| Home | Bacaan Harian | Support Renungan Pagi | Renungan Minggu Ini | Kisah Para Kudus | Katekese Iman Katolik | Privacy Policy |

CARI RENUNGAN

>

Pertemuan III Bulan Kitab Suci: Keuskupan Agung Semarang: Kematian, kebangkitan badan, dan kehidupan kekal

PERTEMUAN III


KEMATIAN, KEBANGKITAN BADAN, DAN KEHIDUPAN KEKAL

Tujuan Pertemuan

Umat semakin memahami ajaran iman Katolik mengenai kematian, kebangkitan badan, dan kehidupan kekal.

Pengantar

Dalam pertemuan minggu pertama dan kedua kita merenungkan bersama dua kutipan dari kitab Makabe. Kedua kutipan tersebut menunjukkan mulai tumbuhnya keyakinan di antara masyarakat Yahudi tentang adanya kebangkitan badan dan kehidupan kekal. Keyakinan akan adanya kebangkitan badan dan kehidupan kekal mencapai puncaknya pada peristiwa Yesus yang wafat dan bangkit bagi keselamatan umat manusia. Bagi kita, wafat dan kebangkitan Yesus tidak dapat dilepaskan dari misi Yesus untuk menyelamatkan umat manusia. Dengan demikian, paham keselamatan bagi kita bukan hanya keselamatan hidup di dunia, tetapi lebih penting lagi keselamatan dalam kehidupan abadi. Di dalam Yesus, keselamatan yang sebenarnya adalah kehidupan surgawi. Bahan pertemuan minggu ketiga dan keempat berupa tanya jawab sekitar iman Katolik akan adanya kematian, kebangkitan dan kehidupan kekal. Bahan ini serupa dengan katekismus. Diserahkan kepada pemandu dan umat yang hadir untuk memilih sendiri bahan yang akan dibicarakan bersama, berdasarkan apa yang sudah disediakan.

Syahadat Kristen — pengakuan iman kita akan Bapa, Putera dan Roh Kudus, serta karya-Nya yang menciptakan, menebus dan menguduskan — berpuncak pada pewartaan bahwa orang-orang yang mati akan bangkit pada akhir zaman dan bahwa ada kehidupan kekal. Pertemuan minggu ketiga ini akan membahas pandangan Gereja Katolik mengenai kematian.
Bahan Pendalaman

1. Kematian itu apa?

Pandangan tradisional mengatakan bahwa kematian adalah akhir kehidupan jasmani, saat jiwa manusia terpisah dari raganya. Dengan kematian, seluruh fungsi tubuh berhenti, seiring dengan terpisahnya raga dari jiwa. Bagi umat beriman, raga akan hancur menjadi tanah sedangkan jiwa berpulang kepada Allah. Dengan kematian, sejarah hidup manusia di hadapan Allah mencapai bentuknya yang lengkap dan tak dapat diubah. Semua orang yang hidup di dunia ini akan mengakhiri hidup duniawinya dengan kematian. Dalam KGK 1013 dikatakan: ”Kematian adalah titik akhir peziarahan manusia di dunia, titik akhir dari masa rahmat dan be1as kasihan, yang Allah berikan kepadanya, supaya melewati kehidupan dunia ini sesuai dengan rencana Allah dan dengan demikian menentukan nasibnya yang terakhir.”

2. Apakah Allah Pencipta menghendaki kematian?
Sebenarnya Allah Pencipta menentukan supaya manusia tidak mati. Namun, dosa telah membuat manusia harus mengakhiri hidupnya dengan kematian. Dengan demikian, kematian sebenarnya bertentangan dengan maksud Allah Pencipta (KGK 1008). Selanjutnya KGK 108 menyatakan: ”Magisterium Gereja mengajarkan bahwa kematian telah masuk ke dalam dunia, karena manusia telah berdosa. Walaupun manusia mempunyai kodrat yang dapat mati, namun Pencipta menentukan supaya ia tidak mati. Dengan demikian kematian bertentangan dengan keputusan Allah Pencipta. Kematian masuk ke dunia sebagai akibat dosa. ”Kematian badan, yang dapat dihindari seandainya manusia tidak berdosa” (GS 18), adalah ”musuh terakhir” manusia yang harus dikalahkan.”

3. Bagaimana iman Kristen memandang kematian?
Kitab Suci menganggap kematian sebagai hal yang alami (bdk. Mzm 49:11-12; Yes 40:6-7), sebagai akibat dosa atau upah dosa (Kej 3:19; Rm 5:12), sebagai musuh terakhir yangf harus dikalahkan (1Kor 15:26). Dalam Rm 5:12 dikatakan: ”Sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa.” Sesuai dengan Kitab Suci, Gereja Katolik memandang kematian yang sifatnya alami itu terjadi akibat dosa. Kematian masuk ke dalam dunia karena manusia telah berdosa, baik karena dosa yang dilakukannya sendiri maupun karena dosa asal. Namun demikian, kematian bukanlah akhir dari segalanya. Dengan keyakinan akan adanya kebangkitan, kematian dapat bernilai positif bagi kita. Umat Kristen yang menyatukan kematiannya dengan kematian Yesus Kristus, menganggap kematian sebagai pertemuan dengan Yesus dan sebagai langkah masuk ke dalam kehidupan kekal. Dengan kebangkitan-Nya, Yesus Kristus telah mengalahkan kematian dan dengan demikian membuka pintu masuk menuju keselamatan untuk semua orang (KGK 1019). Karya penebusan Yesus Kristus telah mengubah kematian menjadi berkat, kematian yang pada mulanya dinilai negatif menjadi bernilai positif.

4. Apa artinya kematian dalam Kristus?
Pandangan Kristen mengenai kematian terungkap dalam doa prefasi untuk misa Arwah: ”Bagi umat beriman-Mu, ya Tuhan, hidup hanyalah diubah, bukannya dilenyapkan. Dan sesudah roboh rumah kami di dunia ini, akan tersedia bagi kami kediaman abadi di surga”. Jika kita mati dalam Kristus, kita akan ikut ambil bagian dalam kebangkitan-Nya. Kematian dalam rahmat Kristus adalah jalan untuk kembali ke pangkuan Bapa, mengalami kehidupan baru dalam kediaman abadi di surga.

5. Apa arti RIP?
Di makam-makam Katolik biasa ada tulisan RIP. Tulisan tersebut merupakan singkatan dari ungkapan bahasa Latin Requiescat in Pace, artinya ”Semoga dia beristirahat dalam damai”. Doa-doa bagi saudara saudari kita yang sudah meninggal berisi harapan agar mereka beristirahat dalam damai Tuhan. Kematian bernilai positif karena menjadi saat kembalinya umat beriman ke pangkuan Bapa, saat di mana umat beriman diperkenankan mengalami damai abadi.

6. Apa itu Misa Requiem?
Misa Requiem adalah misa pemberkatan arwah. Sering disebut juga Misa pro defunctis (misa untuk orang yang sudah meninggal) atau Misa defunctorum. Kata Requiem diambil dari kata awal dari lagu pembukaan misa arwah: ”Requiem aeternam dona eis, Domine”, artinya ”Berilah kepada mereka istirahat kekal ya Tuhan.” Kata Requiem berasal dari kata Latin requies artinya beristirahat.

7. Dalam arti apa kematian menjadi kerinduan bagi umat beriman?
Kematian yang menakutkan itu oleh para kudus dipandang sebagai saat yang dirindukan, berkat iman mereka akan Yesus Kristus yang telah bangkit. Kematian dalam Kristus akan membuahkan kebangkitan bersama Dia. Untuk mereka yang mati dalam rahmat Kristus, kematian adalah ”keikutsertaan” dalam kematian Kristus, supaya dapat juga mengambil bagian dalam kebangkitan-Nya. Dengan adanya keyakinan ini para kudus merindukan kematian sebagai saat memasuki kehidupan abadi, kembali kepada Bapa dan bersatu dengan Kristus yang telah bangkit:


”Aku ingin pergi dan diam bersama-sama dengan Kristus” (Flp 1:23).

”Bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan” (Flp 1:21).

”Benarlah perkataan ini: jika kita mati dengan Dia, kita pun akan hidup dengan Dia” (2 Tim 2:11).

”Kerinduan duniawiku sudah disalibkan ... Di dalam aku ada air yang hidup dan berbicara, yang berbisik dan berkata kepadaku: ”Mari menuju Bapa” (Ignasius dari Antiokia, Rom 7,2).

”Aku hendak melihat Allah, dan untuk melihat Dia, orang harus mati” (St. Teresia Avilla)

”Aku tidak mati; aku masuk ke dalam kehidupan” (St. Teresia Lisieux).

8. Apakah aspek pastoral dari ajaran tentang kematian Kristen?
Ketika berbicara mengenai kematian, yang menjadi fokus perhatian Gereja justru kehidupan yaitu kehidupan di dunia ini maupun kehidupan kekal. Karena hidup manusia ada batas waktunya, maka orang harus menjalani kehidupan di dunia ini sebaik-baiknya, sesuai dengan kehendak Allah, agar nantinya diperkenankan memasuki kehidupan kekal. Kematian merupakan perjalanan kembali kepada Bapa untuk masuk ke dalam kehidupan baru bersama-Nya. Oleh karena itu umat beriman hendaknya mempersiapkan saat kematian dengan baik. Gereja mengajak kita untuk mempersiapkan diri menghadapi kematian, bukan hanya pada saat-saat akhir kehidupan tetapi setiap saat, sepanjang hidup. Thomas a Kempis menasehatkan: ”Dalam segala perbuatanmu, dalam segala pikiranmu, hendaklah kamu bertindak seakan-akan hari ini kamu akan mati. Jika kamu mempunyai hati nurani yang bersih, kamu tidak akan terlalu takut mati. Lebih baik menjauhkan diri dari dosa, daripada menghindari kematian. Jika hari ini kamu tidak siap, apakah besok kamu akan siap?” (Mengikuti Jejak Kristus 1,23, 1).

9. Bagaimana rumusan doa penyerahan jiwa bagi umat Katolik yang sudah meninggal?
”Bertolaklah dari dunia ini, hai saudara (saudari) dalam Kristus, atas nama Allah Bapa yang mahakuasa, yang menciptakan engkau; atas nama Yesus Kristus, Putera Allah yang hidup, yang menderita sengsara untuk engkau; atas nama Roh Kudus, yang dicurahkan atas dirimu; semoga pada hari ini engkau ditempatkan dalam ketenteraman dan memperoleh kediaman bersama Allah di dalam Sion yang suci, bersama Maria Perawan yang suci dan Bunda Allah, bersama santo Yosef dan bersama semua malaikat dan orang kudus Allah. ... Kembalilah kepada Penciptamu, yang telah mencipta engkau dari debu tanah. Apabila engkau berpisah dari kehidupan ini, semoga Maria bersama semua malaikat dan orang kudus datang menyongsong engkau. ... Engkau akan melihat Penebusmu dari muka ke muka ...,” (Doa penyerahan jiwa).

10. Apakah iman katolik mengakui adanya reinkarnasi?
Gereja Katolik tidak mengakui adanya reinkarnasi (kelahiran kembali ke dunia setelah kematian). Katekismus Gereja Katolik dengan tegas mengatakan bahwa: ”Apabila jalan hidup duniawi kita yang satu-satunya sudah berakhir” (LG 48), kita tidak kembali lagi, untuk hidup beberapa kali lagi di dunia. ”Manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja dan sesudah itu dihakimi” (Ibr 9:27). Sesudah kematian tidak ada ”reinkarnasi” (KGK 1012).

