bapak: “tidak mencemarkan nama isterinya atau orang lain di muka umum”. Ada kesan umum bahwa kita mudah untuk ngrumpi atau ngrasani pasangan hidupnya jika yang bersangkutan dirasa kurang memberi pelayanan yang membahagiakan. Hal ini kiranya sering terjadi di kalangan para ‘manajer’ laki-laki yang kurang puas atas pelayanan isterinya dan kemudian di kantor atau tempat kerja dengan mudah menceriterakan pada teman-tamannya atau sekretaris pribadinya yang cantik serta penuh pelayanan di kantor. Maka tidak heran mereka ini lalu menyeleweng, berselingkuh atau memiliki ‘WIL’.

“Dengan tulus hati tidak mencemarkan nama isterinya atau orang lain di muka umum” berarti tidak menceriterkan kelemahan, kekurangan dan kerapuhan orang lain kepada siapapun dan dimanapun. Jika memang ada yang kurang pas atau enak pelayanan dari pasangan atau rekan hidup dan kerjanya, hendaknya pertama-tama dibicarakan ‘empat mata’ dengan yang bersangkutan dengan semangat atau motto ini: “Setiap orang kristiani yang baik tentu lebih membenarkan pernyataan sesamanya daripada mempersalahkannya. Jika tak dapat dimengerti, yang menyatakan hendaknya ditanya apakah yang dimaksudkan; dan jika dia salah, hendaklah dibetulkan dengan cintakasih; dan jika itu belum cukup hendaklah digunakan segala upaya yang sesuai, supaya sampai pada pemahaman yang benar, dan dengan demikian dijauhkan dari kesalahan” (St. Ignatius Loyola, LR no 22). Dengan kata lain hendaklah , jika ada sesuatu pelayanan atau sikap dari pasangan atau sesama yang kurang enak, langsung menghadap Tuhan alias berdoa, membuka diri atas bisikan ilahi dan biarkan kemudian kita memperoleh bisikan ilahi seperti Yusuf, meneladan Yusuf yang “berbuat seperti yang diperintahkan Tuhan kepadanya”

“Bukan karena hukum Taurat telah diberikan janji kepada Abraham dan keturunannya, bahwa ia akan memiliki dunia, tetapi karena kebenaran, berdasarkan iman.” (Rm 4:13)


Anak adalah anugerah Tuhan yang diterima oleh pasangan suami-isteri yang saling mempersembahkan diri seutuhnya alias saling mengimani, bukan semata-mata karena hukum kodrat, kesuburan benih suami maupun isteri. Masing-masing dari kita pernah menjadi anak, maka masing-masing dari kita adalah anugerah Tuhan, yang mau tidak mau, jika mendambakan hidup damai sejahtera, bahagia dan selamat, harus beriman kepadaNya, hidup dan bertindak dijiwai oleh iman, berdasarkan iman. Karena masing-masing dari kita adalah anugerah Tuhan, maka segala sesuatu yang menyertai, kita miliki dan kuasai sampai kini juga anegerah Tuhan, yang harus kita hayati dan fungsikan sesuai dengan kehendakNya, berdasarkan iman kepadaNya.

Di dalam akte pendirian suatu ‘LSM’ (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang berbendera Kristiani, dalam salah satu pasal antara lain dikatakan “Dalam iman Kristiani Lembaga hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara”. Dengan dicantumkannya kata-kata itu diharapkan sepak terjang dan pelayanan mereka yang berpartisipasi dalam gerakan Lembaga terkait dijiwai oleh iman Kristiani alias meneladan cara bertindak Yesus, menjadi sahabat-sahabat Yesus. Cara bertindak Yesus kiranya dapat dilihat dan ditemukan di dalam Kitab Suci.

Yesus bertindak untuk mengasihi dan menyelamatkan antara lain dengan “memberi makan yang kelaparan, memberi minum yang kehausan, memberi pakaian yang telajang, memberi tumpangan orang asing yang kesulitan memperoleh tempat, mengujungi mereka yang berada di penjara, menyembuhkan mereka yang sakit” (lih Mat 25:31-46). Karena semuanya adalah anugerah Allah, harta benda dan uang yang kita miliki dan kuasai, kesehatan dan ketrampilan dst adalah anugerah Allah, maka selayaknya dengan tulus hati kita berusaha untuk tidak membuat malu dan menderita saudara-saudari kita, lebih-lebih dan terutama mereka yang lapar, haus, telanjang, dipenjara, terasing atau sakit. Marilah kita hayati dan fungsikan semua anugerah yang kita miliki dan kuasai untuk membantu mereka ini agar mereka tidak merasa malu dan dicemarkan namanya di muka umum.

Kita semua adalah keturunan Abraham yang hidup dan bertindak berdasarkan iman, bapa Abraham adalah teladan hidup beriman. Selayaknya sebagai keturunan Abraham kita hidup bersaudara dan bersahabat satu sama lain, sehingga terjadilah kehidupan bersama yang membahagiakan dan menyelamatkan, memikat dan mempesonakan. Memang salah satu cara untuk itu antara lain kita dengan rendah hati dan bantuan rahmat Tuhan senantiasa berusaha untuk hidup tulus hati atau suci serta tidak saling mencemarkan nama saudara-saudarinya. Hendaklah jika ada saudara-saudari kita ada yang tercemar segera diselamatkan atau diperbaiki, jangan dibiarkan semakin tercemar atau rusak.

“Aku hendak menyanyikan kasih setia TUHAN selama-lamanya, hendak memperkenalkan kesetiaan-Mu dengan mulutku turun-temurun. Sebab kasih setia-Mu dibangun untuk selama-lamanya; kesetiaan-Mu tegak seperti langit. Engkau telah berkata: "Telah Kuikat perjanjian dengan orang pilihan-Ku, Aku telah bersumpah kepada Daud, hamba-Ku:Untuk selama-lamanya Aku hendak menegakkan anak cucumu, dan membangun takhtamu turun-temurun." (Mzm 89:2-5)



Photobucket

Renungan Prapaskah: "Menjadi Serupa Dengan Wajah Kristus"

 

"Menjadi Serupa Dengan Wajah Kristus"


Oleh:Patrisius Pa, SVD


Santo Paulus, Rasul Gereja Perdana menegaskan bahwa dalam kuasa Roh, kita dipanggil untuk menjadi serupa dengan Wajah Kristus ( 2 Kor 3 : 18). Sehubungan dengan ini, mendiang Paus Yohanes Paulus II mensinyalirkan bahwa misi kita adalah memuliakan Wajah Kristus dalam wajah manusia penuh derita (MMB No. dan TMA No. 7).

Puasa adalah jalan, saat penuh rahmat bagi kita untuk menjadi serupa dengan Wajah Kristus . Pada kesempatan ini, saya ingin mengemukakan Sapta Paradigma Prapaskah atau Tujuh Jalan Puasa untuk dapat bertumbuh-kembang menjadi serupa dengan Wajah Kristus.

1. Jalan Mistik - Waktu untuk berdoa

Masa Puasa merupakan waktu untuk bersatu dengan kesengsaraan Kristus dalam doa dan keheningan. Berpuasa berarti berdoa dengan penuh kerendahan hati, merebahkan jiwa dihadapan Allah, menyatakan sikap ketergantungan pada Allah. Dalam doa yang khusuk itu , kita berjumpa dengan Allah. Puasa Yesus di Padang Gurun adalah suatu tindakan penyerahan diri yang penuh pengharapan kepada Allah Bapa, sebelum Ia memulai misi-Nya.

