Sabtu, 06 Agustus 2011
Pesta Yesus menampakkan kemuliaan-Nya
Langit memberitakan keadilan-Nya dan segala bangsa melihat kemuliaan-Nya (Mzm 97:6)
Antifon Pembuka (Mat 17:5)
Roh Kudus nampak dalam awan yang bercahaya, dan terdengarlah suara Bapa, sabda-Nya, "Inilah Putera-Ku terkasih. Dia berkenan di hati-Ku, dengarkanlah Dia!"
Doa Renungan
Allah Bapa yang mahamulia, di puncak gunung Engkau telah mewahyukan bahwa Yesus itu Putra-Mu terkasih, dan bahwa Ia lebih agung dari pada nabi-nabi yang terbesar. Ajarilah kami mendengarkan dan menghayati sabda-Nya, berilah kami pengertian atas misteri sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya. Sebab Dialah Tuhan, Pengantara kami yang hidup dan berkuasa bersama Engkau dan Roh Kudus, Allah, kini dan sepanjang segala masa. Amin. Pembacaan dari Nubuat Daniel (7:9-10.13-14)"Pakaian-Nya putih seperti salju."
Aku, Daniel, melihat takhta-takhta dipasang, lalu duduklah Yang Lanjut Usianya. Pakaian-Nya putih seperti salju, dan rambut-Nya bersih seperti bulu domba. Takhta-Nya dari nyala api, roda-rodanya dari api yang berkobar-kobar. Suatu sungai api timbul dan mengalir dari hadapan-Nya. Beribu-ribu melayani Dia, beratus-ratus ribu berdiri di hadapan-Nya. Lalu duduklah Majelis Pengadilan dan dibukalah Kitab-Kitab. Aku terus melihat dalam penglihatan itu, tampak dari langit bersama awan-gemawan seorang serupa Anak Manusia. Ia menghadap Dia Yang Lanjut Usianya itu, dan Ia dihantar ke hadapan-Nya. Kepada Dia yang serupa Anak Manusia itu diserahkan kekuasaan dan kemuliaan dan kekuasaan sebagai raja. Maka segala bangsa, suku dan bahasa mengabdi kepada-Nya. Kekuasaan-Nya kekal adanya, dan kerajaan-Nya tidak akan binasa.Mazmur Tanggapan do = g, 2/4, PS 836Ref. Segala bangsa bertepuk tanganlah, berpekiklah untuk Allah raja semesta.Ayat. (Mzm 97:1-2.5-6.9; R: lih. 1a.9a)1. Tuhan adalah Raja. Biarlah bumi bersorak-sorai, biarlah banyak pulau bersukacita! Awan dan kekelaman ada di sekeliling-Nya, keadilan dan hukum adalah tumpuan takhta-Nya. 2. Gunung-gunung luluh laksana lilin di hadapan Tuhan, di hadapan Tuhan semesta alam. Langit memberitakan keadilan-Nya dan segala bangsa melihat kemuliaan-Nya. 3. Sebab, ya Tuhan Engkaulah Yang Mahatinggi di atas seluruh bumi, Engkau sangat dimuliakan di atas segala dewata.
Pembacaan dari Surat Kedua Rasul Petrus (1:16-19)"Suara itu kami dengar datang dari surga."
Saudara-saudara, kami tidak mengikuti dongeng-dongeng isapan jempol manusia, ketika kami memberitakan kepadamu kuasa dan kedatangan Tuhan kita Yesus Kristus sebagai raja, tetapi kami adalah saksi mata dari kebesaran-Nya. Kami menyaksikan, bagaimana Ia menerima kehormatan dan kemuliaan dari Allah Bapa, ketika suara dari Yang Mahamulia datang kepada-Nya dan mengatakan, "Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan." Suara itu kami dengar datang dari surga, ketika kami bersama-sama dengan Dia di atas gunung yang kudus. Dengan demikian kami makin diteguhkan oleh firman yang telah disampaikan oleh para nabi. Alangkah baik kalau kamu memperhatikannya sama seperti memperhatikan pelita yang bercahaya di tempat yang gelap sampai fajar menyingsing, dan bintang timur terbit bersinar di dalam hatimu.Demikianlah sabda TuhanU. Syukur kepada Allah.Bait Pengantar Injil do = f, 2/4, PS 956Ref. Alleluya, alleluya, alleluya. Alleluya, alleluya, alleluya.