11. Apa yang terjadi setelah kematian?
KGK berbicara mengenai adanya pengadilan khusus yang terjadi segera setlah orang mengalami kematian:

”Kematian mengakhiri kehidupan manusia, masa padanya, ia dapat menerima atau menolak rahmat ilahi yang diwahyukan di dalam Kristus. Perjanjian Baru berbicara mengenai pengadilan, terutama dalam hubungan dengan pertemuan definitif dengan Kristus pada kedatangan-Nya yang kedua. Tetapi berulang kali ia juga mengatakan bahwa setiap orang langsung sesudah kematiannya diganjari sesuai dengan pekerjaan dan imannya. Perumpamaan tentang Lasarus yang miskin dan kata-kata yang Kristus sampaikan di salib kepada penyamun yang baik, demikian juga teks-teks lain dalam Perjanjian Baru, berbicara tentang nasib tetap bagi jiwa, yang dapat berbeda-beda untuk masing-masing manusia” (KGK 1021; bdk. 1022). Pengadilan khusus terjadi pada saat kematian, masing-masing manusia menerima ganjaran abadi dalam jiwanya yang tak dapat mati. Dalam pengadilan khusus ini, ada tiga kemungkinan yang akan diputuskan oleh Allah bagi manusia setelah kematiannya, yaitu: masuk ke kebahagiaan surgawi, atau harus melalui penyucian di api penyucian (Purgatorium), atau mengutuki diri selama-lamanya (masuk neraka). Nasib manusia setelah kematiannya antara lain tergantung pada apa yang telah dilakukannya selama hidup di dunia. Santo Yohanes dari Salin mengatakan: ”Pada malam kehidupan kita, kita akan diadili sesuai dengan cinta kita”.

12. Apakah yang dimaksud dengan kebangkitan badan?
KGK 997 menyatakan: ”Pada saat kematian, di mana jiwa berpisah dari badan, tubuh manusia mengalami kehancuran, sedangkan jiwanya melangkah menuju Allah dan menunggu saat, di mana ia sekali kelak akan disatukan kembali dengan tubuhnya. Dalam kemahakuasaan-Nya, Allah akan menganugerahkan kepada tubuh kita secara definitif kehidupan yang abadi, waktu Ia menyatukannya lagi dengan jiwa kita berkat kebangkitan Yesus.”

13. Apa dasar untuk percaya akan adanya kebangkitan badan?
Iman akan kebangkitan orang-orang mati sudah menjadi bagian hakiki dari iman kristen. Dasar utamanya adalah iman akan Kristus yang sungguh telah bangkit dari antara orang mati dan hidup selama-lamanya. Kebangkitan Kristus membawa harapan bagi umat yang beriman kepada-Nya bahwa mereka akan ikut dibangkitkan sesudah kematian. Santo Paulus mengatakan: ”Andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu. .... Sebab jika benar orang mati tidak dibangkitkan, maka Kristus juga tidak dibangkitkan. Dan jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu.” (1Kor 15:14.16-17).

14. Apa makna kebangkitan Kristus bagi umat yang beriman kepada-Nya?
Dengan iman akan Kristus yang telah bangkit, Gereja Katolik percaya bahwa orang-orang benar sesudah kematiannya akan hidup untuk selama-lamanya bersama Kristus yang telah bangkit kembali dan Ia akan membangkitkan mereka pada akhir zaman. Seperti kebangkitan-Nya, demikian pula kebangkitan kita adalah karya Tritunggal Mahakudus (KGK 989). Dikatakan juga dalam surat Paulus kepada jemaat di Roma: ”Dan jika Roh Dia, yang telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati, diam di dalam kamu, maka Ia, yang telah membangkitkan Kristus Yesus dari antara orang mati, akan menghidupkan juga tubuhmu yang fana itu oleh Roh-Nya, yang diam di dalam kamu.” (Rm 8:11)

15. Kapan terjadi kebangkitan badan?
Kebangkitan badan terjadi di akhir zaman, saat kedatangan Kristus yang kedua kalinya. Pada saat itu semua orang yang telah mati dibangkitkan kembali untuk menghadapi pengadilan terakhir. Bagi orang-orang benar, jiwanya disatukan dengan tubuhnya yang baru untuk kehidupan kekal. Berdasarkan iman akan Kristus yang telah bangkit dari mati untuk hidup selama-lamanya, kita percaya bahwa orang-orang benar, sesudah kematiannya akan hidup selama-lamanya bersama Dia. Dengan demikian, kebangkitan badan merupakan rahmat yang dianugerahkan oleh Allah berkat kebangkitan Yesus.

16. Siapakah yang akan bangkit?
Yang akan bangkit adalah semua orang yang telah mati. Dikatakan dalam Injil Yohanes: ”Mereka yang berbuat baik akan keluar dan bangkit untuk hidup yang abadi, tetapi mereka yang berbuat jahat akan bangkit untuk dihukum” (Yoh 5:29).

17. Bagaimanakah gambaran tentang kebangkitan dari mati?
Santo Paulus mengatakan kepada jemaat di Korintus: ”Bagaimanakah orang mati dibangkitkan? Dan dengan tubuh apakah mereka akan datang kembali?’ Hai orang bodoh! Apa yang engkau sendiri taburkan, tidak akan tumbuh dan hidup, kalau ia tidak mati dahulu. Dan yang mengaku taburkan bukanlah tubuh tanaman yang akan tumbuh, tetapi b. i yang tidak berkulit ... yang ditaburkan akan binasa, yang dibangkitkan tidak akan binasa ... Orang-orang mati akan dibangkitkan dalam keadaan yang tidak dapat binasa ... Karena yang dapat binasa ini harus mengenakan, yang tidak dapat binasa, yang dapat mati ini harus mengenakan yang tidak dapat mati (1Kor 15:35-37.42.52-53). Pada saat kebangkitan, jiwa orang benar akan mengenakan tubuh yang baru, yang tidak akan dapat binasa. Tubuh yang baru itu oleh Paulus disebut juga sebagai ”tubuh yang mulia” (Flp 3:21) atau ”tubuh rohani” (1Kor 15:44). Gambaran tentang kebangkitan badan dan bersatunya jiwa dengan tubuh yang baru ini tidak dapat kita pahami dengan akal budi kita saat ini, namun akan menjadi jelas ketika kita boleh mengalaminya sendiri di saat kebangkitan badan.

18. Ajaran tentang kebangkitan badan diwahyukan secara bertahap. Apa maksudnya?
Allah mewahyukan kebangkitan badan dari antara orang mati secara bertahap. Di dalam tulisan-tulisan awal Perjanjian Lama belum dikatakan apa-apa tentang adanya kebangkitan badan dan kehidupan kekal. Umat Israel kuno percaya bahwa semua orang yang mati masuk ke dalam Sheol, yaitu dunia orang mati di bawah permukaan bumi (Kej 42:38, Yes 14:11, Mzm 141:7, Ams 7:27 and Ayb 10:21-22;17:16). Semua orang, entah orang baik atau orang jahat, akan masuk Sheol setelah kematiannya dan berbaring di dalam keabadian. Sheol digambarkan sebagai tempat yang gelap, dalam, tidak ada kontak dengan Allah maupun dengan dunia manusia yang hidup (Mzm 6:5; 8:3-12). Persoalannya, jika semua orang baik maupun jahat akan mengalami nasib yang sama di Sheol, lalu apa gunanya berbuat baik selama di dunia ini? Dalam tulisan-tulisan selanjutnya, muncul ayat-ayat dalam Perjanjian Lama yang menunjukkan tumbuhnya kepercayaan akan adanya kebangkitan badan (Yeh 37:9-12; 1Sam 2:6; Ayb 19:26; Yes 26:19; Dan 12:2). Pada abad kedua sebelum Masehi, kepercayaan akan adanya kebangkitan badan dan kehidupan kekal semakin jelas, seperti dapat kita baca pada kitab Makabe yang ditulis sekitar tahun 100 sebelum Masehi (2Mak 7:9.14). Kepercayaan ini semakin berkembang dan menmgakar kuat dalam tradisi Yahudi menjelang Masehi sampai pada zaman Yesus. Tradisi para rabi dan kaum Farisi meyakini adanya kebangkitan badan sebagai bagian hakiki dari iman. Kaum Saduki masih berpegang pada tradisi lama yang tidak mengakui adanya kebangkitan orang mati. Yesus sendiri mengajarkan iman akan adanya kebangkitan badan dan kehidupan kekal. Untuk menanggapi pertanyaan kaum Saduki Yesus mengatakan bahwa Allah bukanlah Allah orang mati tetapi Allah orang hidup (Mrk 12:27). Yesus bukan hanya mengajarkan adanya kebangkitan badan dan kehidupan kekal, tetapi Dia sendiri mengalaminya. Bagi umat Kristen, paham kebangkitan badan dan kehidupan kekal berdasar pada peristiwa Yesus yang telah mati dan bangkit demi keselamatan umat manusia. Dalam KGK 994 dikatakan: ”Yesus menghubungkan iman akan kebangkitan itu dengan pribadi-Nya: ”Akulah kebangkitan dan hidup” (Yoh 11:25). Pada hari kiamat Yesus sendiri akan membangkitkan mereka,yang percaya kepada-Nya, yang telah makan tubuh-Nya dan minum darah-Nya. Dalam kehidupan-Nya di dunia ini Yesus telah memberikan tanda dan jaminan untuk itu, waktu Ia membangkitkan beberapa orang mati dan dengan demikian mengumumkan kebangkitan-Nya sendiri, tetapi yang termasuk dalam tatanan yang lain. Kejadian yang sangat khusus ini Ia bicarakan sebagai ”tanda nabi Yunus” (Mat 12:39), tanda kenisah: Ia mewartakan bahwa Ia akan dibunuh, tetapi akan bangkit lagi pada hari ketiga.” Demikianlah cara Allah mewahyukan adanya kebangkitan badan dan kehidupan kekal. Perwahyuan itu akhirnya berpuncak pada peristiwa kematian dan kebangkitan Yesus. Dengan begitu, umat Katolik tidak perlu meragukan lagi adanya kebangkitan dan kehidupan kekal. Bahkan kepercayaan yang dimasukkanb dalam Syahadat iman Katolik (Credo, Aku Percaya) menjadi pangkal harapan bagi umat Katolik selama hidupnya di dunia ini. Menjadi saksi Kristus berarti menjadi saksi kebangkitan-Nya, seperti dilakukan oleh para rasul dan jemaat Kristen di awal pertumbuhannya (bdk. Kis 1:22; 10:41). Harapan akan kebangkitan kristen diwarnai seluruhnya oleh perjumpaan dengan Yesus yang telah bangkit dan diwarnai oleh keyakinan bahwa kita akan bangkit seperti Dia, bersama Dia dan oleh Dia (KGK 996).

19. Apa yang dimaksud dengan hidup kekal?
Kehidupan kekal adalah keberadaan yang tidak dibatasi oleh waktu. Dapat dikatakan bahwa kehidupan kekal ada di luar waktu seperti yang kita alami di dunia ini. Tidak ada awal dan tidak ada akhir. Keberadaan kekal memang sulit dipahami oleh manusia yang pada kenyataannya hidup di dunia ini dalam hitungan waktu, ada awal dan ada akhirnya. Simbol dari keadaan kekal adalah lingkaran bulat, yang tak punya ujung dan pangkal. Hidup kekal ini dikaitkan dengan iman akan Allah yang kekal.

20. Apa hubungan antara kebangkitan badan dan kehidupan kekal?
Dalam syahadat iman Katolik disebut tentang kepercayaan kita akan kebangkitan dan kehidupan kekal. Keduanya disebut secara tersendiri, namun menunjuk pada kenyataan yang sama. Kebangkitan dari mati berarti memasuki kehidupan kekal. Kehidupan kekal berkaitan dengan paham akan jiwa yang tak dapat mati. Kebangkitan badan menunjuk pada bersatunya jiwa dengan tubuhnya yang baru di akhir zaman. Kematian bagi umat Kristen yang disatukan dengan kematian Yesus merupakan langkah masuk ke dalam kehidupan kekal atau kehidupan abadi (KGK 1020).

21. Pengadilan terakhir itu apa?
Pengadilan terakhir adalah peristiwa yang terjadi pada saat kedatangan kembali Kristus yang mulia, ketika semua orang yang telah mati maupun yang masih hidup dan orang benar maupun tidak benar dibangkitkan dan diadili menurut apa yang dilakukannya selama hidup di dunia. (KGK 1038). Pengadilan terakhir akan menentukan secara definitif hubungan yang sebenarnya antara setiap manusia dengan Allah (KGK 1039). Di hadapan Yesus Kristus apa yang telah dilakukan manusia selama hidup di dunia akan terbuka semuanya, tanpa ada yang tersembunyi. Di dalam pengadilan terakhir keadilan dan kasih Allah akan dinyatakan.

