| Home | Bacaan Harian | Support Renungan Pagi | Renungan Minggu Ini | Kisah Para Kudus | Katekese Iman Katolik | Privacy Policy |

CARI RENUNGAN

>

Senin, 13 Februari 2012 Hari Biasa Pekan VI

Senin, 13 Februari 2012
Hari Biasa Pekan VI

Aku tak lagi memiliki apa pun. Allah yang baik dapat memanggilku kapan pun Ia kehendaki (St Yohanes Maria Vianney)


Antifon Pembuka


Biarlah kiranya kasih setia-Mu menjadi penghiburku, sesuai dengan janji yang Kauucapkan kepada hamba-Mu.


Doa Renungan

Allah Bapa yang Mahamurah, kami bersyukur kepada-Mu atas hari baru yang Kauberikan kepada kami. Berilah kami rahmat, kekuatan serta pengetahuan pada hari ini untuk mengenal tanda-tanda kehadiran-Mu dalam kehidupan kami sehingga hari demi hari kami semakin mencintai Engkau dengan hidup lebih baik dan berbakti kepada-Mu. Dengan pengantaraan Kristus, Tuhan kami. Amin.


Bacaan dari Surat Rasul Yakobus (1:1-11)


"Ujian terhadap imanmu menghasilkan ketekunan, agar kamu menjadi sempurna dan utuh."

Salam dari Yakobus, hamba Allah dan Tuhan Yesus Kristus, kepada kedua belas suku di perantauan. Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan. Sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apa pun. Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintanya kepada Allah, yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit; maka hal itu akan diberikan kepadanya. Hendaklah ia memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang, sebab orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin. Orang yang demikian janganlah berharap, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan. Sebab orang yang mendua hati tidak akan tenang dalam hidupnya. Bila seorang saudara berada dalam keadaan yang rendah baiklah ia bermegah karena kedudukannya yang tinggi, dan orang kaya karena kedudukannya yang rendah sebab ia akan lenyap seperti bunga rumput; matahari terbit dengan panasnya yang terik dan melayukan rumput itu sehingga gugurlah bunganya dan hilanglah semaraknya. Demikian jugalah halnya dengan orang kaya: di tengah-tengah segala usahanya ia akan lenyap.

Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.

Mazmur Tanggapan

Ref. Semoga rahmat-Mu sampai kepadaku, ya Tuhan, supaya aku hidup.
Ayat. (Mzm 119:67.68.71.72.75.76)

1. Sebelum aku tertindas, aku menyimpang, tetapi sekarang aku berpegang pada janji-Mu.
2. Engkau baik dan murah hati, ajarkanlah ketetapan-ketetapan-Mu kepadaku.
3. Memang baik, bahwa aku tertindas, supaya aku belajar memahami ketetapan-ketetapan-Mu.
4. Taurat yang Kausampaikan adalah baik bagiku, lebih berharga daripada ribuan keping emas dan perak.
5. Aku tahu, ya Tuhan, bahwa hukum-hukum-Mu adil, dan memang tepat bahwa Engkau telah menyiksa aku.
6. Biarlah kiranya kasih setia-Mu menjadi penghiburanku, sesuai dengan janji yang Kauucapkan kepada hamba-Mu.

Bait Pengantar Injil

Ref. Alleluya
Ayat. (Yoh 14:6)
Aku ini jalan, kebenaran dan kehidupan, sabda Tuhan. Tiada orang dapat sampai kepada Bapa tanpa melalui Aku.

Inilah Injil Yesus Kristus menurut Markus (8:11-13)


"Mengapa angkatan ini meminta tanda?"

Sekali peristiwa datanglah orang-orang Farisi dan bersoal jawab dengan Yesus. Untuk mencobai Dia mereka meminta dari pada-Nya suatu tanda dari surga. Maka mengeluhlah Yesus dalam hati dan berkata, “Mengapa angkatan ini meminta tanda? Aku berkata kepadamu, sungguh, kepada angkatan ini sekali-kali tidak akan diberikan tanda.” Lalu Yesus meninggalkan mereka. Ia naik ke perahu dan bertolak ke seberang.

Demikianlah Injil Tuhan
U. Terpujilah Kristus.

Renungan


Pak Slamet selalu berkendaraan dengan hati-hati. Suatu hari nasib sial menimpanya. Seorang pengemudi angkot yang ugal-ugalan menabrak pak Slamet dari belakang. Slamet jatuh bersama motornya yang ia kendarai. Tangan kirinya patah. Pak Slamet tidak bisa menerima kanyataan ini. Hatinya dipenuhi dengan kemarahan dan dendam. Hal ini membuat tensi darahnya menjadi tinggi. Beberapa hari kemudian, peristiwa lebih tragis menimpa dirinya. Ia terkena stroke….


Berbagai kesusahan dapat menimpa hidup kita, termasuk kesusahan akibat kelalaian pihak lain. Santo Yakobus, dalam bacaan pertama, mengajak kita untuk melihat kesusahan hidup dari kacamata berbeda. Menurutnya, kesusahan hidup dapat juga dipandang sebagai ujian terhadap iman yang akan menghasilkan ketekunan. Pada gilirannya, ketekunan akan mengantar kita pada kesempurnaan.


Ajakan Rasul Yakobus pantas untuk kita renungkan. Bukankah Kristus juga kerap mengalami penderitaan akibat ulah orang lain yang tidak bertanggung jawab? Kristus tetap bertahan hingga akhir hayat-Nya. Dialah tanda dari surga itu, tanda yang mendatangkan keselamatan berkat pengurbanan Tubuh dan Darah-Nya sendiri.


Tuhan Yesus, Engkau mencintai aku seutuhnya. Kuatkanlah aku manakala aku di*landa kesusahan hidup. Amin.


Ziarah Batin 2012, Renungan dan Catatan Harian

Bacaan Harian 13-19 Februari 2012

Bacaan Harian 13-19 Februari 2012

Senin, 13 Februari 2012: Hari Biasa Pekan VI (H)
Yak 1: 1-11; Mzm 119:67,68,71,72,75,76; Mrk 8: 11-13
Melalui peristiwa-peristiwa hidup kita, seyogyanya kita dapat merenungkan tanda-tanda kasih Allah kepada kita. Untuk itu diperlukan kerendahan hati dan kepekaan diri. Sudah waktunya bagi kita untuk lebih menyalurkan kasih itu kepada orang-orang yang hadir di sekitar kehidupan kita: keluarga, sahabat, rekan kerja, dan masyarakat sekitar.

Selasa, 14 Februari 2012: Peringatan Wajib. St. Sirilus dan St Metodius, Rahib dan Uskup (P)
Yak 1: 12-18; Mzm 94:12-13a,14-15,18-19; Mrk 8: 14-21
Yesus mengeluh karena murid-murid-Nya masih belum mengerti juga apa yang dikehendaki-Nya. Yesus mungkin juga mengeluh karena ulah kita yang juga belum mengerti dan tidak mau mengerti apa yang menjadi kehendak-Nya pada diri kita. Marilah kita merenung, memahami kehendak-Nya dan sungguh pula melakukannya.

Rabu, 15 Februari 2012: Hari Biasa Pekan VI (H)
Yak 1: 19-27; Mzm 15:2-3ab,3cd-4ab,5; Mrk 8: 22-26
Kalau mau, Tuhan tentu bisa membereskan segala yang tidak beres dengan seketika. Tapi, Tuhan membiarkan ’suatu proses’ terjadi. Untuk menyembuhkan orang buta itu, Yesus harus meletakkan tangan-Nya sampai dua kali. Begitulah Ia mendidik kita. Nikmatilah proses itu dan belajarlah darinya; tak semuanya harus instan.