Pada waktu puasa, kita perlu memasuki kesunyian Padang Gurun kehidupan kita sehari-hari untuk bersatu dengan Kristus, Hamba yang menderita. Dalam keheningan doa, kita memusatkan diri dengan lebih sadar pada kehadiran Yesus dalam wajah pria-wanita, kaum pinggiran dan para pendosa yang kita jumpai dalam ziarah hidup kita sehari-hari.

Jalan mistik berarti kita dengan iman yang penuh antusias bersatu hati dengan Kristus yang menderita dan penuh cinta memandang Wajah Kristus dalam wajah sesama yang miskin, tersingkir, tertindas, terabaikan, yang mengalami krisis identitas dan panggilannya.

Puasa kita pada jalan mistik ini mengajak kita untuk lebih tekun dan setia meluangkan waktu untuk berdoa secara pribadi dan bersama-sama. Kita menjiwai umat bahwa Allah tidak memihak pada mereka yang mengabaikan keadilan melainkan memperhatikan mereka yang menderita dan miskin karena ketidakadilan. Kita mengajak mereka untuk berdoa mohon keadilan dan perdamaian di dunia.

Pada saat ini di mana kita merasa seakan-akan Allah bungkam terhadap kesulitan kita, kita memasrahkan diri kepada Allah dan berdoa dengan penuh iman: "Allah-ku, Allahku mengapa Engkau meninggalkan daku" (Mat 27:46). Dalam kesatuan hati dengan Kristus yang menderita, kita menyerahkan seluruh hidup dan perjuangan kita sepenuhnya kepada Bapa Sorgawi : "Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu, kuserahkan nyawa-Ku (Luk 23 : 46). Doa Yesus menjadi doa kita !

2. Jalan Kenosis - waktu untuk mengosongkan diri

Unsur inti dari semangat berdoa adalah hasrat untuk mengosongkan diri supaya kita dapat dipenuhi oleh Roh Allah sebagaimana Yesus berpuasa di Padang Gurun. Semangat kenosis atau pengosongan diri dapat lebih dari pada sekedar mengurangkan makanan dan minuman. Kita perlu menyangkal diri lebih lagi dengan menanggalkan keakuan kita, rencana dan pikiran pribadi, membatasi kesenangan dan agenda kegiatan harian kita untuk memberi kesempatan Allah mengisi jadwal kita.

Kita berpuasa agar kita semakin bersedia meninggalkan segala sesuatu yang melekat pada diri kita dan memberikan hidup kita secara lebih penuh dan bebas demi kebahagiaan sesama kita. Kita ikut menderita bersama Krisus yang telah rela mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang manusia, dan menjadi sama dengan manusia. Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat kepada Bapa hingga mati di kayu salib (Fil. 2 : 7-8).

3. Jalan Metanoia - waktu untuk bertobat !

Dewasa ini kita menghadapi pelbagai masalah yang sungguh menantang iman kita seperti kemiskinan dan ketakberdayaan, perpecahan dan konflik antar suku - ras - agama-budaya, pelecehan nilai-nilai hidup, seksisme, pelbagai bentuk kekerasan dan ketidakadilan. Itu semua merupakan ungkapan terang-terangan keberdosaan manusia. Mungkinkah kita orang-orang kristiani orang-orang kristiani turut menyebabkan dosa-dosa dan masalah-masalah itu? Kita, orang-orang kristiani, para imam, religius dan awam, dipanggil untuk membangun tata dunia baru yang bebas dari dosa, yakni Kerajaan cinta dan damai sejahtera.

Pada masa puasa ini, kita diundang untuk membiarkan diri kita diubah oleh Roh Kudus menjadi manusia baru serupa dengan Wajah Kristus. Kesetiaan kepada bimbingan Roh Kudus berarti pula kita harus membiarkan Roh Kudus mengubah perilaku dan sikap hidup kita sesuai dengan perilaku dan sikap hidup Yesus yang tahu mengampuni dan berbelarasa. Bertobat itu harus mulai dari diri sendiri. Romo Anthony de Mello, SJ menyadarkan iman kita : "Setiap orang berpikir mau mengubah umat manusia. Hampir tidak seorangpun berpikir bagaimana mengubah dirinya sendiri". (Burung Berkicau, hlm. 110).

Pertobatan sejati menuntut perubahan hati. Nabi Yoel berpesan pada awal masa puasa ini : "Koyaklah hatimu, dan janganlah pakaianmu. Berbaliklah kepada Tuhan"(Yoel 2 : 12). Tobat sejati menuntut kita untuk menanggalkan Diri Palsu/Diri Lama kita yang terselimut topeng-topengan dan mengenakan Diri Sejati/Diri Baru yang telah diubah oleh Roh Kudus menjadi serupa dengan Wajah Kristus. Tobat sejati mendesak kita untuk memulihkan Wajah Kristus dalam wajah manusia penuh derita yang kita sentuhi hidupnya baik di dalam komunitas maupun di dalam lingkungan pelayanan misioner kita. Tobat sejati menuntut kita untuk menjadi terang bagi sesama yang masih tinggal dalam kegelapan iman dan memampukan mereka untuk percaya kepada Krisus dan Injil-Nya bahwa Kerajaan Allah sudah ada di tengah-tengah mereka (Mrk 1 : 15).

Bapa Suci Mendiang Paus Yohanes Paulus II menegaskan bahwa sukacita pada milenium baru ini adalah sukacita pertobatan - sukacita metanoia, yang merupakan prasyarat untuk berdamai dengan Allah dari pihak individu-individu maupun dari komunitas-komunitas Gerejawi ( TMA No. 32).

4.3. Jalan Rekonsiliasi - waktu untuk berdamai

Pada masa kehidupan Yesus, puasa dihargai sebagai saat untuk rekonsiliasi atau pendamaian (Im 23:26-29; Kis 27 : 9-12). Dalam terang ini, masa puasa, kita hormati sebagai masa rahmat, masa pendamaian, masa rekonsiliasi. Jalan rekonsiliasi itu dihayati sebagai prakarsa Allah melalui Yesus Kristus atas kuasa Roh Kudus sebagai Roh Rekonsliasi. Tetapi sekaligus jalan ini merupakan suatu tugas bagi setiap orang kristiani. Kristus mempercayakan berita pendamaian itu kepada setiap kita (2 Kor 5:19). Kita, orang-orang kristiani dipanggil untuk membawa damai. Dengan demikian Doa Damai warisan rohani St. Fransiskus Asisi harus membumi di tanah air kita yang sementara memperjuangkan kerukunan dan persaudaraan:"Tuhan, Jadikanlah aku Pembawa Damai-Mu".

Upaya perdamaian yang kita cita-citakan itu mendorong orang-orang kristiani, untuk menghayati Kaul Anti kekerasan. Prasetia bersikap tanpa kekerasan itu dikumandangkan oleh Yesus dalam Khotbah di Bukit : "Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah" (Mat 5 : 9).

Kamu telah mendengar Firman : Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuh-musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu :"Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikian kamu menjadi anak-anak Bapamu yang ada di Surga". (Mat 5:43-45).

Kaul Anti Kekerasan itu menuntut kita untuk berdamai dulu dengan diri sendiri. Damai harus mulai dari diri sendiri, dari hati yang baru, hati yang berbelarasa dan rela mengampuni. Dalam derita yang mengerikan di kayu salib Yesus masih sempat mendoakan mereka yang memperlakukan diri-Nya secara tidak wajar. Yesus berdamai dengan diri sendiri dan memahami situasi mereka dan bahkan memohon pengampunan atas ketidaktahuan mereka. "Ya Bapa, ampunilah mereka,sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat" (Luk 23:34).

Sikap Yesus yang lembut-mengampuni ini menjadi prasetia Anti Kekerasan kita dalam menghadapi pelbagai kerusuhan di Bumi Ibu Pertiwi ini.