Ayat. (Mat 17:5c)
Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia! Inilah Injil Yesus Kristus menurut Matius (17:1-9)"Wajah-Nya bercahaya seperti matahari."
Sekali peristiwa Yesus membawa Petrus, Yakobus, dan Yohanes saudaranya, dan bersama-sama mereka Ia naik ke sebuah gunung yang tinggi. Di situ mereka sendirian saja. Lalu Yesus berubah rupa di depan mata mereka: Wajah-Nya bercahaya seperti matahari, dan pakaian-Nya menjadi putih bersinar seperti terang. Maka tampak kepada mereka, Musa dan Elia sedang berbicara dengan Yesus. Kata Petrus kepada Yesus, "Tuhan, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Jika Engkau mau biarlah kudirikan di sini tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa, dan satu untuk Elia." Sementara Petrus berkata begitu, tiba-tiba turunlah awan yang terang menaungi mereka, dan dari dalam awan itu terdengarlah suara yang berkata, "Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia!" Mendengar itu tersungkurlah murid-murid Yesus dan mereka sangat ketakutan. Lalu Yesus datang kepada mereka. Ia menyentuh mereka sambil berkata, "Berdirilah, jangan takut!" Dan ketika mengangkat kepala, mereka tidak melihat seorang pun kecuali Yesus seorang diri. Pada waktu mereka turun dari gunung, Yesus berpesan kepada mereka, "Jangan kamu ceritakan penglihatan itu kepada seorang pun sebelum Anak Manusia dibangkitkan dari antara orang mati." Inilah Injil Tuhan kita!
U. Sabda-Mu sungguh mengagumkan!
Renungan
Kawan-kawan yang baik!
Petang kemarin saya temukan secarik pesan ini, "Matt, terima kasih buat minggu lalu. Tolong ulas bacaan Matius 17:1-9 sekalian bicarakan mengapa boleh menerangi tapi jangan menyilaukan! Cheers - Gus." Memang pokok itu pernah kami perdebatkan.
Dalam Mat 17:1-9 itu saya ceritakan, selang enam hari setelah menjelaskan syarat-syarat mengikutinya, Yesus mengajak Petrus, Yakobus dan Yohanes naik ke sebuah gunung yang tinggi. Di situ ia berubah rupa. Tampak pula Musa dan Elia sedang berbicara dengannya. Petrus bergairah dan mau mendirikan tiga kemah bagi ketiga tokoh itu. Saat itu juga datang awan yang bercahaya datang menaungi ketiga tokoh itu dan terdengar suara menyatakan bahwa Yesus itu anak terkasih yang mendapat perkenan dari-Nya dan hendaklah ia didengarkan. Ketiga murid itu telungkup gentar. Tetapi Yesus menyentuh mereka dan menyuruh mereka berdiri tak usah takut. Semuanya pulih kembali seperti biasa. Dan mereka hanya melihat Yesus seorang diri. Dalam perjalanan turun Yesus melarang mereka menceritakan penglihatan tadi kepada siapa pun sebelum kebangkitan terjadi.
Sebenarnya saya hanya mengolah kembali catatan Mark (Mrk 9:2-8) sambil mengeditnya di sana sini bagi pembaca saya. Hal ini juga dilakukan Luc. Tahun lalu Gus sudah membicarakan Luk 9:28-36 dan menjelaskan bahwa Luc bermaksud menonjolkan siapakah Yesus yang sudah jadi buah bibir orang banyak itu. Di situ Luc lebih banyak menambah teks Mark daripada saya. Menurut Gus, peristiwa itu bahkan ditampilkan Luc sebagai dasar kisah perjalanan Yesus ke Yerusalem. Memang dalam versi Luc, kedua tokoh besar Musa dan Elia disebutkan sedang berbicara dengan Yesus mengenai "tujuan perjalanan"-nya, yakni ke Yerusalem. Luc dan Gus sudah kerap mengupas perkara itu. Saya sendiri lebih bermaksud menyoroti para murid dan diri kami sendiri.