Kamis, 16 Februari 2012: Hari Biasa Pekan VI (H)
Yak 2: 1-9; Mzm 34:2-3,4-5,6-7; Mrk 8: 27-33
Petrus memahami bahwa Yesus adalah Mesias. Tapi Mesias yang dipahaminya adalah Mesias yang ’jaya’ menurut ukuran manusia, yang akan membawa kesejahteraan duniawi. Maka Petrus tak dapat menerima kalau Mesias harus menderita, disalib dan wafat. Ingatlah selalu, kemenangan Mesias adalah kemenangan atas salib, atas maut. Inilah jalan salib yang harus dilalui, juga oleh kita para murid-Nya.

Jumat, 17 Februari 2012: Hari Biasa Pekan VI (H)
Yak 2:14-24,26; Mzm 112:1-2,3-4,5-6; Mrk 8:34 – 9:1
Mengikuti Yesus harus siap menyengkal diri, memikul salib, dan sungguh-sungguh mengikut Dia. Maka, menjalankan ajaran Yesus bukan persoalan mudah. Diperlukan usaha keras untuk mengorbankan kepentingan diri, siap dicerca, dicemoohkan atau disingkirkan. Sudah siapkah kita menjadi pengikut-Nya?

Sabtu, 18 Februari 2012: Hari Biasa Pekan VI (H)
Yak 3:1-10; Mzm 12:2-3,4-5,7-8; Mrk 9:2-13
Ketika mengalami kemuliaan Tuhan, tiga murid Yesus ingin mendirikan tenda dan menikmati kemuliaan itu lebih lama lagi. Tapi, Yesus justru mengajak mereka untuk ’turun gunung’. Maka, kita pun yang sudah mengalami kasih Tuhan, jangan lupa pula untuk ’turun gunung’ membagikan kasih itu kepada orang-orang yang ’dikirim’ Tuhan kepada kita.

Minggu, 19 Februari 2012: Hari Minggu Biasa VII (H)
Yes 43: 18-19, 21-22, 24b-25; Mzm 41:2-3,4-5,13-14; 2Kor 1: 18-22; Mrk 2:1-12
Seringkali ’kelumpuhan’ disebabkan karena dosa yang kita pikul. Maka, bersihkanlah hati dari segala noda dosa; pulihkanlah diri dari segala belenggu jahat. Niscaya, hal itu akan ’memampukan’ kita untuk bangkit dan berjalan, pulang menuju tempat kita hidup untuk berbagi sukacita.

Minggu, 12 Februari 2012 Hari Minggu Biasa VI/B - “Aku mau jadilah Engkau tahir”.

Bacaan Injil, yang merupakan pusat dari bacaan-bacaan hari ini, berkisah tentang penyembuhan orang kusta. Alur kisahnya demikian: orang kusta itu datang kepada Yesus, berlutut dihadapan-Nya dan memohon kepada Yesus, “Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku”. Maka, hati Yesus tergerak oleh belas kasihan. Ia mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu dan berkata, “Aku mau, jadilah engkau tahir”. Seketika itu juga, lenyaplah penyakit kusta orang itu dan ia menjadi tahir. Mari kita cermati kisah yang menarik ini dan kita timba pesan serta inspirasinya.

Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit kulit yang mengerikan dan mudah menular. Kulit membusuk sedikit demi sedikit, semakin meluas (Jw: mbabrak) dan bagian demi bagian mulai terlepas satu persatu (Jw: mrithili). Keadaan ini menjadikan orang yang terkena kusta diasingkan dan dikucilkan. Hal ini digambarkan dengan jelas dalam bacaan I, "Orang yang sakit kusta harus berpakaian yang cabik-cabik, rambutnya terurai dan lagi ia harus menutupi mukanya sambil berseru-seru: Najis! Najis! Selama ia kena penyakit itu, ia tetap najis; memang ia najis; ia harus tinggal terasing, di luar perkemahan itulah tempat kediamannya" (Im 13:44-46). Jadi, orang kusta tidak hanya menderita secara fisik (sakit) tetapi juga batin (dianggap najis, diasingkan, disingkiri dan disingkirkan).

Meskipun orang kusta diasingkan dan tinggal di luar pemukiman, namun dalam Injil tadi dikisahkan bahwa ada seorang kusta datang kepada Yesus yang sedang berada di salah satu kota di Galilea (bdk. Mrk 1:38-19). Artinya, ia mempunyai keberanian keluar dari pengasingannya untuk datang kepada Yesus dan memohon bantuan-Nya. Apa yang membuatnya berani (nekad) adalah iman dan pengharapannya yang begitu besar kepada Yesus. Di hadapan Yesus, ia mengatakan, “Jika Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku”. Ia percaya penuh bahwa Yesus dapat menyembuhkan dan mentahirkannya sehingga permohonannya bukan “Jika Engkau dapat” tetapi “Jika Engkau mau”. Ungkapan “jika Engkau mau” yang didasari oleh keyakinan iman bahwa Yesus pasti dapat (bisa) ini, menunjukkan kerendahan hati dan kepasrahan di kusta. Bahasa halusnya, “Jika Engkau berkenan … atau Menawi dados karsa/rena Dalem ….”

Tanggapan Yesus sungguh luar biasa. Ia tergerak oleh belas kasihan. Kalau banyak orang menyingkirkan, mengucilkan dan menjauhi orang kusta, Yesus justru sebaliknya. Ia mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu dan berkata, “Aku mau jadilah Engkau tahir”. Yesus tidak takut kalau Ia menjadi najis dan ketularan kustanya. Kekudusan Yesus tak tercemar dan tidak dapat dinajiskan dengan menyentuh orang atau barang najis. Ia justru menyalurkan pengudusan dan penyembuhan sehingga si kusta yang dianggap najis justru disembuhkan dan ditahirkan. Ketika menyentuh si kusta, Yesus tidak menjadi najis, tetapi sebaliknya si kusta justru menjadi tahir.

Setelah kita mencermati sepenggal kisah penyembuhan orang kusta ini, kita diajak untuk belajar beriman dari si kusta dan belajar berbelas kasih dari Yesus. Kita masing-masing mempunyai “kusta” dalam diri kita sehingga membuat kita tidak tahir: kesombongan, ketamakan, hawa nafsu, iri hati, rakus, kemarahan, kemalasan (7 dosa pokok). Kita percaya, Tuhan pasti bisa mentahirkan dan membebaskan kita dari dosa-dosa ini. Maka, marilah kita dengan rendah hati, seperti si kusta, datang kepada Yesus, berlutut di hadapan-Nya dan memohon agar Ia berkenan menyembuhkan dan mentahirkan kita. Sarana yang dapat kita pakai untuk datang kepada-Nya antara lain berupa doa, Ekaristi, adorasi, pengakuan dosa, dll.

Marilah kita juga belajar berbelas kasih dari Yesus. Ada banyak orang di sekitar kita yang menderita “kusta” sehingga dianggap memalukan: hamil di luar nikah, perkawinannya tidak sah, perkawinannya tidak harmonis bahkan bercerai, narapidana, korban narkoba, difabel, dll. Sebagaimana Yesus tidak mengucilkan dan menjauhi si kusta tetapi malah mengulurkan tangan-Nya untuk menjamah dia sehingga sembuh, marilah kita melakukan hal yang sama. Kalau ada saudara-saudara kita yang disingkiri dan disingkirkan oleh masyarakat karena diaggap “memalukan”, kita tidak ikut-ikutan berbuat demikian tetapi malah sebaliknya. Dengan penuh belas kasih, kita ulurkan tangan dan hati kita untuk menolong mereka sesuai kemampuan kita masing-masing. Dengan demikian, kita menghayati pesan bacaan II, “Lakukanlah semuanya itu demi kemuliaan Allah … supaya mereka beroleh selamat”. (1Kor 10:31.33).