Akhirnya jalan puasa ini mengajak kita untuk berdoa mohon persatuan semua orang Kristiani "communio", Persekutuan Kasih Sejati di dalam komunitas kita masing-masing, di dalam Gereja dan Persekutuan seluruh alam semesta. Demikian Yesus Iman Agung berdoa sebelum sengsara-Nya : "Bapa, semoga mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau ya Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam kita" (Yoh 17;21). Doa Yesus kepada Bapa-Nya untuk persatuan ini, kiranya menjadi doa kita!.

3.5. Jalan Keadilan - untuk menegakkan keadilan

Masa puasa adalah saat suci untuk menegakkan semangat keadilan. Yesus dalam hidup-Nya berjuang menegakkan keadilan Allah. Tuhan adalah adil dan Ia menegakkan keadilan Allah (Mazmur 11:7). Menegakkan Keadilan Allah berarti berusaha mendahulukan kaum malang, membebaskan dan menghormati hak-hak dan kepentingan-kepentingan mereka yang diperas (Mazmur 146:7) yang tertindas dan lemah ( Luk 1:52-53; 4:18-19).
Yesus setia menapaki jalan salib-Nya sampai mati di Gunung Kalvari. Sepanjang ziarah salib itu, Ia menanggung ketidakadilan yang kejam dan tanpa batas terhadap diri-Nya dan terhadap orang-orang yang tak bersalah. Ia mengubah jalan salib yang memedihkan itu menjadi 'Jalan Keadilan'.

Puasa kita dewasa ini juga merupakan sebuah ziarah salib menuju keadilan, jalan yang coba mempersoalkan ketidakadilan dalam masyarakat kita. Secara khusus puasa kita pada masa sekarang ini, harus mampu menciptakan manusia baru yang bersikap adil dan beradab, manusia baru yang cinta damai dan keadilan. Sebab ketidakadilan itu menyembunyikan Wajah Allah terhadap mereka yang miskin dan tersingkir dari bumi Ibu Pertiwi ini. Ziarah salib sebagai Jalan Keadilan ini memperjuangkan perubahan masyarakat baru dan menghadirkan Wajah Allah yang lembut dan penuh kasih bagi mereka. Masa Milenium baru ini mendesak kita untuk memulihkan Keadilan Sosial (TM No. 13).

Orang-orang kristiani berkewajiban untuk memantulkan keadilan Allah dengan hidup sebagai anak-anak terkasih Allah dan "menghasilkan kebaikan, keadilan dan kebenaran" (Ef 5:9). Jangan sampai kita harus dicela oleh Yesus yang adil (1 Yoh 2:1) sebagaimana halnya para ahli Taurat dan orang Farisi yang "mengabaikan nilai-nilai terpenting dalam hukum Taurat, yaitu keadilan dan belaskasihan serta kesetiaan" (Mat 23:23).

Orang-orang kristiani dipanggil untuk terlibat dalam peran kenabiannya, mewartakan Sabda Allah tanpa kompromi, membela keadilan Allah bagi umat yang tak berdaya. Kita perlu belajar bersikap jujur, berlaku adil dan benar mulai dari komunitas sendiri. Dengan cara begini, kita belajar menjadi serupa dengan Wajah Kristus yang gigih memperjuangkan dan memenangkan keadilan Allah di dunia fana ini.

Baiklah kita belajar dari figur imam yang dekat dan akrab dengan kita, yakni Romo Mangunwijaya. Ia menjadi serupa dengan Wajah Kristus dengan hidup tulus - ikhas, setiakawan, berbuat adil dan mati bagi "Wong Cilik".

3.6. Jalan Solidaritas - waktu untuk beramal

Berpuasa adalah sarana bersolidaritas. Pada masa ini, kita diajak untuk lebih banyak berbuat baik dan melayani sesama yang sangat membutuhkan perhatikan dan cinta kita. Kita dipanggil untuk membiaskan sinar kasih Wajah Allah kepada saudara-saudari kita yang patut mendapat pertolongan secara utuh, yakni saudara-saudari yang miskin secara ekonomis karena tak punya harta-tanah, rumah dan pakaian sewajarnya, makanan secukupnya untuk menyambung hidup; Saudara-saudari yang lemah fisiknya lantaran sakit badan, cacat bawaan, lumpuh-pincang, bisu-tuli dan buta mata serta ufuk- usia; Saudara-saudari yang rapuh psikis-jiwanya lantaran dihina, dianggap rendah, frustasi, stress, putus asa; Saudara-saudari yang mengalami keterasingan lantaran dikucilkan, disingkirkan, dipojokkan dalam pergaulan di tengah masyarakat;

Saudara-saudari yang menderita kegersangan rohani lantaran goncang imannya, ragu-ragu akan panggilannya, bosan berdoa, malas ke Gereja, murtad, cendrung hidup profan dan ketagihan akan kenikmatan hidup duniawi.

Solidaritas Allah yang tak terhingga kepada manusia hendaknya menjadi dasar solidaritas kita semua kepada sesama kita. Solidaritas dan Belarasa Allah dalam kerapuhan manusia mencapai puncaknya dalam diri Yesus yang menghampakan diri-Nya dan mati di kayu salib sebagai model-kesaksian solidaritas kita. Hati Yesus selalu "tergerak oleh belaskasihan" memadang umat-Nya seperti domba-malang yang tidak bergembala.

Puasa pada jalan solidaritas, mengajak kita untuk meneladani Beata Muder Teresa dari Kalkuta. Ia memulihkan wajah Yesus dengan melayani orang-orang sakit dan menderita. Ia berkata "Saya menjumpai Wajah Yesus dalam wajah orang miskin dan menderita".

3.7. Jalan Pembebasan - waktu untuk membebaskan

Berpuasa mesti disertai dengan pelayanan kasih kepada sesama yang malang dan terluka hatinya. Hari-hari puasa adalah kesempatan untuk hadir lebih penuh bagi orang di sekitar kita, menyisihkan waktu bagi sesama kita agar solidaritas puasa menjadi lebih murni. Kita hadir secara pribadi untuk membawa rahmat pembebasan sejati bagi sesama kita yang terbelenggu oleh pelbagai tekanan batin dan beratnya beban salib hidup di dunia ini. Terlebih kita membawa pembebasan batin bagi sesama yang disingkirkan dan dikucilkan dari hidup bersama dalam komunitas dan masyarakat. Kita perlu menerima mereka apa adanya dan menemukan kembali harga diri dan keluhuran panggilannya.

Puasa adalah suatu panggilan untuk memaklumkan rahmat pemerdekaan sejati dan membangun persekutuan kasih dengan semua orang. Yesaya mengingatkan kita (Yes 58:6-10): "Puasa yang kuhendaki ialah:

supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk,
supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk,
Supaya engkau memecah-mecahkan rotimu bagi orang yang lapar,
Supaya engkau membawa ke rumah mu orang miskin yang tak punya rumah,
Supaya engkau memberi pakaian terhadap orang yang telanjang,
Supaya engkau tidak membunyikan diri terhadap saudaramu sendiri.
Supaya engkau membawa terang bagi orang yang tinggal dalam kegelapan !

Yesus mengedapankan suatu terobosan baru dalam penghayatan puasa kita :

"Makan bersama orang berdosa, memberikan roti sebagai ungkapan belarasa dan solidaritas kita dengan orang miskin lebih penting dari pada puasa" (Mrk 2:18-22; Mat 11:16-19; Luk 7:31-35). Orang yang berada harus berpuasa dengan memberikan harta miliknya kepada orang yang miskin supaya mereka boleh menikmati lebih.

