| Home | Bacaan Harian | Support Renungan Pagi | Renungan Minggu Ini | Kisah Para Kudus | Katekese Iman Katolik | Privacy Policy |

CARI RENUNGAN

>

Rabu, 26 Oktober 2011 Hari Biasa Pekan XXX

Rabu, 26 Oktober 2011
Hari Biasa Pekan XXX

“Selama manusia berziarah dalam daging, ia paling sedikit tidak dapat hidup tanpa dosa ringan” (St. Agustinus)


Antifon Pembuka

Allah yang menyelami hati sanubari manusia mengetahui maksud Roh Kudus. Sebab Roh Kudus berdoa untuk umat Allah, sesuai dengan kehendak Allah sendiri.

Doa Pagi


Syukur dan terima kasih ya Tuhan, atas keberadaan kami. Engkau sungguh menyelami lubuk hati dan memberikan segala sesuatu yang terbaik bagi kami. Buatlah kami untuk semakin mampu bekerja sama dengan rahmat-Mu yang tersedia bagi kami. Amin.

Roh Allah bersemayam di dalam hati nurani setiap manusia. Dalam setiap tindakannya, manusia selalu diarahkan oleh suara hatinya. Suara hatinya selalu membisikkan untuk melakukan perbuatan yang baik dan benar. Bahkan, Roh itu membantu bila manusia tidak mampu berdoa. Tidak heran bila Allah mengetahui kebutuhan tiap manusia sebelum ia mengatakannya.


Bacaan dari Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di Roma (8:26-30)

"Bagi mereka yang mengasihi Tuhan, segala sesuatu mendatangkan kebaikan."

Saudara-saudara, Roh membantu kita dalam kelemahan kita. Sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa. Tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan. Dan Allah yang menyelami hati nurani, mengetahui maksud Roh itu, yaitu bahwa Ia, sesuai dengan kehendak Allah, berdoa untuk orang-orang kudus. Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. Sebab semua orang yang dipilih Allah sejak semula, mereka itu juga ditentukan sejak semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Anak-Nya itu menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan mereka yang ditentukan Allah dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya. Dan yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.

Mazmur Tanggapan
Ref. Aku percaya akan kasih setia-Mu, ya Tuhan.
Ayat. (Mzm 13:4-5.6)

1. Pandanglah kiranya, jawablah aku, ya Tuhan, Allahku! Buatlah mataku bercahaya, supaya jangan aku tertidur dan mati, supaya musuhku jangan berkata, “Aku telah mengalahkan dia”, dan lawan-lawanku bersorak-sorak, apabila aku goyah.
2. Tetapi aku, kepada kasih setia-Mu aku percaya, hatiku bersorak-sorak karena penyelamatan-Mu. Aku mau menyanyi untuk Tuhan karena Ia telah berbuat baik kepadaku.

Bait Pengantar Injil
Ref. Alleluya
Ayat. Allah telah memanggil kita untuk memperoleh kemuliaan Tuhan kita Yesus Kristus.

Allah mengundang setiap orang kepada keselamatan-Nya. Namun, Allah juga tidak mau memaksakan kehendak-Nya. Tiap orang bebas untuk menanggapi atau menolak undangan Allah ini. Konsekuensinya, orang yang menanggapi undangan Allah akan selamat, sedangkan yang menolak akan menderita. Keselamatan Allah memerlukan kerja sama dari pihak manusia.


Inilah Injil Yesus Kristus menurut Lukas (13:22-30)

"Mereka datang dari timur dan barat, dan akan duduk makan di dalam Kerajaan Allah."

Dalam perjalanan-Nya ke Yerusalem Yesus berkeliling dari kota ke kota dan dari desa ke desa sambil mengajar. Maka bertanyalah orang kepada-Nya, “Tuhan, sedikit sajakah orang yang diselamatkan?” Jawab Yesus kepada orang-orang di situ, “Berusahalah masuk melalui pintu yang sempit itu! Sebab Aku berkata kepadamu, ‘banyak orang akan berusaha untuk masuk, tetapi tidak akan dapat. Jika tuan rumah telah bangkit dan menutup pintu, kalian akan berdiri di luar dan mengetok-ngetok pintu sambil berkata, ‘Tuan, bukakan pintu bagi kami’. Tetapi dia akan berkata, ‘Aku tidak tahu dari mana kalian datang’. Maka kalian akan berkata, ‘Kami telah makan dan minum di hadapan-Mu, dan Engkau telah mengajar di jalan-jalan kota kami’. Tetapi ia akan berkata, ‘Aku tidak tahu dari mana kalian datang. Enyahlah dari hadapanku, hai kalian semua yang melakukan kejahatan!’ Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi, apabila kalian melihat Abraham dan Ishak dan Yakub dan semua nabi ada di dalam Kerajaan Allah, tetapi kalian sendiri dicampakkan ke luar. Dan orang akan datang dari timur dan barat, dari utara dan selatan, dan mereka akan duduk makan di dalam Kerajaan Allah. Ingatlah, ada orang terakhir yang akan menjadi terdahulu, dan orang terdahulu yang akan menjadi yang terakhir.”
Inilah Injil Tuhan kita!
U. Sabda-Mu sungguh mengagumkan!

Renungan


Yang terpenting itu bukan soal lamanya menjadi Kristen, tetapi mutu kehidupan. Orang harus berjuang melalui pintu yang sempit untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah. Mereka yang menyangka dirinya adalah orang-orang pertama akan menemukan dirinya ditempatkan pada posisi terakhir. Sekali lagi, di sini ditekankan kembali soal pentingnya pertobatan dan hidup sesuai dengan Injil keselamatan Allah. Keselamatan dan hukuman tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

Doa Malam


Tuhan Yesus, Engkau bersabda, “Berusahalah masuk melalui pintu yang sempit.” Berkatilah usaha kami untuk tidak mencari kesenangan sendiri tetapi mencari kehendak-Mu dalam hidup kami, itulah jalan sempit menuju kerajaan-Mu. Amin.


RUAH

Selasa, 25 Oktober 2011 Hari Biasa Pekan XXX

Selasa, 25 Oktober 2011
Hari Biasa Pekan XXX

"Solidaritas adalah keutamaan Kristen yang unggul" (Katekismus Gereja Katolik, 1948)

Antifon Pembuka

Orang yang melangkah menangis sambil menaburkan benih, akan pulang dengan sorak-sorai membawa berkas-berkas panenannya.

Doa Pagi

Bapa, setiap hari bahkan setiap saat Engkau memberikan pengajaran kepada kami. Teguhkanlah hati kami untuk menerima dan mengamini agar segala peristiwa hari ini agar hidup kami menjadi lebih bermakna. Tuntunlah langkah kami dalam perkataan, pikiran, dan perbuatan kami. Dengan pengantaraan Kristus, Tuhan kami. Amin.

Orang beriman hidup dalam pengharapan. Ia selalu optimis menatap masa depan yang cerah. Rasa pesimis dan ragu-ragu sebagai wujud iman yang lemah telah ditinggalkannya. Iman yang tangguh menjadikan dirinya mampu menghayati hidupnya sebagai anugerah Tuhan yang harus dipertanggungjawabkannya. Karena iman tanpa perbuatan pada hakikatnya adalah mati.

Bacaan dari Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di Roma (8:18-25)

"Seluruh makhluk dengan rindu menantikan saat anak-anak Allah dinyatakan."