Rm. Agus Widodo, Pr

Minggu, 12 Februari 2012 Hari Minggu Biasa VI/B

Minggu, 12 Februari 2012
Hari Minggu Biasa VI/B

Ketika Yesus menyebut Diri-Nya sendiri sebagai roti hidup, roti adalah, dapat kita katakan, makanan utama yang mewakili segala makanan ---- Paus Benediktus XVI


Antifon Pembuka (Mzm 30:3-4)

Sudilah Engkau menjadi gunung pengungsianku, dan benteng pertahananku yang kuat. Sebab Engkaulah pelindung dan penyelamatku demi nama-Mu Engkau akan membimbing dan menuntun daku.

Doa Renungan

Allah Bapa kami yang maharahim, di mana sabda-Mu terdengar dan menyentuh hati orang, di situ segala kejahatan dihapuskan. Buatlah hati kami terbuka untuk menerima sabda-Mu, agar takkan lagi meragukan pengampunan-mu dan selalu mewartakan bahwa Engkau telah membebaskan dan menyucikan kami dalam Yesus Kristus, Putra-Mu, Tuhan kami
yang hidup dan berkuasa bersama Bapa dan Roh Kudus, Allah sepanjang segala masa. Amin.

Bacaan dari Kitab Imamat (13:1-2.44-46)


"Orang yang sakit kusta harus tinggal terasing di luar perkemahan."

Tuhan Allah berfirman kepada Musa dan Harun, "Apabila pada kulit badan seseorang ada bengkak atau bintil-bintil atau panau, yang mungkin menjadi penyakit kusta pada kulitnya, ia harus dibawa kepada Imam Harun, atau kepada salah seorang dari anak-anaknya, yang adalah imam. Karena orang itu sakit kusta, maka ia najis, dan imam harus menyatakan dia najis, karena penyakit yang di kepalanya itu. Orang yang sakit kusta harus berpakaian cabik-cabik, dan rambutnya terurai. Ia harus menutupi mukanya sambil berseru-seru: Najis! Najis! Selama ia kena penyakit itu, ia tetap najis; memang ia najis; ia harus tinggal terasing, di luar perkemahanlah tempat kediamannya."
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.


Mazmur Tanggapan, do = c, 2/4, PS 847
Ref. Tuhan penjaga dan benteng perkasa dalam lindungan-Nya aman sentosa.
Ayat. (Mzm 32:1-2.5.11; Ul: 7)

1. Berbahagialah orang yang pelanggarannya diampuni, dan dosa-dosanya ditutupi. Berbahagialah manusia, yang kesalahannya tidak diperhitungkan Tuhan, dan tidak berjiwa penipu!
2. Dosa-dosaku kuungkapkan kepada-Mu dan kesalahanku tidaklah kusembunyikan; aku berkata, "Aku akan menghadap Tuhan, dan mengakui segala pelanggaranku." Maka Engkau mengampuni kesalahanku.
3. Bersukacitalah dalam Tuhan! Bersorak-sorailah, hai orang-orang benar; bersorak-gembiralah, hai orang-orang jujur!


Bacaan dari Surat Pertama Rasul Paulus kepada Jemaat di Korintus (1Kor 10:31-11:1)

"Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus."

Saudara-saudara, jika engkau makan atau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu demi kemuliaan Allah. Janganlah kamu menimbulkan syak dalam hati orang, baik orang Yahudi atau orang Yunani maupun Jemaat Allah. Sama seperti aku juga berusaha menyenangkan hati semua orang dalam segala hal, bukan untuk kepentingan diriku, tetapi untuk kepentingan orang banyak, supaya mereka beroleh selamat. Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.


Bait Pengantar Injil, do = d, 2/2, PS 953

Ref. Alleluya, alleluya

Ayat. (Lukas 7:16; 2/4)

Seorang nabi besar telah muncul di tengah kita dan Allah telah melawat umat-Nya.


Inilah Injil Yesus Kristus menurut Markus (1:40-45)

"Orang kusta lenyap penyakitnya dan menjadi tahir."

Sekali peristiwa, seorang sakit kusta datang kepada Yesus. Sambil berlutut di hadapan Yesus, ia mohon bantuan-Nya, katanya, "Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku." Maka tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan, lalu Ia mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu, dan berkata kepadanya, "Aku mau, jadilah engkau tahir." Seketika itu juga lenyaplah penyakit kusta orang itu, dan ia menjadi tahir. Segera Yesus menyuruh orang itu pergi dengan peringatan keras, kata-Nya, "Ingatlah, janganlah engkau memberitahukan hal ini kepada siapa pun, tetapi pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam, dan persembahkanlah untuk pentahiranmu persembahan yang diperintahkan oleh Musa, sebagai bukti bagi mereka." Tetapi orang itu pergi memberitakan peristiwa itu dan menyebarkannya ke mana-mana sehingga Yesus tidak dapat lagi terang-terangan masuk ke dalam kota. Yesus tinggal di luar kota di tempat-tempat yang sepi; namun orang terus juga datang kepada-Nya dari segala penjuru.
Demikianlah Injil Tuhan
U. Terpujilah Kristus.

Antifon Komuni (Yoh 3:16)

Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.


Renungan

Rekan-rekan yang baik!

Diceritakan dalam Mrk 1:40-45 (Injil Minggu Biasa VI tahun B) bagaimana seorang penderita kusta memohon kepada Yesus dengan mengatakan bila Yesus menghendaki, tentu ia dapat membersihkannya, maksudnya menyembuhkannya. Yesus pun menyentuhnya dan mengatakan ia mau agar ia jadi bersih. Begitu sembuh, orang itu diperingatkan agar tidak mengatakan apa-apa kepada siapa pun. Kemudian disuruhnya pergi menghadap imam, karena menurut perintah Musa (Im 14:2-32), imamlah yang berwenang secara resmi menyatakan orang sudah bersih dari kusta. Apa sebetulnya pokok persoalannya? Penyembuhan atau pernyataan bahwa sudah bersih dari kusta? Kita boleh bertanya-tanya, bagaimana perasaan Yesus ketika melihat orang tadi? Apa pula relevansi kisah ini bagi kita?

PENDERITA KUSTA


Dalam Alkitab, baik Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, "kusta" sebenarnya bukan penyakit kusta yang dikenal ilmu kedokteran sekarang, yaitu yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium leprae, melainkan. semacam penyakit kulit akibat jamur yang membuat kulit melepuh merah. Penyakit kulit ini menyeramkan dan membuat penderita dijauhi orang. Mereka juga tak diizinkan mengikuti ibadat karena dalam keadaan itu mereka dianggap tidak cukup bersih untuk masuk ke tempat suci.