Yesus tidak membantah aturan puasa, tatapi memurnikan penghayatan puasa. Berpuasa berarti membawa keselamatan bagi yang tersesat, yang lapar dan haus akan kebenaran cinta!. Sabda Yesus mempunyai makna bagi kita bila kita rela mengorban diri kita, menjadikan diri kita sebagai santapan kehidupan bagi sesama kita seperti Yesus menjadikan Tubuh - Darah-Nya sebagai santapan kehidupan kekal bagi kita.

Puasa kita menjadi lebih bermakna bila kita mampu menjalin persatuan dan membawa kegembiraan rohani bersama dalam hidup harian kita. Puasa itu punya nilai lebih personal dan sarana keselamatan, bukan sekedar sebuah aturan matiraga dan askese biasa. Berpuasa berati hadir di antara orang-orang berdosa dan tersingkir, menjadi pengantara rahmat keselamatan bagi mereka !

Sapta Paradigma Prapaskah atau Tujuh Jalan Puasa yang ditawarkan merupakan satu-kesatuan yang utuh untuk membentuk kita menjadi serupa dengan Wajah Kristus dalam kekuatan Roh.

Kita turut mengambil bagian dalam kesengsaraan dan penderitaan-Nya. Kita mau memberi makna baru bagi puasa kita pada zaman globalisasi ini, dengan menghayati secara konsekuen Tujuh Jalan Puasa kita agar kita dapat bertumbuh-kembang menjadi manusia paripurna dalam Kristus dan sempurna seperti Bapa (Mat 5:48). Bersama Rasul St. Paulus, kita menegaskan iman kita:"Aku menjadi serupa dengan Kristus dalam kesengsaraan dan kematian-Nya, supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati" (Fil 3 : 11).
www.mirifica.net


Photobucket

Rabu, 18 Maret 2009


Rabu, 18 Maret 2009
Hari Biasa Pekan III Prapaskah

"Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. (Matius 5:17)


Bacaan Pertama
Pembacaan dari Kitab Ulangan (4:1.5-9)

"Lakukanlah ketetapan-ketetapan itu dengan setia."

Di padang gurun seberang Sungai Yordan Musa berkata kepada bangsanya, "Hai orang Israel, dengarlah ketetapan dan peraturan yang kuajarkan kepadamu untuk dilakukan, supaya kamu hidup dan memasuki serta menduduki negeri yang diberikan kepadamu oleh Tuhan, Allahku, supaya kamu melakukan yang demikian di dalam negeri, yang akan kamu masuki untuk mendudukinya. Lakukanlah itu dengan setia, sebab itulah yang akan menjadi kebijaksanaan dan akal budimu di mata bangsa-bangsa. Begitu mendengar segala ketetapan ini mereka akan berkata: Memang bangsa yang besar ini adalah umat yang bijaksana dan berakal budi. Sebab bangsa besar manakah yang mempunyai allah yang demikian dekat kepadanya seperti Tuhan, Allah kita, setiap kali kita memanggil kepada-Nya? Dan bangsa besar manakah yang mempunyai ketetapan dan peraturan demikian adil seperti seluruh hukum, yang kubentangkan padamu pada hari ini? Tetapi waspadalah dan berhati-hatilah, supaya jangan engkau melupakan hal-hal yang dilihat oleh matamu sendiri itu, dan supaya jangan semuanya itu hilang dari ingatanmu seumur hidup. Beritahukanlah semuanya itu kepada anak-anakmu dan kepada cucu-cucumu serta cicitmu."
Demikianlah sabda Tuhan
Syukur kepada Allah.

Mazmur Tanggapan
Ref. Megahkanlah Tuhan; hai Yerusalem.
Ayat.
(Mzm 147:12-13.15-16.19-20)

1. Megahkanlah Tuhan, hai Yerusalem, pujilah Allahmu, hai Sion! Sebab Ia meneguhkan palang pintu gerbangmu, dan memberkati anak-anak yang ada padamu.

2. Ia menyampaikan perintah-Nya ke bumi; dengan segera firman-Nya berlari. Ia menurunkan salju seperti bulu domba dan menghamburkan embun beku seperti abu.

3. Ia memberitakan firman-Nya kepada Yakub, ketetapan dan hukum-hukum-Nya kepada Israel. Ia tidak berbuat demikian kepada segala bangsa, dan hukum-hukum-Nya tidak mereka kenal.


Bait Pengantar Injil PS. 965
Ref. Terpujilah Kristus Tuhan, Raja mulia dan kekal.
Ayat.Sabda-Mu, ya Tuhan, adalah roh dan kehidupan. Engkau mempunyai sabda kehidupan kekal. 


Bacaan Injil
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Matius (5:17-19)

"Siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi."

Dalam khotbah di bukit Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, "Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: Sungguh, selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah Taurat sekali pun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat-tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Surga. Tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Surga."
Inilah Injil Tuhan kita!

Sabda-Mu sungguh mengagumkan!

Renungan


Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

- Entah sudah ada berapa UU(Undang-Undang), PP(Peraturan Pemerintah), Pedoman dan Petunjuk tertulis dst.. yang telah diundangkan dan diberlakukan di masyarakat dalam hidup berbangsa, bernenegara maupun bermasyarakat. Namun jika diperhatikan atau dicermati rasanya penghayatan atau pelaksanaan berbagai aturan tersebut masih jauh dari harapan atau dambaan, hal itu nampak masih maraknya aneka macam bentuk korupsi dan penyelewengan serta apa yang terjadi di jalanan. Pelanggaran marka-marka atau rambu-rambu lalu lintas di jalanan rasanya merupakan cermin kwalitas hidup bangsa. “Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.”, demikian sabda Yesus. Keunggulan hidup beriman atau beragama hemat saya terletak pada penghayatan atau pelaksanaan aneka aturan di dalam hidup bersama sehari-hari dimanapun dan kapanpun. Maka baiklah di masa Prapaskah ini saya mengajak kita semua untuk mawas diri perihal penghayatan hidup beriman atau beragama dengan kata lain sejauh mana kita berbudi pekerti luhur. “Sesungguhnya pengertian budi pekerti yang paling hakiki adalah perilaku. Sebagai perilaku, budi pekerti meliputi pula sikap yang dicerminkan oleh perilaku. Sikap dan perilaku budi pekerti mengandung lima jangkauan sebagai berikut: sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan (1) Tuhan, (2) diri sendiri, (3) keluarga, (4) masyarakat dan bangsa, (5) alam sekitar” (lih : Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur - Balai Pustaka, Jakarta 1997, hal 4-5). Maka baiklah di masa Prapaskah ini kita mawas diri perihal sikap-sikap terhadap serta hubungan dengan Tuhan, diri sendiri, anggota keluarga, warga masyarakat dan bangsa serta alam sekitar atau lingkungan hidup. Ada aneka aturan atau tatanan yang terkait dengan ‘lima jangkauan’ tersebut, maka sejauh mana kita telah menghayati atau melaksanakan aturan atau tatanan tersebut.

