Hari
Raya Tritunggal Mahakudus/B – Minggu, 3 Juni 2012
Ul
4:32-34.39-40; Rm 8:14-17; Mat 28:16-20
Pengantar
Minggu
lalu, kita merayakan Pentekosta, yakni turun-Nya Roh Kudus atas para rasul.
Dengan Pentekosta, Gereja merayakan karya Tritunggal Mahakudus secara penuh.
Oleh karena itu, hari ini, seminggu setelah Pentekosta, kita merayakan
Tritunggal Mahakudus. Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus mewahyukan Diri
masing-masing dalam tugas yang dapat dibedakan namun tidak dapat dipisahkan.
Homili
Dalam satu
hari, pasti lebih dari satu kali, kita mengungkapkan iman akan Allah Tritunggal
Mahakudus. Kita membuat tanda salib, “dalam Nama Bapa dan Putera dan Roh
Kudus”. Kita berdoa Kemuliaan kepada “Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus”. Kita
mengucapkan Aku percaya akan “Allah Bapa yang mehakuasa … dan akan Yesus
Kristus … akan Roh Kudus …”. Dalam perayaan Ekaristi ini saja, kita minimal 2x
membuat tanda salib, satu kali memadahkan kemuliaan. Doa Pembuka Ekaristi juga
diakhiri dengan rumusan Triniter “dengan pengantaraan Kristus … bersama Dikau
(Bapa) dalam persatuan Roh Kudus …” Maka, kalau hari ini kita merayakan
Tritunggal Mahakudus, sebenarnya setiap saat kita sudah menghayatinya. Hanya
saja, mungkin memang tidak mudah bagi kita untuk memahami dan menjelaskannya.
Kita
menyadari bahwa misteri tentang Allah tidak dapat dijelaskan dan dipahami
sampai tuntas. Akal budi dan pemahaman kita tidak pernah gaduk. St.
Agustinus mengibaratkan bahwa kita tidak mungkin memindahkan air laut ke dalam
lubang pasir yang kita buat di pesisir pantai. Betapa kecil dan sempitnya
pikiran kita untuk menampung seluruh misteri Tritunggal yang mahabesar dan
mahaluas. Allah jauh melebihi manusia dalam segala hal, dan meskipun Ia telah
mewahyukan Diri, Ia tetap tinggal sebagai misteri yang tak terselami. Lalu
bagaimana kita memahaminya?
Mungkin
kita pernah mendengar ada orang yang menjelaskan misteri Allah Tritunggal
dengan membandingkan-Nya dengan matahari: yang terdiri dari matahari itu
sendiri, sinar, dan panas. Atau dengan sebuah segitiga, di mana Allah Bapa,
Allah Putera, dan Allah Roh Kudus menempati masing-masing sudut, namun tetap
dalam satu segitiga. Bahkan ada yang menjelaskan, bahwa Trinitas itu seperti
kopi susu manis yang terdiri dari kopi, susu, dan gula. Penjelasan yang
menggunakan analogi ini memang ada benarnya, namun sebenarnya tidak cukup.
Iman akan
Tritunggal Mahakudus adalah Iman akan Satu Allah. "Hanya Tuhan Allah di
langit dan di bumi, tidak ada yang lain" (Ul 4: 39). Namun, Allah yang
tunggal itu terdiri dari tiga pribadi, yaitu: Allah Bapa (Pribadi pertama),
Allah Putera (Pribadi kedua), dan Allah Roh Kudus (Pribadi ketiga). Ketiga
pribadi tersebut merupakan satu kesatuan (lih. 1Yoh 5:7). Yesus menunjukkan
persatuan yang tak terpisahkan dengan Allah Bapa, “Aku dan Bapa adalah satu”
(Yoh 10:30); “Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa…” (Yoh
14:9). Allah Bapa sendiri menyatakan bahwa Yesus adalah Anak-Nya yang terkasih,
yaitu pada waktu pembaptisan Yesus (lih. Luk 3: 22) dan waktu Yesus dimuliakan
di atas gunung Tabor (lih. Mat 17:5).