Menurut hukum adat dan agama Yahudi dulu, meski sudah sembuh, orang kusta baru akan diterima kembali ke dalam masyarakat dan boleh ikut perayaan suci setelah dinyatakan sembuh dalam upacara yang hanya dapat dilakukan para imam. Hanya imamlah yang berhak menyatakan "najis" (kotor karena kusta) atau "tahir" (bersih, sembuh dari kusta). Peraturan ini termaktub dalam bagian Taurat, yakni Im 14:2-32. Tujuannya tentunya menjaga kebersihan kurban. Tetapi pelaksanaan hukum itu kemudian menjadi soal. Menjelang zaman Perjanjian Baru, semua upacara keagamaan yang penting semakin dipusatkan di Bait Allah di Yerusalem. Penegasan sudah tahir atau masih kotor praktis kemudian hanya dilakukan di Bait Allah pada kesempatan terbatas walaupun tidak ada larangan melakukannya di tempat lain. Alhasil orang kusta yang sudah sembuh sekalipun sulit sekali mendapat pernyataan sudah bersih kembali. Orang itu akan benar-benar terkucil dan tidak memiliki tempat mengadu lagi. Dengan latar belakang seperti ini Yesus itu memang menjadi harapan satu-satunya. Tak heran orang tadi datang kepadanya, berlutut, lalu mengatakan kalau engkau mau, engkau dapat mentahirkan diriku.

Orang itu memohon dua hal. Pertama, kesembuhan dari kusta, dan kedua, tidak kalah pentingnya, ia mohon agar Yesus mau menyatakan ia sudah tahir kembali. Baginya, Yesus inilah yang dapat memenuhi peraturan dalam Taurat karena kelembagaan yang didukung imam-imam tidak lagi mendukung. Inilah sudut pandang orang kusta tadi. Bagaimana dengan Yesus?

PERASAAN YESUS


Dikatakan Yesus "tergerak hatinya" (Mrk 1:41). Kerap disebut Yesus iba hati bila melihat penderitaan atau kebutuhan orang yang tak terpenuhi. Ikut merasakan, itulah yang dimaksudkan Injil, dalam bahasa Yunani, "splagkhnistheis", kata yang dijumpai dalam ay. 41 ini. Tetapi pada ayat itu beberapa naskah tua memakai kata lain, yakni "orgistheis", yang artinya marah, kesal, berang. Mana yang benar? Bukankah iba hati lebih cocok dan lebih biasa? Pemikiran seperti inilah yang mengakibatkan penggantian teks asli "marah" menjadi "iba hati" pada ay. 41 itu. Tidak di setiap tempat ia disebut iba hati sebetulnya ia marah.

Waktu itu di seluruh Galilea ia memberitakan Injil dan mengusir setan (1:39). Tentunya ia berharap kekuasaan setan dan penyakit akan surut. Tapi masih ada saja! Malah sekarang datang orang kusta yang sembari berlutut minta disembuhkan. Apa lagi yang belum kulakukan, kata Yesus dalam hati! Kesal, berang, marah, begitulah perasaan Yesus waktu itu. Dan dengan perasaan inilah ia mengatakan, tentu saja aku mau. Hai, kau, jadilah bersih! Dan seketika itu juga penyakit kusta itu pergi meninggalkan orang tadi, sama seperti demam yang lenyap dari badan ibu mertua Simon. Kekuatan kusta itu jeri padanya, begitu gagasan Markus.

Selanjutnya dalam ay. 43 disebutkan Yesus "menyuruh pergi orang tadi dengan peringatan keras". Dan dalam ayat selanjutnya dikutip kata-kata yang melarang orang itu menceritakan apapun kepada siapa saja dilanjutkan perintah agar menghadap imam agar dinyatakan bersih menurut hukum Musa. Sebenarnya teks aslinya lebih keras, harfiahnya, "Dengan geram Yesus menyuruh orang itu pergi. Katanya, 'Ingat, jangan katakan apapun kepada siapa saja!'" Orang itu disuruhnya menghadap imam supaya dinyatakan bersih menurut aturan Musa. Apa yang membuat Yesus geram?

Sering para imam, yang berwenang menyatakan orang kusta sudah sembuh serta bisa diterima kembali dalam masyarakat, kurang bersedia melakukannya. Jadi sekalipun sudah sembuh, orang yang bersangkutan tetap tersisih. Yesus menyuruh orang itu membawa persembahan yang diwajibkan hukum untuk keperluan seperti itu justru untuk menunjukkan bahwa orang yang bersangkutan siap dinyatakan bersih. Inilah yang dimaksud dengan "sebagai bukti" dalam ay. 44. Tapi Yesus sendiri tentu juga tahu bahwa tak mudah orang itu menemui imam yang bersedia menolong orang itu. Karena itu ia geram. Lebih parah lagi, yang menghalangi bukan kekuatan jahat yang menyebabkan penyakit - yang sudah tersingkir - melainkan orang-orang yang memiliki wewenang menjalankan hukum Musa, yakni para imam! Ini membuatnya geram dan merasa tak berdaya.

SIAPA MENGABARKANNYA?


Bila dibaca sekilas, bagian pertama ay. 45 memberi kesan bahwa yang pergi memberitakan dan mengabarkan ke mana-mana ialah orang yang baru saja dilarang mengatakan tentang hal itu. Beberapa kali memang Yesus ingin agar kejadian luar biasa yang dilakukannya tidak disiarkan. Tetapi "ia" dalam ay. 45 itu dapat menunjuk pada orang kusta, tapi bisa juga pada Yesus sendiri. Secara harfiah bunyinya begini: "Sambil berjalan pergi ia (=si kusta, tapi bisa juga Yesus) mulai mengabarkan dan menyebarluaskan..." Lebih lanjut, yang disebarluaskan, ialah "ton logon", dari kata "logos", yang bisa berarti "hal itu", maksudnya penyembuhan, bila "ia" dimengerti sebagai orang kusta; tetapi "logos" bisa pula berarti "kata", dan dalam konteks ini khususnya, "Injil". Ini cocok bila yang dimaksud dengan "ia" ialah Yesus sendiri.

Memang akhirnya orang yang barusan disembuhkan itu menyebarluaskan berita tentang hal itu. Ia tidak diam seperti yang diinginkan Yesus. Tetapi juga benar bahwa Yesus mengabarkan dan menyebarluaskan Injil. Dalam kedua makna ini, kejadiannya sama: baik warta Injil maupun berita tentang kesembuhan si kusta itu tersebar luas. Akibatnya juga sama, seperti disebutkan dalam bagian kedua ay. 45, "...ia (=Yesus) tidak dapat memasuki kota dengan terang-terangan. Ia tinggal di luar di tempat-tempat terpencil, namun orang terus juga datang kepadanya dari segala penjuru" Boleh dicatat, dalam teks asli tidak dipakai kata "Yesus" yang ditambahkan dalam terjemahan Indonesia demi kejelasan. Kiranya Markus bermaksud memunculkan dua gambaran tumpang tindih bagi kejadian yang sama. Pembaca diajak melihat kejadian itu baik dari sisi orang kusta maupun dari sisi Yesus. Kisah ini bukan hanya kisah kesembuhan, melainkan juga kisah pewartaan Injil. Kedua-duanya perlu ditampilkan dalam pembicaraan mengenai petikan ini.

HIKMAT KISAH

Dikatakan, Yesus tinggal di "tempat-tempat terpencil", dari kata Yunani "eremos" yang juga sering dialihbahasakan sebagai padang gurun yang memang terpencil. Kita boleh ingat akan peristiwa Yesus menghadapi kekuatan iblis yang menggodainya di padang gurun, di tempat terpencil (Mrk 1:12). Tapi kekuatan ilahi tetap menyertainya. Pada lain kesempatan, dikatakan pagi-pagi benar ia pergi berdoa di tempat terpencil (Mrk 1:35). Dan orang-orang mencari dan mendatanginya, seperti disebutkan dalam petikan kali ini juga. Kisah ringkas ini menjadi ajakan untuk menemukan dia yang mengusahakan diri agar bersama dengan Yang Maha Kuasa. Di situ kekuatannya, di situ terjadi kesembuhan yang utuh.