- “Ingatlah, aku telah mengajarkan ketetapan dan peraturan kepadamu, seperti yang diperintahkan kepadaku oleh TUHAN, Allahku, supaya kamu melakukan yang demikian di dalam negeri, yang akan kamu masuki untuk mendudukinya. Lakukanlah itu dengan setia, sebab itulah yang akan menjadi kebijaksanaanmu dan akal budimu di mata bangsa-bangsa yang pada waktu mendengar segala ketetapan ini akan berkata: Memang bangsa yang besar ini adalah umat yang bijaksana dan berakal budi” (Ul 4:5-6)., demikian perintah Tuhan kepada bangsa/orang yang terpilih. Kita semua kiranya mendambakan sebagai ‘pribadi yang bijaksana dan berakal budi’, dan untuk mengusahakannya kita diharapkan menghayati aneka ketetapan dan peraturan yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusan, fungsi, jabatan atau kedudukan kita masing-masing. Rasanya dalam hal penghayatan ini perlu teladan dari mereka yang merasa diri berpengaruh dalam kehidupan atau kerja bersama, seperti: orangtua, pemimpin/atasan/kepala/ketua, pejabat, dst.. Sedangkan untuk mengajarkan ketetapan atau peraturan hendaknya berpedoman pada motto bapak pendidikan kita, Ki Hajar Dewantoro: “ing arso asung tulodho, ing madyo ambangun karso, tut wuri handayani” (= keteladanan, pemberdayaan dan motivasi). Orang bijaksana dan berakal budi sangat dibutuhkan dalam kehidupan bersama masa kini. Bijaksana dan berakal budi rasanya mirip dengan bahasa Latin ‘caritas benevolentiae’ yang berarti ‘cinta kasih yang tidak mencari keuntungan sendiri’ . Semoga mereka yang berpengaruh di dalam kehidupan dan kerja bersama tidak berupaya mencari keuntungan sendiri, melainkan mengusahakan kepentingan atau kesejahteraan umum (‘bonum commune’) , secara khusus kami mengajak mereka yang berada di poros ‘badan public/negara’ atau ‘bisnis/masyarakat pasar’ untuk berpihak pada dan bersama ‘poros masyarakat warga’, sebagaimana diserukan dalam Nota Pastoral KWI, November 2004.


Photobucket

Selasa, 17 Maret 2009

Selasa, 17 Maret 2009

Hari Biasa Pekan III Prapaskah



Tiada perdamaian tanpa keadilan, tiada keadilan tanpa kasih pengampunan”, demikian pesan perdamaian Paus Yohanes Paulus II memasuki Millenium Ketiga.




Doa Renungan

Allah Bapa yang mahapengasih, Engkaulah yang mengatur seluruh hidup kami hari ini. Engkau mengajar kami agar tak henti-hentinya mengampuni orang yang bersalah kepada kami. Buatlah hati kami ini lemah lembut dan panjang sabar sehingga kami dapat mengasihi dan mengampuni orang-orang yang bersalah kepada kami. Semoga di masa prapaskah ini kami selalu mengamalkan karya cinta kasih-Mu. Dalam Kristus, Tuhan kami. Amin.



Bacaan Pertama

Pembacaan dari Kitab Nubuat Daniel (3:25.34-43)



"Semoga kami diterima balik karena jiwa yang remuk redam dan roh yang rendah."




Tatkala dicampakkan ke dalam tanur api, Azarya berdiri dan berdoa; ia membuka mulut di tengah-tengah api itu, katanya, "Demi nama-Mu, ya Tuhan, janganlah kami Kautolak selamanya, dan janganlah Kaubatalkan perjanjian-Mu; janganlah Kautarik kembali daripada kami belas kasihan-Mu, demi Abraham kekasih-Mu, demi Ishak hamba-Mu, dan demi Israel, orang suci-Mu, yang kepadanya Engkau telah berjanji memperbanyak keturunan mereka menjadi laksana bintang-bintang di langit dan seperti pasir di tepi laut. Ya Tuhan, jumlah kami telah menjadi paling kecil di antara sekalian bangsa, dan sekarang kami pun dianggap rendah di seluruh bumi oleh karena dosa kami. Dewasa ini pun tidak ada pemuka, nabi atau penguasa, tiada kurban bakaran atau kurban sembelihan, kurban sajian atau ukupan; tidak ada pula tempat untuk mempersembahkan buah bungaran kepada-Mu dan mendapat belas kasihan. Tetapi semoga kami diterima baik, karena jiwa yang remuk redam dan roh yang rendah, seolah-olah kami datang membawa kurban domba dan lembu serta ribuan anak domba tambun. Demikian hendaknya kurban kami di hadapan-Mu pada hari ini berkenan seluruhnya kepada-Mu. Sebab tidak dikecewakanlah mereka yang percaya kepada-Mu. Kini kami mengikuti Engkau dengan segenap jiwa dan dengan takwa kepada-Mu, dan wajah-Mu kami cari. Janganlah kami Kaupermalukan, tetapi perlakukanlah kami sesuai dengan kemurahan-Mu dan menurut besarnya belas kasihan-Mu. Lepaskanlah kami sesuai dengan perbuatan-Mu yang ajaib, dan nyatakanlah kemuliaan nama-Mu, ya Tuhan."

Demikianlah sabda Tuhan

Syukur kepada Allah.



Mazmur Tanggapan

Ref. Ingatlah segala rahmat dan kasih setia-Mu, ya Tuhan.


Ayat. Mzm 25:4bc-5ab.6-7bc.8-9

1. Beritahukanlah jalan-jalan-Mu kepadaku, ya Tuhan, tunjukkanlah lorong-lorong-Mu kepadaku. Bawalah aku berjalan dalam kebenaran-Mu dan ajarlah aku, sebab Engkaulah Allah yang menyelamatkan daku.

2. Ingatlah segala rahmat dan kasih setia-Mu, ya Tuhan, sebab semuanya itu sudah ada sejak purbakala. Ingatlah kepadaku sesuai dengan kasih setia-Mu, oleh karena kebaikan-Mu, ya Tuhan.

3. Tuhan itu baik dan benar; sebab itu Ia menunjukkan jalan kepada orang yang sesat. Ia membimbing orang-orang yang rendah hati menurut hukum dan mengajarkan jalan-Nya kepada orang-orang yang bersahaja.



Bait Pengantar Injil PS 965

Ref. Terpujilah Kristus Tuhan, Raja mulia dan kekal.

Solis. Berbaliklah kepada-Ku dengan segenap hati, sabda Tuhan, sebab Aku ini pengasih dan penyayang.



Bacaan Injil

Inilah Injil Yesus Kristus menurut Matius (18:21-35)



"Jika kamu tidak mau mengampuni saudaramu, Bapa pun tidak akan mengampuni kamu."



Sekali peristiwa Petrus datang kepada Yesus dan berkata, "Tuhan, sampai berapa kalikah aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?" Yesus berkata kepadanya, "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali. Sebab hal Kerajaan Surga itu seumpama seorang raja yang hendak mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya. Ketika ia mulai mengadakan perhitungan itu, dihadapkanlah kepadanya seorang yang berhutang sepuluh ribu talenta. Tetapi karena orang itu tidak mampu melunasi hutangnya, raja itu memerintahkan supaya ia dijual beserta anak isteri dan segala miliknya untuk membayar hutangnya. Maka sujudlah hamba itu menyembah Dia, katanya: Sabarlah dahulu, segala hutangku akan kulunaskan. Lalu tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan akan hamba itu, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya. Tetapi ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang hamba lain, yang berhutang seratus dinar kepadanya. Ia menangkap dan mencekik kawannya itu, katanya: Bayar hutangmu! Maka sujudlah kawannya itu dan memohon kepadanya: Sabarlah dahulu, hutangku itu akan kulunaskan. Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya itu ke dalam penjara sampai dilunaskan segala hutang itu. Melihat itu kawan-kawannya yang lain sangat sedih, lalu menyampaikan segala yang terjadi kepada tuan mereka. Maka raja itu menyuruh memanggil hamba pertama tadi dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat! Seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonnya kepadaku. Bukankah engkau pun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau? Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkan dia kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya. Demikianlah Bapa-Ku yang di surga akan berbuat terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu."