Santo Agustinus mengatakan: ”Segala sesuatu yang jahat, yang dilakukan orang-orang durhaka dicatat — dan mereka tidak mengetahui caranya. Pada hari, di mana ’Allah tidak akan berdiam Diri’ (Mzm 50:3) ... [Ia akan berpaling kepada orang-orang durhaka] dan berkata kepada mereka: Aku sudah menempatkan bagi kamu orang-orang kecil-Ku di atas bumi. Aku, Kepala mereka, bertakhta di surga di sebelah kanan Bapa - tetapi di bumi anggota-anggota-Ku menderita lapar. Andai kata kalian memberi makan kepada anggota-anggota-Ku, anugerahmu akan sampai kepada Kepala. Ketika Aku menunjukkan kepada orang-orang kecil-Ku satu tempat di atas dunia, Aku mengangkat mereka sebagai utusan supaya membawa pekerjaan, pekerjaanmu yang baik ke dalam perbendaharaan-Ku. Kamu tidak meletakkan apa pun ke dalam tangan mereka, karena itu kamu tidak mempunyai sesuatu apa pun pada tempat-Ku ini” (Serm. l8,4,4).

22. Mengapa kita perlu menyadari adanya pengadilan terakhir di akhir zaman?
Kesadaran akan adanya pengadilan terakhir mengajak kita semua supaya bertobat, selama Allah masih memberi kita kesempatan untuk hidup yang merupakan ”waktu rahmat” dan ”hari penyelamatan” (2Kor 6:2). Selain itu, adanya pengadilan terakhir akan membuat kita mempunyai rasa takut akan Allah, yaitu rasa takut yang akan mendorong kita untuk menegakkan keadilan Kerajaan Allah. (KGK 1041).

23. Bagaimana pengadilan terakhir digambarkan dalam Kitab Suci?
Pada saat kedatangan Kristus dalam kemuliaan-Nya, umat manusia dari segala bangsa akan dikumpulkan dan diadili, ada yang diperkenankan untuk masuk kehidupan kekal tetapi ada pula yang herus mengalami siksaan yang kekal (bdk. Mat 25:31.32-33.46). Dalam Injil Yohanes dikatakan: ”semua orang yang di dalam kubur akan mendengar suara-Nya. Dan mereka yang telah berbuat baik akan keluar dan bangkit untuk hidup yang kekal, tetapi mereka yang telah berbuat jahat akan bangkit untuk dihukum” (Yoh 5:28-29). Melalui Putera-Nya Yesus Kristus, Bapa akan menilai secara definitif seluruh sejarah. Pada saat itu kita akan memahami arti yang terdalam dari seluruh karya ciptaan, seluruh tata keselamatan, dan kita akan mengerti jalan-jalan-Nya yang mengagumkan dan penyelenggaraan ilahi-Nya yang telah membawa segala sesuatu menuju tujuannya yang terakhir. Pengadilan terakhir akan membuktikan bahwa keadilan Allah akan menang atas segala ketidakadilan yang dilakukan oleh makhluk ciptaan-Nya, dan bahwa cinta-Nya lebih besar dari kematian. (KGK 1040).

24. Kapan pengadilan terakhir akan terjadi?
Sama seperti terjadinya akhir zaman, tidak ada yang tahu kapan pengadilan terakhir akan terjadi. Hanya dapat dikatakan bahwa pengadilan terakhir akan berlangsung pada kedatangan kembali Kristus yang mulia. Hanya Bapa yang mengetahuinya dan dan Ia sendiri menentukan kapan itu akan terjadi.

Pertanyaan untuk di-sharing-kan bersama:

1. Apa kesan kita setelah mengetahui ajaran Gereja tentang kematian, kebangkitan badan, dan kehidupan kekal?

2. Apa yang sebaiknya kita lakukan di dunia ini agar kita diperkenankan bangkit dan memasuki hidup kekal?
Sumber: BUKU BKS KOMISI KITAB SUCI KAS

Pertemuan II Bulan Kitab Suci Keuskupan Agung Jakarta: Perjuangan Hidup Dalam Keluarga

Perjuangan Hidup Dalam Keluarga

BKS KAJ 2009

Pengantar :


Dalam pertemuan keluarga di Meksiko tahun ini, Paus Benediktus XVI mengingatkan bahwa keluarga dipangil untuk menghayati sikap saling mencintai, menghormati kebenaran, keadilan, kesetiaan dan kerja sama, pelayanan dan membantu yang lain. Kiranya amanat Paus tersebut didasarkan pada panggilan dan tugas luhur hidup berkeluarga untuk menjadi sakramen cinta dan belas-kasih Allah di dunia ini

Dalam renungan kedua ini kita diajak untuk berjuang bersama sebagai keluarga dengan sehati, sejiwa dan satu tujuan. Lewat keluarga Tobit dan Hana kita bisa belajar bagaimana mereka yang dipilih dan hidup saleh, tetap berjuang untuk mengatasi berbagai persoalan keluarga mereka

Bacaan Kitab Suci :

Tobit 2 : 9 – 14


Tob 2:9 Pada malam itu juga aku membasuh diriku, lalu pergi ke pelataran rumah dan tidur dekat pagar temboknya. Mukaku tidak tertudung karena panas.

Tob 2:10 Aku tidak tahu bahwa ada burung pipit di tembok tepat di atas diriku. Maka jatuhlah tahu hangat ke dalam mataku. Muncullah bintik-bintik putih. Akupun lalu pergi kepada tabib untuk berobat. Tetapi semakin aku diolesnya dengan obat, semakin buta mataku karena bintik-bintik putih itu, sampai buta sama sekali. Empat tahun lamanya aku tidak dapat melihat. Semua saudaraku merasa sedih karena aku. Dua tahun lamanya aku dipelihara oleh Ahikar sampai ia pindah ke kota Elumais.

Tob 2:11 Di masa itu isteriku Hana mulai memborong pekerjaan perempuan.

Tob 2:12 Pekerjaan itupun diantarkannya kepada para pemesan dan ia diberi upahnya. Pada suatu hari, yaitu tanggal tujuh bulan Dustus, diselesaikannya sepotong kain, lalu diantarkannya kepada pemesan. Seluruh upahnya dibayar kepadanya dan ditambah juga seekor anak kambing jantan untuk dimakan.

Tob 2:13 Tetapi setiba di rumahku maka anak kambing itu mengembik. Lalu isteriku kupanggil dan berkata: “Dari mana anak kambing itu? Apa itu bukan curian? Kembalikanlah kepada pemiliknya! Sebab kita tidak diperbolehkan makan barang curian!”

Tob 2:14 Sahut isteriku: “Kambing itu diberikan kepadaku sebagai tambahan upahku.” Tetapi aku tidak percaya kepadanya. Maka kusuruh kembalikan kepada pemiliknya — Karena perkara itu aku merah padam karena dia ! — Tetapi isteriku membantah, katanya: “Di mana gerangan kebajikanmu ? Di mana amalmu itu ? Betul, sudah ketahuan juga gunanya bagimu !”

Mencermati Kitab Suci :

Pertanyaan pendalaman teks Kitab Suci

•Apa yang terjadi dalam keluarga Tobit dan Hana ?
•Bagaimana cara mereka mengatasi persoalan rumah tangga mereka ?
•Bagaimana cara Tobit mengandalkan diri dan keluarganya kepada Tuhan ?

Butir-butir permenungan :

•Setiap keluarga mengalami tantangan dan kesulitan, bahkan dalam keluarga Tobit yang saleh sekalipun. Tobit kejatuhan tahi burung yang membuatnya menjadi buta. Hal ini membuat sedih seluruh keluarga. Tobit tidak dapat lagi mencari nafkah. Istrinya, Hana, menggantikan dia mencari nafkah

• Kebutaan Tobit tidak saja membuatnya buta secara jasmani, hal itu membuat dia mudah curiga dan tidak percaya kepada istrinya. Karena tidak bisa melihat, Tobit mengira bahwa kambing yang dibawa istrinya adalah hasil curian. Relasi antara anggauta keluarga menjadi tidak harmonis lagi

• Apa yang dilakukan Tobit ? Dalam kebutaannya dia mengungkapkan keluh kesalnya kepada Tuhan (3 : 1-6). Dalam doanya Tobit mengandalkan Tuha sebagai hakim yang adil. Ia tetap memohon belas-kasih Tuhan. Ia tetap percaya bahwa Tuhan akan mengabulkan doanya. Tobit tidak menyembunyikan apapun dari Tuhan. Ia mengungkapkan doanya dengan jujur

• Apa yang terjadi ? Tuhan mendengarkan doa dan keluh kesah Tobit. Allah mengutus malaikatNya, Rafael, untuk menyembuhkan Tobit (3 : 17). Rupanya doa jujur seseorang memiliki daya dan kekuatan. Berdoa bersama dalam keluarga memiliki kekuatan yang lebih lagi. Allah kita adalah Allah yang peduli pada persoalan dan masalah keluarga kita
Membangun niat :

• Belajar dari keluarga Tobit dalam menghadapi musibah, apa yang dapat kita lakukan apabila keluarga kita sedang mendapatkan musibah ? Sejauh manakah kita menyandarkan diri kita ke dalam tangan Tuhan ?

• Hal-hal atau kebiasaan apa saja yang dapat dibuat dalam keluarga agar iman kepada Tuhan tetap bertumbuh dan berkembang ?



Bahan dari : Bulan Kitab Suci 2009 KAJ – KKKS KAJ

Diambil dari :
http://mbahjustinus.wordpress.com/

Kamis, 10 September 2009 :: Hari Biasa Pekan XXIII

Kamis, 10 September 2009
Hari Biasa Pekan XXIII


Sebab itu apakah yang akan kita katakan tentang semuanya itu? Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita? -- Rm 8:31

Doa Renungan Pagi


Yesus Guru Sejati, Engkau menghendaki agar para murid-Mu hidup sesuai dengan ajaran dan perintah-Mu, yaitu saling mengampuni dan mengasihi; tidak membalas yang jahat dengan yang jahat. Yesus bagi kami ajaran-Mu itu tidak mudah untuk dilakukan, karena kecenderungan kami adalah mencari yang enak dan tidak mau menderita. Maka kami mohon ya Yesus, agar Engkau mengampuni dan membantu kami mengalahkan kecenderungan jahat agar kami pantas menjadi murid-Mu. Amin.

Kita telah dipilih Allah untuk dikuduskan dan dikasihi oleh-Nya. Sayang, lebih sering kita tidak yakin dengan martabat ini. Kita lebih suka memandang diri kita lemah dan tidak mampu memenuhi panggilan itu. Karenanya kita juga tidak termotivasi untuk menyatukan diri kita dengan Kristus. Nasihat Paulus ini kiranya mengajak kita untuk berani beranjak dari sikap hidup semacam itu.

Bacaan Pertama
Pembacaan dari Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di Kolose (3:12-17)

"Tata hidup keluarga di dalam Tuhan."

Saudara-saudara, kalianlah orang pilihan Allah, yang dikuduskan dan dikasihi Allah. Maka kenakanlah belas kasihan, kemurahan dan kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran. Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan hendaknya kalian saling mengampuni apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain; sebagaimana Kristus mengampuni kalian, demikian pula kalian hendaknya. Dan di atas semuanya itu kenakanlah cinta kasih, tali pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan. Semoga damai sejahtera Kristus menguasai hatimu, karena untuk itulah kalian dipanggil menjadi satu tubuh. Dan bersyukurlah. Semoga sabda Kristus dengan segala kekayaannya tinggal di antara kalian. Hendaknya kalian saling mengajar dan menasehati dengan segala hikmat. Nyanyikanlah mazmur, puji-pujian dan nyanyian rohani, untuk mengucapkan syukur kepada Allah di dalam hatimu. Dan segala sesuatu yang kalian lakukan dengan perkataan dan perbuatan, lakukanlah itu demi nama Tuhan Yesus Kristus, dan dengan pengantaraan-Nya bersyukur kepada Allah, Bapa kita.
Demikianlah sabda Tuhan
Syukur kepada Allah.

Mazmur Tanggapan PS 863
Ref. Pujilah Tuhan, hai umat Allah, pujilah Tuhan, hai umat Allah!
Ayat.
(Mzm 150:1-2,3-4,5-6)
1. Pujilah Allah dalam tempat kudus-Nya! Pujilah Dia dalam cakrawala-Nya yang kuat! Pujilah Dia karena segala keperkasaan-Nya, pujilah Dia sesuai dengan kebesaran-Nya yang hebat!
2. Pujilah Dia dengan tiupan sangkakala, pujilah Dia dengan gambus dan kecapi! Pujilah Dia dengan rebana dan tari-tarian, pujilah Dia dengan permainan kecapi dan seruling!
3. Pujilah Dia dengan ceracap yang berdenting, pujilah Dia dengan ceracap yang berdentang! Biarlah segala yang bernafas memuji Tuhan!

