| Home | Bacaan Harian | Support Renungan Pagi | Renungan Minggu Ini | Kisah Para Kudus | Katekese Iman Katolik | Privacy Policy |

CARI RENUNGAN

>

Senin, 21 Maret 2011 Hari Biasa Pekan II Prapaskah

Senin, 21 Maret 2011
Hari Biasa Pekan II Prapaskah

Kemajuan jiwa tidak terletak dalam banyak berpikir melainkan dalam banyak mencintai. (St. Teresa dari Avila)

Antifon Pembuka

Selamatkanlah aku, ya Tuhan, dan kasihanilah aku. Aku menempuh jalan yang lurus dan memuji Tuhan dalam himpunan umat (Mzm 26:11-12)

Doa Pagi

Pada Tuhan ada belas kasih dan pengampunan, sehingga kami yang tidak mematuhi perintah-Mu tetap Kauterima sebagai anak-anak-Mu. Tolonglah kami yang bebal ini agar dari hari ke hari kami semakin hidup seturut hukum-Mu. Amin.

Sikap tobat itu perlu. Sikap tobat merupakan cerminan ketaatan iman atas kelemahan, kegagalan, dan dosa dalam perjuangan hidup. Orang beriman selalu terdorong untuk mengakui kelemahannya dan mempercayakan diri pada rahmat dan kasih karunia Allah.

Pembacaan dari Kitab Nubuat Daniel (9:4b-10)

"Kami telah berbuat dosa dan salah."

Ah, Tuhan, Allah yang maha besar dan dahsyat, yang memegang Perjanjian dan kasih setia terhadap mereka yang mengasihi Engkau serta berpegang pada perintah-Mu! Kami telah berbuat dosa dan salah, kami telah berlaku fasik dan telah memberontak, kami telah menyimpang dari perintah dan peraturan-Mu,dan kami tidak taat kepada hamba-hamba-Mu, para nabi, yang telah berbicara atas nama-Mu kepada raja-raja kami, kepada pemimpin-pemimpin kami, kepada bapa-bapa kami dan kepada segenap rakyat negeri. Ya Tuhan, Engkaulah yang benar, tetapi patutlah kami malu seperti pada hari ini, kami orang-orang Yehuda, penduduk kota Yerusalem dan segenap orang Israel, mereka yang dekat dan mereka yang jauh, di segala negeri kemana Engkau telah membuang mereka oleh karena mereka berlaku murtad terhadap Engkau.Ya Tuhan, kami, raja-raja kami, pemimpin-pemimpin kami dan bapa-bapa kami patutlah malu, sebab kami telah berbuat dosa terhadap Engkau. Pada Tuhan, Allah kami, ada kesayangan dan keampunan, walaupun kami telah memberontak terhadap Dia, dan tidak mendengarkan suara Tuhan, Allah kami, yang menyuruh kami hidup menurut hukum yang telah diberikan-Nya kepada kami dengan perantaraan para nabi, hamba-hamba-Nya.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.

Mazmur Tanggapan
Ref. Tuhan tidak memperlakukan kita setimpal dengan dosa kita.
Ayat. (Mzm 79:8.9.11.13; Ul: 103:10a)
1. Janganlah perhitungkan kepada kami kesalahan nenek moyang! Kiranya rahmat-Mu segera menyongsong kami, sebab sudah sangat lemahlah kami.
2. Demi kemuliaan-Mu, tolonglah kami, ya Tuhan penyelamat! Lepaskanlah kami dan ampunilah dosa kami, oleh karena nama-Mu!
3. Biarlah sampai ke hadapan-Mu keluhan orang tahanan; sesuai dengan kebesaran lengan-Mu, biarkanlah hidup orang-orang yang ditentukan untuk mati dibunuh.
4. Maka kami, umat-Mu, dan kawanan domba gembalaan-Mu akan bersyukur kepada-Mu untuk selama-lamanya, dan akan memberitakan puji-pujian bagi-Mu turun temurun.

Bait Pengantar Injil, do = bes, 4/4, PS. 965
Ref. Terpujilah Kristus Tuhan, Raja mulia dan kekal.
Ayat. Sabda-Mu, ya Tuhan, adalah roh dan kehidupan. Engkau mempunyai sabda kehidupan kekal.

Orang beriman hendaknya tidak saling mengadili. Pengadilan hendaknya diserahkan kepada Allah yang lebih tahu. Singkatnya kehidupan bersama hendaknya tidak didasarkan pada saling menilai, melainkan saling
menaruh tenggang rasa.


Inilah Injil Yesus Kristus menurut Lukas (6:36-38)

"Ampunilah, dan kamu akan diampuni."

Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, "Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati." "Janganlah kamu menghakimi, maka kamupun tidak akan dihakimi. Dan janganlah kamu menghukum, maka kamupun tidak akan dihukum; ampunilah dan kamu akan diampuni. Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu."
Inilah Injil Tuhan kita!
U. Sabda-Mu sungguh mengagumkan!

Renungan

Sekali lagi, hukum emas dinyatakan di sini. Namun, sekarang tataran praktisnya dibalik: Jangan menghakimi… Jangan menghukum… ampunilah… berilah… adalah ukuran yang akan diukurkan kepada kita. Adil, bukan? Ternyata, hal itu tidak cukup, karena kita diminta melampaui keadilan. Takaran kita lebih padat dari keadilan, karena masih perlu digoncang hingga tumpah ke luar. ‘Kelebihan’ inilah berkatnya.

Doa Malam

Yesus, bersama rahmat-Mu bantulah kami untuk hidup seturut kehendak Allah. Semoga dengan sepenuh hati kami memperlakukan sesama dengan hal-hal yang mendatangkan rahmat agar hidup kami saling menjadi berkat. Amin.


RUAH

Bacaan Harian 21-27 Maret 2011

Bacaan Harian 21-27 Maret

Senin, 21 Maret:
Hari Biasa Pekan II Prapaskah (U).

Dan 9:4b-10; Mzm 79:8-9.11.13; Luk 6:36-38.


Selasa, 22 Maret:
Hari Biasa Pekan II Prapaskah (U).

Yes 1:10.16-20; Mzm 50:8-9.16bc-17.21.23; Mat 23:1-12.


Rabu, 23 Maret:
Hari Biasa Pekan II Prapaskah (U).

Yer 18:18-20; Mzm 31:5-6.14-16; Mat 20:17-28.


Kamis, 24 Maret:
Hari Biasa Pekan II Prapaskah (U).

Yer 17:5-10; Mzm 1:1-4.6; Luk 16:19-31.


Jumat, 25 Maret:
Hari Raya Kabar Sukacita (P).

Yes 7:10-14 – 8:10; Mzm 40:7-11; Ibr 10:4-10; Luk 1:26-38.


Sabtu, 26 Maret:
Hari Biasa Pekan II Prapaskah (U).

Mi 7:14-15.18-20; Mzm 103:1-4.9-12; Luk 15:1-3.11-32.


Minggu, 27 Maret:
Hari Minggu Prapaskah III (U).

Kel 17:3-7.Mzm 95:1-2.6-9; Rm 5:1-2.5-8; Yoh 4:5-42 (Yoh 4:5-15.19b-26.39a.40-42).


Minggu, 20 Maret 2011 Hari Minggu Prapaskah II

Minggu, 20 Maret 2011
Hari Minggu Prapaskah II

WAJAHNYA SETERANG MATAHARI


Antifon Pembuka

Seturut sabda-Mu kucari wajah-Mu, wajah-Mu kucari, ya Tuhan. Janganlah wajah-Mu Kausembunyikan daripadaku.

Doa Renungan

Allah Bapa yang mahapengasih, Engkau memerintahkan kami mendengarkan Putera-Mu terkasih dan menyinari batin kami dengan sabda-Mu. Murnikanlah kiranya hati kami, agar kami dengan gembira memandang kemuliaan-Mu.
Dengan pengantaraan Yesus Kristus, Tuhan kami, yang bersama Dikau, dalam persatuan Roh Kudus, hidup dan berkuasa kini dan sepanjang masa. Amin.

Pembacaan dari Kitab Kejadian (2:1-4a)

"Panggilan Abraham, bapa umat Allah."

Di negeri Haran Tuhan berfirman kepada Abram, "Tinggallah negerimu, sanak saudaramu dan rumah bapamu ini, dan pergilah ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu. Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta namamu termasyhur; dan engkau akan menjadi berkat. Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan akan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau. Dan segala kaum di muka bumi akan menerima berkat karena engkau." Maka berangkatlah Abram sesuai dengan sabda Tuhan.
Demikianlah sabda Tuhan.
U. Syukur kepada Allah.

Mazmur Tanggapan, do = c, 4/4, PS 812
Ref. Kasihanilah, ya Tuhan, Kaulah pengampun yang rahim, dan belas kasih-Mu tak terhingga.
Ayat. (Mzm 33:4-5.18-19.20.22; Ul: 22)

1. Firman itu benar, segala sesuatu dikerjakan-Nya dengan kesetiaan. Ia senang pada keadilan dan hukum; bumi penuh dengan kasih setia-Nya.
2. Sungguh, mata Tuhan tertuju kepada mereka yang bertaakwa kepada mereka yang berharap akan kasih setia-Nya. Ia hendak melepaskan jiwa mereka dari maut dan memelihara hidup mereka pada masa kelaparan.
3. Jiwa kita menanti-nantikan Tuhan, Dialah penolong dan perisai kita, kasih setia-Mu ya Tuhan, kiranya menyertai kami, seperti kami berharap kepada-Mu.

Pembacaan dari Surat Kedua Rasul Paulus kepada Timotius (2Tim 1:8b-10)

"Allah memanggil kita dan mendatangkan hidup."


Saudara terkasih, berkat kekuatan Allah, ikutlah menderita bagi Injil Kristus! Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karunia-Nya sendiri. Semua ini telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman, dan semua itu sekarang dinyatakan oleh kedatangan Juruselamat kita Yesus Kristus. Dengan Injil-Nya, Kristus telah mematahkan kuasa maut dan mendatangkan hidup yang tidak dapat binasa.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.