Saudara-saudara, aku yakin penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita. Sebab dengan amat rindu seluruh makhluk menantikan saat anak-anak Allah dinyatakan. Karena seluruh makhluk telah ditaklukkan kepada kesia-siaan, bukan karena kehendaknya sendiri, melainkan oleh kehendak Dia yang telah menaklukkannya; tetapi penaklukan ini dalam pengharapan, sebab makhluk itu sendiri juga akan dimerdekakan dari perbudakan kebinasaan, dan masuk dalam kemerdekaan mulia anak-anak Allah. Kita tahu, sampai sekarang ini seluruh makhluk mengeluh dan merasa sakit bersalin; dan bukan hanya makhluk-makhluk itu saja! Kita yang telah menerima Roh Kudus sebagai kurnia sulung dari Allah, kita pun mengeluh dalam hati sambil menantikan pengangkatan sebagai anak, yaitu pembebasan tubuh kita. Sebab kita diselamatkan dalam pengharapan. Tetapi pengharapan yang dilihat, bukan lagi pengharapan. Sebab bagaimana orang masih mengharapkan apa yang sudah dilihatnya? Tetapi kalau kita mengharapkan apa yang tidak kita lihat, maka kita akan menantikannya dengan tekun.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.

Mazmur Tanggapan, do = a, 2/4, PS 830
Ref. Aku wartakan karya agung-Mu, Tuhan, karya agung-Mu karya keselamatan.
Ayat. (Mzm 126:1-2ab.2cd-3.4-5.6; Ul: lh. 3)

1. Ketika Tuhan memulihkan keadaan Sion, kita seperti orang-orang yang bermimpi. Pada waktu itu mulut kita penuh dengan tawa-ria, dan lidah kita dengan sorak-sorai.
2. Pada waktu itu berkatalah orang di antara bangsa-bangsa, "Tuhan telah melakukan perkara besar kepada orang-orang ini!" Tuhan telah melakukan perkara besar kepada kita, maka kita bersukacita.
3. Pulihkanlah keadaan kami, ya Tuhan, seperti memulihkan batang air kering di Tanah Negeb! Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai.
4. Orang yang berjalan maju dengan menangis sambil menabur benih, pasti pulang dengan sorak-sorai sambil membawa berkas-berkasnya.

Bait Pengantar Injil, do = g, 2/4, PS 963
Ref. Alleluya, alleluya. Alleluya, alleluya.
Sesudah ayat, Alleluya dilagukan dua kali.

Ayat. Terpujilah Engkau, Bapa, Tuhan langit dan bumi, sebab misteri Kerajaan Kaunyatakan kepada orang kecil.

Orang mudah mengabaikan sesuatu yang kecil dan sedikit. Namun, ALlah memakai yang kecil dan sedikit untuk menunjukkan karya keselamatan-Nya. Biji sesawi dan ragi itu kecil dan sedikit namun sangat berarti dalam hidup manusia. Semua orang beriman hendaknya menjadi biji sesawi dan ragi dalam hidup bersama. Ia menghadirkan Kerajaan Allah di tengah dunia.

Inilah Injil Yesus Kristus menurut Lukas (13:18-21)

"Biji itu tumbuh dan menjadi pohon."

Ketika mengajar di salah satu rumah ibadat, Yesus bersabda, "Kerajaan Allah itu seumpama apa? Dengan apakah Aku akan mengumpamakannya? Kerajaan Allah itu seumpama biji sesawi, yang diambil dan ditaburkan orang di kebunnya. Biji itu tumbuh dan menjadi pohon, dan burung-burung di udara bersarang di ranting-rantingnya." Dan Yesus berkata lagi, "Dengan apakah Aku akan mengumpamakan Kerajaan Allah? Kerajaan Allah itu seumpama ragi, yang diambil seorang wanita dan diaduk-aduk ke dalam tepung terigu tiga sukat sampai seluruhnya beragi."
Inilah Injil Tuhan kita!
U. Sabda-Mu sungguh mengagumkan!

Renungan


Perumpamaan hari ini melukiskan datangnya Kerajaan Allah, datangnya pemerintahan Allah yang menyelamatkan dalam diri Yesus. Memang pelan tapi pasti. Karya Allah ini akan digenapi secara luar biasa pada akhirnya, walaupun pada awalnya kelihatan kecil dan sederhana.

Doa Malam

Yesus, dampingilah kami dalam melaksanakan hal-hal kecil agar kesetiaan kami terus bertumbuh dalam hal-hal yang kecil itu. Semoga hidup kami menjadi saluran rahmat bagi diri sendiri dan sesama, bagaikan ragi yang diaduk-aduk dalam tepung sehingga seluruhnya beragi. Amin.

RUAH

Senin, 24 Oktober 2011 Hari Biasa Pekan XXX

Senin, 24 Oktober 2011
Hari Biasa Pekan XXX

“Tanpa Allah kita tidak dapat berbuat apa-apa” (St. Agustinus)

Antifon Pembuka

Roh Allah memberi kesaksian kepada roh kita, bahwa kita ini anak-anak Allah. Kalau anak, berarti juga ahli waris, yakni ahli waris Allah bersama Kristus.

Doa Renungan


Pimpinlah aku ya Allah agar hari ini aku hidup sebagai anak-anak-Mu yang berbuat baik dan bertutur kata yang baik. Dengan demikian hidupku menghasilkan buah-buah yang baik dan dapat dinikmati oleh siapa saja yang aku jumpai hari ini. Amin.

Bacaan dari Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di Roma (8:12-17)

"Kalian telah menerima Roh yang menjadikan kalian anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru, "Abba, ya Bapa".

Saudara-saudara, kita ini orang berutang, tetapi bukan kepada daging, supaya hidup menurut daging. Sebab jika kalian hidup menurut daging, kalian akan mati. Tetapi jika oleh Roh kalian mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, maka kalian akan hidup. Semua orang yang dipimpin oleh Roh Allah, adalah anak Allah. Sebab kalian menerima bukan roh perbudakan yang membuat kalian menjadi takut lagi, melainkan Roh yang menjadikan kalian anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru, ‘Abba, ya Bapa’. Roh itu memberi kesaksian bersama-sama roh kita bahwa kita ini anak Allah. Dan kalau kita ini anak, berarti juga ahliwaris, yakni ahliwaris Allah, sama seperti Kristus. Artinya jika kita menderita bersama dengan Dia, kita juga akan dipermuliakan bersama dengan Dia.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.

Mazmur Tanggapan
Ref. Allah kita adalah Allah yang menyelamatkan.
Ayat. (Mzm 68:2.4.6-7ab.20-21)

1. Allah bangkit, maka terseraklah musuh-musuh-Nya, orang-orang yang membenci Dia melarikan diri dari hadapan-Nya. Tetapi orang-orang benar bersukacita, mereka beria-ria di hadapan Allah, bergembira dan bersukacita.
2. Bapa bagi anak yatim dan pelindung bagi para janda, itulah Allah di kediaman-Nya yang kudus; Allah memberi tempat tinggal kepada orang-orang sebatang kara, Ia mengeluarkan orang-orang tahanan, sehingga mereka bahagia.
3. Terpujilah Tuhan! Hari demi hari Ia menanggung beban kita; Allah adalah keselamatan kita. Allah kita adalah Allah yang menyelamatkan, Allah, Tuhanku, memberi keluputan dari maut.

Bait Pengantar Injil
Ref. Alleluya
Ayat. Sabda-Mu, ya Tuhan, adalah kebenaran; kuduskanlah kami dalam kebenaran.

Inilah Injil Yesus Kristus menurut Lukas (13:10-17)

"Bukankah wanita keturunan Abraham ini harus dilepaskan dari ikatannya sekalipun pada hari sabat?"