Markus menggambarkan perasasan Yesus yang kesal, mengalami frustrasi melihat adanya halangan-halangan yang memisahkan manusia dari sumber hidupnya sendiri. Kita diajak penginjil untuk mulai bersimpati pada Yesus, menyelami perasaannya agar makin memahami kesungguhannya. Bukan supaya kita menirunya atau membenarkan diri kita bila kesal dan kecewa, melainkan untuk membantu agar kita dapat mengenal siapa dia itu. Bukan pula untuk mengutuk kaum imam yang kurang bersedia menjalankan yang digariskan hukum Musa. Kita diajak menyadari akan adanya halangan-halangan yang membuat kebaikan terbelenggu. Akan makin besar pula kebutuhan mendengarkan warta yang melegakan.

Tadi disebutkan bahwa sukar bagi orang kusta yang sembuh untuk menghadap imam di Bait Allah agar resmi dinyatakan sembuh dan dapat kembali ke dalam masyarakat. Tempat Yang Ilahi hadir secara nyata sekarang tidak lagi di Bait Allah, tapi di tempat Yesus berada. Dialah Bait yang baru. Dia juga yang menyatakan orang jadi bersih kembali. Ia sendiri jugalah yang menjadi kurban bagi pulihnya orang kusta serta kaum terpinggir lainnya. Ini warta yang melegakan yang disampaikan Injil!

Salam hangat,
A. Gianto

Surat Kepada Keluarga bulan Februari 2012

SURAT KELUARGA FEBRUARI 2012

Cinta Itu Melestarikan

Cinta sebenarnya tidak buta
Tetapi berangkat dari kebijaksanaan demi yang dicintai
Cinta selalu menginginkan yang baik
Memelihara yang menyatukan
Dan melindungi dalam kegelapan
Cinta tidak pernah menghakimi dengan akal saja
Tetapi mengerti dengan hati bersih
Bahwa kebersamaan itu membawa ke kehidupan sejati

-Alexander Erwin-

Keluarga-keluarga terkasih,

Kita akan memasuki bulan Februari yang sering disebut sebagai bulan kasih sayang karena ada “Valentine’s Day” di dalamnya. Terlalu sering kita mendengar diskusi tentang cinta; tentang keindahan di dalamnya; tentang perjuangan melanjutkan ikatan kasih dalam sakramen perkawinan, tentang pengorbanannya, atau barangkali tentang kegagalannya. Cerita tentang cinta selalu menjadi cerita paling menarik untuk saat apapun, karena kita memang makhluk yang diciptakan dari cinta, yaitu cinta kasih Allah sendiri.

Saya ingin mengajak kita semua merenungkan cinta kasih dan pengalamannya dalam keluarga besar kita (extended love). Keluarga-keluarga diajak ikut merenungkan peran orang tua/mertua dalam keluarga besar dan pengaruhnya bagi perjalanan kasih pasutri. Ibu dan ayah mempunyai hubungan dengan kakek dan nenek, demikian sebaliknya. kasih orang tua (kakek-nenek) kita menjadi bagian yang mempengaruhi cinta suatu keluarga baru, suami-isteri atau orang tua-anak. Membina keluarga sendiri dan terpisah secara secara hukum, kadang tidak disertai dengan kemandirian di dalamnya .

Orang Indonesia, seperti kebanyakan bangsa di Asia, mempunyai budaya penghormatan pada ayah dan ibu. Banyak di antara kita tinggal bersama orang tua atau berada dalam rumah yang berdekatan meskipun sudah menikah. Tidak sedikit diantara kita masih melibatkan orang tua dalam banyak hal intern, karena ingin menghormati mereka. Kita terbiasa mempertahankan hubungan baik sebagaimana kita ingin membalas budi baik dan cinta kasih yang mereka berikan sejak kecil sampai kita dewasa dan “mapan” (menikah).

Hubungan kita memang sangat dekat dan seakan-akan tak terpisahkan. Kita memberi tempat luas dan penghormatan yang tinggi kepada orang tua, karena mereka kita anggap “lebih berpengalaman” dalam hal berkeluarga. Beberapa hal yang sebenarnya bisa kita kerjakan kadang-kadang kita percayakan pada orang tua karena merasa lebih “aman” dan mudah. Pengurusan surat-menyurat, penitipan cucu-cucu, bahkan memutuskan untuk tetap serumah dengan kakek-nenek menjadi hal yang lumrah di antara keluarga di Negara kita.

Pengalaman cinta kasih orangtua membawa pengalaman manis, hangat, dekat, aman, akrab, membekas, dan menyumbang pengalaman psikologis yang melekat pada kepribadian kita. Pengalaman itu bisa sangat mempengaruhi cara kita berelasi dengan orang lain, dan kelak pasangan serta anak-anak kita. Pola kita dalam mengasihi kadang amat ditentukan oleh bagaimana kita menangkap cinta kasih orang tua kita sejak kita kecil.

Pengalaman negatif, seperti luka-luka batin masa lalu, trauma, dan keterpecahan dalam keluarga, mau tak mau menjadi bagian yang tak terpisah dalam relasi kita dengan suami/ isteri serta anak-anak. Memang benar bahwa sebagian diri kita adalah pahatan masa lalu yang membekas dan mewujud secara baru dalam pribadi kita.

Pengalaman baik dengan orang tua yang mengasihi dapat diteladani oleh anak-cucu mereka. Dengan pengalaman itu, anak-anak tumbuh menjadi pribadi yang mencintai dan mengasihi. Pola pengasuhan yang baik dan mendewasakan akan dapat menjadi teladan bagi mereka ketika mereka membina keluarga sendiri dan menciptakan situasi yang kurang lebih meneladan pengalaman di rumah bersama orang tua dulu. Kehangatan seorang ibu, kebiasaan komunikasi ayah, sikap memahami dan keterbukaan orang tua tentu sangat mempengaruhi kepribadian seseorang ketika ia sendiri membangun keluarga.

Di samping itu, sebaik apapun kebersamaan dengan orang tua kita, kemandirian tetaplah diperlukan sebagai kenyataan yang harus dialami setiap orang. Anak-anak mempunyai masa sendiri untuk “disapih” dan berpisah dari orangtua nya untuk memutuskan dan menentukan jalan hidupnya sendiri secara dewasa, bijaksana, dan wajar. Kehadiran orang tua pada saatnya harus bergeser kearah yang lebih penasihat dan bukan yang pembuat keputusan.

Saudara-saudari terkasih, dalam perkawinan Katolik yang berstatus sakramen, kita tahu adanya syarat kemampuan dan kesediaan setiap orang yang menikah untuk menampilkan dan menghadirkan Kristus di dalamnya. Setiap pernikahan “sakramen” berkewajiban menampilkan sisi sakramentalnya melalui kesetiaan dalam untung dan malang, dalam cinta yang “saling” memberikan diri dan menerima apa adanya. Proses penting itu harus dilalui dengan belajar hidup berdua, sendiri dan sewajarnya terpisah dari orang tua. Masalah bisa muncul, salah satunya, kalau proses ini tidak terjadi dan justru terhambat oleh peran orang tua yang terlalu banyak dalam hidup pasutri baru.

Tidak dipungkiri bahwa kita melihat banyak orang tua berperan menjadi penasihat yang bijaksana bagi putra-putri mereka menghadapi masalah. Orang tua seperti ini biasanya tahu waktu untuk mengambil jarak sewajarnya dari kehidupan anak-anaknya dan waktu memberi pertimbangan dan usulan positif ketika diperlukan. Banyak orang tua berhasil menyelamatkan perkawinan putra-putri mereka melalui nasihat keibuan dan penyadaran seperlunya.