Bait Pengantar Injil, do = bes, 4/4, PS 965
Ref. Terpujilah Kristus Tuhan, Raja mulia dan kekal.

Ayat. (Mrk 9:6)
Dari awan terdengarlah suara Bapa, "Inilah Anak yang Kukasihi, dengarkanlah Dia."


Inilah Injil Yesus Kristus menurut Matius (17:1-9)

"Wajah-Nya bercahaya seperti matahari."

Sekali peristiwa Yesus membawa Petrus, Yakobus, dan Yohanes saudaranya, dan bersama-sama mereka Ia naik ke sebuah gunung yang tinggi. Di situ mereka sendirian saja. Lalu Yesus berubah rupa di depan mata mereka: Wajah-Nya bercahaya seperti matahari, dan pakaian-Nya menjadi putih bersinar seperti terang. Maka tampak kepada mereka, Musa dan Elia sedang berbicara dengan Yesus. Kata Petrus kepada Yesus, "Tuhan, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Jika Engkau mau biarlah kudirikan di sini tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa, dan satu untuk Elia." Sementara Petrus berkata begitu, tiba-tiba turunlah awan yang terang menaungi mereka, dan dari dalam awan itu terdengarlah suara yang berkata, "Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia!" Mendengar itu tersungkurlah murid-murid Yesus dan mereka sangat ketakutan. Lalu Yesus datang kepada mereka. Ia menyentuh mereka sambil berkata, "Berdirilah, jangan takut!" Dan ketika mengangkat kepala, mereka tidak melihat seorang pun kecuali Yesus seorang diri. Pada waktu mereka turun dari gunung, Yesus berpesan kepada mereka, "Jangan kamu ceritakan penglihatan itu kepada seorang pun sebelum Anak Manusia dibangkitkan dari antara orang mati."
Inilah Injil Tuhan kita!
U. Sabda-Mu sungguh mengagumkan!


Renungan

Kawan-kawan yang baik!

Di kotak surat saya temukan secarik pesan ini, "Matt, terima kasih buat Minggu lalu.. Apa masih bisa tolong jelaskan Injil hari Minggu Prapaskah II tentang Transfigurasi Yesus di sebuah gunung yang kaukisahkan dalam Mat 17:1-9. Sekalian deh singgung kaitannya, kalau ada, dengan warta kisah panggilan Abraham dalam Kej 12:1-4a yang dijadikan bacaan pertama. Cheers, Gus." Ia hanya meninggalkan serangkai alamat email peminat yang bisa dihubungi lewat accountnya. Kebetulan memang saya masih ada satu dua catatan mengenai episode itu.


Selang enam hari setelah menjelaskan syarat-syarat mengikutinya, Yesus mengajak Petrus, Yakobus dan Yohanes naik ke sebuah gunung yang tinggi. Di situ ia berubah rupa. Tampak pula Musa dan Elia sedang berbicara dengannya. Petrus bergairah dan mau mendirikan tiga kemah bagi ketiga tokoh itu. Saat itu juga datang awan yang bercahaya datang menaungi mereka dan terdengar suara menyatakan bahwa Yesus itu anak terkasih yang mendapat perkenan dari-Nya dan hendaklah ia didengarkan. Ketiga murid itu telungkup gentar. Tetapi Yesus menyentuh mereka dan menyuruh mereka berdiri dan tak usah takut. Semuanya pulih kembali seperti biasa. Dan hanya kelihatan Yesus seorang diri. Dalam perjalanan turun Yesus pun melarang para murid itu menceritakan penglihatan tadi kepada siapa pun sebelum kebangkitan terjadi.


Sebenarnya ini kubuat sebagai olahan kembali catatan Mark (Mrk 9:2-8) sambil menyesuaikannya dengan kebutuhan di sini. Hal ini juga dilakukan Luc. Tahun lalu kalian dengar Luk 9:28-36 yang bermaksud menonjolkan siapakah Yesus yang sudah jadi buah bibir orang banyak itu. Di situ Luc lebih banyak menambah teks Mark daripada saya. Menurut Gus, peristiwa itu bahkan ditampilkan Luc sebagai dasar kisah perjalanan Yesus ke Yerusalem. Memang dalam versi Luc, kedua tokoh besar Musa dan Elia disebutkan sedang berbicara dengan Yesus mengenai "tujuan perjalanan"-nya, yakni ke Yerusalem. Luc dan Gus sudah kerap mengupas perkara itu. Minat saya lebih berminat menyoroti keadaan para murid.

Mata batin orang yang semakin mengenal Yesus tentu menangkap yang tak kasat mata. Lama saya kaji perkara ini. Sering saya berkonsultasi dengan beberapa pakar spiritualitas karena saya ingin mengerti pertumbuhan hidup rohani. Oleh karena itu saya ambil alih keterangan Mark "enam hari kemudian" pada awal kisahnya. Catatan ini merangkaikan peristiwa di gunung itu dengan yang dikisahkan sebelumnya, yakni pemberitahuan pertama tentang penderitaan Yesus dan syarat-syarat mengikutinya (Mat 16:21-28). Mengenai peristiwa itu Luc bilang "kira-kira delapan hari sesudah [Yesus] menyampaikan semua pengajaran itu" (Luk 9:28). Jangan bingung dengan perbedaan dua hari ini. Mark dan saya menunjuk pada tenggang waktunya, sedangkan Luc menghitung juga awal dan akhirnya. Contohnya, jarak waktu antara dua hari Minggu bisa dikatakan sepekan atau enam hari bila dihitung mulai dari Senin sampai Sabtu. Tapi kalau hari-hari Minggunya ikut dihitung, ya ada delapan hari.

Penampakan kemuliaan Yesus terjadi sehabis selang waktu yang cukup bagi ketiga murid tadi untuk memikirkan dua hal berikut, yaitu (i) pemberitahuan sengsara, kematian dan kebangkitan Yesus (Mat 16:21) dan (ii) kata-kata Yesus mengenai pengorbanan di dalam mengikutinya (Mat 16:24-28, yakni menyangkal diri, memikul salib, berani berkorban demi dia, dst.). Tentu para murid selama itu bertanya-tanya dalam hati, sepadankah pengorbanan dalam mengikuti guru yang toh sudah tahu bakal menderita dan meninggal seperti diungkapkan sendiri itu? Lagi pula apa untungnya lebih besar daripada ruginya?


Memang kami juga memakai perhitungan dalam urusan seperti ini, bukan nekat-nekatan saja. Dalam hal ini saya tidak akan begitu saja mengiakan gagasan bahwa iman bagaikan "melompat ke dalam kegelapan". Memang ungkapan itu menunjuk pada komitmen orang yang beriman, namun iman tidak mulai di situ. Iman tidak mulai sebagai bonek - bocah nekat. Kepasrahan iman itu buah, bukan titik tolak. Iman tumbuh dari kesadaran dan pengertian mengenai siapa dia yang patut menerima komitmen yang makin besar dan demi maksud apa. Kalau iman hanya dihangat-hangatkan dengan hati saja maka ya tak akan tahan. Atau jadi fanatik.


Coba simak bacaan mengenai Abraham yang kalian dengar hari ini juga (Kej 12:1-4a). Perintah Tuhan untuk pindah dari negerinya itu jadi masuk akal bagi Abraham: ia akan menjadi bapak bangsa besar dan menjadi jalan berkat bagi semua orang. Kurang pas bila dikotbahkan Abraham terjun pasrah. Begitulah, komitmen mengikuti Yesus juga butuh dipertanggungjawabkan. Peristiwa penampakan kemuliaan Yesus di gunung itu bisa menolong para muridnya.


Murid-murid melihat wajah Yesus berubah jadi "bercahaya sebagai matahari". Ungkapan ini maksudnya untuk memperjelas rumusan Mark yang hanya menyebut bahwa Yesus "berubah rupa" (Mrk 9:2). Mark memang suka membiarkan pembacanya membayangkan sendiri. Bercahaya seperti matahari berarti tidak bisa ditatap begitu saja, menyilaukan. Di kaki gunung Sinai dulu umat Perjanjian Lama melihat kulit wajah Musa bercahaya dan karenanya takut mendekat. Waktu itu Musa, yang baru saja berbicara dengan Tuhan, turun membawa loh perintah Tuhan (Kel 34:29 dst.). Perjumpaan dengan sabda Tuhan membuat wajah Musa bercahaya. Kali ini Yesus tampil sebagai Musa yang baru, yang membawakan sabda Tuhan di dalam dirinya, di dalam kehidupannya.


Yesus yang kalian ikuti itu amat dekat dengan keilahian sendiri sehingga menjadi berpendar-pendar menyilaukan. Kalian boleh jadi belum pernah mengalaminya. Dan syukur demikian. Tak usah terpaku pada hal-hal spektakuler seperti itu. Hidup yang dengan apa adanya kalian usahakan sebagai jalan mengikuti Yesus itu akan cukup membuat kalian makin melihat wajahnya yang sesungguhnya tanpa merasa silau. Dengan demikian cara hidup kalian juga tidak akan menyilaukan orang sekitar kalian. Menerangi memang jati diri kalian - ingat Mat 5:13-16 - tapi tak usah bikin silau! Tetapi kalian boleh pegang di hati bahwa yang kalian ikuti itu memang "menyilaukan", tetapi jangan kalian pantulkan dia begitu saja. Justru tugas yang luhur bagi murid ialah membawakan Yang Ilahi dalam ujud yang amat manusiawi dan sehari-hari. Ini kerohanian yang dulu saya usahakan bertumbuh di dalam komunitas saya yang hidup di masyarakat yang memiliki keyakinan hidup berbeda-beda. Nilai kemanusiaanlah yang bisa kami pakai sebagai dasar saling mengerti. Bagaimana dengan keadaan kalian?