Pada suatu hari Sabat Yesus mengajar dalam salah satu rumah ibadat. Di situ ada seorang wanita yang telah delapan belas tahun dirasuk roh. Ia sakit sampai bungkuk punggungnya dan tidak dapat berdiri lagi dengan tegak. Ketika Yesus melihat wanita itu dipanggil-Nyalah dia. Lalu Yesus berkata, “Hai Ibu, penyakitmu telah sembuh.” Kemudian wanita itu ditumpangi-Nya tangan, dan seketika itu juga ia berdiri tegak dan memuliakan Allah. Tetapi kepala rumah ibadat itu gusar karena Yesus menyembuhkan orang pada hari Sabat. Lalu ia berkata kepada orang banyak, “Ada enam hari untuk bekerja. Karena itu datanglah pada salah satu hari itu untuk disembuhkan dan jangan pada hari Sabat.” Tetapi Tuhan menjawab dia, kata-Nya, “Hai orang-orang munafik, bukankah kalian semua melepaskan lembu dan keledaimu pada hari Sabat dan membawanya ke tempat minum? Nah, wanita ini sudah delapan belas tahun diikat oleh Iblis. Bukankah dia harus dilepaskan dari ikatannya itu karena dia keturunan Abraham?” Waktu Yesus berbicara demikian, semua lawan-Nya merasa malu, sedangkan orang banyak bersukacita karena segala perkara mulia yang telah dilakukan-Nya.
Demikianlah Injil Tuhan
U. Terpujilah Kristus.

Renungan


Penyembuhan perempuan yang sudah delapan belas tahun menderita pada hari Sabat menjadi isu besar dalam pertikaian Yesus dengan orang Farisi. Bagi orang Farisi, hari Sabat telah ditetapkan sebagai hari untuk istirahat. Orang tidak diperbolehkan melakukan pekerjaan apa pun. Sikap legalistis ini dikecam oleh Yesus. Manusia hidup bukan untuk peraturan, tetapi peraturan untuk manusia. Kita pun kadang terjebak dalam sikap dan pola hidup yang sama. Kita sibuk dengan peraturan-peraturan yang tidak substantif dan memaksakan itu kepada orang lain. Dengan sikap legalistis ini, kita justru menghambat serta menghalangi karya kasih dan belas kasihan Allah.

Dalam pertikaian itu, Yesus menunjukkan kepada mereka bahwa karya belas kasihan Allah tidak bisa dibatasi oleh peraturan-peraturan agama. Allah tidak pernah beristirahat melakukan pekerjaan belas kasihan dan penyembuhan kepada semua orang. Hal ini menunjukkan kasih dan perhatian Allah terhadap umat kesayangan-Nya. Siapakah manusia yang bisa menghalangi kasih Allah yang diberikan kepada orang yang sangat membutuhkannya setiap saat? Hendaknya kasih di atas segala-galanya dalam hidup kita.

Tuhan Allahku, Engkau tidak pernah lelah menunjukkan kasih setia dan perhatian-Mu kepadaku. Berikanlah aku kesadaran akan luas dan dalamnya kasih-Mu. Amin.

Ziarah Batin 2011, Renungan dan Catatan Harian

Bacaan Harian 24 - 30 Oktober 2011


Senin, 24 Oktober 2011: Hari Biasa Pekan XXX (H)
Rm. 8:12-17; Mzm. 68:2,6-7ab,20-21; Luk. 13:10-17

Belas kasih merupakan sikap hati yang gelisah melihat segala sesuatu tidak teratur. Ia ingin cepat membereskan hal itu sehingga tercapailah keteraturan hidup bersama. Yesus tergerak oleh belas kasihan melihat orang sakit. Rasa belas kasih mengalahkan peraturan hari Sabat. Keselamatan jiwa lebih mendesak daripada hanya menaati hukum dan peraturan.

Selasa, 25 Oktober 2011: Hari Biasa Pekan XXX (H)
Rm. 8:18-25; Mzm. 126:1-2ab,2cd-3,4-5,6; Luk. 13:18-21

Orang beriman diberi kemampuan untuk melihat dalam gelap. Melihat kemuliaan di balik penderitaan dan kesengsaraan. Oleh karena itu, orang beriman bisa tetap optimis hidupnya dalam situasi dan kondisi apa pun.

Rabu, 26 Oktober 2011: Hari Biasa Pekan XXX (H)
Rm. 8:26-30; Mzm. 13:4-5,6; Luk. 13:22-30.

Jalan menuju Kerajaan Allah itu sesak; sementara begitu banyak jalan lebar dan pintas yang tampak menawarkan yang indah-indah. Semua itu memang dihadirkan di hadapan kita untuk menguji kesetiaan dan ketekunan kita. Mampukah kita menghadapi tantangan itu unuk tetap berjalan menuju Kerajaan Allah?

Kamis, 27 Oktober 2011: Hari Biasa Pekan XXX (H)
Rm. 8:31b-39; Mzm. 109:21-22,26-27,30-31; Luk. 13:31-35

Yesus mempunyai tugas perutusan dan rencana yang harus dilaksanakan sampai tuntas. Hambatan dan tantangan apa pun tidak boleh menggagalkan rencana tersebut. Maka, sikap Yesus sangat jelas: entah apa pun akibatnya, kehendak Bapa harus terjadi.

Jumat, 28 Oktober 2011: Pesta St. Simon dan Yudas, Rasul (M)
Ef 2:19-22; Mzm. 19:2-3.4-5; Luk. 6:12-19

Sebagai pengikut Yesus, kita mungkin berusaha mengikuti ajaran-ajaran-Nya. Tetapi sanggupkah kita juga menjadi ‘rasul’ yang siap diutus mewartakan ajaran-Nya itu di manapun kita berada. Yesus bukan saja mau menyelamatkan diri kita sendiri-sendiri, tetapi Ia juga mau menyelamatkan semua yang lain. Untuk itu Ia membutuhkan kita sebagai pewarta kerajaan-Nya, menjadi penjala manusia.

Sabtu, 29 Oktober 2011: Hari Biasa Pekan XXX (H)
Rm. 11:1-2a,11-12,25-29; Mzm. 93:12-13a,14-15.17-18; Luk. 14:1,7-11

Seperti umumnya manusia, kita cenderung bertindak mencari pujian, mengutamakan diri, dan sombong akan kemampuan diri. Yesus hari ini mengajarkan untuk rendah hati. Rendah hati artinya rela dan siap sedia mengutamakan kepentingan orang lain, mendahulukan orang lain dan tidak selalu berpusat pada diri sendiri. Dengan sikap itulah kita ditinggikan oleh-Nya.

Minggu, 30 Oktober 2011: Hari Minggu Biasa XXXI (H)
Mal. 1:14b - 2:2b,8-10; Mzm. 131:1,2,3; 1Tes.2:7b-9,13; Mat. 23:1-12

Renungkan hal sederhana ini: Apakah tingkah dan tindakanku sudah sejalan dengan imanku? Kalau jawabannya ’ya’, berbahagialah karena Kerajaan Surga dekat denganku. Tetapi kalau ’tidak’, masih ada ’biaya yang harus aku keluarkan’ untuk sampai pada Kerajaan itu. Renungkanlah, berapa dan apa biayanya!

Minggu, 23 Oktober 2011 Hari Minggu Biasa XXX - Hari Minggu Evangelisasi

Minggu, 23 Oktober 2011
Hari Minggu Biasa XXX - Hari Minggu Evangelisasi

"Lebih baik tinggal diam namun berkarya nyata daripada lantang berbicara tetapi hampa" (St Ignatius dari Antiokhia)


Antifon Pembuka (Mzm 104:3-4)

Bergembiralah kamu semua yang mencari Tuhan! Selamilah Tuhan dan kuasa-Nya, carilah selalu wajah-Nya!

Pengantar


Bulan Oktober dengan perayaan Hari Minggu Evangelisasi, memberi kesempatan kepada keuskupan-keuskupan, paroki-paroki, tarekat-tarekat hidup bakti, serikat-serikat gerejani dan kepada seluruh umat untuk membarui komitmen mereka terhadap pewartaan Injil dan kegiatan pastoral dengan semangat misioner yang lebih besar.