Bait Pengantar Injil PS 951
Ref. Alleluya, Alleluya, Alleluya
Jika kita saling menaruh cinta kasih, Allah tinggal dalam kita; dan cinta kasih Allah dalam kita menjadi sempurna.


Kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan. Demikian pepatah mengajarkan. Mari kita berani untuk menghargai dan mengembangkan kasih, pengampunan, dan kerendahan hati sebagai daya kekuatan untuk mengubah kehidupan. Sebab semua itu telah pula dinyatakan Bapa melalui Putra-Nya.

Bacaan Injil
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Lukas (6:27-38)

"Hendaklah kalian murah hati sebagaimana Bapamu murah hati adanya."

Yesus bersabda kepada murid-murid-Nya, "Dengarkanlah perkataan-Ku ini: Kasihilah musuhmu. Berbuatlah baik kepada orang yang membenci kalian. Mintalah berkat bagi mereka yang mengutuk kalian. Berdoalah bagi orang yang mencaci kalian. Bila orang menampar pipimu yang satu, berikanlah pipimu yang lain. Bila orang mengambil jubahmu, biarkan juga ia mengambil bajumu. Berilah kepada setiap orang yang meminta kepadamu, dan janganlah meminta kembali dari orang yang mengambil kepunyaanmu. Dan sebagaimana kalian kehendaki orang berbuat kepada kalian, demikian pula hendaknya kalian berbuat kepada mereka. Kalau kalian mengasihi orang yang mengasihi kalian, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun berbuat demikian. (Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun berbuat demikian). Lagipula kalau kalian memberikan pinjaman kepada orang dengan harapan akan memperoleh sesuatu daripadanya, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun meminjamkan kepada orang-orang berdosa, supaya mereka menerima kembali sama banyaknya. Tetapi kalian, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan berilah pinjaman tanpa mengharapkan balasan, maka ganjaranmu akan besar dan kalian akan menjadi anak Allah yang mahatinggi. Sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterimakasih dan orang-orang jahat. Hendaklah kalian murah hati sebagaimana Bapamu murah hati adanya. Janganlah menghakimi orang, maka kalian pun tidak akan dihakimi. Dan janganlah menghukum orang, maka kalian pun tidak akan dihukum. Ampunilah, maka kalian pun akan diampuni. Berilah, dan kalian akan diberi. Suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan tumpah ke luar akan dicurahkan ke pangkuanmu. Sebab ukuran yang kalian pakai, akan diukurkan pula kepadamu."
Demikianlah Injil Tuhan
Terpujilah Kristus.

Doa Renungan Malam

Yesus Guru Sejati, sungguh indah bila manusia saling mencintai dan menerima satu sama lain. Maka akan tercipta keadaan dunia yang aman dan sejahtera. Oleh karena itu ya Yesus, kami berdoa untuk kedamaian dunia yang saat ini masih dalam perjuangan, karena masih ada begitu banyak peperangan, kebencian dan keserakahan menguasai jiwa manusia. Semoga Engkau berkenan menjamah dan menyembuhkan kami semua supaya kami dapat mencintai orang lain seperti diri kami sendiri. Demi Kristus Tuhan kami. Amin.

Renungan

Mengasihi orang yang mengasihi kita itu tidak sulit. Membalas kebaikan orang yang baik kepada kita itu perkara gampang. Tetapi mencintai orang yang membenci kita, mendoakan orang yang mengutuk kita itu amat sulit. Butuh pengorbanan besar untuk bersedia mengampuni orang yang membenci kita. Tapi itulah yang dituntut kepada kita sebagai orang Kristen.


RUAH

Rabu, 09 September 2009 :: Hari Biasa Pekan XXIII

Rabu, 09 September 2009
Hari Biasa Pekan XXIII

Daripada-Mulah kiranya datang penghakiman. Mata-Mu kiranya melihat apa yang benar -- Mzm 17:2


Doa Renungan

Allah Bapa yang mahapemurah, Engkau menciptakan semua yang ada di bumi ini baik adanya. Hal itu Engkau lakukan supaya Engkau semakin dimuliakan di atas bumi ini. Namun kami sering tidak menyadari panggilan kami dan lebih senang mencari apa yang menyenangkan diri kami. Sehingga tidak jarang kami menderita oleh karenanya. Maka ajarilah kami untuk menjadikan Engkau sebagai tujuan dan arah hidup kami. Dengan pengantaraan Kristus Tuhan kami. Amin.

Bacaan Pertama
Pembacaan dari Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di Kolose (3:1-11)

"Kalian telah mati bersama Kristus, maka matikanlah dalam dirimu segala yang duniawi."

Saudara-saudara, kalian telah dibangkitkan bersama Kristus. Maka carilah perkara yang di atas, di mana Kristus berada, duduk di sisi kanan Allah. Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi. Sebab kalian telah mati, dan hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus dalam Allah. Kristuslah hidup kita. Apabila Dia menyatakan diri kelak, kalian pun akan menyatakan diri bersama dengan Dia dalam kemuliaan. Karena itu matikanlah dalam dirimu segala yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala. Semuanya itu mendatangkan murka Allah. Dahulu kalian juga melakukan hal-hal itu ketika kalian hidup di dalamnya. Tetapi sekarang buanglah semuanya ini yaitu marah, geram, kejahatan, fitnah dan kata-kata kotor yang keluar dari mulutmu. Janganlah kalian saling menipu lagi, karena kalian telah menanggalkan manusia lama beserta kelakuannya, dan telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Penciptanya. Dalam keadaan yang baru itu tiada lagi orang Yunani atau Yahudi, yang bersunat atau tak bersunat, orang Barbar atau orang Skit, budak atau orang merdeka; yang ada hanyalah Kristus di dalam semua orang.

Demikianlah sabda Tuhan
Syukur kepada Allah.

Mazmur Tanggapan
Ref. Tuhan itu baik kepada semua orang.
Ayat.
(Mzm 145:2-3.10-11.12-13ab)
1. Setiap hari aku hendak memuji Engkau, dan memuliakan nama-Mu untuk selama-lamanya. Besarlah Tuhan, dan sangat terpuji; kebesaran-Nya tidak terselami.
2. Segala yang Kaujadikan akan bersyukur kepada-Mu, ya Tuhan, dan orang-orang yang Kaukasihi akan memuji Engkau. Mereka akan mengumumkan kemuliaan kerajaan-Mu, dan akan membicarakan keperkasaan-Mu.
3. Untuk memberitahukan keperkasaan-Mu kepada anak-anak manusia, dan memaklumkan kerejaan-Mu yang semarak mulia. Kerajaan-Mu ialah kerajaan abadi, pemerintahan-Mu lestari melalui segala keturunan.

Bait Pengantar Injil
Ref. Alleluya
Ayat. Bersukacitalah dan bergembiralah, karena besarlah upahmu di surga.

Bacaan Injil
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Lukas (6:20-26)

"Berbahagialah orang yang miskin, celakalah orang yang kaya."

Pada waktu itu Yesus memandang murid-murid-Nya, lalu berkata, "Berbahagialah, hai kalian yang miskin, karena kalianlah yang empunya Kerajaan Allah. Berbahagialah, hai kalian yang kini kelaparan, karena kalian akan dipuaskan. Berbahagialah, hai kalian yang kini menangis, karena kalian akan tertawa. Berbahagialah, bila demi Anak Manusia kalian dibenci, dikucilkan, dan dicela serta ditolak. Bersukacitalah dan bergembiralah pada waktu itu karena secara itu pula nenek moyang mereka telah memperlakukan para nabi. Tetapi celakalah kalian, orang kaya, karena dalam kekayaanmu kalian telah memperoleh hiburan. Celakalah kalian, yang kini kenyang, karena kalian akan lapar. Celakalah kalian, yang kini tertawa, karena kalian akan berdukacita dan menangis. Celakalah kalian, jika semua orang memuji kalian; karena secara itu pula nenek moyang mereka telah memperlakukan nabi-nabi palsu."
Inilah Injil Tuhan kita!
Sabda-Mu sungguh mengagumkan!


Renungan

“Berbahagialah kamu jika karena Anak Manusia orang membenci kamu,”

(Kol 3:1-11; Luk 6:20-26)

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Petrus Claver, imam Yesuit, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Dalam melaksanakan tugas pengutusan-Nya Yesus harus menderita sengsara, dilecehkan oleh musuh-musuh-Nya dan akhirnya disalibkan sampai wafat. Sebagai orang-orang yang percaya kepada Yesus alias menjadi sahabat-sahabat Yesus kita dipanggil untuk meneladan-Nya, antara lain “hidup miskin” dan berpihak pada dan bersama dengan mereka yang miskin. Yang saya maksudkan dengan ‘hidup miskin’ tidak berarti kita tidak punya apa-apa alias menjadi gelandangan, melainkan menghayati segala sesuatu sebagai anugerah Tuhan dan kemudian memfungsikannya sesuai dengan kehendak Tuhan. Karena semuanya adalah anugerah Tuhan maka cara hidup dan cara bertindak kita senantiasa dalam syukur dan terima kasih; syukur dan terima kasih ini kita wujudkan secara nyata antara lain dengan memperhatikan mereka yang miskin dan berkekurangan atau berpihak pada dan bersama dengan mereka yang miskin. Selama masih ada orang miskin dan berkekurangan kiranya juga berarti masih ada yang serakah, gila akan harta benda/uang, jabatan/kedudukan dan kehormatan duniawi. Dalam hidup bersama yang masih lebih banyak dipengaruhi oleh orang-orang serakah dan gila akan harta benda/uang , berpihak pada dan bersama dengan mereka yang miskin dan berkekurangan pasti akan menghadapi aneka tantangan, hambatan dan masalah. Pejuang demi mereka yang miskin dan berkekurangan ada kemungkinan dibenci dan dikucilkan. “Hidup miskin” juga berarti hidup dengan rendah hati serta mentaati sepenuhnya aneka aturan dan tatanan hidup yang terkait dengan panggilan dan tugas pengutusannya; orang siap sedia dan rela berkorban untuk diperintah, diutus, dilecehkan, kurang dihargai atau dihormati dst.., namun tetap berbahagia dan ceria.

· “Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala, semuanya itu mendatangkan murka Allah” (Kol 3:5-6) Salah satu bentuk ‘berhala modern’ masa kini adalah ‘hand phone’(HP), dimana orang sungguh lekat tak teratur pada HP yang dimilikinya. Sebagai contoh selama beribadat HP tidak dimatikan dan ketika ada nada panggilan keluar dari tempat ibadat untuk tilpon tsb, hal yang sama juga terjadi dalam rapat, dst.. HP juga mengerosi atau menggerogoti iman kepercayaan kepada Tuhan. Percaya kepada Tuhan harus menjadi nyata dalam percaya kepada sesama dan saudara-saudari kita. Jika memperhatikan cara orang memfungsikan HP masa kini, kebanyakan menunjukkan bahwa yang bersangkutan kurang percaya kepada sesamanya atau saudaranya, misalnya mengontrol pasangan hidupnya yang bepergian, anaknya, dst.. . Ada semacam kekhawatiran jangan-jangan pasangan hidupnya atau anaknya melakukan perbuatan yang tidak baik seperti percabulan, kenajisan, hawa nafsu (seks, makanan dan minuman), dst.. . Jangan-jangan yang khawatir itu sendiri yang melakukannya, maka ketika mencoba tilpon ke pasangan atau anaknya dengan HP sebenarnya hanya untuk melindunsi atau mengamankan diri sendiri yang sedang menyeleweng. Cukup banyak ‘berhala-berhala modern’ yang sungguh mempengaruhi cara hidup dan cara bertindak orang masa kini, yang mendorong orang untuk berbuat cabul, najis, jahat dan serakah. Maka marilah kita renungkan, resapkan dan hayati kutipan pesan Paulus kepada umat Kolose di atas: “Matikanlah segala sesuatu yang duniawi” dan “Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi” (Kol 3:2).