Yesus sendiri sebetulnya juga begitu. Ia tidak setiap saat memantulkan cahaya keilahian. Kita tak akan tahan. Ia menghadirkan keilahian dengan cara yang bisa dimengerti, dengan melayani kebutuhan orang-orang yang datang kepadanya, mencerahkan budi mereka, menyembuhkan, dengan bersimpati dengan orang lemah yang menanggung beban hidup. Ia yang sebetulnya menyilaukan itu bisa didekati tanpa membuat orang langsung merasa terancam. Dan dia itulah yang kalian ikuti. Kalian boleh memperkenalkan dia dengan cara seperti dia sendiri membawakan keilahian. Dan tak usah takut karena Yang Ilahi sendiri akan bertindak. Dia sendiri sudah berfirman agar orang mendengarkan Yesus ("Dengarkanlah dia!"), karena ia amat dekat denganNya ("anakKu yang terkasih") dan diberi kuasa bertindak atas namanya ("kepadanya Aku berkenan").


Gus tentu akan mengingatkan kalian bahwa ungkapan "kepadanya Aku berkenan" dalam ay. 5 itu tidak ada pada teks Mark. Oleh karenanya Luc juga tidak menyebutnya. Rumusan itu kutambahkan untuk membuat pembaca tertolong melihat kesamaan dengan peristiwa pembaptisan dan turunnya Roh ke atas diri Yesus. Di situ ungkapan tadi dipakai dalam ketiga Injil (Mat 3:17; Mrk 1:11; Luk 3:22). Kita boleh yakin bahwa para murid juga menangkap hubungan antara kedua peristiwa itu. Dan kalian akan banyak belajar tentang siapa Yesus itu bila melihat kedua peristiwa itu bersama-sama. Kuncinya ada pada Roh! Rohlah yang membuat Yesus dapat bertindak atas nama Yang Ilahi. Kalian ingat, di padang gurun Roh itu tetap mendampinginya. Dan kemudian ia mengirim Roh yang sama itu kepada semua muridnya, termasuk kita-kita ini.


Ketika berjalan turun, ketiga murid itu dipesan Yesus agar tidak bercerita kepada siapa saja sebelum kebangkitan terjadi. Pesan seperti ini maksudnya agar murid sempat memperoleh pengalaman batin mengenai kebangkitan, mengenai keilahian Yesus yang mengatasi kematian itu. Bila pengalaman batin ini belum ada maka cerita mereka yang hebat-hebat nanti mudah gembos tanpa arti. Tapi bukan maksud saya mengatakan kalian musti punya pengalaman batin sebelum bisa berbicara mengenai kebesaran Yesus. Ini tidak diharapkan dari kalian. Bagi generasi saya saja keadaannya sudah lain. Kami kan hidup sesudah Yesus bangkit dan kebangkitan itu justru dasar kehidupan rohani kami. Begitu juga bagi kalian. Maka kita sepatutnya berterima kasih kepada Petrus, Yakobus, dan Yohanes yang menyimpan pengalaman hebat itu dalam hati bagi kita semua! Dan masa menyongsong paskah ini masa yang tepat untuk mengingat-ingat kejadian itu dan menarik hikmatnya.


Teriring salam,

Matt

APP KAJ Sub Tema 1: Aku Diberi, maka Aku Memberi (Ul 26: 1-15)


Ul 26:1 "Apabila engkau telah masuk ke negeri yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu menjadi milik pusakamu, dan engkau telah mendudukinya dan diam di sana,
Ul 26:2 maka haruslah engkau membawa hasil pertama dari bumi yang telah kaukumpulkan dari tanahmu yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, dan haruslah engkau menaruhnya dalam bakul, kemudian pergi ke tempat yang akan dipilih TUHAN, Allahmu, untuk membuat nama-Nya diam di sana.
Ul 26:3 Dan sesampainya kepada imam yang ada pada waktu itu, haruslah engkau berkata kepadanya: Aku memberitahukan pada hari ini kepada TUHAN, Allahmu, bahwa aku telah masuk ke negeri yang dijanjikan TUHAN dengan sumpah kepada nenek moyang kita untuk memberikannya kepada kita.
Ul 26:4 Maka imam harus menerima bakul itu dari tanganmu dan meletakkannya di depan mezbah TUHAN, Allahmu.
Ul 26:5 Kemudian engkau harus menyatakan di hadapan TUHAN, Allahmu, demikian: Bapaku dahulu seorang Aram, seorang pengembara. Ia pergi ke Mesir dengan sedikit orang saja dan tinggal di sana sebagai orang asing, tetapi di sana ia menjadi suatu bangsa yang besar, kuat dan banyak jumlahnya.
Ul 26:6 Ketika orang Mesir menganiaya dan menindas kami dan menyuruh kami melakukan pekerjaan yang berat,
Ul 26:7 maka kami berseru kepada TUHAN, Allah nenek moyang kami, lalu TUHAN mendengar suara kami dan melihat kesengsaraan dan kesukaran kami dan penindasan terhadap kami.
Ul 26:8 Lalu TUHAN membawa kami keluar dari Mesir dengan tangan yang kuat dan lengan yang teracung, dengan kedahsyatan yang besar dan dengan tanda-tanda serta mujizat-mujizat.
Ul 26:9 Ia membawa kami ke tempat ini, dan memberikan kepada kami negeri ini, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya.
Ul 26:10 Oleh sebab itu, di sini aku membawa hasil pertama dari bumi yang telah Kauberikan kepadaku, ya TUHAN. Kemudian engkau harus meletakkannya di hadapan TUHAN, Allahmu; engkau harus sujud di hadapan TUHAN, Allahmu,
Ul 26:11 dan haruslah engkau, orang Lewi dan orang asing yang ada di tengah-tengahmu bersukaria karena segala yang baik yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu dan kepada seisi rumahmu."
Ul 26:12 "Apabila dalam tahun yang ketiga, tahun persembahan persepuluhan, engkau sudah selesai mengambil segala persembahan persepuluhan dari hasil tanahmu, maka haruslah engkau memberikannya kepada orang Lewi, orang asing, anak yatim dan kepada janda, supaya mereka dapat makan di dalam tempatmu dan menjadi kenyang.
Ul 26:13 Dan haruslah engkau berkata di hadapan TUHAN, Allahmu: Telah kupindahkan persembahan kudus itu dari rumahku, juga telah kuberikan kepada orang Lewi, dan kepada orang asing, anak yatim dan kepada janda, tepat seperti perintah yang telah Kauberikan kepadaku. Tidak kulangkahi atau kulupakan sesuatu dari perintah-Mu itu.
Ul 26:14 Pada waktu aku berkabung sesuatu tidak kumakan dari persembahan kudus itu, pada waktu aku najis sesuatu tidak kujauhkan dari padanya, juga sesuatu tidak kupersembahkan dari padanya kepada orang mati, tetapi aku mendengarkan suara TUHAN, Allahku, aku berbuat sesuai dengan segala yang Kauperintahkan kepadaku.
Ul 26:15 Jenguklah dari tempat kediaman-Mu yang kudus, dari dalam sorga, dan berkatilah umat-Mu Israel, dan tanah yang telah Kauberikan kepada kami, seperti yang telah Kaujanjikan dengan sumpah kepada nenek moyang kami--suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya."


Ungkapan Syukur Bangsa Israel

Bacaan yang menjadi dasar permenungan dalam sub tema 1 ini mengisahkan tentang dua tradisi ungkapan syukur umat Israel. Tradisi ungkapan syukur ini dilakukan bangsa Israel karena mereka sungguh merasakan dan mengalami kebaikan Tuhan. Dahulu, mereka hanyalah sekelompok budak di Mesir yang tidak memiliki tanah dan kebebasan, namun Tuhan memihak nenek moyang mereka untuk membebaskan mereka dari negeri itu dan membawa mereka ke Tanah Kanaan yang subur sebagai tempat tinggal baru. Mereka sadar, pemilik tanah itu adalah Tuhan; mereka menerima tanah itu dari Tuhan semata-mata karena kebaikan Tuhan. Tanpa kebaikan-Nya, mereka tidak akan menjadi bangsa yang bebas dan memiliki tanah sendiri yang kaya-raya.

Tradisi syukur umat Israel itu terwujud dalam dua upacara liturgi. Upacara pertama: membawa persembahan kepada Tuhan berupa hasil pertama dari tanah yang diberikan. Upacara kedua: berbagi kepada sesama melalui persembahan persepuluhan. Karena telah menerima berkat itu dari Tuhan, mereka pun bersyukur dengan menyalurkan berkat itu kepada sesama yang berkekurangan.

Lantas, Bagaimana Kita?

Harus diakui, apa yang menjadi milik kita sekarang ini adalah hasil jerih payah dan keringat kita. Namun, tetaplah harus diingat bahwa semua itu boleh terjadi karena Tuhanlah yang menyelenggarakan kehidupan kita. Jadi, harta milik kita yang merupakan hasil usaha manusia dan penyelenggaraan ilahi memiliki sifat sosial, bukan hak milik mutlak kita. Artinya, hak milik kita itu sebenarnya hak milik Tuhan juga, yang dipercayakan kepada kita untuk kita pelihara dan manfaatkan demi kesejahtaraan kita sendiri dan sesama, terutama yang kecil, lemah, miskin, dan terpinggirkan.

Maka, karena kita telah memperolehnya berkat kebaikan Tuhan, sudah selayaknya kita juga mau menyalurkan berkat itu bagi yang membutuhkan pertolongan, bagi orang-orang yang dihadirkan Tuhan di sekitar kita. Karena aku diberi, sudah selayaknya aku pun mau memberi. Inilah nafas dasar ajakan MARI BERBAGI.