Sebaliknya, dalam beberapa kasus lainnya, orang tua justru melakukan intervensi dalam kehidupan anak-anak dan keluarga mereka. Mereka membuat anak mereka tetap menjadi “anak mami” yang tak pernah dewasa dan tak mampu berkeputusan. Fenomena ini terjadi pada beberapa keluarga muda dan membawa masalah dalam relasi suami isteri. “Anak mami” mempunyai kesulitan memutuskan, egois, kurang mempunyai daya juang, malas, dan menuruti apa saja yang dikatakan ibunya. Kalau terjadi seperti ini, keluarga menghadapi ancaman karena orang tua tak mampu mengendalikan diri dan semakin membuat anak dan seluruh keluarganya repot.

Cinta kasih orang tua dalam hal ini malah membuat belenggu bagi anak-anak yang sudah menikah. Pertentangan mertua-menantu kadang kita dengar. Persoalan internal rumah tangga bisa menjadi semakin runcing dengan keterlibatan orangtua/mertua yang tampil dengan nasihat yang tidak cocok dengan situasi rumah tangga. Kalau suami selalu memilih keputusan ibunya dan mengabaikan isterinya, tentu hubungan suami dan isteri menjadi terganggu dengan adanya pihak ketiga yang tak terkalahkan itu.

John Bowlby seorang psikolog perkembangan, percaya bahwa pengasuhan pada usia dini sangat mempengaruhi perkembangan kemampuan sosial seseorang. Kemampuannya berelasi secara wajar sebagai orang dewasa harus dipupuk oleh orang tua sejak anak berusia dini atau kelak ia akan menjadi benalu keluarga dan bahkan tak memiliki kemampuan untuk mandiri. Bowlby menyebutnya dengan teori “Attachment”.

Melalui pemahaman akan perkembangan manusia dalam hal pengasuhan dan kedekatan dengan orang tuanya, barangkali kita dapat merenungkan bagaimana cinta kasih kita sebagai orang tua dapat diekspresikan untuk suatu kebaikan yang mendukung perkawinan kristiani putera-puteri kita. Kita dapat melihat bahwa suatu perkawinan sebenarnya dipengaruhi bahkan oleh peran pengasuhan orang tua sejak anak-anak berusia dini.

Ketika anak-anak bertumbuh, tuntutan menjadi orang tua yang dewasa dan bijaksana semakin penting. Kedekatan anak-anak dengan orang tua kelak harus dapat memberi peneguhan tentang perlunya kasih yang menerima, memahami, dan kesetiaan. Jika para orang tua menjalankan tugas orangtua dengan benar, maka perannya akan sangat membantu proses hidup bersama yang mengkekalkan persatuan suami-isteri. Informasi yang benar tentang perbedaan pribadi; himbauan untuk menjadi semakin mandiri, dan mencintai pasangan sebagai orang terdekat, bertekun dalam kesulitan, dll. adalah pesan kasih dan nasihat terbaik untuk setiap pastutri menikah. Juga dalam situasi orang tua merasa tak mengetahui duduk suatu perkara, sikap paling bijaksana barangkali adalah mengambil jarak dan tidak ikut memutuskan apapun.

Sangat disayangkan kalau pengaruh orang tua malah menjadi berlebihan dan bahkan sampai memutuskan ikatan kasih pasangan suami isteri. Betapapun baiknya nasihat orang tua, orang yang paling tahu pribadi adalah pasangannya sendiri. Intervensi berlebihan akan membuat tanggung jawab pasutri menjadi kabur dan bahkan terabaikan. Untuk hal ini, para orang tua seharusnya menyesal seandainya, karena nasihatnya, anak-anak yang menikah terpaksa berpisah/ bercerai.

Keluarga-keluarga Katolik yang terkasih, marilah bulan cinta kasih ini kita rayakan dengan merenungkan kembali relasi dalam keluarga besar kita. Didiklah anak-anak agar mencapai kemandirian sempurna. Biasakanlah mereka memutuskan sendiri, mencari jalan keluar bersama pasangannya, dan bertanggungjawab atas setiap keputusan yang mereka buat sendiri.

Sejak kecil, ajaklah anak-anak kita selalu belajar mencintai, bahkan sampai terluka, sesuai dengan ajaran Yesus, mengasihi dan memaafkan pasangan, dan membiarkan mereka tumbuh dalam kebersamaan yang saling mendewasakan dan meneguhkan. Cintailah mereka agar dapat mencintai suami atau isterinya dengan bertanggungjawab agar ikatan sakramental perkawinan putera-puteri kita menjadi kisah nyata dalam hidup sehari-hari. Melalui sistem pendidikan dalam keluarga, bahkan anak-anak muda dapat disiapkan untuk memasuki dunia keluarga yang makin kristiani dan matang. Inilah cinta kasih yang sesungguhnya.

Tuhan memberkati.

Salam dalam Yesus, Maria dan Yusuf

Rm.Alexander Erwin, MSF

Sabtu, 11 Februari 2012 Hari Biasa Pekan V

Sabtu, 11 Februari 2012
Hari Biasa Pekan V

Dengan Sakramen-sakramen terutama Ekaristi, diberikan dan dipelihara cinta kasih terhadap Allah dan manusia, yang menjiwai seluruh kerasulan --- Lumen Gentium, 33


Antifon Pembuka


Janganlah ada di antaramu allah lain, dan jangan menyembah allah asing. Akulah Tuhan, Allahmu!


Doa Renungan


Yesus, hati-Mu selalu tergerak oleh belas kasihan kepada orang-orang yang menderita. Semoga hari ini aku pun mampu berbuat seperti yang Engkau lakukan, terutama senantiasa memiliki kepedulian terhadap sesama yang menderita. Amin.


Bacaan dari Kitab Pertama Raja-Raja (12:26-32; 13:33-34)


"Raja Yerobeam membuat dua anak lembu emas."

Setelah menjadi raja, berkatalah Yerobeam dalam hatinya, “Kini mungkin kerajaan ini kembali kepada keluarga Daud. Jika bangsa itu tetap pergi mempersembahkan kurban sembelihan di rumah Tuhan di Yerusalem, maka pastilah hati bangsa ini akan berbalik kepada tuan mereka, yaitu Rehabeam, raja Yehuda, kemudian mereka akan membunuh aku dan akan kembali kepada Rehabeam, raja Yehuda.” Sesudah menimbang-nimbang, raja membuat dua anak lembu jantan dari emas. Lalu ia berkata kepada mereka, “Sudah cukup kamu pergi ke Yerusalem! Hai Israel , lihatlah sekarang allah-allahmu, yang telah menuntun engkau keluar dari tanah Mesir.” Lalu ia menaruh lembu yang satu di Betel dan yang lain ditempatkannya di Dan. Maka hal itu menyebabkan orang berdosa. Sebab rakyat pergi ke Betel menyembah patung yang satu dan ke Dan menyembah patung yang lain. Yerobeam membuat juga kuil-kuil di atas bukit-bukit pengurbanan, dan mengangkat imam-imam dari kalangan rakyat yang bukan dari bani Lewi. Kemudian Yerobeam menentukan suatu hari raya pada hari yang kelima belas bulan kedelapan, sama seperti hari raya yang di Yehuda, dan raja sendiri naik tangga mezbah itu. Begitulah dibuatnya di Betel: ia mempersembahkan kurban kepada anak-anak lembu yang telah dibuatnya itu, dan ia menugaskan di Betel imam-imam bukit pengurbanan yang telah diangkatnya. Raja Yerobeam tidak berbalik dari kelakuannya yang jahat itu, tetapi mengangkat pula imam-imam dari kalangan rakyat untuk bukit-bukit pengurbanan. Siapa saja yang mau ditahbiskannya menjadi imam untuk bukit-bukit pengurbanan. Dan tindakan itu menjadi dosa bagi keluarga Yerobeam, sehingga mereka dilenyapkan dan dipunahkan dari muka bumi.

Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.

Mazmur Tanggapan

Ref. Ingatlah akan daku, ya Tuhan, demi kemurahan-Mu terhadap umat.
Ayat. (Mzm 106:6-7a.19-22)

1. Kami dan nenek moyang kami telah berbuat dosa, kami telah bersalah, kami telah berbuat fasik. Nenek moyang kami di Mesir tidak memahami perbuatan-perbuatan-Mu yang ajaib.
2. Mereka membuat anak lembu di Horeb, dan sujud menyembah kepada patung tuangan; mereka menukar Yang Mulia dengan patung sapi jantan yang makan rumput.
3. Mereka melupakan Allah yang telah menyelamatkan mereka, yang telah melakukan hal-hal besar di tanah Mesir; yang melakukan karya-karya ajaib di tanah Ham, dan perbuatan-perbuatan dahsyat di tepi Laut Teberau.

Bait Pengantar Injil

Ref. Alleluya
Ayat. Manusia hidup bukan saja dari makanan, melainkan juga dari setiap sabda Allah

Inilah Injil Yesus Kristus menurut Markus (8:1-10)


"Mereka semua makan sampai kenyang."

Sekali peristiwa sejumlah besar orang mengikuti Yesus. Karena mereka tidak mempunyai makanan, Yesus memanggil murid-murid-Nya dan berkata: "Hati-Ku tergerak oleh belas kasihan kepada orang banyak ini. Sudah tiga hari mereka mengikuti Aku dan mereka tidak mempunyai makanan. Dan jika mereka Kusuruh pulang ke rumahnya dengan lapar, mereka akan rebah di jalan, sebab ada yang datang dari jauh." Murid-murid-Nya menjawab: "Bagaimana di tempat yang sunyi ini orang dapat memberi mereka roti sampai kenyang?" Yesus bertanya kepada mereka: "Berapa roti ada padamu?" Jawab mereka: "Tujuh." Lalu Ia menyuruh orang banyak itu duduk di tanah. Sesudah itu Ia mengambil ketujuh roti itu, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada murid-murid-Nya untuk dibagi-bagikan, dan mereka memberikannya kepada orang banyak. Mereka juga mempunyai beberapa ikan, dan sesudah mengucap berkat atasnya, Ia menyuruh supaya ikan itu juga dibagi-bagikan. Dan mereka makan sampai kenyang. Kemudian orang mengumpulkan potongan-potongan roti yang sisa, sebanyak tujuh bakul. Mereka itu ada kira-kira empat ribu orang. Lalu Yesus menyuruh mereka pulang. Ia segera naik ke perahu dengan murid-murid-Nya dan bertolak ke daerah Dalmanuta.

Inilah Injil Tuhan kita!
U. Sabda-Mu sungguh mengagumkan!

Renungan


Dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus. Amin


Saudara- saudari terkasih dalam nama Tuhan Yesus Kristus


Yesus mewartakan Kerajaan Allah dengan cara sederhana. Kerajaan Allah berarti Allah hadir dan menguasai dunia termasuk hidup manusia. Kerajaan Allah yang Yesus wartakan tidak hanya dengan kata-kata, tetapi juga dengan perbuatan. Sebab Allah yang Yesus wartakan tidak hidup di langit. Allah hadir secara nyata di dalam dunia melalui Yesus. Allah hadir di dunia karena Allah peduli dengan nasib manusia. Buktinya dapat kita dengar dalam injil Markus hari ini. Injil Markus mengungkapkan kisah Yesus memberi makan empat ribu orang. Yesus memanggil murid-murid-Nya dan berkata: "Hatiku tergerak oleh belas kasihan kepada orang banyak ini. Sudah tiga hari mereka mengikuti Aku dan mereka tidak mempunyai makanan. Dan jika mereka Kusuruh pulang ke rumahnya dengan lapar,mereka akan rebah di jalan, sebab ada yang datang dari jauh". Yesus menunjukkan tanggung jawab-Nya. Yesus tidak ingin mereka mati kelaparan dan imannya menjadi lemah.


Saudara-saudari terkasih,


Yesus tidak ingin berita Kerajaan Allah dinodai oleh peristiwa orang pingsan atau mati kelaparan. Sebab bisa saja orang-orang itu pulang ke rumah dengan keadaan lapar. Jika hal itu terjadi, maka Yesus bisa kehilangan wibawa. Selain itu, berita Kerajaan Allah yang Yesus wartakan bisa menjadi kurang menarik. Namun pikiran para murid berbeda dengan pikiran Yesus. Para murid Yesus melihat kenyataan yang ada. Murid-murid Yesus berkata: "Bagaimana di tempat yang sunyi ini orang dapat memberi mereka roti sampai kenyang?" Yesus bertanya kepada mereka: "Berapa roti yang ada padamu?" Jawab mereka: "Tujuh." Lalu Yesus menyuruh orang banyak duduk. Yesus mengambil ketujuh roti itu, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada para murid untuk dibagikan kepada orang banyak. Hasilnya sungguh luar biasa. Orang yang berjumlah lima ribu orang itu makan sampai kenyang. Bahkan ada sisa tujuh sebanyak bakul.


Saudara-saudari terkasih,


Belas kasihan adalah salah satu sifat Yesus yang sangat menonjol. Belas kasih artinya rasa sayang yang mendalam untuk menolong orang lain yang berada dalam kesulitan. Sifat belas kasihan merupakan pendorong yang kuat bagi seseorang untuk membantu sesama. Dan orang yang yang memiliki sifat belas kasihan merupakan ciri orang yang dewasa imannya. Sebaliknya orang yang tidak peduli dengan sesama yang berkekurangan, merupakan ciri orang yang lemah imannya. Orang yang dewasa imannya tidak lagi memikirkan dirinya sendiri. Hal ini nyata pada diri anak dan orang tuanya. Pada saat lapar, seorang anak kecil akan meronta-ronta sampai menangis agar bisa mendapatkan makanan. Anak kecil tidak peduli, apakah orang lain sudah makan atau belum. Yang penting dirinya sendiri bisa kenyang. Sementara orang dewasa terutama orang tua, sangat peduli dengan nasib anak-anak mereka. Kadang orang tua tidak peduli dengan diri mereka sendiri. Yang penting anak-anak mereka bisa kenyang dan tidak kelaparan.


Saudara-saudari terkasih,


Sifat belas kasihan adalah tanda bahwa kita murid Yesus. Tetapi terkadang kita umat Kristen dan Katolik kurang memiliki sifat belas kasihan. Kita bisa lihat contoh dalam kehidupan sehari-hari. Kita terpengaruh dengan cara berpikir duniawi yang sesat dan keliru. Ada orang yang seenaknya membuang-buang makanan. Padahal masih masih banyak orang yang kelaparan dan sulit untuk mendapatkan makanan. Manusia tidak sayang akan makanan yang mereka buang. Mereka tidak sayang dengan manusia yang setiap waktu meninggal karena kelaparan. Mereka tidak memiliki sifat belas kasihan. Ada juga yang suka hidup berfoya-foya dan menghabiskan uang untuk kesenangan pribadi. Mereka tidak peduli dengan sesama yang hidupnya susah dan sengsara. Padahal di daerah yang lain masih banyak saudara kita yang miskin dan membutuhkan uluran tangan kita. Ada orang yang tega menutup air agar sawah orang lain kering dan gagal panen. Mereka tidak peduli bahwa orang itu punya istri dan anak yang membutuhkan makanan.