Peristiwa tahunan ini mengajak kita untuk menghayati liturgi, katekese, karya sosio-karitatif-kultural secara lebih intensif yang semuanya merupakan ajakan Tuhan Yesus agar kita berhimpun pada meja Sabda-Nya dan Ekaristi, sebab Ia menghendaki kita merasakan kehadiran-Nya, bimbingan-Nya, supaya kita semakin bersatu dengan Dia sebagai Guru dan Tuhan. (Pesan Paus Benediktus XVI pada hari Minggu Evangelisasi 2010)

Doa Renungan


Allah Bapa yang kekal dan kuasa, semoga iman kami semakin mendalam, harapan kami semakin mantap dan cinta kasih kami semakin meluas. Semoga kami semakin menyukai perintah-perintah-Mu, sehingga layak menerima janji-Mu. Dengan pengantaraan Yesus Kristus, Putra-Mu, Tuhan kami, yang hidup dan berkuasa bersama dengan Dikau dalam persatuan Roh Kudus hidup dan berkuasa, Allah, sepanjang segala masa. Amin.

Bacaan dari Kitab Keluaran (22:21-27)

"Jika kamu menindas seorang janda atau anak yatim, maka murka-Ku akan bangkit, dan Aku akan membunuh kamu."


Beginilah firman Tuhan, "Janganlah orang asing kautindas atau kautekan, sebab kamu pun pernah menjadi orang asing di tanah Mesir. Seorang janda atau anak yatim janganlah kamu tindas. Jika engkau sampai menindas mereka ini, pasti Aku akan mendengarkan seruan mereka. Jika mereka berseru-seru kepada-Ku dengan nyaring. Maka murka-Ku akan bangkit, dan Aku akan membunuh kamu dengan pedang, sehingga istrimu menjadi janda dan anak-anakmu menjadi yatim. Jika engkau meminjamkan uang kepada salah seorang dari umat-Ku, yakni orang yang miskin di antaramu, janganlah engkau berlaku sebagai seorang penagih utang terhadap dia; dan janganlah kamu bebankan bunga uang kepadanya. Jika engkau sampai mengambil jubah temanmu sebagai gadai, maka haruslah engkau mengembalikannya sebelum matahari terbenam, sebab hanya itu sajalah penutup tubuhnya, hanya itulah pembalut kulitnya; jika tidak, pakai apakah ia pergi tidur? Maka, apabila ia berseru-seru kepada-Ku, Aku akan mendengarkannya sebab Aku ini pengasih."
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.

Mazmur Tanggapan, do = bes, 4/4, PS 839
Ref. Aku mengasihi Tuhan, Dia sumber kekuatan. Hidupku 'kan menjadi aman dalam lindungan-Nya
Ayat. (Mzm 18:2-3a.3bc.47.51ab; Ul: 2)

1. Aku mengasihi Engkau, ya Tuhan, kekuatanku; ya Tuhan, bukit batuku, kubu pertahanan dan penyelamatku.
2. Allahku, gunung batuku, tempat aku berlindung, perisaiku, tanduk keselamatanku, kota bentengku! Terpujilah Tuhan, seruku; maka aku pun selamat dari para musuhku.
3. Tuhan itu hidup! Terpujilah Gunung Batuku, Tuhan mengaruniakan keselamatan yang besar kepada raja yang diangkat-Nya, Ia menunjukkan kasih setia kepada orang yang diurapi-Nya.

Bacaan dari Surat Pertama Rasul Paulus kepada umat di Tesalonika (1Tes 1:5c-10)

"Kamu berbalik dari berhala-berhala kepada Allah untuk mengabdi kepada Allah dan menantikan kedatangan Anak-Nya."

Saudara-saudara, kamu tahu bagaimana kami bekerja di antara kamu demi kepentinganmu. Dan kamu telah menjadi penurut kami dan penurut Tuhan; dalam penindasan yang berat kamu telah menerima firman Tuhan dengan sukacita yang dikerjakan oleh Roh Kudus, sehingga kamu telah menjadi teladan untuk semua orang yang percaya di wilayah Makedonia dan Akhaya. Karena dari antara kamu firman Tuhan bergema bukan hanya di Makedonia dan Akhaya. Di mana-mana telah tersiar kabar tentng imanmu kepada Allah, sehingga kami tidak usah berbicara lagi tentang hal itu. Sebab mereka sendiri bercerita tentang kami, bagaimana kami kamu sambut dan bagaimana kamu berbalik dari berhala-berhala kepada Allah untuk mengabdi kepada Allah yang hidup dan benar, serta untuk menantikan kedatangan Anak-Nya dari surga, yang telah dibangkitkan-Nya dari antara orang mati, yaitu Yesus, yang menyelamatkan kita dari murka yang akan datang.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.

Bait Pengantar Injil, do = g, 4/4, PS 962
Ref. Alleluya, alleluya, alleluya, alleluya
Ayat. (Yoh 14:23)
Jika seorang mengasihi Aku, ia akan mentaati sabda-Ku. Bapa-Ku akan mengasihi dia, dan Kami akan datang kepadanya.

Inilah Injil Yesus Kristus menurut Matius (22:34-40)

"Kasihilah Tuhan Allahmu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri."


Ketika orang-orang Farisi mendengar bahwa Yesus telah membungkam orang-orang Saduki, berkumpullah mereka. Seorang dari mereka, seorang ahli Taurat, bertanya untuk mencobai Dia, "Guru, hukum manakah yang terbesar dalam hukum Taurat?" jawab Yesus kepadanya, "Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang utama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.
Inilah Injil Tuhan kita!
U. Sabda-Mu sungguh mengagumkan!

Renungan


Rekan-rekan yang baik,

Minggu Biasa XXX tahun A ini dirayakan dengan bacaan Injil dari Mat 22:34-40. Di situ Yesus menjawab pertanyaan seorang ahli Taurat yang hendak menjajaki pengetahuan keagamaannya. Ditanyakan kepadanya, manakah perintah yang paling utama dalam Taurat. Jawabnya, perintah yang terutama dan yang pertama ialah (Ul 6:5) "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu." Dan perintah yang kedua ialah (Im 19:18) "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." Ditambahkannya, pada kedua perintah itu bergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi. (Kitab para nabi menurut orang Yahudi meliputi kitab-kitab sejarah dari Hak sampai Raj dan nabi-nabi Yes, Yer, Yeh dan ke-12 nabi lain; Dan tidak termasuk di sini).

TENTANG TAURAT

Pertanyaan kepada Yesus berbunyi "Guru, perintah manakah yang terutama dalam hukum Taurat?" membuat orang berpikir, dari sekian banyak perintah, manakah yang paling pokok. Namun, dalam rumusan aslinya, pertanyaan tadi sebenarnya berbunyi: "Guru, perintah macam apa bisa disebut besar di dalam Taurat?" Jadi yang dipertanyakan bukanlah yang mana, melainkan macamnya, jenisnya, kategorinya... Pertanyaan ini mengarah pada ciri-ciri yang membuat perintah tertentu dapat dikatakan perintah besar. Memang diandaikan perintah-perintah dalam Taurat tidak sama bobotnya. Ahli Taurat itu mau tahu apa Yesus memiliki kemampuan menimbang-nimbang Taurat dan bukan hanya asal kutip sana sini.

Memang dalam kesadaran orang Yahudi yang terpelajar, ada macam-macam bobot. Dan tidak bisa dipukul rata. Yesus sendiri di lain kesempatan juga menunjukkan kepekaan ini. Misalnya hukum Sabat (Mat 12:1-14). Di situ kewajiban menguduskan Sabat dibawahkan kepada kewajiban berkurban dan melaksanakan belas kasihan. Mana prinsip memahami perintah yang satu lebih pokok dari yang lain? Soal ini dijawab Yesus dengan mengutarakan dua perintah yang disebutkannya sebagai tempat bergantung semua hukum Taurat dan kitab para nabi.

Perintah mengasihi Tuhan Allah dengan sepenuh-penuhnya yang dikutipnya dari Ul 6:5 itu termasuk ayat-ayat suci yang wajib didoakan dua kali sehari (pagi dan petang) oleh orang Yahudi yang saleh. Perintah Im 19:8 mengenai mengasihi sesama itu disertakannya sebagai perintah utama yang kedua.