Tanpa semangat BERBAGI, ajaran untuk mencintai sesama seperti orang Samaria yang baik hati yang mau berbagi (Luk 10:25-37) tidak akan dapat dipraktekkan dengan tulus. Tanpa semangat BERBAGI, menjadi sulit kita mengharapkan para murid Kristus bisa melayani saudara-saudari Yesus yang paling hina (Mat 25:36-41). Tanpa semangat BERBAGI, sulit kita memenuhi permintaan Yesus seperti yang dilakukan kepada para murid-Nya untuk orang-orang lapar, “Kamu harus memberi mereka makan!” (Mrk 6:37). Tanpa semangat BERBAGI sulit pula kita ikut serta menjadi gembala baik yang bahkan mau mengorbankan nyawanya bagi domba-dombanya (Yoh 10:1-18).

Dengan berbagi, hidup kita menjadi berbuah bagi sesama. Ingatlah, pohon yang berbuah, buahnya akan dipetik dan dimakan oleh orang lain, bukan untuk dirinya sendiri. Kita ingat, Yesus akan mengutuk pohon ara yang tidak menghasilkan buah (Mat 21: 18-22). Empunya pohon anggur akan memangkas ranting yang tak berbuah dan membersihkan ranting yang berbuah supaya berbuah lebih banyak lagi (Yoh 15: 1-8). Yesus juga sudah menetapkan kita untuk pergi dan menghasilkan buah, dan buahnya itu tetap (Yoh 15: 16).

Maka, marilah kita wujudkan dengan nyata tindakan berbagi kepada orang-orang yang membutuhkan uluran tangan kita. Orang-orang seperti itu selalu Tuhan hadirkan di sekitar kita; mungkin jadi untuk menguji kesejatian “rasa syukur” kita atas berkat-berkat yang sudah Ia alirkan kepada kita.



Sumber: M. Muliady Wijaya - www.reginacaeli.org

Sabtu, 19 Maret 2011 Hari Raya St Yusuf, Suami SP. Maria

Sabtu, 19 Maret 2011
Hari Raya St Yusuf, Suami SP. Maria

TUHAN SUNGGUH MENYERTAI KITA

Antifon Pembuka

Dialah pengurus rumah yang setia dan bijaksana, yang diangkat Tuhan menjadi kepala atas semua hamba-hamba-Nya untuk memberikan makanan kepada mereka pada waktunya.

Doa Renungan

Allah Bapa kami yang mahamurah, berkatilah keluarga-keluarga kami, semoga kami tidak hidup bagi diri kami sendiri, melainkan semoga kami dan keluarga-keluarga kami terbuka satu sama lain dan terbuka untuk kepentingan masyarakat umum. Semoga kami tidak enggan untuk saling mengasihi, terutama setelah melihat betapa Engkau mengasihi kami dalam diri Yesus Kristus Tuhan kami. Amin.

Pembacaan dari Kitab Kedua Samuel (7:4-5a.12-14a.16)

"Tuhan Allah akan memberikan kepada Dia takhta Daud bapa-Nya."

Pada suatu malam datanglah firman Tuhan kepada Natan, "Pergilah, katakanlah kepada hamba-Ku Daud: Beginilah firman Tuhan: Apabila umurmu sudah genap, dan engkau telah mendapat istirahat bersama nenek moyangmu, Aku akan membangkitkan keturunanmu yang kemudian, anak kandungmu, dan Aku akan mengokohkan kerajaannya. Dialah yang akan mendirikan rumah bagi nama-Ku, dan Aku akan mengokohkan takhta kerajaannya untuk selama-lamanya. Aku akan menjadi Bapanya, dan ia akan menjadi anak-Ku. Keluarga dan kerajaanmu akan kokoh untuk selama-lamanya di hadapan-Ku, takhtamu akan kokoh untuk selama-lamanya.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.

Mazmur Tanggapan, do = d, 4/4, PS 845
Ref. Tuhan adalah kasih setia bagi orang yang berpegang pada perjanjian-Nya.
Ayat. (Mzm 89:2-3.4-5.27.29; Ul: 37)
1. Aku hendak menyanyikan kasih setia Tuhan selama-lamanya, hendak menuturkan kesetiaan-Mu turun-temurun. Sebab kasih setia-Mu dibangun untuk selama-lamanya; kesetiaan-Mu tegak seperti langit.
2. Engkau berkata, "Telah Kuikat perjanjian dengan orang pilihan-Ku, Aku telah bersumpah kepada Daud, hamba-Ku; Aku hendak menegakkan anak cucumu untuk selama-lamanya, dan membangun takhtamu turun-temurun."
3. Dia pun akan berseru kepada-Ku, "Bapakulah Engkau, Allahku dan gunung batu keselamatanku". Untuk selama-lamanya Aku akan memelihara kasih setia-Ku bagi dia, dan perjanjian-Ku dengannya akan Kupegang teguh".

Pembacaan dari Surat Rasul Paulus kepada umat di Roma (4:13.16-18.22)

"Sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, Abraham toh berharap dan percaya."

Saudara-saudara, bukan karena hukum Taurat Abraham dan keturunannya diberi janji bahwa mereka akan memiliki dunia, tetapi karena kebenaran atas iman. Kebenaran yang berdasarkan iman itu merupakan kasih karunia belaka. Maka janji kepada Abraham itu berlaku bagi semua keturunannya, bukan hanya bagi mereka yang hidup dari hukum Taurat, tetapi juga bagi mereka yang hidup dari iman Abraham. Sebab di hadapan Allah Abraham adalah bapa kita semua, seperti ada tertulis, "Engkau telah Kutetapkan menjadi bapa banyak bangsa." Kepada Allah itulah Abraham percaya, yaitu Allah yang menghidupkan orang mati dan yang dengan firman-Nya menciptakan yang tidak ada menjadi ada. Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, Abraham toh berharap dan percaya, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa, sebab Allah telah berfirman kepadanya, "Begitu banyaklah nanti keturunanmu." Dan hal itu diperhitungkan kepadanya sebagai kebenaran.
Demikianlah sabda Tuhan
Syukur kepada Allah.

Bait Pengantar Injil, do = bes, 4/4, PS 965
Ref. Terpujilah Kristus Tuhan, Raja mulia dan kekal
Ayat. (Mzm 84:5)
Berbahagialah orang yang diam di rumah-Mu, yang memuji-muji Engkau tanpa henti.

Inilah Injil Yesus Kristus menurut Matius (1:16.18-21.24a)

"Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan."

Menurut silsilah Yesus Kristus, Yakub memperanakkan Yusuf suami Maria, yang melahirkan Yesus yang disebut Kristus. Sebelum Kristus lahir, Maria, ibu-Nya, bertunangan dengan Yusuf. Ternyata Maria mengandung dari Roh Kudus, sebelum mereka hidup sebagai suami istri. Karena Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati, dan tidak mau mencemarkan nama istrinya di muka umum, ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam. Tetapi ketika Yusuf mempertimbangkan maksud itu, malaikat Tuhan tampak kepadanya dalam mimpi dan berkata, "Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai istrimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus. Maria akan melahirkan anak laki-laki, dan engkau akan menamai Dia Yesus, karena DIalah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka." Sesudah bangun dari tidurnya, Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya.
Inilah Injil Tuhan kita!
U. Sabda-Mu sungguh mengagumkan!

Renungan

Bacaan Injil Hari Raya St Yusuf, Suami SP Maria (Mat 1:16.18-21.24a) menyampaikan sebuah tradisi mengenai kelahiran Yesus dari sudut pandang Yusuf, yang di dalam silsilah sebelum bacaan ini disebut sebagai "suami Maria, yang melahirkan Yesus yang disebut Kristus" (Mat 1:16).

Dikatakan dalam Mat 1:18 dan 20 bahwa Maria mengandung dari Roh Kudus sebelum hidup sebagai suami istri dengan Yusuf. Dalam adat-istiadat Yahudi, sejak usia remaja seorang gadis sudah dipertunangkan dengan calon suaminya jauh-jauh sebelum pernikahan, yang baru terjadi setelah kedua-duanya siap membangun rumah tangga yang mandiri. Ikatan ini dapat dibatalkan karena macam-macam alasan. Salah satunya ialah bila calon istri didapati mengandung sebelum pernikahan. Menurut hukum, bakal suami wajib membatalkan ikatan pertunangan tadi. Demikian pihak perempuan akan merdeka dan dapat diperistri orang lain secara sah. Kerap terjadi, perempuan yang bersangkutan tidak dimaui siapapun dan akan mendapat aib. Yusuf tidak hendak menyusahkan Maria, tapi tetap mau menaati hukum tadi. Maka ia bermaksud membatalkan pertunangannya dengan Maria secara "diam-diam", artinya, di hadapan dua saksi tetapi tanpa mengumumkannya. Dengan demikian pembatalan itu akan sah menurut hukum tetapi tidak mendatangkan aib bagi Maria. Sebelum niatan ini dijalankan, terjadilah sesuatu yang luar biasa. Dalam sebuah mimpi (ay. 20-21) malaikat Tuhan datang dan mengatakan kepada Yusuf agar jangan takut mengambil Maria sebagai istrinya. Malaikat itu menjelaskan bahwa anak yang dikandung Maria itu berasal dari Roh Kudus. Jadi kandungan itu bukan dari manusia dan Yusuf tak usah merasa terikat pada kewajiban mengikuti hukum adat. Selanjutnya diberitahukan bahwa anak tadi hendaknya diberi nama Yesus, artinya "Tuhan itu keselamatan". Yusuf pun melakukan yang diperintahkan kepadanya oleh sang malaikat.

PENJELASAN MATIUS

Bagi umat kalangan Matius, kelahiran Yesus itu jelas bukan kejadian lumrah. Yesus dikandung dari Roh Kudus tetapi dilahirkan secara manusiawi oleh Maria dan dibesarkan oleh Yusuf. Matius memberikan penjelasan kejadian yang tidak biasa ini lewat kata-kata malaikat dalam mimpi Yusuf tadi. Dalam ay. 22 ditambahkan, semua yang dikatakan malaikat tadi menggenapkan nubuat nabi Yesaya 7:14 yang menyebutkan bahwa seorang anak dara akan melahirkan anak lelaki yang dikenal dengan nama Imanuel, yang artinya "Tuhan menyertai kita".