Mata batin orang yang semakin mengenal Yesus tentu menangkap yang tak kasat mata. Lama saya kaji perkara ini. Sering saya berkonsultasi dengan beberapa pakar spiritualitas karena saya ingin mengerti pertumbuhan hidup rohani. Oleh karena itu saya anggap penting mengambil alih keterangan Mark "enam hari kemudian" pada awal kisahnya. Catatan ini merangkaikan peristiwa di gunung itu dengan yang dikisahkan sebelumnya, yakni pemberitahuan pertama tentang penderitaan Yesus dan syarat-syarat mengikutinya (Mat 16:21-28). Mengenai peristiwa itu Luc bilang "kira-kira delapan hari sesudah [Yesus] menyampaikan semua pengajaran itu" (Luk 9:28). Jangan bingung dengan perbedaan dua hari ini. Mark dan saya menunjuk pada tenggang waktunya, sedangkan Luc menghitung juga awal dan akhirnya. Contohnya, jarak waktu antara dua hari Minggu bisa dikatakan sepekan - enam hari - bila dihitung mulai dari Senin sampai Sabtu. Tapi kalau hari-hari Minggu-nya ikut dihitung, ya kedapatan delapan hari.
Penampakan kemuliaan Yesus terjadi sesudah selang waktu yang cukup bagi ketiga murid tadi untuk memikirkan dua hal ini, yaitu (i) pemberitahuan sengsara, kematian dan kebangkitan Yesus (Mat 16:21) dan (ii) kata-kata Yesus mengenai pengorbanan di dalam mengikutinya (Mat 16:24-28, yakni menyangkal diri, memikul salib, berani berkorban demi dia, dst.). Tentu para murid selama itu bertanya-tanya dalam hati, sepadankah pengorbanan dalam mengikuti guru yang toh sudah tahu bakal menderita dan meninggal seperti diungkapkan sendiri itu? Dan apa untungnya lebih besar daripada ruginya? Memang kami memakai perhitungan dalam urusan seperti ini, bukan nekad-nekadan saja. Dalam hal ini saya tidak akan begitu saja mengiakan gagasan bahwa iman itu bagaikan "melompat ke dalam kegelapan". Memang ungkapan itu menunjuk pada komitmen orang yang beriman, namun iman tidak mulai di situ. Iman tidak mulai sebagai bonek - bocah nekad. Kepasrahan iman itu buah, bukan titik tolak. Iman tumbuh dari kesadaran mengenai siapa dia yang patut menerima komitmen yang makin besar dan demi maksud apa. Coba simak bacaan mengenai Abraham yang kalian dengar hari ini juga (Kej 12:1-4a). Perintah Tuhan untuk pindah dari negerinya itu masuk akal bagi Abraham: ia akan menjadi bapak bangsa besar dan menjadi jalan berkat bagi semua orang. Begitulah, komitmen mengikuti Yesus juga butuh dipertanggungjawabkan. Peristiwa penampakan kemuliaan Yesus di gunung itu menolong mereka.
Murid-murid melihat wajah Yesus berubah menjadi "bercahaya sebagai matahari". Ungkapan ini sengaja saya tambahkan guna memperjelas rumusan Mark yang hanya menyebut bahwa Yesus "berubah rupa" (Mrk 9:2). Mark memang suka membiarkan pembacanya membayangkan sendiri. Bercahaya seperti matahari berarti tidak bisa ditatap begitu saja, menyilaukan. Di kaki gunung Sinai dulu umat Perjanjian Lama melihat kulit wajah Musa bercahaya dan karenanya takut mendekat. Waktu itu Musa, yang baru saja berbicara dengan Tuhan, turun membawa loh perintah Tuhan (Kel 34:29dst.). Persentuhan dengan sabda Tuhan membuat wajah Musa bercahaya. Kali ini Yesus tampil sebagai Musa yang baru, yang membawakan sabda Tuhan di dalam dirinya, di dalam kehidupannya.