“Segala yang Kaujadikan itu akan bersyukur kepada-Mu, ya TUHAN, dan orang-orang yang Kaukasihi akan memuji Engkau. Mereka akan mengumumkan kemuliaan kerajaan-Mu, dan akan membicarakan keperkasaan-Mu, untuk memberitahukan keperkasaan-Mu kepada anak-anak manusia, dan kemuliaan semarak kerajaan-Mu. Kerajaan-Mu ialah kerajaan segala abad, dan pemerintahan-Mu tetap melalui segala keturunan”

(Mzm 145:10-13b).

Jakarta, 9 September 2009
Ign Sumarya, SJ



Pertemuan I Bulan Kitab Suci: Keuskupan Agung Semarang: Kebersamaan Meneguhkan Iman

Pertemuan I

KEBERSAMAAN MENEGUHKAN IMAN

Pengantar

Saudara-saudari terkasih, dunia dewasa ini penuh dengan tawaran dan tantangan yang tidak selalu sejalan dengan iman. Pada saat dibaptis, kita telah berjanji untuk setia pada iman dan menjadi manusia baru yang berani menolak segala hal yang jahat. Dengan iman yang teguh kita diharapkan senantiasa mengarahkan diri pada kehidupan kekal.

Oleh karena itu, iman mesti dikembangkan, baik secara pribadi maupun dalam kebersamaan. Iman kita semakin diperteguh di dalam kebersamaan. Contohnya, dalam hidup bersama di lingkungan, biasanya umat yang jarang berkumpul mudah sekali larut dalam godaan duniawi. Contoh lain, dalam hidup doa, bila tidak diwaspadai, Allah menjadi semacam 'berhala' yang diharuskan memberikan segala permintaan manusia. Apalagi, jika permohonan itu disertai dengan 'ritual' doa tertentu, atau semacam mengucapkan 'mantra' doa tertentu.

Pertanyaan besar muncul di sana, "Siapakah Allah itu bagiku?" serta "Siapakah aku ini bagi Allah?" Dua pertanyaan tersebut berkaitan erat dengan pemahaman kita mengenai iman dan bagaimana kita menghayati iman.

Pada kesempatan ini, kita akan belajar dari Kitab Makabe, mengenai teladan orang beriman yang berpegang teguh pada iman dan sungguh memperjuangkan apa yang diimaninya. Dalam pertemuan ini, akan kita renungkan awal dari perjuangan Matatias beserta anak-anaknya untuk melawan raja Antiokhus Epifanes yang dengan sewenang-wenang telah menghina agama mereka dan memaksa agar mereka murtad.

Penyajian materi

a. Pembacaan Teks Kitab Suci (1 Makabe 2:1-22.27-31)


1.Pada waktu itu Matatias bin Yohanes bin Simeon, seorang imam dari keluarga Yoarib, berangkat dari Yerusalem dan menetap di kota Modein. 2.Matatias mempunyai lima anak, yaitu: Yohanes dengan sebutan Gadi, 3.Simon dengan sebutan Tasi, 4.Yudas dengan sebutan Makabe, 5.Eleazar dengan sebutan Avaran dan Yonatan dengan sebutan Apfus. 6.Melihat semua kekejian yang terjadi di Yerusalem dan Yehuda 7.maka berkatalah Matatias: "Celakalah aku ini! Apakah aku dilahirkan untuk menyaksikan keruntuhan bangsaku dan Kota Suci dan berdiam saja di sini sementara kota itu sudah diserahkan kepada musuh dan Bait Suci sudah di tangan orang-orang asing? 8.Bait Allahnya sudah menjadi seperti orang yang terhina. 9.Perkakasnya yang mulia sudah diangkut sebagai jarahan. Anak-anaknya dan kaum mudanya sudah dibunuh di lapangan-lapangannya oleh pedang musuh! 10.Bangsa manakah belum mengusirnya dari warisan kerajaan dan belum merampasinya? 11.Segenap perhiasannya sudah diambil. Dari pada merdeka mereka sekarang sudah menjadi sahaya belaka! 12.Lihatlah, apa yang kudus bagi kita, segenap keindahan dan kemuliaan kita sudah dipunahkan serta dicemarkan oleh orang asing. 13.Apa gunanya hidup bagi kita lagi?" 14.Lalu Matatias serta anak-anaknya menyobek pakaian mereka dan mengenakan kain karung dan sangat berkabung. 15.Kemudian para pegawai raja yang bertugas memaksa orang-orang Yahudi murtad datang ke kota Modein untuk menuntut pengorbanan. 16.Banyak orang Israel datang kepada mereka. Adapun Matatias serta anak-anaknya berhimpun pula. 17.Pegawai raja itu angkat bicara dan berkata kepada Matatias: "Saudara adalah seorang pemimpin, orang terhormat dan pembesar di kota ini dan lagi didukung oleh anak-anak serta kaum kerabat saudara. 18.Baiklah saudara sekarang juga maju ke depan sebagai orang pertama untuk memenuhi penetapan raja, sebagaimana telah dilakukan semua bangsa, bahkan orang-orang Yehuda dan mereka yang masih tertinggal di Yerusalem. Kalau demikian, niscaya saudara serta anak-anak saudara termasuk ke dalam kalangan sahabat-sahabat raja dan akan dihormati dengan perak, emas dan banyak hadiah!" 19.Tetapi Matatias menjawab dengan suara lantang: "Kalau pun segala bangsa di lingkungan wilayah raja mematuhi seri baginda dan masing-masing murtad dari ibadah nenek moyangnya serta menyesuaikan diri dengan perintah-perintah seri baginda, 20.namun aku serta anak-anak dan kaum kerabatku terus hendak hidup menurut perjanjian nenek moyang kami. 21.Semoga Tuhan mencegah bahwa kami meninggalkan hukum Taurat serta peraturan-peraturan Tuhan. 22.Titah raja itu tidak dapat kami taati dan kami tidak dapat menyimpang dari ibadah kami baik ke kanan maupun ke kiri!"
2:27 Lalu berteriaklah Matatias dengan suara lantang di kota Modein: "Siapa saja yang rindu memegang hukum Taurat dan berpaut pada perjanjian hendaknya ia mengikuti aku!" 28.Kemudian Matatias serta anak-anaknya melarikan diri ke pegunungan. Segala harta miliknya di kota ditinggalkannya. 29.Kemudian turunlah ke padang gurun banyak orang yang mencari kebenaran dan keadilan. 30.Mereka sendiri serta anak-anak, isteri-isteri dan ternaknya menetap di sana. Sebab mereka dianiaya oleh yang jahat. 31.Dalam pada itu telah diberitakan kepada para petugas raja dan kepada pasukan yang berada di Yerusalem, di Kota Daud, bahwa orang-orang yang mempermudah perintah raja telah turun ke persembunyian di gurun.

b. Pendalaman Teks

1. Sebelum melakukan penafsiran teks kita perlu memperhatikan struktur dan dinamikanya. Kisah awal dari perjuangan keluarga Matatias ini (1 Makabe 2:1-22.27-31) dapat dibagi menjadi tiga bagian besar. Bagian pertama memaparkan adanya keprihatinan atas situasi dan kondisi yang terjadi (ayat 1-12), membangun tekad untuk mengatasi keprihatinan (ayat 14-21), melakukan tindakan yang nyata (ayat 27-31).

2. Keprihatinan atas situasi dan kondisi yang terjadi (ayat 1-12):
Bangsa Israel pada zaman penjajahan raja Antiokhus IV Epifanes mengalami penindasan dan hambatan dalam hidup beragama. Hambatan terhadap kehidupan beragama dimulai dengan pencemaran terhadap kota Yerusalem beserta Bait Suci. Banyak orang terbunuh demi iman di kota Yerusalem. Kota kudus bagi umat Yahudi itu telah dihancurkan dan dijadikan kota kafir yang penuh dengan patung dewa-dewi bangsa Yunani. Yang paling menyedihkan bagi Matatias adalah pencemaran terhadap Bait Suci yang berada di pusat kota Yerusalem dan pada waktu itu menjadi tempat terkudus bagi bangsa Yahudi. Peralatan ibadat di Bait Suci yang terdiri dari emas serta logam berharga telah dijarah. Tempat kudus itu dijadikan kuil dewa-dewi. Kita dapat membayangkan kepedihan hati Matatias dan anak-anaknya yang begitu peduli pada kekudusan Allah dan kesalehan umat beriman. Saat itu, tidak ada lagi tempat mereka beribadat dan bertemu bersama di hadapan Allah. Bangunan yang mereka hormati sebagai tempat kediaman Allah telah menjadi panggung penyembahan berhala. Korban-korban bakaran yang dipersembahkan untuk memuliakan Allah telah digantikan dengan korban bakaran bagi dewa-dewi asing. Dengan hati sedih Matatias meratap: "Lihatlah, apa yang kudus bagi kita, segenap keindahan dan kemuliaan kita sudah dipunahkan serta dicemarkan oleh orang asing. Apa gunanya hidup bagi kita lagi?" (ayat 12-13)

3. Tekad untuk mengatasi keprihatinan (ayat 14-21):
Apa reaksi Matatias dan anak-anaknya terhadap penindasan hidup beragama dan pencemaran simbol-simbol iman itu? Mereka sadar bahwa harga diri mereka sebagai bangsa yang berdaulat dan beriman kepada Allah telah diinjak-injak bangsa asing. Matatias dan anak-anaknya menyobek pakaian mereka dan mengenakan pakaian kabung. Menyobek pakaian adalah tanda dari kesedihan yang mendalam. Mengenakan kain kabung (dari karung) merupakan laku prihatin, tanda pertobatan dan perendahan diri di hadapan Allah untuk memohon pertolongan-Nya. Matatias sebagai orang beriman yakin bahwa apa yang terjadi pada mereka merupakan sebuah peringatan dari Allah karena dosa-dosa yang telah mereka lakukan. Untuk itulah mereka perlu bertobat dan mohon pengampunan Allah. Salah satu tindak lanjut dari pertobatan adalah bertekun dalam iman dan membela iman dengan jiwa raganya. Di hadapan utusan raja yang membujuknya agar menaati perintah raja untuk mengingkari imannya, Matatias berkata: "Semoga Tuhan mencegah bahwa kami meninggalkan hukum Tuhan serta peraturan-peraturan Tuhan" (ayat 21). Dengan gagah berani dia menolak perintah raja dan bersama anak-anaknya bertekad untuk tetap setia pada hukum Tuhan, warisan iman nenek moyangnya. Keluhan dan ratapan saja tidak cukup. Matatias dan anak-anaknya berniat untuk mengatasi keprihatinan bangsanya dengan berbuat sesuatu yang nyata.

4. Tindakan nyata untuk setia pada Taurat dan membela iman pada Tuhan (ayat 27-31):
Matatias kemudian menyerukan gerakan perlawanan terhadap raja dan para pasukannya dengan cara gerilya. Bagi Matatias, perlawanan dengan cara mengangkat senjata merupakan wujud nyata dari kesetiaan mereka pada hukum Taurat dan perjanjian yang telah dilakukan Tuhan dengan nenek moyang mereka. Mengapa Matatias memakai kekerasan untuk melawan kekerasan? Untuk zaman itu, sikap dan tindakan Matatias dapat dipahami karena Antiokhus IV Epifanes bukan hanya menghambat hidup beragama tetapi juga melakukan penjajahan yang kejam. Matatias tahu bahwa di antara kaum sebangsanya ada yang memilih mati sebagai martir demi iman mereka. Namun dia tidak mau mati dengan cara pasif semacam itu. Dia bersedia mati demi iman tetapi lewat perang. Mati demi iman dengan senjata di tangan adalah pilihan hidupnya. Meskipun begitu dia tetap menghargai orang-orang sebangsanya yang bersedia mati tanpa perlawanan fisik. Dalam 1Mak 2:32-39 dikisahkan tentang orang-orang Yahudi yang diserang oleh pasukan raja Antiokhus pada hari Sabat. Mereka tidak melakukan perlawanan sama sekali karena pada hari Sabat orang Yahudi dilarang untuk melakukan pekerjaan. Kira-kira ada seribu orang mati dibunuh tanpa perlawanan karena mereka bertekad untuk setia pada hari Sabat. Sadar bahwa cara itu akan dapat memunahkan pasukannya, Matatias mengambil keputusan untuk tetap melakukan perlawanan jika mereka diserang pada hari Sabat. Mengenai hal ini dapat kita baca 1Mak 2:40-41.