Teks Ibrani Yes 7:14 memakai kata yang maknanya ialah anak perempuan yang sudah dewasa, tapi belum menikah. Dalam teks Yunani, yakni teks yang dipakai Matius, kata itu diterjemahkan sebagai dengan sebuah kata yang artinya "perawan". Perbedaan dalam terjemahan ini memang bahan menarik bagi telaah teks Kitab Suci, tapi tak usah dijadikan dasar perbincangan mengenai keperawanan Maria. Matius menulis Injilnya bagi mereka yang percaya bahwa Maria itu perawan yang mengandung dari Roh Kudus. Sebaiknya lebih dipahami bahwa yang ditekankan dalam kutipan dari Yes 7:14 itu ialah kelahiran sang "Imanuel", yang artinya "Allah menyertai kita". Ia tidak lagi membiarkan manusia sendirian. Dan mulai saat itu kehadiran "Imanuel" memang menyertai manusia sepanjang zaman. Nanti dalam penutupan Injil Matius (28:20) diperdengarkan kata-kata Yesus, "...ketahuilah, aku menyertai kamu senantiasa sampai akhir zaman."

Kisah kelahiran Yesus yang bukan kejadian biasa ini diceritakan juga oleh Lukas, tapi dengan penekanan yang berbeda. Bila Matius mencerminkan ingatan dari kalangan Yusuf, Lukas menceritakan kelahiran Yesus dari sudut pandang Maria. Namun intinya sama: anak itu dikandung dari Roh Kudus (Mat 1:20, Luk 1:35), Maria dan Yusuf bertunangan ( Mat 1:18, Luk 1:27), perintah agar anak yang lahir nanti dinamai Yesus (Mat 1:21 kepada Yusuf, Luk 1:31 kepada Maria), kelahiran Yesus di Betlehem (Mat 2:5, Luk 2:4), Yesus besar di Nazaret (Mat 2:23, Luk 1:51-52). Matius menampilkan perasaan Yusuf, pergulatan rohaninya, rasa hormatnya yang besar terhadap Yang Keramat yang mendatanginya. Juga ditonjolkan perhatian Yusuf terhadap Maria dan Yesus. Ia betul-betul menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai bapa keluarga ini.

Pembaca dari kalangan Yahudi yang menjadi pengikut Yesus dari generasi pertama menangkap maksud penekanan pada Yusuf tadi. Dalam adat keluarga Yahudi, pendidikan seorang anak sejak tidak lagi menyusu ibunya hingga akil balig pada usia 12-13 tahun menjadi tanggung jawab bapa keluarga. Begitulah kebesaran hati Yusuf, kepekaannya, kematangan imannya ikut membentuk pribadi Yesus. Pembaca Injil Matius mengerti apa artinya menjadi anak yang dibesarkan oleh orang seperti Yusuf itu. Juga menjadi jelas bahwa karya "Tuhan menyelamatkan umatNya" itu menjadi tepercaya justru karena memakai jalan manusiawi. Karya Roh Kudus, daya luar alam itu baru betul-betul bisa membawakan keselamatan bila tumbuh dan menjadi besar dalam lingkungan yang sungguh manusiawi. Inilah kiranya keyakinan iman orang-orang yang terungkap dalam kisah Matius tadi.

SIAPA TUJUAN WARTA INI


Sebetulnya kisah kelahiran dan masa kecil Yesus tidaklah mutlak perlu untuk menjelaskan karya, penderitaan, kebangkitan Yesus nanti. Injil yang paling awal, yakni Injil Markus, tidak memuat kisah itu. Begitu pula dalam Injil Yohanes tidak didapati kisah yang mirip. Bagi Yohanes jelas Firman yang mengawali segala sesuatu itu "telah menjadi manusia dan tinggal di antara kita" (Yoh 1:14). Dan ini cukup guna mengungkapkan kehadiran Yang Ilahi dalam ujud manusia. Maklumlah, Injil Yohanes ditulis bagi orang-orang yang sudah paham akan karya penebusan yang dijalankan Yesus dan sudah maju jauh dalam pengetahuan hidup batin dan berhasrat maju terus. Injil Markus sebaliknya disiapkan sebagai pegangan ringkas bagi mereka yang baru mulai tertarik untuk mengenal siapa Yesus itu. Lalu, setelah tahap awal ini dilalui, apa yang terjadi? Orang tentu butuh pendalaman. Kepada mereka inilah Injil Matius dan Lukas ditulis. Penjelasannya begini. Orang yang sudah mulai kenal Yesus dan hidup menurut wartanya ("setelah mendengar Markus"), tentu ingin mengenal asal usul Yesus. Karena itulah Matius dan Lukas menuliskan tradisi mengenai kelahirannya.

Nanti mereka yang maju lebih jauh tidak butuh bertanya-tanya mengenai asal-usul badaniah dan peristiwa-peristiwa di seputar kelahiran dan masa kecil Yesus. Kepada mereka itulah Injil Yohanes berbicara. Ditekankan hubungan dengan Bapa. Diungkapkan pula keinginan Yesus untuk berbagi "sangkan paran", berbagi kehidupan rohani yang sejati dengan orang-orang yang dikasihinya dan setia kepadanya. Tentu saja pengetahuan ini hanya dapat dicapai bukan dengan usaha sendiri, bukan pula oleh orang yang belum masuk dan mendalami sampai utuh. Kisah kelahiran Yesus dalam Matius mengarahkan orang ke sana.

KESAHAJAAN YUSUF


Kesahajaan Yusuf membuat kekuatan jahat itu tidak bisa berbuat banyak walau kuasa mereka tidak dipunahkan. Sekaligus kesahajaan orang seperti Yusuf itu menjadi kebijaksanaan yang menyelamatkan. Yusuf paham situasi zaman. Matius menyiratkan hal ini dengan cara diam-diam pada ay. 22. Dikatakannya bahwa Yusuf mendengar bahwa yang menjadi raja di Yudea ialah anak Herodes, dan kemudian disebutkan ia takut ke sana. Dengan segala sisi kemanusiaannya, termasuk rasa takut juga, Yusuf mampu membaca gerak-gerik daya-daya yang luar biasa itu. Ia pandai membaca tanda-tanda ke mana kekuatan jahat mengarah. Namun lebih dari itu, ia mahir mengenal bimbingan ilahi dan dapat menurutinya. Dan bimbingan ilahi datang sesuai dengan kejelian Yusuf. Pada ay. 22 itu tidak lagi diceritakan malaikat menampakkan diri kepadanya dalam mimpi dan memberi tahu apa yang mesti dikerjakannya. Hanya disebutkan Yusuf "dinasihati dalam mimpi". Matius seolah-olah hendak menyarankan, kini Yusuf sudah jadi orang yang peka akan bimbingan dari atas. Ia tahu apa yang mesti diperbuat. Dan memang yang dikerjakannya sejalan dengan yang diisyaratkan dari dunia keramat tadi.

Dari satu sudut pandang tertentu memang Yusuf ditampilkan sebagai tokoh buat-buatan yang dimunculkan untuk memudahkan orang memahami cara Tuhan melindungi "anak dan ibunya" tadi. Tetapi bila dibaca dengan minat untuk mengerti kemanusiaan, sambil merasa-rasakan apa yang dialami Yusuf, akan tampil seorang tokoh Yusuf yang sungguh nyata, yang berhasil menjalani liku-liku kehidupan dengan bimbingan ilahi menghindari jatuh ke dalam pengaruh yang jahat. Yusuf itu "orang pintar" yang ideal, tokoh kebatinan yang berpijak di bumi. Dia itu seperti Yusuf di Mesir yang pandai membaca arti mimpi, juga seperti Daniel si bijak yang akrab dengan dunia malaikat. Memang Matius berbicara kepada pembaca yang tahu alam pikiran Perjanjian Lama. Mereka itu segera menangkap maksudnya.

Yang dilakukan Yusuf diungkapkan Matius dalam bacaan hari ini. Menerima karya ilahi dalam ujud yang amat mengguncang tadi menjadi ungkapan iman yang paling nyata. Yusuf itu orang yang bisa menerima kehadiran ilahi yang tidak lumrah sekalipun dan tetap menghormatinya. Bahkan ia memeliharanya dengan penuh perhatian. Ia memikirkan kepentingan Maria, tidak hanya mau meninggalkannya begitu saja. Kemudian ia juga berani mendengarkan Yang Keramat yang mengubah rencananya sama sekali. Ia bersedia menjadi orang yang bertanggung jawab membesarkan Yesus. Ringkasnya, Yusuf itu pribadi yang dapat dipercaya karena juga bisa mempercayai. Mendalami peristiwa kelahiran Yesus dalam terang Injil Matius itu merayakan kebesaran hati seorang manusia yang bukan saja memungkinkan karya Allah dapat mulai terjadi, tetapi juga yang memelihara dan membesarkannya. Dan semuanya ini terjadi dengan tak banyak kata. Orang beriman yang ingin maju menjadi pemerhati gerak-gerik Yang Ilahi tentu dapat belajar banyak dari Yusuf si pendiam itu.


Sumber: Renungan Rm A. Gianto, SJ berdasarkan Injil Matius 1:16.18-21.24a)


*Pada masa Prapaskah, Alleluya diganti dengan Terpujilah

Sabtu, 19 Maret 2011 Hari Raya St Yusuf, Suami SP. Maria

Sabtu, 19 Maret 2011
Hari Raya Santo Yusuf, Suami Santa Perawan Maria

“Apa yang telah dijanjikan Allah yang baik kepada mereka (para nabi dan para bapa bangsa), ia gendong dalam pelukannya.” - St. Bernardin dari Siena


Renungan

Tidak ada banyak catatan tentang Santo Yusuf. Injil hanya menulis beberapa peristiwa yang berkaitan dengan dirinya. Namun, dari catatan yang ada, kita mengenal Yusuf sebagai lelaki yang jujur dan setia. Salah satu sifat Yusuf yang menonjol adalah ”diam”, tidak banyak bicara.