Demikianlah Injil Tuhan

Terpujilah Kristus.





Renungan





- “There is no peace without justice, there is no justice without forgiveness” = “Tiada perdamaian tanpa keadilan, tiada keadilan tanpa kasih pengampunan”, demikian pesan perdamaian Paus Yohanes Paulus II memasuki Millenium Ketiga.



Kasih pengampunan itulah yang harus kita hayati dan sebarluaskan jika kita mendambakan perdamaian sejati di bumi ini maupun di akhirat nanti. Mengampuni tujuh puluh kali tujuh kali kiranya sama dengan harus mengampuni terus menerus, sebagaimana kita senantiasa menerima kasih pengampunan dari Allah melalui sesama dan saudara-saudari kita yang tak terhitung lagi jumlahnya. “Engkau pun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau”, demikian nasihat yang harus kita hayati.



Barometer atau pedoman untuk saling mengasihi dan mengampuni adalah kasih pengampunan Allah kepada kita, yang telah kita secara melimpah ruah, tanpa batas. Maka jika ada saudara-saudari kita yang bersalah hendaknya langsung diampuni. Kasih pengampunan yang anda sampaikan akan menjadi kekuatan dan motivasi bagi mereka untuk dengan rendah hati berusaha meneruskan kasih pengampunan tersebut kepada saudara-saudarinya. Sebaliknya jika kita tidak mengampuni mereka yang bersalah kepada kita, maka akan terjadilah balas dendam yang dapat menimbulkan kekacauan hidup bersama.



Kita semua memiliki modal kekuatan untuk mengampuni jika kita berani ini mengakui dan mengimani bahwa kita telah menerima kasih pengampunan yang tak terhitung jumlahnya, yang antara lain telah kita terima melalui orangtua kita masing-masing.



- “Kini kami mengikuti Engkau dengan segenap jiwa dan dengan takut kepada-Mu, dan wajah-Mu kami cari. Janganlah kami Kaupermalukan, melainkan perlakukankanlah kami sesuai dengan kemurahan-Mu dan menurut besarnya belas kasihan-Mu.Lepaskanlah kami sesuai dengan perbuatan-Mu yang ajaib, dan nyatakanlah kemuliaan nama-Mu, ya Tuhan.” (Dan 3:41-43). Kutipan doa ini kiranya layak menjadi doa-doa kita di masa Prapaskah ini. Kita semua mendambakan untuk dipermalukan di hadapan Tuhan maupun sesama atau saudara-saudari kita, maka untuk itu hendaknya kita juga tidak mempermalukan sesama atau saudara-saudari kita dimanapun dan kapanpun, antara lain dengan menceriterakan atau menyebarluaskan kekurangan, kesalahan atau kejahatan mereka.



Kasih itu antara lain berani ‘menutupi segala sesuatu’, lebih-lebih kesalahan, kekurangan dan kejahatan sesama atau saudara-saudari. Marilah kita mengikuti Tuhan dengan segenap jiwa, artinya mengarahkan dan mempersembahkan dambaan, kerinduan, cita-cita kita kepada Tuhan, dan sekiranya tidak sesuai dengan kehendak Tuhan siap sedia untuk diluruskan atau dibetulkan. Marilah dengan rendah hati kita mohon kemurahan hati atau rahmat Allah agar memiliki hati yang tulus dan suci dan senantiasa siap sedia mengampuni dan tidak mempermalukan sesama dan saudara-saudari kita di hadapan umum.



Marilah kita mohon agar kemuliaan Tuhan dinyatakan pada diri kita yang lemah, rapuh dan berdosa ini, dan biarlah dalam kelemahan dan kerapuhan kita kekuatan Tuhan semakin menjadi nyata.



[Ignatius Sumarya, SJ]


Photobucket

Senin, 16 Maret 2009

Senin, 16 Maret 2009
Hari Biasa Pekan III Prapaskah



Bacaan Pertama
Pembacaan dari Kitab Kedua Raja-Raja (5:1-15a)

"Banyak orang sakit kusta, dan tak seorang pun dari mereka yang ditahirkan, selain daripada Naaman orang Syria itu."


Naaman, panglima raja Aram, adalah seorang terpandang di hadapan tuannya dan sangat disayangi, sebab oleh dia Tuhan telah memberikan kemenangan kepada orang Aram. Tetapi pahlawan tentara itu sakit kusta. Sekali peristiwa orang Aram pernah keluar bergerombol dan membawa tertawan seorang anak perempuan dari negeri Israel. Anak itu menjadi pelayan pada isteri Naaman. Berkatalah gadis itu kepada nyonyanya, "Sekiranya tuanku menghadap nabi yang di Samaria itu, tentulah nabi itu akan menyembuhkan dia dari penyakitnya." Lalu pergilah Naaman memberitahukan kepada tuannya, katanya, "Begini-beginilah dikatakan oleh gadis yang dari negeri Israel itu." Maka jawab raja Aram, "Baik, pergilah dan aku akan mengirim surat kepada raja Israel." Lalu berangkatlah Naaman. Sebagai persembahan ia membawa sepuluh talenta perak, enam ribu syikal emas dan sepuluh potong pakaian. Ia menyampaikan surat raja Aram itu kepada raja Israel, yang berbunyi, "Sesampainya surat ini kepadamu, maklumlah kiranya, bahwa aku menyuruh kepadamu Naaman pegawaiku, supaya engkau menyembuhkan dia dari penyakit kustanya." Segera sesudah raja Israel membaca surat itu, dikoyakkannyalah pakaiannya serta berkata, "Allahkah aku ini, yang dapat mematikan dan menghidupkan sehingga orang ini mengirim pesan kepadaku, supaya kusembuhkan seorang dari penyakit kustanya? Sesungguhnya, perhatikanlah dan lihatlah, ia mencari gara-gara terhadap aku." Segera sesudah didengar oleh Elisa, abdi Allah itu, bahwa raja Israel mengoyakkan pakaiannya, dikirimnyalah pesan kepada raja, bunyinya, "Mengapa engkau mengoyakkan pakaianmu? Biarlah orang itu datang kepadaku, supaya ia tahu bahwa ada seorang nabi di Israel." Kemudian datanglah Naaman dengan kuda dan keretanya, lalu berhenti di depan pintu rumah Elisa. Elisa menyuruh seorang suruhan kepadanya mengatakan, "Pergilah mandi tujuh kali dalam sungai Yordan, maka tubuhmu akan pulih kembali, sehingga engkau menjadi tahir." Tetapi pergilah Naaman dengan gusar sambil berkata, "Aku sangka, setidak-tidaknya ia datang ke luar dan berdiri memanggil nama Tuhan, Allahnya, lalu menggerak-gerakkan tangannya di atas tempat penyakit itu, dan dengan demikian menyembuhkan penyakit kustaku! Bukankah Abana dan Parpar, sungai-sungai Damsyik, lebih baik dari segala sungai di Israel? Bukankah aku dapat mandi di sana dan menjadi tahir?" Kemudian berpalinglah ia dan pergi dengan panas hati. Tetapi pegawai-pegawainya datang mendekat serta berkata kepadanya, "Bapak, seandainya nabi itu menyuruh perkara yang sukar kepadamu, bukankah Bapak akan melakukannya? Apalagi sekarang, ia hanya berkata kepadamu: Mandilah dan engkau akan menjadi tahir." Maka turunlah Naaman membenamkan dirinya tujuh kali dalam sungai Yordan, sesuai dengan perkataan abdi Allah itu. Lalu pulihlah tubuhnya kembali seperti tubuh seorang anak, dan ia menjadi tahir. Kemudian kembalilah Naaman dengan seluruh pasukannya kepada abdi Allah itu. Sesampai di sana majulah ia ke depan Elisa dan berkata, "Sekarang aku tahu, bahwa di seluruh bumi tidak ada Allah kecuali di Israel. Karena itu terimalah kiranya suatu pemberian dari hamba ini!"
Demikianlah sabda Tuhan
Syukur kepada Allah.