Dengan keputusan itu, Matatias berjuang keras untuk mengusir penjajah dan mengembalikan kejayaan bangsanya sebagai bangsa berdaulat serta beriman pada Tuhan. Mengajak anak-anaknya dan semua orang yang bersedia berjuang dengannya, Matatias melarikan diri ke padang gurun. Di sana ia mulai menyusun kekuatan untuk melawan penjajah bangsanya dengan perang gerilya. Dalam kisah-kisah selanjutnya, perjuangan Matatias yang dilanjutkan oleh anak-anaknya itu, terutama di bawah pimpinan Yudas Makabe, berhasil mengusir penjajah dan mengembalikan kedaulatan serta kekudusan Allah di tengah bangsanya. Di bawah pemerintahan keturunan Matatias (nantinya dikenal sebagai Hasmone) bangsa Yahudi mengalami kemerdekaan selama hampir 100 tahun. Pada tahun 63 sebelum Masehi Pompeius menguasai Palestina, dan bangsa Yahudi kembali jatuh di bawah penjajahan bangsa asing. Kali ini penjajahnya adalah bangsa Romawi, sebuah bangsa yang mulai tumbuh sebagai negara adidaya. Kejayaan penerus Aleksander Agung mulai surut dan peran mereka kini digantikan oleh bangsa Romawi.

5. Dalam perjuangan Matatias dan keluarganya, iman menjadi harta yang tak ternilai harganya. Mereka rela membela harta itu dengan apa yang mereka miliki. Dalam diri Matatias dan keluarganya, kita dapat melihat bagaimana kecintaan akan Allah memang sungguh kuat. Ayat 20 menegaskan hal ini, bahwa Matatias dan keluarganya berjanji untuk hidup sesuai dengan 'perjanjian nenek moyang kami', yaitu taat kepada hukum Taurat serta peraturan-peraturan Tuhan. Demi perjuangan mempertahankan iman dan tradisi bangsanya, keluarga ini bahkan rela untuk pergi meninggalkan segala harta yang mereka miliki. "Semoga Tuhan mencegah bahwa kami meninggalkan hukum Taurat serta peraturan-peraturan Tuhan," demikian doa Matatias.

c. Sharing

1. Hal-hal apa sajakah yang menjadi keprihatinan iman di zaman ini? Hambatan untuk praktek hidup beragama memang kita rasakan. Namun, keprihatinan iman jauh lebih luas dari itu. Konsumerisme (orientasi pada membeli dan memakai apa yang tersedia), materialisme (orientasi pada materi), hedonisme (orientasi pada kenikmatan duniawi), dan sebagainya dapat menjadi ancaman bagi iman. Kita sharingkan bersama, tantangan-tantangan iman apa sajakah yang menjadi keprihatinan kita di zaman ini?

2. Bagaimanakah kita sendiri menghadapi tantangan-tantangan seperti itu?

3. Bagaimana kita bersama-sama bisa menjaga iman kita dari serbuan nilai atau semangat hidup yang merongrong nilai iman dan kasih itu?

4. Marilah kita mencermati kehidupan komunitas lingkungan kita. Apakah selama ini kita sudah menghargai kebersamaan yang kita miliki dalam iman untuk saling mengembangkan, atau malah kita menjadi pribadi yang tidak mau peduli satu dengan yang lain, hanya mementingkan urusan pribadi semata? Apa yang bisa kita buat dengan pengalaman-pengalaman itu bagi perkembangan iman dalam komunitas kita?

5. Apa yang perlu dan harus kita buat bersama, bila komunitas kita juga mengalami permasalahan bersama seperti komunitas Matatias? Bagaimanakah kita bisa mempertahankan iman di tengah himpitan zaman kini? Situasi dan kondisi kita tidak memerlukan perjuangan membela iman dengan cara perang seperti di zaman Makabe. Apakah ada cara lain yang lebih sesuai dengan zaman kita sekarang untuk membela dan mempertahankan iman?


Kesimpulan

1. Matatias dan anak-anaknya serta umat Yahudi di zamannya menghadapi tantangan berat dalam hal iman. Kita juga mempunyai berbagai macam keprihatinan yang menantang keteguhan iman kita. Keprihatinan bisa jadi muncul dari kelemahan pribadi kita, dari keadaan sekitar kita, atau dari orang lain.

2. Apa yang dilakukan oleh Matatias dan kawan-kawannya merupakan salah satu pilihan dari banyak kemungkinan untuk melawan kejahatan raja Antiokhus Epifanes yang telah sewenang-wenang dan bengis melakukan penghambatan pada agama Yahudi. Sesuai dengan situasi dan kondisi waktu itu, perang gerilya merupakan cara yang dianggapnya paling efektif. Raja telah memusuhi bangsanya dengan penindasan. Raja juga telah memusuhi Allah dengan pencemaran terhadap Bait Suci. Kiranya, Matatias merasa bersalah jika tidak berbuat apa-apa, melihat tindakan raja yang sewenang-wenang itu. Perjuangan bersenjata menjadi jalan yang jelas baginya.

3.Bagi kita, mungkin cara yang ditempuh oleh Matatias terlalu keras. Untuk itu, yang perlu kita perhatikan lebih-lebih semangat imannya yang begitu tinggi, sampai rela mengurbankan diri untuk membela bangsa dan agamanya.

4.Kita tidak berharap untuk mengalami kesulitan dalam menjalankan agama sampai harus terjadi pertumpahan darah. Pertentangan atau bahkan permusuhan yang terjadi atas dasar agama sebenarnya telah mengingkari tujuan dari agama itu sendiri. Kisah Makabe bukan mengenai pertntangan antar agama, tetapi mengenai keberanian dalam membela agama. Tanpa harus melalui tindakan ekstrim pertumpahan darah, sebenarnya pada kita pun dituntut keteguhan iman yang sama. Tantangan bagi kita dalam beriman masih ada sampai sekarang. Arus zaman yang tidak sesuai dengan nilai iamn kita (misalnya: konsumerisme, materialisme, hedonisme, ateisme) juga merupakan tantangan yang tidak mudah diatasi.

5. Kita telah membicarakan bersama bagaimana kita juga bisa menjaga iman yang kita cintai bersama. Semoga, segala sesuatu yang kita daptkan menjadi titik awal yang bisa kita kembangkan dalam kehidupan beriman kita.

6. Salah satu kekuatan yang kita miliki adalah komunitas orang-orang beriman itu sendiri. Matatias dan keluarganya menggunakan kekuatan kelompok mereka dengan bahu-membahu memerangi Antiokhus Epifanes. Gereja sendiri adalah komunitas orang yang beriman pada Allah Tritunggal. Secara nyata, kebersamaan tersebut kita temukan dalam Ekaristi dan berbagai pertemuan dengan saudara-saudara seiman.

Diambil dari buku:
BKS 2009 -- KOMISI KITAB SUCI KAS

Pertemuan I Bulan Kitab Suci Keuskupan Agung Jakarta: Perjuangan Hidup Dalam Diriku

Bulan Kitab Suci 2009

Bulan Kitab Suci merupakan kesempatan yang baik untuk menyadari kembali bahwa Kitab Suci merupakan salah satu pedoman iman bagi kita. Kita melihat bahwa dimana-mana umat mulai berani membuka, membaca, menghayati, percaya dan mengamalkan Sabda Tuhan dalam Kitab Suci. Suatu gerakan yang patut kita syukuri

Tema yang kita ambil tahun 2009 ini adalah Berjuang Dalam Hidup Dengan Terang Sabda Tuhan. Dengan tema ini kita diingatkan bahwa hakekat hidup adalah bekerja keras, berusaha dan berjuang. Kita bekerja keras tidak hanya untuk mendapatkan makanan dan kebutuhan jasmani, tetapi juga makanan dan kebutuhan rohani. Kita berusaha tidak hanya demi kesejahteraan orang lain, tetapi juga melaksanakan kehendak Tuhan. Kita berjuang tidak hanya demi keluarga, komunitas, masyarakat, bangsa dan negara, tetapi untuk menyenangkan hati Tuhan

Pertemuan I Perjuangan Hidup Dalam Diriku

Pertemuan II Perjuangan Hidup Dalam Keluarga

Pertemuan III Perjuangan Hidup Dalam Lingkungan Dan Masyarakat

Pertemuan IV Perjuangan Hidup Dalam Berbangsa dan Bernegara


Bulan Kitab Suci – KAJ 2009
Bacaan Kitab Suci : Ayub 7 : 1-10


"Aku dicekam kegelisahan sampai dini hari."


1 Di dalam keprihatinannya Ayub berbicara kepada sahabatnya, “Bukankah manusia harus bergumul di bumi, dan hari-harinya seperti hari-hari orang upahan? 2 Seperti kepada seorang budak yang merindukan naungan, seperti kepada orang upahan yang menanti-nantikan upahnya, 3 demikianlah dibagikan kepadaku bulan-bulan yang sia-sia, dan ditentukan kepadaku malam-malam penuh kesusahan. 4 Bila aku pergi tidur, maka pikirku: Bilakah aku akan bangun? Tetapi malam merentang panjang, dan aku dicekam oleh gelisah sampai dinihari. 5 Berenga dan abu menutupi tubuhku, kulitku menjadi keras, lalu pecah. 6 Hari-hariku berlalu lebih cepat dari pada torak, dan berakhir tanpa harapan. 7 Ingatlah, bahwa hidupku hanya hembusan nafas; mataku tidak akan lagi melihat yang baik. 8 Orang yang memandang aku, tidak akan melihat aku lagi, sementara Engkau memandang aku, aku tidak ada lagi. 9 Sebagaimana awan lenyap dan melayang hilang, demikian juga orang yang turun ke dalam dunia orang mati tidak akan muncul kembali. 10 Ia tidak lagi kembali ke rumahnya, dan tidak dikenal lagi oleh tempat tinggalnya.


Mencermati Kitab Suci :

  • Bagaimana Ayub memandang dirinya sendiri ?
  • Bagaimana ia menggambarkan seluruh hidupnya ?
  • Bagaimana sikap Ayub terhadap Tuhan ? Siapakah Tuhan bagi Ayub ?
  • Kalau kita masuk ke dalam diri Ayub, bagaimana rasanya menghadapi permasalahan hidupnya ?
  • Pesan apa yang dapat anda petik dari kisah Ayub ini?

Butir-butir permenungan :



1. Masalah dan persoalan hidup ini dapat disikapi dengan sikap positif, yaitu sebagai tanda ujian dari Tuhan agar kita sabar dan tabah, menjadi semakin teguh dan dewasa dalam iman. Orang tetap boleh mengungkapkan keluhannya kepada Allah, seperti Ayub

2. Ayub menyadari bahwa hidup di dunia ini sungguh berat. Ia mengungkapkan perjuangan hidupnya seperti seorang budak dan seorang upahan. Ia merasa bahwa perjuangan hidupnya siang dan malam sia-sia (bdk 7 : 1-4)

3. Sebagai orang saleh, Ayub sadar akan keberadaannya, bahwa seluruh yang diperolehnya itu berasal dari Tuhan, termasuk tubuhnya sendiri. Ia mengoyakkan jubahnya, mencukur kepalanya, kemudian sujudlah ia dan menyembah, katanya “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan te;anjang juga aku akan kembali kedalamnya, Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, Terpujilah nama Tuhan !” (1 : 20-21)

4. Dalam deritanya Ayub tetap merasakan getaran kasih Allah, walaupun ia sendiri hampir putus asa dengan hidupnya sendiri, “Aku jemu aku tidak mau hidup untuk selama-lamanya. Biarkanlah aku, karena hari-hariku hanya seperti hempusan nafas saja” (7 ; 16)

5. Pengalaman hidup Ayub dapat menjadi contoh dalam perjuangan hidup kita. Kerinduan Ayub akan Tuhan hendaknya menjadi kerinduan kita. Ketabahan Ayub dalam menanggung derita, hendaknya menjadi ketabahan hidup kita. Ayub memberikan contoh hidup sebagai orang beriman yang tetap setia dan patuh pada Tuhan



Membangun niat :

1. Bagaimana cara anda menghadapi permasalahan hidup dan mengatasinya ?
2. Apa niat konkret yang bisa kita laksanakan sebagai langkah nyata untuk melaksanakan Sabda Tuhan ini ?


Perjuangan Hidup dalam Diriku (Ayub 7:1-10)

Tidak jarang orang jujur dan hidupnya baik malah terkena musibah dan menderita. Mengapa ini terjadi? Katanya Allah adil, menghukum yang jahat dan mengganjar yang baik? Kita diajak belajar dari Ayub, seorang yang saleh, yang tertimpa musibah besar, yaitu: anak-anaknya mati, hartanya diambil dan dia kena penyakit. Dalam kesesakan Ayub tetap berseru kepada Tuhan, karena percaya bahwa Tuhan tidak meninggalkan dia.