ISI PERINTAH UTAMA DAN MAKNANYA

Semalam saya mengajak tiga sekawan Matt, Luc, dan Mark ngobrol ke sana ke mari tentang perbincangan Yesus dengan pemuka-pemuka Yahudi seperti disampaikan Matt. Berikut ini beberapa potong pembicaraan kami di sela-sela seruputan wedang ndongo dan kue-kue Mon Ami yang dibekalkan pemiliknya ketika mau pulang ke Roma.

GUS: Kalian ini menyampaikan peristiwa yang sama tapi menaruh dalam konteks yang berbeda-beda. Bikin bingung pembaca. Matt, lu bilang kayak di atas tadi. Tapi, ekseget tahu kau memakai bahan dari Mark kan?

MATT [mulai tak tenang, rada segan dengan kaum penafsir]: Versi Ul 6:5 yang dikutip Mark itu memuat empat unsur "segenap hati, jiwa, akal budi dan kekuatanmu". Sebenarnya "segenap akalbudi" yang dipakai Mark itu kan untuk menjelaskan arti "segenap hati". Bagi orang Yahudi seperti kami, hati itu tempat bernalar, bukan tempat perasaan. "Segenap kekuatan" yang ada dalam teks Perjanjian Lama tidak dikutip kembali oleh Mark dan juga tak kutampilkan kembali karena sudah jelas bagi kami. [MARK manggut-manggut] Tapi Luc, ah dia tulis sesuai teks Perjanjian Lama "dengan segenap hati, jiwa, kekuatan", tetapi ia juga masukkan tambahan Mark yang menyebut "dan segenap dan akal budi."

LUC: Kalau pakai sumber Perjanjian Lama mestinya cermat, gitu kan?

MATT: Kau tentang Perjanjian Lama tahumu apa sih! Dalam versimu [Luk 10:25-28] kedua perintah itu kautaruh dalam mulut ahli Taurat yang menanyai Yesus, bukan dalam kata-kata Yesus seperti kami laporkan. Lu aje yang cermatan dikit dulu dong!

MARK [buru-buru menyela sebelum Luc sempat menukas Matt]: Sudah, sudah, yang itu asalnya juga dari tulisanku. Memang Yesus mengutip kedua perintah tadi [Mrk 12:29-31]. Tapi seperti kuceritakan, ahli Taurat tadi kemudian mengulang yang dikatakan Yesus [Mrk 12:32-33]. Ini yang diolah Luc, ya kan? Jadi kalian berdua benar. Jangan berantem kayak anak kecil, malu ah.

LUC: Peristiwa tanya jawab itu kupakai untuk mengantar kisah orang Samaria yang baik hati yang menjelaskan bagaimana orang Samaria yang biasanya dianggap tak masuk hitungan sekalipun toh bisa betul-betul menjadi sesama bagi orang Yahudi yang kena musibah di perjalanan.

MATT: Bagiku, tanya jawab itu menunjukkan bahwa Yesus tak kalah piawai dengan ahli Taurat dalam menafsirkan Perjanjian Lama.

GUS [mulai tertarik]: Gimana?

MATT: Begini, seperti ditulis Mark, ada tambahan dari Yesus bahwa tak ada perintah yang lebih utama dari keduanya tadi. Nah tambahan ini kupertajam dengan mengungkapkannya kembali demikian: "Pada kedua perintah inilah bergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi".

GUS: Jadi, Matt, kau bermaksud menonjolkan pandangan Yesus bahwa kedua perintah memang menjadi dasar dan menjiwai semua hukum Taurat dan kitab para nabi.

MATT [tersenyum puas, dapat angin]: Benar. Bukan maksud Yesus mengabaikan hukum-hukum lain. Justru ia mau menunjukkan makna kumpulan hukum itu. Ini kurang ditekankan Mark, apalagi Luc.

LUC: Tapi Matt , you kan tidak memberi contoh bagaimana mengasihi Tuhan sepenuh-penuhnya dan mengasihi sesama seperti diri sendiri. Orang sekarang lebih mudah menangkap bila diberi cerita. Pendekatan naratif. Itulah sebabnya kutampilkan perumpamaan orang Samaria itu.

MATT: Oke, deh. Cerita orang Samaria yang engkau tampilkan itu menjelaskan perintah kedua. Tapi perintah pertama?

LUC: Belum ngerti? Seluruh kisah Yesus menuju tujuan perjalanannya di Yerusalem (Luk 9:51-19:28) itu penjelasan naratif tentang mengasihi Tuhan dengan sepenuh-penuhnya. Kan nanti pada akhirnya di kayu salib Yesus menyerahkan nyawanya kepada Bapanya yang dikasihinya sepenuh-penuhnya - itu caraku menjelaskan.

MARK: Sudahlah, kita tak perlu menjelaskan sendiri tulisan kita, serahkan saja kepada ekseget.

GUS: Terima kasih, kukira kalian sendiri mau jadi penafsir. Gini, mengenai "kasihilah sesama seperti dirimu sendiri" ada sesuatu yang masih perlu diulas. Kan kalian maksudkan, kasihilah sesama yang punya pengalaman sama seperti dirimu sendiri, begitu kan. Jadi diingatkan bahwa kita ini pada dasarnya mengalami pahit getirnya kehidupan seperti orang lain. Maka ingat nanti kalau sudah lebih beruntung, gitu kan, jangan lupa orang yang sedang ada dalam kesusahan, ya kan? Jadi tafsirnya bukan mengasihi sesama seperti halnya kita mengasihi diri kita sendiri.

MATT [melirik ke Mark yang tampak setuju]: Benar! Itu juga yang kumaksud dalam Mat 19:19 dan 22:39. Paul juga gitu, lihat Rom 13:9, Gal 5:14, juga Opa Jim dalam Yak 2:8.

LUC: Persis. Kalau mau bilang mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri, mestinya diulang kata "mengasihi" itu. Aku ingat kalimat seperti itu dalam tulisan Oom Hans (Yoh 15:12), "Inilah perintahku, yaitu supaya kamu saling mengasihi seperti aku (=Yesus) mengasihi kamu."

GUS [lega mereka bertiga saling setuju]: Kalau bisa kurumuskan kembali, mengasihi Tuhan hendaknya dijalankan dengan kesadaran penuh (= segenap "hati" /"akalbudi") yang keluar dari keyakinan (= segenap "jiwa") dan tekad utuh (= segenap "kekuatan"). Jadi bukan hanya setengah-setengah, mendua, atau ikut-ikutan, tapi dengan pengertian. Lalu mengasihi sesama itu kan karena sesama itu seperti kita-kita ini juga dalam suka duka kehidupan ini. Kalian tak keberatan dengan parafrase ini kan?

BERKEAGAMAAN?


Pembicaraan malam itu kemudian semakin berpusat pada kemampuan Yesus memperlihatkan apa itu inti ajaran Taurat dan para nabi, dari hukum-hukum dan kisah-kisah yang mengajarkan hidup sebagai orang percaya. Saya lontarkan pertanyaan kepada ketiga rekan ini bagaimana penjelasannya kok Yesus bisa melihat sedalam itu dan menyampaikan pemahamannya kepada orang banyak. Jawab mereka satu dan sama: Yesus memenuhi kedua perintah utama tadi. Boleh dikatakan, seluruh hidupnya diserahkan untuk mengasihi Yang Mahakuasa dengan kesadaran penuh dan dengan keyakinan dan tekad yang matang. Dan semuanya ini terungkap dalam kesediaannya ikut merasakan yang dialami orang lain. Ia percaya orang lain itu juga seperti dia sendiri: dikasihi Allah dan oleh karenanya dapat mengasihi-Nya. Inilah dasar dan inti hidup beragama.

Pembicaraan dengan ketiga rekan tadi semakin memperjelas betapa inti hidup beragama itu sebetulnya menomorsatukan Allah dan sesama, bukan aturan-aturan agama belaka yang malah bisa menjauhkan orang dari sesama dan dari Allah sendiri.