Pada saat Yusuf mendengar kabar bahwa tunangannya akan hamil dari Roh Kudus, ia tidak mengerti sepenuhnya. Ia tak mau berbuat gegabah. Ia memilih diam. Ada peribahasa mengatakan ”Diam itu emas”—ketika orang belum mengerti duduk persoalannya dan tidak tahu persis apa yang harus dilakukan maka sikap diam adalah yang terbaik. Diam adalah juga suatu kesempatan untuk mencerna persoalan lebih baik. Meskipun demikian, tidak selamanya diam itu emas. Misalnya, ketika seorang pemimpin mengetahui kebusukan para anggotanya, ia tidak bisa diam. Sikap diamnya akan membuat situasi semakin parah. Dalam hal ini, Santo Yusuf telah memberi pelajaran bagaimana kita harus berdiam diri secara tepat. Berdiam diri sambil merefleksikan persoalan adalah suatu sikap yang amat baik.

Tuhan, hamba-Mu Santo Yusuf telah memberi pelajaran yang berharga kepadaku, betapa sikap diam kerap lebih berguna daripada seribu bahasa. Ajarilah aku untuk tidak tergesa-gesa dalam bertindak, melainkan mau mencerna segala sesuatu dengan lebih baik. Amin.

Ziarah Batin 2011, Renungan dan Catatan Harian

Transfigurasi, oasis di padang gurun kehidupan menuju ke Tanah Terjanji

I. Tempat perhentian yang memberikan semangat untuk meneruskan perjalanan

Pada waktu kami tinggal di Amerika, kami diajak berlibur ke beberapa tempat wisata di Amerika oleh keluarga sepupu kami di mana kami menumpang. Sepupu kami mengatakan bahwa jangan sampai tinggal di Amerika namun tidak pernah melihat keindahan negara tersebut dan hanya menjadi ‘kutu buku’ alias belajar saja. Akhirnya, kami sepakat untuk turut bersama mereka ke Grand Canyon di negara bagian Arizona. Karena kami tinggal di negara bagian Wisconsin, maka untuk menuju tujuan akhir ini, kami harus melewati 4 negara bagian, yang berarti untuk diperlukan 1 hari 10 jam di dalam mobil. Di tengah-tengah perjalanan setelah bermalam di suatu tempat, akhirnya kami singgah di suatu tempat yang sungguh menakjubkan, yaitu Badlands di negara bagian South Dakota. Pemandangan deretan pegunungan yang tandus namun terbentuk dari lapisan-lapisan, terlihat seperti kue lapis legit, sungguh mencengangkan dan mendatangkan kekaguman. Badan yang lelah akibat perjalanan panjang terasa sirna melihat pemandangan yang sungguh menakjubkan ini. Tidak henti-hentinya, hati mengucapkan syukur atas kebesaran Tuhan dan kata-kata kekaguman terhadap keindahan alam ini kami ucapkan terus menerus. “Betapa besarnya Engkau, Tuhan! How great Thou art!” Namun, tiba-tiba sepupu kami mengatakan, “Tunggu, sampai kamu melihat Grand Canyon.” Wow? Jadi masih ada yang lebih indah lagi? Rasanya hati ini tidak sabar untuk sampai ke Grand Canyon. Namun ini berarti kami harus menunggu (dan bergantian menyetir) lagi selama 21 jam untuk dapat menyaksikan keindahannya. Namun, semua jerih payah ini tidaklah terlalu berarti sebab saya mengingat bahwa ada tempat yang lebih indah dari Badlands yang dapat saya nikmati, yaitu Grand Canyon – yaitu Badlands dalam skala yang lebih besar dan lebih indah.

Mungkin itu adalah gambaran yang tidak sempurna tentang apa yang terjadi pada saat Transfigurasi, yang menjadi bacaan minggu ke-dua di masa Prapaskah. Pada waktu itu, para murid sungguh sangat terkejut dan mungkin sedih, karena ternyata Sang Guru, Sang Mesias menceritakan kepada mereka bahwa Dia harus menderita dan mati. Untuk menghibur para murid inilah, Kristus seolah-olah memberikan harapan melalui peristiwa Transfigurasi, dengan mengatakan, “Aku sungguh Allah dengan segala kemuliaan yang telah engkau lihat sendiri …., walaupun Aku harus melewati jalan kematian yaitu jalan salib. Namun, dengan kematian-Ku, maka kemuliaan-Ku akan dinyatakan secara sepenuhnya. Jumat Suci akan diikuti oleh Minggu Paskah. Dan aku mengundang engkau untuk mengikuti jalan-Ku, sehingga engkau juga dapat menikmati kemuliaan bersama-Ku untuk selama-lamanya. Namun, engkau juga harus mengambil jalan yang Aku ambil.

II. Bacaan minggu ke-2 Masa Prapaskah

Dalam bacaan minggu pertama (Mt 4:1-11), kita melihat bagaimana Kristus dicobai padang gurun dan Kristus mengalahkan kekuasaan si jahat (silakan melihat artikel ini – klik ini). Dalam surat gembala prapaskah kepausan tahun 2011 (baca lengkapnya di sini – silakan klik), Paus Benediktus XVI mengatakan:

Hari Minggu Pertama Masa Prapaskah mengungkapkan keberadaan kita sebagai manusia yang hidup di bumi ini. Kemenangan dari perjuangan melawan penggodaan yang menjadi titik awal perutusan Yesus, haruslah menjadi ajakan bagi kita untuk menyadari kerapuhan kita dalam menerima Rakhmat yang membebaskan kita dari dosa dan memberi pencurahan kekuatan baru di dalam Kristus, “jalan, kebenaran dan hidup” (bdk. Tatacara Inisiasi Kristiani bagi Orang Dewasa, no. 25). Hal itu harus menjadi peringatan yang keras bagi kita, bahwa iman kepercayaan Kristiani, sesuai dengan teladan dari dan dalam kesatuan dengan Kristus, mencakup juga perjuangan “melawan kuasa-kuasa kegelapan di dunia ini” (bdk. Ef. 6:12). Di sana si Setan, tanpa mengenal lelah senantiasa bekerja, juga sekarang ini, untuk menggoda siapa saja yang mau hidup dekat dengan Tuhan. Kristus yang akhirnya jaya terhadap godaan itu, membuka hati kita pada harapan baru dan membimbing kita juga untuk dapat mengalahkan bujukan-bujukan iblis itu.

Dalam penjabaran di atas, kita dapat melihat bahwa Kristus sendiri telah menunjukkan kepada kita, bahwa kita dipanggil seperti Kristus untuk terus berjuang dalam melawan kuasa-kuasa kegelapan di dunia ini. Dan kita, yang telah menerima rahmat Allah dapat menang dalam perjuangan ini, sejauh kita terus bersandar pada Kristus.

Dalam bacaan Minggu ke-dua masa Prapaskah, Gereja menyodorkan satu perikop yang sungguh indah, yang tertulis di Mt 17:1-9, Mrk 9:2-13, Luk 9:28-36. Berikut ini adalah perikop yang tertulis di Injil Matius:

1 Enam hari kemudian Yesus membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes saudaranya, dan bersama-sama dengan mereka Ia naik ke sebuah gunung yang tinggi. Di situ mereka sendiri saja.
2 Lalu Yesus berubah rupa di depan mata mereka; wajah-Nya bercahaya seperti matahari dan pakaian-Nya menjadi putih bersinar seperti terang.
3 Maka nampak kepada mereka Musa dan Elia sedang berbicara dengan Dia.
4 Kata Petrus kepada Yesus: “Tuhan, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Jika Engkau mau, biarlah kudirikan di sini tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia.”
5 Dan tiba-tiba sedang ia berkata-kata turunlah awan yang terang menaungi mereka dan dari dalam awan itu terdengar suara yang berkata: “Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia.”
6 Mendengar itu tersungkurlah murid-murid-Nya dan mereka sangat ketakutan.
7 Lalu Yesus datang kepada mereka dan menyentuh mereka sambil berkata: “Berdirilah, jangan takut!”
8 Dan ketika mereka mengangkat kepala, mereka tidak melihat seorangpun kecuali Yesus seorang diri.
9 Pada waktu mereka turun dari gunung itu, Yesus berpesan kepada mereka: “Jangan kamu ceriterakan penglihatan itu kepada seorangpun sebelum Anak Manusia dibangkitkan dari antara orang mati.

Mari kita bersama-sama menelaah perikop ini, dengan harapan dapat berguna dalam masa Prapaskah ini.

III. Menempatkan peristiwa Transfigurasi pada konteksnya

1. Dari Pengakuan Petrus ke Transfigurasi

Kalau kita memperhatikan, peristiwa Transfigurasi terjadi setelah pengakuan Petrus di Kaesarea Filipi, yang terekam dalam ketiga Injil (lih. Mt 16:13-20; Mk 8:27-30; Lk 9:18-21). Ketika Yesus bertanya “Menurut kamu, siapakah Aku ini?“, maka Petrus dengan lantang menjawab bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah yang hidup (lih. Mt 16:16) atau Mesias (lih. Mk 8:29), atau Mesias dari Allah (lih. Lk 9:20). Yesus memuji jawaban Petrus dan bahkan mengatakan bahwa jawaban tersebut sebenarnya dinyatakan sendiri oleh Allah Bapa. Dan kemudian, dalam perikop yang sama, Yesus mendirikan Gereja-Nya di atas Rasul Petrus, dan berjanji bahwa alam maut tidak akan menguasainya. Janji yang begitu indah, besar, dan tidak terbatas ini sayangnya masih belum dapat dimengerti oleh para rasul, termasuk Petrus.