REFLEKSI:


Apakah kita memiliki sifat belas kasihan seperti Yesus ataukah kita tega melihat orang lain menderita dan sengsara?


MARILAH KITA BERDOA:


Tuhan Yesus Kristus, kami bersyukur atas belas kasih-Mu kepada kami. Engkau selalu menyayangi dan menolong kami. Namun terkadang kami tidak mampu berbelas kasih kepada sesama kami. Karena itu, ubahlah hati kami agar kami tidak hanya memikirkan diri kami sendiri tetapi juga sesama kami. Doa ini kami persembahkan dengan pengantaraan Kristus, Tuhan kami. Amin.



LUMEN NO : 7127

Jumat, 10 Febuari 2012: Peringatan Wajib Sta. Skolastika, Perawan

Jumat, 10 Februari 2012
Peringatan Wajib Sta. Skolastika, Perawan

“Aku mohon pada Tuhanku dan Ia sungguh mendengarkan aku” (St. Skolastika)

Antifon Pembuka (Mzm 15:5-6)

Tuhan Engkaulah milik pusaka dan warisanku, dalam tangan-Mulah nasibku. Tanah permai akan menjadi bagianku, milik pusakaku menyenangkan hatiku.

Doa Pagi


Ya Yesus, bersabdalah juga pada kami “Effata”, agar terbukalah mata hati dan telinga kami terhadap kebutuhan sesama kami. Mampukan kami melayani sesama dengan tulus dan penuh cinta kasih. Amin.

Orang yang taat-setia kepada kehendak Tuhan pasti akan terus disayangi-Nya. Ia dan seluruh keluarganya mendapat kasih karunia Tuhan yang Mahatinggi. Bahagia menjadi jaminan hidupnya. Kesalahan dan dosa akan dihapuskan berkat kasih pengampunan Tuhan. Murka Tuhan tidak seluruhnya tertumpah kepadanya. Tuhan masih menyisakan belas kasih-Nya.

Bacaan dari Kitab Pertama Raja-Raja (11:29-32.12:19)

"Israel memberontak terhadap keluarga Daud."

Pada waktu itu Yerobeam, seorang pegawai Raja Salomo, keluar dari Yerusalem. Di tengah jalan ia bertemu dengan Nabi Ahia, orang Silo, yang berselubung kain baru. Hanya mereka berdua yang ada di padang. Ahia memegang kain baru yang ada di badannya, lalu dikoyakkannya menjadi dua belas koyakan; Ia berkata kepada Yerobeam, “Ambillah bagimu sepuluh koyakan, sebab beginilah sabda Tuhan, Allah Israel: Sesungguhnya Aku akan mengoyakkan kerajaan itu dari tangan Salomo dan akan memberikan kepadamu sepuluh suku. Tetapi satu suku akan tetap padanya oleh karena hamba-Ku Daud dan oleh karena Yerusalem, kota yang Kupilih dari segala suku Israel.” Demikianlah orang Israel memberontak terhadap keluarga Daud sampai hari ini.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.

Mazmur Tanggapan
Ref. Akulah Tuhan Allahmu, dengarkanlah Aku.
Ayat. (Mzm 81:10-11ab.12-13.14-15)

1. Janganlah ada di antaramu allah lain, dan janganlah engkau menyembah allah asing. Akulah Tuhan, Allahmu, yang menuntun engkau keluar dari tanah Mesir.
2. Tetapi umat-Ku tidak mendengarkan suara-Ku, dan Israel tidak suka kepada-Ku. Sebab itu Aku membiarkan dia dalam kedegilan hatinya; biarlah mereka berjalan mengikuti angan-angannya sendiri!
3. Sekiranya umat-Ku mendengar Aku; sekiranya Israel hidup menurut jalan yang Kutunjukkan, seketika itu juga musuh mereka Aku tundukkan, dan para lawan mereka Kupukul dengan tangan-Ku.

Bait Pengantar Injil
Ref. Alleluya
Ayat. Ya Allah, bukalah hati kami, agar kami memperhatikan sabda Anak-Mu.

Sejak awal mula, Allah menciptakan dunia dan seisinya ini dalam keadaan baik. Bahkan ketika menciptakan manusia, Allah menyatakan bahwa ini sungguh sangat baik. Selanjutnya Allah selalu memelihara makhluk ciptaan-Nya ini agar selalu baik. Yesus membuat orang tuli mendengar dan orang bisu berbicara. Allah terus membuat segala-galanya menjadi baik.

Inilah Injil Yesus Kristus menurut Markus (7:31-37)

"Yang tuli dijadikan-Nya mendengar, yang bisu dijadikan-Nya berbicara."

Pada waktu itu Yesus meninggalkan daerah Tirus, dan lewat Sidon pergi ke Danau Galilea, di tengah-tengah daerah Dekapolis. Di situ orang membawa kepada-Nya seorang tuli dan gagap dan memohon supaya Yesus meletakkan tangan-Nya atas orang itu. Maka Yesus memisahkan dia dari orang banyak, sehingga mereka sendirian. Kemudian Ia memasukkan jari-Nya ke telinga orang itu, lalu meludah dan meraba lidah orang itu. Kemudian sambil menengadah ke langit Yesus menarik nafas dan berkata kepadanya, “Effata”’ artinya: Terbukalah! Maka terbukalah telinga orang itu, dan seketika itu terlepas pulalah pengikat lidahnya, lalu ia berkata-kata dengan baik. Yesus berpesan kepada orang-orang yang ada di situ supaya jangan menceritakannya kepada siapa pun juga. Tetapi makin dilarang-Nya mereka, makin luas mereka memberitakannya. Mereka takjub dan tercengang, dan berkata, “Ia menjadikan segala-galanya baik! Yang tuli dijadikan-Nya mendengar, yang bisu dijadikan-Nya berbicara.”anya baik, yang tuli dijadikan-Nya mendengar, yang bisu dijadikan-Nya berkata-kata."
Inilah Injil Tuhan kita!
U. Sabda-Mu sungguh mengagumkan!

Renungan


Sikap terbuka itu baik. Mukjizat ‘effata’ membuka ikatan lidah yang bisu dan telinga yang tuli. Apalagi, jika sikap terbuka itu diterapkan di hadapan Tuhan. Dia menanti kesediaan kita untuk dijadikan ‘sarana’ perpanjangan tangan-Nya untuk menjadikan segala-galanya baik! Apakah kita siap untuk itu?

Doa Malam


Yesus, kekuatan hidup kami, ambillah kelekatan-kelekatan yang tidak teratur pada diri kami. Buatlah hati kami lembut dan rendah hati seperti hati-Mu. Amin.

RUAH

terima kasih telah mengunjungi renunganpagi.id, jika Anda merasa diberkati dengan renungan ini, Anda dapat membantu kami dengan memberikan persembahan kasih. Donasi Anda dapat dikirimkan melalui QRIS klik link. Kami membutuhkan dukungan Anda untuk terus menghubungkan orang-orang dengan Kristus dan Gereja. Tuhan memberkati

renunganpagi.id 2024 -

Privacy Policy