Salam hangat,
A. Gianto

Pesan Paus Benediktus XVI untuk Hari Minggu Misi Sedunia ke-85 (2011)

Pada perayaan Tahun Yubelium 2000, yang dipandang sebagai awal millennium baru abad Kekristenan, mendiang (paus) Beato Yohanes Paulus II, menegaskan perlunya pembaharuan komitmen dalam mewartakan Injil kepada semua makhluk dengan “semangat jemaat Kristen perdana” (surat Apostolik, Novo Millenio Ineunte, 58). Pewartaan Injil ini merupakan pelayanan yang sangat berharga yang dapat dipersembahkan oleh Gereja bagi seluruh umat manusia dan bagi semua orang yang mencari makna terdalam bagi hidup dan eksistensinya.

Karena itu, ajakan yang sama didengungkan kembali setiap tahunnya pada Hari Misi Sedunia. Sudah terbukti bahwa pewartaan Injil yang terus menerus tanpa henti semakin meneguhkan gairah hidup dan semangat kerasulan Gereja. Demikian juga Gereja membaharui metode-metode pastoralnya agar selalu cocok terhadap aneka situasi baru – termasuk mereka yang membutuhkan evangelisasi baru dan disemangati oleh tuntutan misionernya. “Karya-karya missioner sungguh dapat memperbaharui Gereja, menghidupkan iman dan jati diri Kristiani serta memberikan semangat yang segar dan daya dorong yang baru. Iman semakin diteguhkan ketika iman ini dibagikan kepada orang lain! Ini merupakan komitmen perutusan universal Gereja dimana penginjilan baru dari jemaat Kristiani akan menemukan inspirasi dan dukungannya” (Yohanes Paulus II, Ensiklik Redemptoris Missio, 2)

Pergi dan Beritakanlah!
Cita-cita ini diperbarui secara terus menerus melalui perayaan liturgi, khususnya melalui perayaan Ekaristi, yang selalu diakhiri dengan mengulangi pernyataan Yesus kepada para murid-Nya “Pergilah….” (Mat 28:19). Liturgi selalu merupakan panggilan “dari dunia” dan sekaligus merupakan suatu perutusan baru “ke dalam dunia” untuk memberi kesaksian terhadap apa yang telah dialami oleh seseorang: yaitu kuasa yang menyelamatkan dari Firman Tuhan, kuasa yang menyelamatkan dari Misteri Paskah Kristus. Semua orang yang telah berjumpa dengan Tuhan yang telah Bangkit merasakan perlunya mewartakan Dia kepada orang lain, sebagaimana dilakukan oleh dua murid dari Emaus. Setelah mengenali Tuhan pada waktu pemecahan roti, mereka langsung pergi keluar dan kembali ke Yerusalem. Disana mereka menemui ke-sebelas murid yang sedang berkumpul dan menceritakan kepada mereka tentang apa yang telah terjadi dalam diri mereka berdua sementara ditengah jalan (Luk 24:33-34). Mendiang Paus Yohanes Paulus II mendesak kita agar selalu “waspada, siap siaga untuk mengenali wajah-Nya dan bergegas kepada saudara-saudari kita dengan kabar baik: “Kami telah melihat Tuhan” (Surat Apostolik, Nuovo Millennio Ineunte, 59).

Bagi Semua Orang

Pada penerima pewartaan Injil adalah semua orang Gereja “pada hakekatnya adalah missioner, karena misi ini berasal dari perutusan sang Putra dan dari perutusan Roh Kudus sesuai dengan perintah Allah Bapa” (Konsili Ekumenis, Vatikan II, Dekrit Ad Gentes, 2). Perutusan ini merupakan “anugerah dan panggilan sejati Gereja, yaitu identitas /jati diri Gereja yang paling dalam. Gereja ada supaya mewartakan Injil ” (Ensiklik Paulus VI, Desakan Apostolik Evangelii Nuntiandi, 14). Karena itu konsekuensinya, Gereja tidak boleh berkutat dengan dirinya sendiri. Melainkan dia harus merambatkan akarnya ke daerah-daerah tertentu agar dapat berkembang melampaui batas-batas territorial tersebut. Perutusan Gereja, demi ketaatan pada perintah Kristus dan dorongan rahmat dan kasih-Nya, benar-benar menjadi hadiah bagi semua orang untuk membawa mereka kepada iman akan Kristus (bdk. Ad Gentes, 5).

Tugas perutusan ini tidak akan pernah kehilangan urgensinya. Justru sebaliknya, “tugas perutusan Kristus Sang Penebus, yang dipercayakan kepada Gereja, masih sangat jauh dari penyelesaian... suatu pandangan menyeluruh atas umat manusia memperlihatkan bahwa tugas perutusan ini masih saja di tahap awal dan bahwa kita sendiri dengan sepenuh hati untuk melakukan tugas perutusan itu” (Yohanes Paulus II, Redemptoris Missio, 1). Kita tidak boleh berpuas diri karena faktanya setelah 2000 tahun masih ada banyak orang yang belum mengenal Kristus dan belum pernah mendengar berita keselamatan-Nya.

Bukan hanya itu saja: bahkan ada banyak orang yang lebih besar lagi jumlahnya, yang walaupun sudah pernah menerima warta Injil, namun telah melupakannya dan bahkan meninggal-kannya serta tidak lagi berada dalam persekutuan dnegan Gereja. Dan masih banyak lagi hal lain, bahkan dari kalangan masyarakat Kristiani yang sudah tua, saat ini enggan mengatakan sesuatu yang berkaitan dengan iman. Banyak kebudaya-an sedang berubah, antara lain oleh globalisasi, oleh aliran-aliran pemikiran relativisme yang sangat kuat, suatu perubahan yang membawa kita kepada mentalitas dan gaya hidup yang mengabai-kan pesan Injil, seolah-olah Tuhan tidak ada, yang berarti hanya mengagung-agungkan kesejahteraan hidup, gampang mendapatkan uang, karir dan kesuksesan sebagai tujuan hidupnya, meskipun bertentangan dengan nilai-nilai moral.

Tanggungjawab Semua Orang

Misi atau tugas perutusan universal tersebut melibatkan semua orang, meliputi segala sesuatu dan sepanjang segala masa. Injil tidak hanya menjadi milik mereka yang menerimanya secara eksklusif, tetapi juga merupakan suatu rahmat yang harus dibagi-bagikan, kabar gembira yang harus disampaikan kepada orang lain. Dan anugerah keterlibatan diri (komitmen) ini bukan hanya dipercayakan kepada semua orang yang terbaptis, yang merupakan “bangsa terpilih…bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri” (1Pet 2:9), agar mereka dapat mewartakan karya-karyaNya yang luhur itu.

Seluruh aktivitas Gereja harus juga terarah secara demikian. Perhatian Gereja dan kerja sama dalam aktivitas misionernya di dunia ini tidak hanya terbatas dalam situasi dan kesempatan tertentu, juga tidak boleh dipandang sebagai salah satu dari sekian banyak kegiatan pastoral. Melainkan dimensi misioner Gereja itu bersifat hakiki. Oleh karena itu, dimensi misioner ini harus selalu diingat dalam hati. Sangatlah penting untuk diingat bahwa baik masing-masing orang yang terbaptis maupun komunitas-komunitas gerejawi harus terlibat dalam tugas perutusan misioner bukan hanya sesekali dan tidak teratur, melainkan harus secara konstan dan terus menerus, sebagai cara dan gaya hidup Kristiani. Hari Misi Sedunia bukanlah hari khusus yang terpisah dari hari-hari lain sepanjang tahun, melainkan suatu kesempatan yang sangat berharga untuk berhenti sejenak merefleksikan apakah dan bagaimanakah kita menanggapi panggilan misioner kita: yaitu suatu tanggapan yang hakiki bagi kehidupan Gereja.