Ketika Yesus menyatakan bahwa Dia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dan akhirnya akan dibunuh, dan akan bangkit, Petrus tidak dapat menerima hal ini. Saya juga membayangkan bahwa para rasul yang lain juga terlalu terkejut atau sedih dengan pernyataan Yesus. Petrus, yang sangat reaktif dan menggebu-gebu, mengatakan kepada Yesus agar hal tersebut tidak terjadi pada Yesus (lih. Mt 16:22; Mk 8:32), yang mengakibatkan hardikan Yesus kepada Petrus di ayat berikutnya. Dalam kondisi bingung, tidak mengerti, sedih, maka para murid meneruskan perjalanan bersama Yesus, dan kemudian pada hari ke-enam, Petrus, Yohanes dan Yakobus, di bawa oleh Yesus untuk naik ke gunung Tabor untuk berdoa.

2. Yom Kippur, Sukkoth dan pengakuan Petrus, Transfigurasi

Dalam bukunya “Jesus of Nazareth“, Paus Benediktus XVI memberikan argumentasi bahwa pengakuan Petrus (lih. Mt 16:16-19) sepertinya terjadi pada pesta Yom Kippur dan Transfigurasi terjadi pada hari raya Pondok Daun.[1]. Pesta Pondok Daun ini terjadi setelah hari keenam dari Pesta Yom Kippur. Yom Kippur menjadi pesta yang begitu istimewa, karena saat itulah (hanya setahun sekali) nama Yahweh boleh/ dapat diucapkan oleh imam agung di tempat maha kudus di bait Allah. Pada perayaan Yom Kippur itulah Rasul Petrus menyebutkan pengakuan-Nya akan Kristus yang adalah Sang Mesias, “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup“. Dengan demikian Petrus, mengakui Kristus sebagai Allah Putera; dan pengakuan ini diterima oleh Kristus, dengan mengatakan bahwa pernyataan itu berasal dari Allah Bapa sendiri. (lih. Mat 16:18)

Pesta Pondok Daun adalah memperingati leluhur bangsa Israel yang berkemah di padang gurun. Imamat 23:43 menuliskan “ Supaya diketahui oleh keturunanmu, bahwa Aku telah menyuruh orang Israel tinggal di dalam pondok-pondok selama Aku menuntun mereka sesudah keluar dari tanah Mesir, Akulah TUHAN, Allahmu.” Tuhan yang menuntun bangsa Israel melalui tiang awan (lih. Kel 13:21), seoleh-olah ingin menyatakan kembali pimpinan-Nya kepada bangsa Israel dengan peristiwa Transfigurasi. Tidak saja hanya dalam tiang awan seperti yang digambarkan dalam Perjanjian Lama, melainkan Tuhan juga memperdengarkan suara-Nya. Bahkan di Perjanjian Baru ini, Allah memberikan Putera-Nya sendiri untuk memimpin umat Allah ke Tanah Terjanji, yaitu surga.

IV. Tipologi peristiwa Transfigurasi dengan Musa yang naik ke puncak gunung

Dikatakan “Enam hari kemudian Yesus membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes saudaranya, dan bersama-sama dengan mereka Ia naik ke sebuah gunung yang tinggi. Di situ mereka sendiri saja.” (Mt 17:1). Paus Benediktus melihat tipologi antara apa yang terjadi dalam Kel 24 dengan Transfigurasi. Dalam kitab Keluaran dikatakan “Kemuliaan TUHAN diam di atas gunung Sinai, dan awan itu menutupinya enam hari lamanya; pada hari ketujuh dipanggil-Nyalah Musa dari tengah-tengah awan itu.” (Kel 24:16) Sama seperti Yesus mengajak Petrus, Yakobus dan Yohanes, maka patut diingat juga bahwa Tuhan berfirman kepada Musa untuk naik menghadap Tuhan dengan mengajak Harun, Nadab dan Abihu, walaupun juga disertai dengan tujuh puluh para tua-tua Israel (lih. Kel 24:1). Di kitab Keluaran 24 dikatakan bahwa setelah Musa menerima perintah dari Tuhan, maka dia membacakannya kepada bangsa Israel, dan kemudian bangsa Israel menjawab “Segala firman yang telah diucapkan TUHAN itu, akan kami lakukan.” (Kel 24:3). Dan kemudian berakhir dengan tanda perjanjian dan dikatakan “Inilah darah perjanjian yang diadakan TUHAN dengan kamu, berdasarkan segala firman ini.” (Kel. 24:8)

Jika dalam Kel 24 Musa naik bersama dengan Harun, Nadab dan Abihu, maka dalam Transfigurasi, Kristus naik ke gunung bersama dengan Petrus, Yohanes dan Yakobus. Musa naik ke gunung untuk menerima Firman Tuhan. Dalam peristiwa Transfigurasi, Kristus, yang adalah Firman menyatakan Diri-Nya dalam kemuliaan. Perkataan bangsa Israel yang menyatakan bahwa segala firman yang diucapkan Tuhan itu akan mereka lakukan, seolah-olah diberi bobot yang jauh lebih besar, karena pada peristiwa Transfigurasi Allah Bapa sendirilah yang mengatakan “Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia.” (ay. 5) Bukan Musa yang menyatakan perintah Allah kepada bangsa Israel, namun Allah Bapa sendiri yang menyatakannya kepada Petrus, Yohanes dan Yakobus yang mewakili seluruh umat beriman.

Dari sini, kita dapat melihat adanya tipologi, yang memberikan kedalaman makna perikop ini. Transfigurasi bukan hanya merupakan suatu kejadian, di mana Kristus dimuliakan di atas gunung. Namun, lebih daripada itu, Transfigurasi merupakan suatu pengulangan peristiwa dari bangsa Israel, yaitu resolusi ketaatan dari bangsa Israel yang berakhir dengan tanda perjanjian. Kalau dalam Perjanjian Lama, resolusi ketaatan adalah kepada Firman yang tertulis, namun di dalam Perjanjian Baru, resolusi ketaatan adalah kepada Kristus, yaitu Firman yang hidup, Firman yang telah menjadi manusia (lih. Yoh 1:1-5). Dan pada saat yang sama, Firman ini juga menjadi tanda perjanjian, yaitu ketika pada Perjamuan Terakhir, Kristus sendiri mengatakan “Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa.” (Mt 26:28)

V. Transfigurasi, perhentian yang memberikan kekuatan

1. Transfigurasi menjadi oasis di padang gurun kehidupan

Di atas telah disebutkan bahwa sebelum terjadinya peristiwa Transfigurasi, kemungkinan para murid berada dalam keadaan sedih dan tak bisa menerima kenyataan bahwa Yesus – yang adalah Guru dan Tuhan- harus menderita dan wafat. Dalam kekalutan inilah, mereka menemani Yesus naik ke atas gunung. Untuk apa? Injil Lukas mencatat, bahwa mereka naik ke atas gunung untuk berdoa (lih. Lk 9:28). Ini adalah pelajaran yang begitu indah, bagaimana dalam kekalutan, kita harus naik ke gunung untuk berdoa, sehingga kita akan mendapatkan kekuatan dalam menghadapi gelombang kehidupan. Kita harus menemukan tempat yang sunyi untuk berdoa (lih. Mt 6:6), sehingga kita dapat bertemu dengan Allah.

Kekalutan dan ketakutan para murid akan kematian Kristus seolah-olah sirna, ketika mereka melihat dengan mata kepala mereka sendiri, wajah Yesus menjadi bercahaya seperti matahari dan pakaian-Nya menjadi seperti putih bersinar seperti terang (ay. 2). Inilah yang terjadi di dalam doa, bahwa kekalutan dan kegelapan sebenarnya sirna ditelan oleh Yesus, Sang Terang dunia, yang menjanjikan bahwa barangsiapa mengikuti Dia, tidak akan pernah berjalan dalam kegelapan (lih. Yoh 8:12). Di dalam Kristus, kekalutan dan keletihan hidup digantikan dengan kelegaan (lih. Mt 11:28), kegelapan digantikan dengan terang, dan ketidakpastiaan digantikan dengan harapan yang kuat, karena Kristus adalah jalan, kebenaran dan hidup (lih. Yoh 14:6).

Pengalaman spiritual yang begitu mengesankan ini, sungguh membekas di hati Petrus. Inilah sebabnya dalam suratnya rasul Petrus mengatakan “16 Sebab kami tidak mengikuti dongeng-dongeng isapan jempol manusia, ketika kami memberitahukan kepadamu kuasa dan kedatangan Tuhan kita, Yesus Kristus sebagai raja, tetapi kami adalah saksi mata dari kebesaran-Nya. 17 Kami menyaksikan, bagaimana Ia menerima kehormatan dan kemuliaan dari Allah Bapa, ketika datang kepada-Nya suara dari Yang Mahamulia, yang mengatakan: “Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan.” 18 Suara itu kami dengar datang dari sorga, ketika kami bersama-sama dengan Dia di atas gunung yang kudus.” (2Pet 1:16-18) Pengalaman bersama dengan Yesus dalam kemuliaan-Nya seharusnya terpatri dalam hati seluruh umat beriman, sehingga dapat menjadi oasis yang menyegarkan dan menguatkan kita, ketika kita sedang menghadapi percobaan-percobaan kehidupan.

2. Kristus adalah Tuhan dari Elia dan Musa

St. Ephraem, salah satu dari pujangga Gereja menghubungkan peristiwa Pengakuan Petrus dengan Transfigurasi.[2] Dalam perikop pengakuan Petrus, Yesus bertanya kepada para murid “Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?” (Mt 16:13) Dan kemudian di ayat berikutnya, para murid menjawab “Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia dan ada pula yang mengatakan: Yeremia atau salah seorang dari para nabi.” Di dalam Transfigurasi inilah, Kristus menunjukkan bahwa perkataan Petrus bahwa Kristus adalah Mesias, Anak Allah yang hidup, sungguh benar. Dalam kemuliaan-Nya, Kristus menunjukkan bahwa Dia adalah Tuhan dari Elia dan para nabi lainnya. Kristus adalah pemenuhan dari semua hukum di dalam Perjanjian Lama (diwakili Musa) dan pemenuhan nubuat para nabi (diwakili Elia). Kristus menunjukkan bahwa Dia adalah Pencipta langit dan bumi. Dengan menengadah ke atas/ ke langit, Kristus memanggil Elia (yang sebelumnya terangkat ke Sorga – lih. 2Raj 2:11) dan Ia memanggil Musa dari bawah/ bumi (dari kuburnya). Dan kemudian mereka bercakap-cakap di awan.