Mazmur Tanggapan PS 843
Ref. Jiwaku haus pada-Mu Tuhan, ingin melihat wajah Allah.
Ayat.
(Mzm 42:2-3; 43:3-4)
1. Seperti rusa yang merindukan sungai berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah.
2. Jiwaku haus akan Allah, akan Allah yang hidup. Bilakah aku boleh datang melihat Allah?
3. Suruhlah terang dan kesetiaan-Mu datang, supaya aku dituntun dan dibawa ke gunung-Mu yang kudus dan ke tempat kediaman-Mu! 4.Maka aku dapat pergi ke mezbah Allah, menghadap Allah, sukacita dan kegembiraanku, dan bersyukur kepada-Mu dengan kecapi, ya Allah, ya Allahku.

Bait Pengantar Injil PS 965
Ref. Terpujilah Kristus Tuhan, Raja mulia dan kekal.
Aku menanti-nantikan Tuhan, dan mengharapkan firman-Nya, sebab pada Tuhan ada kasih setia, dan Ia banyak kali mengadakan pembebasan.

Bacaan Injil
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Lukas (4:24-30)

"Yesus seperti Elia dan Elisa, diutus bukan kepada orang-orang Yahudi."

Ketika Yesus datang ke Nazaret, Ia berkata kepada umat di rumah ibadat, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya tidak ada nabi yang dihargai di tempat asalnya. Tetapi Aku berkata kepadamu, dan kata-Ku ini benar: Pada zaman Elia terdapat banyak janda di Israel, ketika langit tertutup selama tiga tahun enam bulan, dan ketika bahaya kelaparan yang hebat menimpa seluruh negeri. Tetapi Elia diutus bukan kepada salah seorang dari mereka, melainkan kepada seorang janda di Sarfat di tanah Sidon. Dan pada zaman nabi Elisa banyak orang kusta di Israel, tetapi tidak ada seorang pun dari mereka yang ditahirkan, selain daripada Naaman, orang Siria itu." Mendengar itu, sangat marahlah semua orang yang di rumah ibadat itu. Mereka bangun, lalu menghalau Yesus ke luar kota dan membawa Dia ke tebing gunung, tempat kota itu terletak, untuk melemparkan Dia dari tebing itu. Tetapi Yesus berjalan lewat dari tengah-tengah mereka, lalu pergi.
Demikianlah Injil Tuhan
Terpujilah Kristus.


Renungan

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

- kita perhatikan dengan saksama kiranya dapat kita lihat bahwa cukup banyak orang menyeleweng dari tugas atau panggilan utamanya dengan mencari hiburan sampingan yang dirasakan lebih nikmat dan bahagia. Suami atau isteri berselingkuh di tempat kerja atau di luar rumah, para pelajar/mahasiswa jarang atau tidak pernah belajar kecuali menjelang ujian atau ulangan umum, para pekerja bermalas-malasan atau ngobrol melulu di tempat kerja, orang lebih senang mengerjakan tugas tambahan yang bersifat eksidentil daripada yang biasa-biasa setiap hari, dst.. Memang setelah kenal lebih jauh dan mendalam ada kecenderungan untuk lebih memperhatikan kekurangan dan kelemahan yang lain, dan dengan demikian siapa atau apa yang dekat dalam hidup sehari-hari membosankan dan kurang diharrgai, dan kemudian mencari hiburang di tempat lain yang lebih hangat, nikmat dan mesra. Jika kita tidak mampu mengasihi siapa atau apa yang dekat dan hidup bersama setiap hari, maka mengasihi atau memperhatikan siapa atau apa yang jauh berarti melarikan diri dari tanggungjawab. Maka bercermin dari Sabda hari ini pertama-tama dan terutama saya mengajak dan mengingatkan kita semua: marilah kita saling menghargai dan mengasihi antar anggota keluarga atau komunitas. Pengalaman relasi antara orangtua-anak, kakak-adik, anggota keluarga-pembantu akan mempengaruhi relasi anda di tempat kerja atau masyarakat antara atasan-bawahan, senior-yunior dan diri kita tehadap mereka yang miskin dan berkekurangan. Hidup keluarga yang damai sejahtera, dimana para anggotanya saling mengasihi dengan sepenuh hati, jiwa, akal budi dan tenaga merupakan modal dan kekuatan untuk hidup bersama di tengah masyarakat dan tempat kerja. Jika kita mampu mengerjakan tugas dan panggilan utama, maka memperhatikan tugas tambahan akan semakin memantapkan hidup dan panggilan kita.

- "Sekiranya tuanku menghadap nabi yang di Samaria itu, maka tentulah nabi itu akan menyembuhkan dia dari penyakitnya.” (2Raj 5:3), demikian kata seorang gadis, pelayan dan tawanan, kepada tuannya, Naaman, yang menderita sakit kusta. Dalam iman segala macam penyakit disadari dan dihayati sebagai buah dari perbuatan dosa, entah dosa pribadi yang bersangkutan atau orang lain. Seorang nabi adalah utusan Allah, pewarta dan pembawa kebenaran dari Allah, maka saran mohon penyembuhan kepada seorang nabi berarti suatu ajakan untuk bertobat atau memperbaharui diri. Dengan rendah hati akhirnya Naaman, seorang panglima atau perwira tentara, datang menghadap Elisa, nabi yang ditunjukkan oleh gadis tersebut. Setelah melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Elisa, yaitu “mandi tujuh kali di sungai Yordan”, Naamanpun sembuh dari penyakitnya. Kata ‘tujuh’ ini kiranya bagi kita semua anggota Gereja Katolik diingatkan akan adanya ‘tujuh sakramen’: permandian, ekaristi, krisma, tobat, pengurapan orang sakit, perkawinan dan imamat. Maka baiklah di masa Prapaskah ini kita mengenangkan dan merefleksikan sakramen-sakramen yang telah kita terima dan coba kita geluti dan hayati. Kesetiaan pada penghayatan atas sakramen-sakramen yang telah kita terima merupakan jalan penyembuhan atau kebahagiaan hidup kita, maka marilah kita setia pada janji-janji yang telah kita ikrarkan ketika sedang menerima sakramen terkait. Sekiranya kita telah menyeleweng atau mengingkari janji tersebut, marilah dengan rendah hati kita bertobat: secara pribadi mengaku dosa dihadapan seorang imam dan secara sosial hendaknya.mohon kasih pengampunan pada mereka yang telah kita kecewakan atau lukai dengan dosa-dosa atau kejahatan-kejahatan kita. Yang pertama-tama dan terutama kita kenangkan atau refleksikan kiranya adalah ‘permandian’, dimana kita pernah berjanji ‘hanya mengabdi Tuhan Allah saja serta menolak semua godaan setan’