Tujuan

Bersama menyadari bahwa setiap masalah hidup ada jalan keluar di dalam Tuhan, Mengajak untuk saling meneguhkan lewat sharing pengalaman iman, Mendorong umat untuk membuat niat konkret.

Penjelasan teks: Ayub 7:1-10

Dari kisah hidup Ayub kita dapat meneladan hidupnya dalam mengatasi perjuangan hidup kita masing - masing karena ada beberapa hal yang menjadi dasar: Ayub hidup saleh, jujur, takut akan Allah Ayub menyadari bahwa seluruh yang dipunyainya itu berasal dari Tuhan Ayub mempunyai iman yang begitu dalam. Satu hal yang menjadi keyakinan pada masyarakat Israel kuno adalah hukum Retribusi yang mengatakan, orang baik dapat pahala, orang jahat dapat hukuman.Kalau ada orang yang menderita, pasti dia jahat. Kalau ada orang yang sakit, pasti dia berdosa. Ini adalah kesadaran di Israel kuno sampai adanya kitab Ayub yang menolak hukum Retribusi, karena ada orang baik yang menderita. Yang diberikan dari kitab Ayub bukan jawaban atas pertanyaan "Mengapa orang menderita?" tetapi jawaban bagaimana untuk tetap bertahan setia dalam penderitaan. Sebagai orang saleh, Ayub sadar akan keberadaannya, bahwa seluruh yang diperolehnya itu berasal dari Tuhan, termasuk tubuhnya sendiri. la mengoyakkan jubahnya, mencukur kepalanya, kemudian sujudlah ia dan menyembah, katanya " Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali kedalamnya. Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, Terpujilah nama Tuhan!" (Ayub 1:20-21)

Melihat kondisi dan penderitaan Ayub, berkatalah isterinya " Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah AllahMu dan matilah! " Apa jawab Ayub? " Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk? ( Ayub 2:9-10)

Menyimak perkataan Ayub ini, kita dapat merasakan getaran iman yang begitu dalam dari Ayub, walaupun ia ditimpa penderitaan yang begitu dashyat. Dalam derita, Ayub justru merasakan getaran kasih Allah, walaupun ia sendiri hampir putus asa dengan hidupnya sendiri, " Aku jemu aku tidak mau hidup untuk selama-lamanya. Biarkanlah aku, karena hari-hariku hanya seperti hembusan nafas saja." (Ayub 17:16) Ayub menyadari bahwa hidup di dunia itu sungguh berat. Maka ia berkata," Bukankah manusia harus bergumul di bumi, dan hari-harinya seperti hari-hari orang upahan? Seperti seorang budak yang merindukan naungan, seperti kepada orang upahan yang menanti-nanti upahnya, demikianlah dibagikan kepadaku bulan-bulan yang sia-sia, dan ditentukan kepadaku malam-malam penuh kesusahan. Bila aku pergi tidur, maka pikirku bilakah aku akan bangun? Tetapi malam merentang panjang dan aku dicekam oleh gelisah hingga dini hari". (Ayub 7:1-4)

Kitab Ayub menggambarkan proses iman kita masing -masing. Keluhan Ayub adalah suatu cara ia berbicara dengan Allah dan kiranya Allah mendengarkan. Ayub menyerahkan diri kepada suatu misteri Allah, justru itulah yang kemudian membebaskan. Hanya dengan berserah kepada misteri Allah, manusia menjadi bebas. Penderitaannya tetap sama, tetapi sikap hati sudah berubah. Fokus bukan pada penderitaanya, tetapi kepada Allah dan itu membebaskan.


Komisi Kerasulan Kitab Suci – Keuskupan Agung Jakarta

Pertemuan II Bulan Kitab Suci: Keuskupan Agung Semarang: Heroisme iman: Taat setia kepada Allah, tegas menolak ilah-ilah

Pertemuan II

HEROISME IMAN: TAAT SETIA KEPADA ALLAH, TEGAS MENOLAK ILAH-ILAH

(2Makabe 7:1-42)


Tujuan Pertemuan

1. Umat semakin menyadari pentingnya kemartiran atau kesaksian melalui pengorbanan diri (martyria: memberi kesaksian) untuk membela iman berhadapan dengan tantangan-tantangan zaman seperti hedonisme, materialisme, konsumerisme dan sekularisme.
2. Umat semakin menyadari bahwa kemartiran ini membutuhkan suatu keberanian seperti keberanian ibu dan ketujuh anaknya 1 Yang dimaksud dengan ilah-ilah adalah dewa-dewi yang disembah oleh orang-orang yang tak ber-Tuhan. untuk mempertahankan ketaatan pada iman dan agama sampai pada kematian.
3. Umat semakin menyadari bahwa kesetiaan pada iman dan agama sampai mati digerakkan oleh keyakinan akan adanya kebangkitan badan dan kehidupan kekal di mana semua orang dikumpulkan kembali dalam kebahagiaan.
Doa

P. Marilah berdoa
Allah Bapa yang penuh kasih, sumber iman, harapan dan kasih kami. Engkau telah menghadirkan Yesus Kristus ke dunia ini untuk menunjukkan cara membangun iman kepada-Mu. Bantulah kami agar dapat menyelami misteri kasih-Mu itu dengan mendengarkan sabda-sabda-Mu serta merenungkannya. Semoga kami semakin hari semakin mampu untuk membangun semangat iman yang teguh dan kuat, dalam terang keyakinan akan adanya kebangkitan badan dan kehidupan kekal. Demi Yesus Kristus, Putra-Mu, Tuhan dan Pengantara kami, yang hidup bersama Dikau dalam persekutuan dengan Roh Kudus, kini dan sepanjang segala masa.
U Amin.


Pengantar

Membela iman di zaman ini, rasa-rasanya menjadi suatu hal yang tidak mudah dilakukan, bukan karena sulit tetapi karena kurangnya militansi iman di dalam diri umat beriman. Tantangan zaman menyebabkan orang melihat iman pun dari sisi untung rugi: untuk apa aku membela imanku mati-matian kalau ternyata tidak menguntungkan hidupku di dunia ini? Apa untungnya aku mempertahankan imanku?

Dalam pertemuan pertama minggu lalu, kita disadarkan bahwa membela iman adalah suatu keutamaan yang harus dikembangkan di dalam hati setiap umat beriman, teristimewa dikembangkan dalam kebersamaan sebagai Gereja. Tentu saja, kita tidak harus sampai mengadakan perang suci seperti Matatias, yang mempertaruhkan nyawa mempertahankan kesucian Bait Allah. Akan tetapi, semangat seperti Matatias tersebut perlu dibangun di dalam setiap diri umat beriman.

Pada pertemuan kedua ini, kita akan diajak untuk merenungkan militansi iman dari sisi yang berbeda. Kisah tentang ibu dan ketujuh anaknya mengajak kita untuk merenungkan keberanian dalam menghadapi siksaan, penderitaan dan bahkan hukuman mati demi iman. Dari kisah ini, kita dapat merenungkan dan menimba kekuatan iman bahwa keyakinan akan adanya kebangkitan badan dan kehidupan kekal, menggerakkan orang untuk teguh dan berani menghadapi penderitaan bahkan kematian demi iman.

Pembacaan Teks Kitab Suci: 2 Makabe 7:1-42

1.Terjadi pula yang berikut ini: Tujuh orang bersaudara serta ibu mereka ditangkap. Lalu dengan siksaan cambuk dan rotan mau dipaksa oleh sang raja untuk makan daging babi yang haram. 2.Maka seorang dari antara mereka, yakni yang menjadi juru bicara, berkata begini: "Apakah yang hendak baginda tanyakan kepada kami dan apakah yang hendak baginda ketahui? Kami lebih bersedia mati daripada melanggar hukum nenek moyang." 3.Maka geramlah sang raja, lalu diperintahkannya untuk memanaskan kuali dan kancah. 4.Segera setelah semuanya menjadi panas diperintahkanlah oleh sang raja, agar lidah juru bicara itu dipotong, kepalanya dikuliti dan tangan serta kakinya dikerat dengan disaksikan oleh saudara-saudara lain itu serta ibu mereka. 5.Setelah orang itu dipuntungkan seluruhnya, maka sang raja menyuruh untuk membawa orang yang masih bernafas itu ke api dan menggorengnya di dalam kuali. Sementara uap dari kuali itu merata luas, maka saudara-saudara lain serta ibu mereka mengajak untuk mati secara perwira. 6.Kata mereka: "Tuhan Allah melihat ini. Ia sungguh-sungguh menghibur kita, sebagaimana dahulu dinyatakan oleh Musa dalam lagu bantahan yang memberikan kesaksian ini: Ia akan menghibur hamba-hamba-Nya." 7.Setelah yang pertama berpulang secara demikian lalu yang kedua dibawa untuk disiksa. Setelah kulit kepalanya serta rambutnya dikupas oleh mereka, maka bertanyalah mereka kepadanya: "Maukah engkau makan sebelum badanmu disiksa anggota demi anggota?" 8.Jawabnya dalam bahasanya sendiri: "Tidak!" Dari sebab itu maka pada gilirannya ia pun disiksa juga sama seperti yang pertama. 9.Ketika sudah hampir putus nyawanya berkatalah ia: "Memang benar kau, bangsat, dapat menghapus kami dari hidup di dunia ini, tetapi Raja alam semesta akan membangkitkan kami untuk kehidupan kekal, oleh karena kami mati demi hukum-hukum-Nya." 10.Sesudah itu maka yang ketiga disengsarakan. Ketika diminta segera dikeluarkannya lidahnya dan dengan berani dikedangkannya tangannya juga. 11.Dengan berani berkatalah ia: "Dari sorga aku telah menerima anggota-anggota ini dan demi hukum-hukum Tuhan kupandang semuanya itu bukan apa-apa. Tetapi aku berharap akan mendapat kembali semuanya dari pada-Nya!" 12.Sampai-sampai sang raja sendiri serta pengiringnya pun tercengang-cengang atas semangat pemuda itu yang memandang kesengsaraan itu bukan apa-apa. 13.Sesudah yang ketiga berpulang, maka yang keempat disiksa dan dipuntungkan secara demikian pula. 14.Ketika sudah dekat pada akhir hidupnya berkatalah ia: "Sungguh baiklah berpulang oleh tangan manusia dengan harapan yang dianugerahkan Allah sendiri, bahwa kami akan dibangkitkan kembali oleh-Nya. Sedangkan bagi baginda tidak ada kebangkitan untuk kehidupan." 15.Sesudah itu segera yang kelima dibawa ke situ dan disengsarakan. 16.Sambil menatap sang raja berkatalah ia: "Meskipun baginda fana juga, namun baginda mempunyai wewenang atas manusia untuk berbuat sesuka hati baginda, tetapi baginda jangan menyangka Allah telah meninggalkan bangsa kami. 17.Baiklah baginda dengan sabar menunggu saja, niscaya baginda akan menyaksikan kebesaran kekuasaan Tuhan. Baginda akan mengalami bagaimana baginda sendiri serta keturunan baginda akan disengsarakan oleh Tuhan!" 18.Sesudah dia maka dibawalah yang keenam ke situ. Ketika sudah hampir menemui ajalnya berkatalah ia: "Jangan berpikir salah oleh karena kami menderita sengsara ini oleh sebab diri kami sendiri, oleh karena kami telah berdosa kepada Allah kami. Itulah sebabnya maka hal-hal yang mengherankan telah menimpa diri kami. 19.Tetapi baginda jangan menyangka bahwa baginda akan terluput dari hukuman. Sebab baginda sudah memerangi Allah." 20.Tetapi terutama ibu itu sungguh mengagumkan secara luar biasa. Ia layak dikenang-kenangkan baik-baik. Ia mesti menyaksikan ketujuh anaknya mati dalam tempo satu hari saja. Namun demikian, itu ditanggungnya dengan besar hati oleh sebab harapannya kepada Tuhan. 21.Dengan rasa hati yang luhur. Dengan semangat jantan dikuatkannya tabiat kewanitaannya lalu berkatalah ia kepada anak-anaknya: 22."Aku tidak tahu bagaimana kamu muncul dalam kandunganku. Bukan akulah yang memberi kepadamu nafas dan hidup atau menyusun bagian-bagian pada badanmu masing-masing! 23.Melainkan Pencipta alam semesta yang membentuk kelahiran manusia dan merencanakan kejadian segala sesuatunya. Dengan belas kasihan-Nya Tuhan akan memberikan kembali roh dan hidup kepada kami, justru oleh karena kamu kini memandang dirimu bukan apa-apa demi hukum-hukum-Nya." 24.Adapun raja Antiokhus mengira bahwa ibu itu menghina dia dan ia menganggap bicaranya suatu penistaan. Anak bungsu yang masih hidup itu tidak hanya dibujuk dengan kata-kata, tetapi sang raja juga menjanjikan dengan angkat sumpah bahwa anak bungsu itu akan dijadikannya kaya dan bahagia, asal saja ia mau meninggalkan adat istiadat nenek moyangnya. Bahkan ia akan dijadikannya sahabat raja dan kepadanya akan dipercayakan pelbagai jabatan Negara. 25.Oleh karena pemuda itu tidak menghiraukannya sama sekali, maka sang raja memanggil ibunya dan mendesak, supaya ia menasehati anaknya demi keselamatan hidupnya. 26.Sesudah ia lama mendesak barulah ibu itu menyanggupi untuk meyakinkan anaknya. 27.Kemudian ia membungkuk kepada anaknya lalu dengan mencemoohkan penguasa yang bengis itu berkatalah ia dalam bahasanya sendiri: "Anakku, kasihanilah aku yang sembilan bulan lamanya mengandungmu dan tiga tahun lamanya menyusuimu. Aku pun sudah mengasuhmu dan membesarkanmu hingga umur sekarang ini dan terus-menerus memeliharamu. 28.Aku mendesak, ya anakku, tengadahlah ke langit dan ke bumi dan kepada segala sesuatunya yang kelihatan dan di dalamnya. Ketahuilah bahwa Allah tidak menjadikan kesemuanya itu dari barang yang sudah ada. Demikian pun bangsa manusia dijadikan juga. 29.Jangan takut kepada algojo itu. Sebaliknya, hendaklah menyatakan diri sepantas kakak-kakakmu di masa belas kasihan kelak." 30.Ibu itu belum lagi mengakhiri ucapannya itu, maka berkatalah pemuda itu: "Kami menunggu siapa? Aku tidak mentaati penetapan raja. Sebaliknya aku taat pada segala ketetapan Taurat yang sudah diberikan oleh Musa kepada nenek moyang kami. 31.Niscaya baginda yang menjadi asal usul segala malapetaka yang menimpa orang-orang Ibrani tidak akan terluput dari tangan Allah. 32.Memanglah kami ini menderita oleh sebab dosa-dosa kami sendiri. 33.Kalau pun Tuhan yang hidup itu murka sebentar kepada kami untuk menegur dan memperbaiki kami, namun Ia pasti akan berdamai lagi dengan hamba-Nya. 34.Tetapi baginda, orang yang paling fasik dan paling keji di antara sekalian manusia, janganlah meninggikan diri dengan sia-sia dan tertipu oleh harapan yang tak pasti, meskipun baginda sekarang dapat menjatuhkan tangan baginda kepada abdi-abdi Sorga. 35.Sebab baginda belum juga terluput dari pengadilan Yang Mahakuasa dan Allah Pengawas. 36.Adapun saudara-saudara kami mendapat minuman kehidupan kekal karena perjanjian Allah, setelah mereka menderita sengsara sementara. Sedangkan baginda akan mendapat hukuman yang adil atas kecongkakan baginda oleh karena pengadilan Allah. 37.Sama seperti kakak-kakakku aku pun hendak menyerahkan jiwa ragaku juga demi hukum-hukum nenek moyang. Dan aku berseru kepada Allah, semoga Ia segera kembali mengasihani bangsa kami, dan semoga dengan pencobaan dan deraan baginda dibawa-Nya untuk mengakui, bahwa Dialah Allah yang esa. 38.Semoga kemurkaan Yang Mahakuasa yang secara adil berkecamuk atas seluruh bangsa kami itu berhenti dengan diriku dan dengan diri kakak-kakakku." 39.Dengan meluap-luaplah kemurkaannya sang raja menyuruh untuk memperlakukan anak bungsu itu dengan lebih bengis daripada yang lain-lain. Sebab ia sakit hati karena cemooh itu. 40.Demikianlah anak muda itu berpulang dengan tak bercela, hanya dengan penuh kepercayaan pada Tuhan. 41.Ibu itu mati paling akhir sesudah anak-anaknya. 42.Dengan ini kisah tentang perjamuan-perjamuan korban dan aniaya yang melampaui batas itu mudah-mudahan telah cukup diterangkan.