Evangelisasi global

Evangelisasi atau penginjilan adalah suatu proses yang peik dan menyangkut banyak hal antara lain bahwa di dalama penanaman semangat misioner, perhatian khusus selalu diberikan pada aspek solidaritas (setia kawan). Solidaritas adalah salah satu tujuan dari Hari Misi Sedunia, dimana melalui Serikat-Serikat Misi Kepausan diajukan permohonan bantuan untuk membantu melaksanakan kegiatan-kegiatan penginjilan di daerah-daerah misi. Solidaritas semacam ini meliputi lembaga-lembaga pendukung yang memang dibutuhkan untuk mendirikan dan meneguhkan Gereja melalui para katekis, para seminaris dan para imam. Demikian juga semangat setia kawan ini meliputi kontribusi orang perseorangan untuk membantu meningkatkan taraf hidup masyarakat dunia di mana kemiskinan, malnutrisi, terutama anak-anak penderita gizi buruk, aneka penyakit, pelayanan kesehatan dan pendidikan yang sangat buruk. Ini semua merupakan bagian dari tugas perutusan Gereja.

Mewartakan Injil berarti Gereja harus menyentuh sendi-sendi kehidupan manusia dalam arti yang sepenuh-penuhnya. Pasti tidak akan dapat diterima, sebagaimana dinyatakan oleh Hamba Tuhan Paus Paulus VI, kalau di dalam evangelisasi tema-tema pemberdayaan manusia, keadilan, kemerdekaan dari aneka bentuk penindasan, yang pada gilirannya berkaitan dengan hormat terhadap otonomi lingkungan politik, harus diabaikan. Mengabaikan masalah-masalah kemanusiaan saat ini “akan mengabaikan suatu pesan Injili bagi kita berkenaan dengan kasih kepada sesama yang menderita dan lapar” (Desakan Apostolik Evangelii Nuntiandi, 31.34). Dengan demikian tidak ada konsistensi dengan sikap Yesus, yang “berkeliling ke semua kota dan desa; Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadat dan memberitakan Injil Kerajaan Sorga serta melenyapkan segala penyakit dan kelemahan” (Mat 9:35).

Karena itu, melalui partisipasi dalam tanggung jawab bersama tugas perutusan Gereja, seorang Kristen adalah seorang pembangun persekutuan, perdamaian, dan solidaritas sebagaimana telah diteladankan oleh Kristus kepada kita. Dengan demikian, baik pria maupun wanita bekerjasama untuk memenuhi rencana keselamatan Allah bagi semua orang. Tantangannya adalah panggilan Kristiani untuk berziarah bersama dengan orang lain dan tugas perutusan adalah suatu bagian integral dari peziarahan tersebut bersama semua orang. Dalam peziarahan ini, meski seperti dalam bejana tanah liat, kita membawa panggilan Kristiani kita, yaitu suatu harta karun Injili yang tak terkira harganya, yaitu kesaksian hidup nyata akan kematian dan kebangkitan Yesus, kita jumpai dan kita yakini di dalam Gereja.

Semoga Hari Misi Sedunia, membangkitkan kembali setiap orang suatu kegembiraan dan keinginan untuk “pergi” ke luar menemui semua orang dalam Kristus. Dalam namaNya, saya dengan sepenuh hati memberikan Berkat Apostolik saya, terlebih bagi mereka yang telah bekerja keras dan sangat menderita karena Injil.



Dari Vatikan, 6 Januari 2011
Hari Raya Penampakan Tuhan

Injil Minggu Biasa XX/C, Kamis Hari Biasa Pekan XXIX Tahun I/II (Luk 12:49-53)

Inilah Injil Yesus Kristus menurut Lukas (12:49-53)

"Aku datang bukannya membawa damai, melainkan pertentangan."

Pada suatu ketika Yesus bersabda kepada murid-murid-Nya, "Aku datang melemparkan api ke bumi, dan betapa Kudambakan agar api itu selalu menyala! Aku harus menerima baptisan dan betapa susah hati-Ku sebelum hal itu berlangsung! Kalian sangka Aku datang membawa damai ke bumi? Bukan! Bukan damai, melainkan pertentangan! Karena mulai sekarang akan ada pertentangan antara lima orang dalam satu rumah, tiga melawan dua dan dua melawan tiga. Mereka akan saling bertentangan, bapa melawan puteranya, dan putera melawan bapanya, ibu melawan puterinya, dan puteri melawan ibunya, ibu mertua melawan menantu, dan menantu melawan ibu mertuanya."
Inilah Injil Tuhan kita!
U. Sabda-Mu sungguh mengagumkan!


Rekan-rekan yang budiman!
Diperdengarkan dalam Luk 12:49-53 serangkaian pernyatan keras dari Yesus. Heran mengapa pribadi yang biasanya tenang dan lembut itu kali ini terasa mengancam. Malah terang-terangan ia bilang, keliru kalau menyangka dirinya membawakan “damai”. Kali ini yang ia datangkan, tegasnya sendiri, ialah pertentangan. Jadi apa inikah sisi Yesus yang mengobarkan konflik antar generasi?

Dua ayat pertama dari petikan di atas (ay. 49-50) berasal dari sumber khusus yang hanya didapati dalam Injil Lukas. Tiga ayat berikutnya (ay. 51-53) diolah kembali oleh Lukas dari bahan yang juga dikenal dalam Mat 10:34-36. Bagian yang khusus Lukas tadi memuat dua ibarat yang kiranya cukup dikenal oleh para murid Yesus ketika itu, yakni “api” dan “baptisan”. Ada baiknya diketahui bahwa kumpulan perkataan Yesus yang bergema dalam ayat 49-50 itu berasal dari masa sesudah Yesus bangkit. Kehadirannya dalam ujud baru, yakni dalam Roh, bisa dialami para murid. Oleh karena itu, guna memahami perkataan Yesus dalam petikan kali ini marilah kita terlebih dahulu berusaha menyelami pengalaman para murid pertama tadi. Tidak usah kita buru-buru menerapkan kata-kata tadi bagi kehidupan masa kini dengan resiko malah meleset dan bertentangan dengan yang hendak diutarakan Injil sendiri.

APA ARTI “API” DI SINI?

Para murid generasi pertama paham bahwa kedatangan Yesus itu seperti api yang didatangkan ke muka bumi. Api memurnikan logam mulia yang tadinya campuran. Juga dikatakan, api itu dilemparkan ke bumi, seperti dalam ungkapan aslinya, didatangkan dengan cepat dan kuat. Kedatangan Yesus di bumi ini memurnikan kemanusiaan. Itulah gagasan yang mendasari ayat 49.Tetapi guna memahami lebih dalam ibarat “api” dalam ay. 49, perlu gagasan pemurnian dan kekuatan tadi dikaitkan dengan peristiwa Pentakosta (Kis 2:1-47) yang juga disampaikan oleh penulis Injil Lukas. Ketika itu para murid sedang berkumpul untuk memperingati berlalunya masa 7 minggu atau hari kelima puluh sesudah Hari Kebangkitan. Perayaan ini awal mulanya di kalangan Yahudi dijalankan sebagai hari syukuran 7 minggu setelah mulai musim menuai gandum, seperti terungkap dalam Im 23:15-21 dan Ul 16:9-12. Dalam perkembangan selanjutnya, hari “ke-50” itu dihitung dari tanggal 14 Nisan, yaitu Paskah Yahudi. Hari itu juga dirayakan untuk memperingati turunnya Turat kepada Musa. Pesta itu menjadi pesta umum di Tanah Suci dan diikuti banyak orang. Bagi para pengikut Yesus, hari itu sekaligus dirayakan sebagai peringatan genap 7 minggu setelah panenan rohani yang pertama, yakni Kebangkitan. Khusus pada hari Pentakosta ini turunlah Roh Kudus kepada para murid. Panen rohani kini juga menjadi kekuatan baru bagi mereka, seperti Taurat baru yang kini hidup dalam budi dan hati para murid. Bentuknya apa? Gambarannya ialah seperti nyala api yang mendatangi para murid dan memberi keleluasaan berbicara dan kekuatan untuk memurnikan pengalaman batin serta mengisahkannya dengan cara yang bisa dimengerti orang. Kejadian ini disampaikan dalam Kis 2:1-11. Inilah langkah pertama untuk memahami “api” yang menyala ke bumi manusia. Tapi tak perlu kita cepat-cepat mencari tafsiran peristiwa tadi bagi zaman ini. Sebaiknya diresapkan dulu apa yang sungguh dialami para murid, bukan yang langsung bisa dibayangkan atau dikhotbahkan.