Photobucket

Minggu, 15 Maret 2009

Minggu, 15 Maret 2009

Hari Minggu Prapaskah III

Renungan


Kiranya anda ingat atau pernah mendengar perihal ‘Kisah Penampakan Bunda Maria’ yang disponsori oleh Bapak Thomas alm., di wilayah Keuskupan Agung Semarang, di tempat ziarah Bunda Maria Sendangsono dan Sendang Sriningsih. Ribuan umat dari berbagai daerah hadir dalam kesempatan tersebut untuk ‘menyaksikan mujizat Penampakan Bunda Maria’, yang konon menampakkan diri di tengah malam. Kami pada saat itu agak menaruh curiga terhadap peristiwa ini; kecurigaan pertama-tama muncul ketika mencermati masalah keuangan, kolekte yang terkumpul dari peristiwa tersebut. Tidak ada satu rupiahpun dari jumlah kolekte yang cukup besar (jutaan) ditinggalkan atau disisihkan untuk kepentingan pemeliharaan tempat ziarah terkait, semuanya langsung ‘dikantongi’ oleh Bapak Thomas dkk. Dengan kata lain kami menduga adanya gerakan komersialisasi ibadat atau tempat ibadat. Ada dugaan ‘penampakan Bunda Maria’ tersebut merupakan rekayasa para-normal, maka secara diam-diam kami mengusahakan bagaimana ‘mengatasi masalah tersebut’. Singkat cerita akhirnya kami memperoleh bantuan dari para-normal yang baik untuk mengatasi masalah tersebut, dan memang benar ketika ada ‘perlawanan’ dari para-normal yang baik ‘peristiwa penampakan’ yang direncanakan, di Sendangsono, waktu itu gagal total. Ribuan umat yang hadir kecewa dan sejak saat itu tidak ada lagi kegiatan ‘penampakan Bunda Maria'


"Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan."(Yoh 2:16)


Tempat ziarah dan tempat ibadat adalah tempat suci. “Dalam tempat suci hanya dapat diizinkan hal-hal yang berguna bagi pelaksanaan atau peningkatan ibadat, kesalehan dan kebaktian, serta dilarang sesuatu yang tidak cocok dengan kesucian tempat itu. Namun Ordinaris dapat sekali-sekali memberi izin untuk penggunaan lain, asal tidak bertentangan dengan kesucian tempat itu” (KHK kan 1210). Kegiatan beribadat memang membutuhkan aneka macam sarana-prasarana serta dana atau uang, yang antara lain diperoleh melalui kolekte atau persembahan yang diadakan selama ibadat tersebut. Umat Allah menyisihkan sebagai harta benda atau uangnya sebagai kolekte atau persembahan sebagai ucapan syukur dan terima kasih atas berbagai karunia yang diterima selama beribadat maupun dalam perjalanan hidup sehari-hari yang dijiwai oleh karunia yang diterima selama beribadat. Di dalam Gereja Katolik beralaku peraturan bahwa harta benda atau uang yang diterima selama beribadat tersebut menjadi harta benda gerejawi yang memiliki “tujuan-tujuan khas terutama ialah: mengatur ibadat ilahi, memberi penghidupan layak kepada klerus serta pelayan-pelayan lainnya, melaksanakan karya-karya kerasulan suci serta karya amal-kasih, terutama terhadap mereka yang berkekurangan” (KHK kan 1254 $ 2).. Sedangkan sebagai umat beriman terkait dengan pemilikan atau penguasaan harta benda kiranya dapat berpedoman pada ajaran ini: ”Allah menghendaki, supaya bumi beserta segala isinya digunakan oleh semua orang dan sekalian bangsa, sehingga harta benda yang tercipta dengan cara yang wajar harus mencapai semua orang, berpedoman pada keadilan, diiringi dengan cintakasih” (Vat II: GS no 69)



Bercermin pada pedoman dan ajaran di atas, sebagaimana saya kutipkan, hendaknya dijauhkan aneka bentuk komersialisasi di dalam kegiatan ibadat maupun tempat ibadat serta memfungsikan harta benda dan uang untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan pribadi agar semakin dikasihi oleh Tuhan maupun sesama manusia. “Ciptaan lain di atas permukaan bumi diciptakan bagi manusia, untuk menolongnya dalam mengejar tujuan ia diciptakan” (St.Ignatius Loyola LR no 23), yaitu keselamatan jiwa manusia. Marilah kita fungsikan berbagai jenis harta benda dan uang demi keselamatan jiwa kita sendiri maupun mereka yang kena dampak pemfungsian tersebut. Secara khusus kami mengajak dan mengingatkan mereka yang telibat dalam pengelolaan harta benda atau uang Gereja atau lembaga agama: fungsikan harta benda dan uang tersebut untuk membantu atau mendukung umat agar semakin beribadat, semakin mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan, semakin beriman. Umat semakin beriman akan semakin rela berkorban dengan harta benda atau uangnya demi kepentingan ibadat atau gerakan keagamaan/kerasulan, sosial, amal-kasih dst.. Sebaliknya jika umat semakin sosial, selayaknya mereka yang terlibat dalam pengelolaan atau pengurusan harta benda atau uang keagamaan semakin lebih sosial.



“Apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti,supaya jangan ada seorang manusia pun yang memegahkan diri di hadapan Allah” (1Kor 1:27-29)


  
Di dalam dunia rasanya sering berlaku ‘hukum’: “Yang bodoh dapat menjadi pandai/berhikmat karena uang, sedangkan yang pandai/berhikmat dapat menjadi bodoh karena uang”. Itulah yang terjadi dalam diri orang yang tidak atau kurang beriman. Sementara itu apa yang dikatakan oleh Paulus kepada umat di Korintus, sebagaimana saya kutipkan di atas, rasanya juga berlaku atau menjadi nyata pada masa kini, yang ditandai oleh ‘kemerosotan financial/uang’ yang melanda seluruh dunia. Mereka yang dipandang berhikmat oleh dunia, antara lain para pemilik, penanam atau pengelola saham, harus menatap dan menghadapi ‘kegagalan’, dan kemudian harus bekerja keras mengatasi dampak kemerosotan financial tersebut. Sementara itu mereka yang dipandang hina dan miskin, kurang terpandang di dunia, yang telah terbiasa dalam hal perjuangan dan pengorbanan tidak begitu merasakan dampak kemerosotan financial tersebut.
     
“Jangan ada seorang manusia pun yang memegahkan diri (sombong) di hadapan Allah”, demikian nasihat atau pesan Paulus. Sebagai orang beriman kita dipanggil untuk menjadi rendah hati di hadapan Allah, mengakui dan menghayati diri sebagai yang lemah, rapuh dan berdosa. Dan tentu saja hal itu juga harus menjadi nyata atau terwujud dalam kehidupan bersama di dalam keluarga, masyarakat maupun tempat kerja: saling rendah hati satu sama lain, maka baiklah kita hayati perintah ini: “ Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu. Jangan membunuh. Jangan berzinah. Jangan mencuri. Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu. Jangan mengingini rumah sesamamu; jangan mengingini isterinya, atau hambanya laki-laki, atau hambanya perempuan, atau lembunya atau keledainya, atau apa pun yang dipunyai sesamamu.” (Kel 20:12-17) Dalam masa Prapaskah ini marilah kita mawas diri apakah perintah di atas ini kita hayati atau langgar/abaikan. Jika kita telah melanggar perintah tersebut, dalam tindakan atau perilaku sekecil dan sesederhana apapun, marilah kita bertobat, memperbaharui diri, mohon kasih pengampunan Tuhan, antara lain dengan pengakuan dosa pribadi di hadapan seorang imam. Pertobatan dan pembaharuan diri kita juga dapat kita wujudkan dengan melakukan kerasulan, amal-kasih terutama terhadap mereka yang miskin dan berkekurangan.



Photobucket

terima kasih telah mengunjungi renunganpagi.id, jika Anda merasa diberkati dengan renungan ini, Anda dapat membantu kami dengan memberikan persembahan kasih. Donasi Anda dapat dikirimkan melalui QRIS klik link. Kami membutuhkan dukungan Anda untuk terus menghubungkan orang-orang dengan Kristus dan Gereja. Tuhan memberkati

renunganpagi.id 2024 -

Privacy Policy