Musa dan Elia bergembira karena menyaksikan Yesus, Tuhan yang menjelma menjadi sungguh manusia, sedangkan Petrus, Yohanes dan Yakobus bersyukur, karena mereka telah menyaksikan Yesus, yang sungguh Allah. Kalau dalam Perjanjian Lama dibutuhkan minimal dua atau tiga saksi untuk mengkonfirmasi suatu kejadian adalah benar adanya (lih. Ul 19:15), maka dalam peristiwa Transfigurasi ini, dua orang dari Perjanjian Lama dan tiga orang dari Perjanjian Baru menjadi saksi peristiwa mulia ini. Dengan demikian, Kristus yang sungguh Allah dan sungguh manusia adalah benar adanya, karena menjadi pemenuhan dari nubuat di dalam Perjanjian Lama dan disaksikan oleh saksi-saksi.

3. Transfigurasi memberikan gambaran akan Trinitas

Kesaksian yang diperlukan untuk membuat suatu kejadian menjadi benar, bukan hanya diberikan oleh manusia, namun juga diberikan oleh Tuhan. Allah Bapa memuliakan Sang Anak dan bersaksi tentang Yesus (lih. Yoh 5:37) dengan mengatakan “Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia.” (ay. 5) dan Allah Roh Kudus menaungi mereka. Hal yang sama digambarkan di dalam kitab Keluaran, ketika Musa mendaki gunung dan kemudian awan itu menutupinya. Dikatakan “Kemuliaan TUHAN diam di atas gunung Sinai.” (Kel 24:16). Roh Allah tidak lagi datang dalam awan gelap (lih. Kel 20:21), namun kini datang dalam rupa awan yang terang (Mt 17:5) Gambaran yang lebih jelas akan Trinitas, seharusnya membuat para rasul dan seluruh umat Allah untuk semakin menaruh iman kepercayaan kita kepada Yesus. Yesus telah dipermuliakan dan Dia akan datang dalam kemuliaan-Nya (lih. Mt 16:27), ketika genap waktunya.

4. Menuju kepada keselamatan dengan mendengarkan dan melakukan apa yang dikatakan Yesus

Gambaran dari Trinitas sebelumnya telah dinyatakan di dalam peristiwa baptisan Yesus, di mana Allah Bapa mengatakan “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan” (Mt 3:17), terdengar lagi dengan lebih jelas “Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia.” Allah Putera dinyatakan sebagai Anak Allah dan lebih daripada itu, dalam Diri Yesus terletak semua hukum dan pemenuhan dari semua nubuat para nabi. Inilah sebabnya, Allah Bapa mengatakan kepada para rasul untuk mendengarkan Yesus. Bahkan segala kuasa di Sorga dan di bumi telah diberikan kepada Yesus. (lih. Mt 28:18).

Allah Bapa memberikan penekanan, bahwa Kristus adalah Anak-Nya yang terkasih dan semua orang harus mendengarkan Kristus. Apanya yang perlu didengarkan? Semua yang diucapkan-Nya dan dilakukan-Nya (lih. Mt 28:20). Namun, mungkin terutama, apa yang sebelumnya dikatakan oleh Kristus sendiri – yang menjadi skandal bagi para murid dan yang juga menjadi batu sandungan bagi kaum Yahudi dan menjadi suatu kebodohan bagi bangsa Yunani (lih. 1Kor 1:23) – , yaitu tentang misteri penderitaan, kematian, dan kebangkitan Kristus. (lih. Mt 16:21-28; Mrk 8:31-9:1; Lk 9:22-27). Inilah sebabnya Rasul Paulus juga mengatkan bahwa dia memberitakan Kristus yang tersalib (lih. 1Kor 1:23) Salib memang merupakan sesuatu yang berharga, sebab melaluinya kita sampai kepada kemuliaan yang dijanjikan Yesus. Oleh sebab itu Yesus mengatakan “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.” (Mt 16:24) Inilah yang akan membawa manusia kepada keselamatan. Sebab tujuan akhir kita bukan berhenti kepada melihat Transfigurasi, namun kepada Transfigurasi yang sesungguhnya dan yang kekal, yaitu melihat Allah muka dengan muka di dalam Kerajaan Sorga (lih. 1 Yoh 3:2).

5. Kristus memampukan kita untuk memikul salib

Setelah kekecewaan Petrus terobati dengan kemuliaan Kristus yang dia saksikan, maka Dia mengatakan “Tuhan, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Jika Engkau mau, biarlah kudirikan di sini tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia.” (ay. 4) Petrus yang mendapatkan penghiburan dari apa yang dialaminya mau mendapatkan penghiburan untuk selamanya, atau paling tidak lebih lama. Petrus seolah-olah telah melupakan apa yang dikatakan oleh Yesus tentang penderitaan, kematian yang harus dialami oleh Yesus dan juga tentang penyangkalan diri, memikul salib dan mengikuti Yesus. Semua hal yang menjadi beban dan resiko untuk menjadi murid Kristus seolah-olah sirna dengan kemilau kemuliaan Kristus. Mungkin, kita juga pernah mengalami kebahagiaan bersama dengan Tuhan secara istimewa, entah melalui permenungan, rekoleksi, retret, dll. Kita seolah-olah ingin agar saat-saat itu tidak berakhir.

Namun, di tengah-tengah ekstasi inilah, Petrus dan kawan-kawan mendengar suara “Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia.” (ay. 5). Suara ini menyadarkan mereka bahwa mereka tidak mungkin mengalami manifestasi kemuliaan ini untuk selamanya dan tidak mungkin mereka hanya berdiam diri di atas gunung dan melupakan tugas mereka. Mereka disadarkan bahwa mereka harus mendengarkan Yesus, Sang Mesias, Anak Allah yang hidup, yang sebelumnya pernah mengatakan kepada mereka tentang segala penderitaan yang harus dialami-Nya. Selain karena ketakutan akan manifestasi dari suara Tuhan, namun ketakutan ini adalah suatu ketakutan bahwa mereka harus kembali turun gunung, mereka harus menghadapi lagi suatu kenyataan bahwa mereka harus menjalankan tugas yang belum selesai.

Dalam ketakutan inilah, tiba-tiba terdengar suara “Berdirilah, jangan takut!” (Mt 17:7). Yesus ingin menyatakan bahwa ketakutan dalam menghadapi semua percobaan akan sirna jika dihadapi bersama dengan Yesus. Kunci dari menghadapi semua tantangan yang diberikan oleh Yesus – menyangkal diri, memikul salib dan mengikuti Yesus – adalah Yesus sendiri, karena Yesus sendiri yang akan memberikan kekuatan. Kristus tidak mengatakan bahwa Dia akan mengambil salib dari diri kita, namun Kristus ingin mengatakan bangkitlah, berdirilah, dan berjalanlah bersama-Ku, maka engkau akan mendapatkan kekuatan dalam menghadapi segalanya. Mari, ikutilah Aku….

VI. Ikutilah Aku ke Tanah Terjanji

Setelah reda dalam ketakutan-Nya, maka para murid mengikuti Yesus untuk turun gunung. Inilah saat ketika mereka harus menghadapi kenyataan hidup dan panggilan hidup untuk mengikuti Kristus. Namun, mereka yang telah mengalami Kristus yang dipermuliakan, telah mendapatkan kekuatan untuk menghadapi segalanya. Bagi kita, seluruh umat Katolik, sebenarnya kitapun mengalami pengalaman seperti para rasul itu yang menyaksikan Transfigurasi. Pengalaman ini kita peroleh setiap kali kita menerima Ekaristi. Dalam setiap perayaan Ekaristi, Kristus yang menderita, wafat, bangkit dan naik ke Sorga dihadirkan kembali dan bersatu dengan kita. Dalam persatuan kita dengan Kristus yang kita sambut dalam Ekaristi, kita menyaksikan kemuliaan Allah yang dinyatakan dalam kesederhanaan dan kebersahajaan rupa sepotong roti. Allah yang begitu besar, memilih untuk menyatakan Diri-Nya dengan cara yang sangat sederhana, agar dapat menghampiri kita dan menyatu dengan kita. Ialah Roti Surga yang menjadi santapan rohani bagi kita, agar kita menerima rahmat kekuatan dan penghiburan. Rahmat Ekaristi inilah yang memampukan umat Allah untuk turun gunung dan melaksanakan tugas sebagai murid- murid Kristus, yaitu menyampaikan Kristus kepada orang lain dan membawa orang lain kepada Kristus.

Catatan: Artikel ini dipakai untuk pendalaman Kitab Suci di Paroki Regina Caeli – Pantai Indah Kapuk, tanggal 16 Maret 2011



CATATAN KAKI:


1. Pope Benedict XVI, Jesus of Nazareth : from the baptism in the Jordan to the transfiguration p. 306-308, 1st ed. , New York: Doubleday, 2007 [↩]
2. M Toal, The Sunday sermons of the great Fathers p.45-47, New ed., San Francisco: Ignatius Press, 2000. [↩]


Stefanus Tay, www.katolisitas.org

terima kasih telah mengunjungi renunganpagi.id, jika Anda merasa diberkati dengan renungan ini, Anda dapat membantu kami dengan memberikan persembahan kasih. Donasi Anda dapat dikirimkan melalui QRIS klik link. Kami membutuhkan dukungan Anda untuk terus menghubungkan orang-orang dengan Kristus dan Gereja. Tuhan memberkati

renunganpagi.id 2024 -

Privacy Policy