Pendalaman Teks

1. Kisah ibu dan tujuh anaknya yang mati sebagai martir untuk membela keyakinan iman ini merupakan kisah yang paling mengharukan dari kedua kitab Makabe. Raja Antiokhus IV Epifanes menjajah bangsa Yahudi dengan penuh kekerasan. Kekerasan juga diperlakukan dalam bidang agama. Bangsa Yahudi dipaksa untuk menyembah dewa-dewa Yunani dan dipaksa melanggar perintah Taurat. Pada suatu kali dihadapkan kepadanya seorang ibu dengan tujuh anak laki-lakinya. Raja Antiokhus memaksa mereka melanggar Taurat. Mereka diperintah untuk memakan daging babi, yang bagi orang Yahudi termasuk daging haram. Jika mereka tidak mau menaati perintah raja, mereka akan dihukum mati dengan siksaan yang amat mengerikan. Algojo sudah siap untuk memotong-motong tubuh mereka dan memasukkannya ke dalam kuali penggorengan. Hukuman yang amat biadab itu dipakai sebagai ancaman, namun ibu dan ketujuh anak itu tetap teguh pada Hukum Taurat. Mereka lebih memilih mati dengan cara yang amat mengerikan itu daripada melanggar hukum Tuhan yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. Anak yang pertama menanggapi perintah raja dengan penuh ketegasan dan keberanian. Mereka lebih baik mati daripada melanggar hukum nenek moyang. Anak pertama yang menjadi juru bicara bagi saudara-saudaranya itu dihukum mati dengan cara mengerikan, disaksikan oleh ibu dan saudara-saudaranya. Ibu dan saudara-saudaranya tidak menjadi takut dan kehilangan iman kepercayaan. Sebaliknya, mereka justru berniat untuk mati secara perwira demi mempertahankan iman. Satu per satu anak-anak itu dibunuh dengan kejam dan mengerikan. Tinggallah anak bungsu dengan ibunya. Raja berpikir, anak bungsu dan ibunya akan ketakutan lalu memilih menaati perintah raja. Namun, ternyata raja salah sangka. Dengan diberi peneguhan oleh ibunya, si bungsu tetap menolak perintah raja dan memilih mati demi iman, menyusul kakak-kakaknya. Akhirnya, si bungsu itu pun dihukum mati, lalu menyusul ibunya. Apa yang didambakan ibunya kiranya terjadi. Mereka semua akan dikumpulkan lagi di dalam kehidupan kekal.

2. Kisah kematian ini ditulis dengan amat bagus dan mengharukan. Setiap tokoh memberikan argumen mendasar tentang kematian sebagai martir. Jumlah tujuh dalam tradisi Yahudi melambangkan kesempurnaan, karena itu keluarga tersebut dapat dipandang sebagai keluarga yang memberikan teladan hidup beriman yang sempurna.

3. Cerita ini dimaksudkan sebagai kisah teladan bahwa ketaatan kepada hukum Allah lebih utama daripada hidup itu sendiri. Ketaatan akan Allah dan perintah-Nya membuat para tokoh iman ini berani mengorbankan nyawa mereka. Segala bujuk rayu seperti kekayaan dan kebahagiaan duniawi serta pelbagai jabatan (2Mak 7:25) tidaklah mempan untuk menggoyahkan orang yang sungguh memiliki ketaatan iman yang sempurna.

4. Masing-masing dari ketujuh anak itu mengajukan alasan mengapa rela mati:
a. Lebih baik mati daripada melanggar hukum (2Mak 7:2)
b. Raja dapat membunuh mereka, tetapi Allah akan membangkitkan mereka dari mati (2Mak 7:9)
c. Raja dapat menganiaya mereka, tetapi Allah akan memulihkan luka-luka tubuh mereka (2Mak 7:11)
d.Hidup mereka akan dibangun kembali, sedangkan hidup raja tidak (2Mak 7:14)
e. Allah tidak akan meninggalkan umat-Nya yang setia, tetapi akan menyiksa raja dan bangsanya (2Mak 7:16-17)
f. Mereka bersedia menderita sebagai silih karena berdosa sebagai bangsa (2Mak 7:18-19)
g. Kematian seorang yang dengan tegar membela imannya, membawa keselamatan bagi seluruh bangsanya (2Mak 7:37-38)

5. Peranan seorang ibu dalam kisah ini juga tampak nyata, bahkan penting dalam memberikan semangat serta menyiapkan anak-anaknya untuk berani menyambut kematian mereka. Ibu mendorong anak-anaknya untuk tetap setia dengan mengingatkan mereka akan kekuasaan Allah untuk mencipta dan memulihkan kehidupan (2Mak 7:22-23.27-29)

6. Sebagai seorang ibu, ia menyadari bahwa hidup manusia merupakan suatu anugerah yang diberikan Tuhan, yang diberikan sejak dalam kandungan, meskipun hidup itu sendiri perlu diperjuangkan. Akan tetapi, berhadapan dengan ancaman yang menjauhkannya dari hukum Allah, hidup itu harus dikorbankan demi kesetiaan dan ketaatan kepada-Nya agar kebangkitan badan dan kehidupan kekal diterimanya kembali.

7. Mati sebagai martir mengubah hidup dan membuahkan kehidupan karena kesetiaan kepada Allah dan berkebalikan dengan raja yang melawan Allah akhirnya mengalami kekalahan dan kematian.

Sharing

Beberapa pertanyaan yang bisa membantu, misalnya:

1. Apakah pokok masalah yang dihadapi oleh ibu dan ketujuh pemuda yang ada dalam kisah tersebut? Bagaimana ibu dan ketujuh anaknya itu menanggapi permasalahan tersebut? Mengapa ibu dan ketujuh anaknya tersebut berani untuk mati?
2. Siapakah 'raja Antiokhos" untuk zaman sekarang ini?
3. Makan daging babi pada waktu itu diharamkan, dianggap melanggar perintah hukum Taurat. Pelanggaran macam apakah yang menjadi godaan bagi kita di zaman sekarang?
4. Bagaimana cara kita membangun kesetiaan dan keberanian sebagai saksi iman di zaman ini?
5. Bagaimana peranan atau cara konkrit Anda dalam membimbing dan meneguhkan iman anak?

Peneguhan

1. Keluarga merupakan basis utama hidup beriman setiap anggotanya. Mendidik setiap anggota agar memiliki iman yang kuat di zaman ini merupakan tanggung jawab orang tua pertama-tama seperti yang dilakukan oleh ibu dalam kisah Makabe tersebut kepada ketujuh anaknya.
2. Keberanian membela ketaatan kepada Allah dan perintah-Nya membutuhkan semangat kemartiran (kesaksian iman yang ditandai dengan pengorbanan diri) dalam hidup kita: Kemartiran dalam hal meninggalkan egoisme, kemartiran dalam melayani tanpa pamrih, kemartiran untuk mengembangkan cinta kepada Allah dan sesama.
3. Semangat kemartiran ini didasari pada harapan akan kebangkitan dan kehidupan kekal yang disediakan Allah dalam Yesus Kristus. Kita berjuang untuk setia kepada Allah di dunia ini supaya kita memperoleh (pantas menyambut) ganjaran surgawi yang disediakan-Nya bagi kita.


Sumber: BKS 2009 -- KOMISI KITAB SUCI KAS

terima kasih telah mengunjungi renunganpagi.id, jika Anda merasa diberkati dengan renungan ini, Anda dapat membantu kami dengan memberikan persembahan kasih. Donasi Anda dapat dikirimkan melalui QRIS klik link. Kami membutuhkan dukungan Anda untuk terus menghubungkan orang-orang dengan Kristus dan Gereja. Tuhan memberkati

renunganpagi.id 2024 -

Privacy Policy