Ingin saya lanjutkan dengan hal yang tak saya tuliskan tapi bisa kalian pikirkan lebih lanjut. Yesus yang kalian ikuti itu amat dekat dengan keilahian sendiri sehingga menjadi berpendar-pendar menyilaukan. Kalian boleh jadi belum pernah mengalaminya. Dan syukur demikian. Tak usah terpaku pada hal-hal spektakuler seperti itu. Hidup yang dengan apa adanya kalian usahakan sebagai jalan mengikuti Yesus itu akan cukup membuat kalian makin melihat wajahnya yang sesungguhnya tanpa merasa silau. Dengan demikian cara hidup kalian juga tidak akan menyilaukan orang sekitar kalian. Menerangi memang jatidiri kalian - ingat Mat 5:13-16 - tapi tak usah bikin silau! Tetapi kalian boleh pegang dalam hati bahwa yang kalian ikuti itu memang "menyilaukan", tetapi jangan kalian pantulkan dia begitu saja. Justru tugas yang luhur bagi murid ialah membawakan yang ilahi dalam ujud yang amat manusiawi dan sehari-hari. Ini kerohanian yang dulu saya usahakan bertumbuh di dalam komunitas saya yang hidup di masyarakat yang memiliki keyakinan hidup berbeda-beda. Nilai kemanusiaan-lah yang bisa kami pakai sebagai dasar saling mengerti. Bagaimana dengan keadaan kalian?
Yesus sendiri sebetulnya juga begitu. Ia tidak setiap saat memantulkan cahaya keilahian. Kita tak akan tahan. Ia menghadirkan keilahian dengan cara yang bisa dimengerti, dengan melayani kebutuhan orang-orang yang datang kepadanya, mencerahkan budi mereka, menyembukan, dengan bersimpati dengan orang lemah yang menanggung beban hidup. Ia yang sebetulnya menyilaukan itu bisa didekati tanpa membuat orang langsung merasa terancam. Dan dia itulah yang kalian ikuti. Kalian boleh memperkenalkan dia dengan cara seperti dia sendiri membawakan keilahian. Dan tak usah takut karena Yang Ilahi sendiri akan bertindak. Dia sendiri sudah berfirman agar orang mendengarkan Yesus ("Dengarkanlah dia!"), karena ia amat dekat dengan-Nya ("anak-Ku yang terkasih") dan diberi kuasa bertindak atas namanya ("kepadanya Aku berkenan").
Gus tentu akan mengingatkan kalian bahwa ungkapan "kepadanya Aku berkenan" dalam ayat 5 itu tidak ada pada sumber saya, yakni teks Mark. Oleh karena itu Luc juga tidak menyebutnya. Rumusan itu saya tambahkan agar pembaca tertolong melihat kesamaan dengan peristiwa pembaptisan dan turunnya Roh ke atas diri Yesus. Di situ ungkapan tadi ada dan kami teruskan apa adanya (Mat 3:17; Mrk 1:11; Luk 3:22). Tapi saya juga yakin benar bahwa para murid juga menangkap hubungan antara kedua peristiwa itu. Dan kalian akan banyak belajar tentang siapa Yesus itu bila melihat kedua peristiwa itu bersama-sama. Kuncinya ada pada Roh! Roh-lah yang membuat Yesus dapat bertindak atas nama Yang Ilahi. Kalian ingat, di padang gurun Roh itu tetap mendampinginya. Dan kemudian ia mengirim Roh yang sama itu kepada semua muridnya, termasuk kita-kita ini.
Ketika berjalan turun, ketiga murid itu dipesan Yesus agar tidak bercerita kepada siapapun sebelum kebangkitan terjadi. Pesan seperti ini maksudnya agar murid sempat memperoleh pengalaman batin mengenai kebangkitan, mengenai keilahian Yesus yang mengatasi kematian itu. Bila pengalaman batin ini belum ada maka cerita mereka yang hebat-hebat nanti mudah gembos tanpa arti. Tapi bukan maksud saya mengatakan kalian musti punya pengalaman batin dulu sebelum berbicara mengenai kebesaran Yesus. Ini tidak diharapkan dari kalian. Bagi generasi saya saja keadaannya sudah lain. Kami kan hidup sesudah Yesus bangkit dan kebangkitan itu justru dasar kehidupan rohani kami. Begitu juga bagi kalian. Maka kita sepatutnya berterima kasih kepada Petrus, Yakobus, dan Yohanes yang menyimpan pengalaman hebat itu dalam hati ....bagi kita semua!
Teriring salam,
Matt