KEPEDULIAN SOSIAL DI KALANGAN UMAT

Dalam Kisah Para Rasul, peristiwa turunnya Roh Kudus dalam ujud lidah api yang menyala-nyala itu bukan satu-satunya kejadian yang ditonjolkan. Pada hari itu juga ada peristiwa penting yang lain. Peristiwa itu ialah kesaksian Petrus mengenai kebangkitan Yesus serta ajakan bagi orang banyak agar bertobat dan dibaptis dalam nama Yesus demi pengampunan dosa dan datangnya karunia Roh Kudus. Selain itu disebutkan juga pembaptisan orang banyak. Hari itu juga bertambahlah jumlah umat dengan 3000 jiwa Semua ini ada dalam Kis 2: 14-41.
Kemudian dalam Kis 2:42-47, yang masih jadi bagian peristiwa Pantekosta, diungkapkanlah cara hidup komunitas pertama para pengikut Yesus. Ini kenyataan apa itu hidup dalam kekuatan Roh Kudus yang tadi turun dalam bentuk api yang menyala-nyala. Umat bertekun mendalami iman dengan bimbingan pengajaran para rasul. Maksudnya, mereka berusaha menyelami pengalaman yang diutarakan dan dibagikan oleh orang-orang yang masih mengenal Yesus dari Nazaret sendiri, yaitu para rasul sendiri. Begitulah iman mereka itu iman yang diturun-temurunkan dan diteguhkan dengan pendalaman batin. Juga bagi kita di zaman ini. Iman seperti ini bukan semata-mata penemuan pribadi dalam ujud pencerahan dari atas sana. Iman yang begini ini berpijak di bumi, bukan mengawang-awang atau membatin melulu. Kehidupan umat pertama itu juga berpusat pada ekaristi, dengan ungkapan waktu itu, dalam “pemecahan roti dan doa”. Artinya, dalam berbagi rezeki lahir batin.
Patut diketahui, sebagian besar umat pertama memang termasuk kaum berada dan kaum berpendidikan. Tapi di sekitar mereka ada orang-orang lain yang hidupnya pas-pasan atau malah serba berkekurangan. Ada pula orang yang tidak begitu terurus karena tak ada sanak saudara lagi, seperti halnya para janda atau perempuan yang tidak berkeluarga, juga para yatim piatu. Memang mereka bukan selalu bagian dari umat. Tidak semua sudah dibaptis dan masuk kelompok umat. Tetapi tanggung jawab para murid dan mereka yang merasa diri anggota umat membuat diri mereka tidak menutup mata terhadap realitas sosial yang ada. Umat ikut merasa bertanggung jawab mengusahakan agar orang-orang yang ada di sekitar mereka dapat menjadi pribadi manusia yang layak, yang tidak merasa selalu terpojok karena lahir dan besar di lapis masyarakat bawah, tak punya dan tak memiliki kesempatan maju dan tampil di masyarakat. Umat pertama yang telah ikut merasakan kekuatan dan keberanian “api” yang dialami para rasul tadi kini mengangkat orang-orang yang terpinggir, yang kurang berezeki. Inilah pemurnian yang membuat kehidupan pengikut Yesus tampak dan inilah sumber kekuatan mereka.

MENENGOK KE BELAKANG UNTUK MAJU

Dalam Luk 12:50 ada ungkapan lain yang boleh tidak langsung jelas bagi orang sekarang. Di situ disebutkan bahwa Yesus merasa dirinya perlu dibaptis dengan “suatu baptisan” dan bahwa ia gundah sebelum ini terlaksana. Di kalangan umat pertama, jelas yang dirujuk ialah peristiwa salib dan kebangkitan. Inilah “baptisan” yang dimaksud di situ. Ketika masih hidup dengan para murid pertama, Yesus selalu menghubungkan pengajaran serta penyembuhan dengan penolakan terhadap dirinya di Yerusalem oleh para pemimpin Yahudi. Penolakan itu berakhir dengan penghukuman mati baginya di salib. Tapi justru salib dan kebangkitan itu kemudian menjadi sumber kekuatan umat yang baru.
Yesus berbicara mengenai dirinya sendiri. Tidak usah ungkapan itu dipahami sebagai ajakan untuk menjadi seperti dia. Ini tidak diajarkan Injil. Yang diminta dari para murid ialah mengikuti dia, menyertainya berjalan ke salib, bukan menghendaki ikut disalib! Kemartiran bukan tujuan, melainkan konsekuensi. Bila orang menyertainya dalam perjalanan ke sana, ia akan juga ikut berbagi kebangkitan dengannya. Itulah gagasan mengalami baptisan yang disebut-sebut dalam ayat 50.

BUKAN KONFLIK GENERASI.

Perkataan Yesus dalam Luk 12:50-53 ada banyak miripnya dengan yang disampaikan dalam Mat 10:34-36. Memang sumbernya ialah kumpulan kata-kata Yesus yang waktu itu sudah beredar di kalangan umat. Tetapi Lukas mengolahnya kembali bagi komunitasnya. Sumber itu memang mencerminkan keadaan di kalangan para pengikut pertama Yesus di kalangan Yahudi. Dengan menjadi pengikut Yesus, orang memang praktis memisahkan diri dari adat dan praktek agama leluhur, dalam hal ini, adat dan keagamaan orang Yahudi.

Keadaan ini bisa dirasa sebagai konflik agama antara generasi tua dan generasi muda. Karena itulah dibicarakan adanya pertentangan ayah terhadap anaknya, ibu menghadapi anak perempuannya, ibu mertua dengan menantu perempuan. Tapi yang ditekankan Lukas bukan terutama pertikaian di bidang hidup agama melainkan konsekuensi berpegang pada tekad serta kemauan untuk memperbaiki kemanusiaan. Damai belum ada bila kemanusiaan masih butuh perbaikan. Kekuatan Roh Kudus – yang dibayangkan sebagai api dalam peristiwa Pentakosta – memang membuat orang mau mengarah ke sana. Kemantapan ini menjadi dasar berkepedulian terhadap orang-orang yang bukan dari kelompok sendiri. Keyakinan itu membuat mereka mau dan rela berbagi rezeki dengan orang-orang yang kurang mujur hidupnya.
Keagamaan di masyarakat zaman Yesus dulu memang terasa pengap karena terlalu mengurusi kebutuhan pihak sendiri dan berpusat pada upacara, dan kurang pada kehidupan. Yesus datang memurnikan keagamaan. Ia mengajarkan hidup beragama yang segar yang bisa langsung dirasakan orang banyak. Inilah yang kiranya diharapkan agar juga masih tetap dihidupi para pengikutnya, juga pada zaman ini, di masyarakat ini.

Salam hangat,
A. Gianto

terima kasih telah mengunjungi renunganpagi.id, jika Anda merasa diberkati dengan renungan ini, Anda dapat membantu kami dengan memberikan persembahan kasih. Donasi Anda dapat dikirimkan melalui QRIS klik link. Kami membutuhkan dukungan Anda untuk terus menghubungkan orang-orang dengan Kristus dan Gereja. Tuhan memberkati

renunganpagi.id 2024 -

Privacy Policy