Selain
menyatakan kesatuan-Nya dengan Allah Bapa, Yesus juga menyatakan kesatuan-Nya
dengan Roh Kudus, yaitu Roh yang dijanjikan-Nya kepada para murid dan
disebut-Nya sebagai Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa, (lih. Yoh 15:26). Roh
Kebenaran ini adalah Roh Yesus sendiri, sebab Ia adalah Kebenaran (lih. Yoh
14:6). Kesatuan ini ditegaskan kembali oleh Yesus dalam pesan terakhir-Nya
sebelum naik ke surga, “…Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan
baptislah mereka dalam nama Bapa, dan Anak, dan Roh Kudus…”(Mat 28:18-20).
Kesatuan
Bapa, Putera, dan Roh Kudus yang adalah tiga Pribadi Allah yang Tunggal,
didasari oleh kasih yang sempurna demi keselamatan manusia. Sebab, "Roh
memberi kesaksian bersama-sama roh kita, bahwa kita ini anak Allah. Dan kalau
kita ini anak, berarti kita juga ahli waris, yakni ahli waris Allah seperti
Kristus" (Rm 8:16-17). Karena kasih-Nya yang begitu besar, Allah Bapa
menciptakan manusia dan menghendaki agar manusia ciptaan-Nya itu selamat (bdk.
LG 2). Kenyataannya, manusia jatuh ke dalam dosa yang menyebabkan kematian dan
manusia tidak dapat mengatasinya. Namun, kasih Allah tetap berlaku. Ia tetap
menghendaki keselamatan bagi manusia. Oleh karena itu, Bapa mengutus
Putera-Nya, Yesus Kristus, untuk menebus manusia. Melalui wafat dan kebangkitan
Yesus, Sang Allah Putera, terlaksanalah karya penyelamatan umat manusia (bdk.
LG. 3). Sesudah Yesus bangkit dan naik ke surga, diutuslah Roh Kudus untuk
meneruskan karya keselamatan Allah dengan membimbing peziarahan hidup kita
menuju keselamatan abadi (bdk. LG 4).
Dengan
demikian, merayakan Tritunggal Mahakudus berarti merayakan dan mengalami
misteri kasih Allah yang Esa demi keselamatan kita. Karya keselamatan itu,
direncanakan dan dikehendaki oleh Allah Bapa, dilaksanakan oleh Allah Putera,
dan diteruskan serta dijamin oleh Allah Roh Kudus. Demikianlah, ketiga pribadi
Tritunggal mewahyukan Diri masing-masing dalam tugas yang dapat dibedakan namun
tidak dapat dipisahkan karena ketiganya merupakan satu-kesatuan.
Dalam nama
Allah Tritunggal, kita diutus “pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku, dan
baptislah mereka dalam nama Bapa, dan Anak, dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka
melakukan segala sesuatu yang Kuperintahkan kepada-Mu” (Mat 28:19-20). Perintah
ini tidak perlu ditafsirkan sebagai perintah untuk ‘mempertobatkan’ dalam arti
membuat semua orang menjadi katolik. Menurut Rm. Gianto, dengan bahasa yang
lebih mudah dipahami, perintah itu dapat dirumuskan demikian: "Kalian akan
pergi ke mana-mana dan menjumpai macam-macam orang; perlakukanlah mereka itu
sebagai muridku!" Jadi tekanannya adalah agar kita memperlakukan semua
orang sebagai sesama murid. Dengan demikian, kita selalu terbuka untuk saling
belajar bagaimana menjadi murid yang baik dengan hidup yang benar dan suci.
Marilah,
dengan merayakan Tritunggal Mahakudus, kita semakin menghayati iman kita ini,
baik melalui doa-doa kita maupun melalui perbuatan nyata.
Setiap
kali membuat tanda salib “Dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus” marilah
lebih kita hayati. Dengan mengucapkan kata-kata ini, kita menyerahkan hidup
kita, pekerjaan kita dan semua yang akan kita alami ke dalam bimbingan,
perlindungan, dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus.
Dan,
sebagaimana Tritunggal Mahakudus senantiasa bersatu dalam kasih yang sempurna
demi keselamatan kita, dalam kehidupan sehari-hari, marilah kita senantiasa
menghadirkan kasih Allah kepada sesama demi keselamatan semakin banyak orang.
Rm.
Ag. Agus Widodo, Pr