| Home | Bacaan Harian | Support Renungan Pagi | Renungan Minggu Ini | Kisah Para Kudus | Katekese Iman Katolik | Privacy Policy |

CARI RENUNGAN

>

PERTEMUAN II Mengusir Roh Jahat dari Anak yang Bisu (Markus 9:14-29) (BKSN-KAJ)

PERTEMUAN II
Mengusir Roh Jahat dari Anak yang Bisu (Markus 9:14-29)


DOA PEMBUKA


(Pemandu mengajak seluruh peserta berdoa memohon bimbingan Roh Kudus agar dapat memahami firman Allah yang hendak dibaca dan direnungkan)

LECTIO


Pemandu membacakan dan menjelaskan isi perikop. Bahan yang tersedia di bawah ini dapat membantu pemandu untuk memberikan penjelasan

Dalam perikop sebelumnya dikisahkan bagaimana Yesus menampakkan kemuliaan-Nya di atas gunung. Tiga orang murid-Nya, yaitu Petrus, Yakobus, dan Yohanes, menyaksikan Yesus yang berubah rupa dan pakaian-Nya menjadi putih berkilau (Mrk 9:2-13). Ketika turun dari gunung, mereka melihat para murid lain sedang bersoal jawab dengan beberapa ahli Taurat. Ketika melihat Yesus, orang banyak yang mengerumuni para murid itu tercengang dan mereka bergegas menyambut Yesus. Ada yang berubah di wajah Yesus karena pancaran kemuliaan ilahi di atas gunung itu masih tampak di wajah-Nya, seperti waktu Musa turun dari Gunung Sinai (Kel 34:29).

Anak yang Kerasukan, Murid yang Gagal


Yesus bertanya kepada orang banyak tentang apa yang sedang mereka persoalkan dengan para murid-Nya. Salah seorang dari orang banyak itu menjelaskan kepada Yesus bahwa dia membawa anaknya yang kerasukan roh jahat yang telah menyebabkan anaknya bisu dan tuli (ayat. 17,25). Demikian jahatnya roh tersebut sehingga sering menyerang anaknya, membantingnya ke tanah; jika roh itu menyerang, mulut anak itu berbusa, giginya berkertakan, dan tubuhnya menjadi kejang. Ayah dari anak itu membawanya kepada murid-murid Yesus dan meminta mereka mengusir roh jahat yang menyerangnya, tetapi mereka tidak dapat. Inilah yang sedang dipersoalkan oleh orang banyak dan para ahli Taurat dengan para murid Yesus.

Bukankah para murid sebelumnya telah menerima kuasa mengusir setan dari Yesus (Mrk 3:14-15) dan orang banyak telah melihat mereka berhasil mengusir banyak setan (Mrk 6:6b-13)? Mengapa sekarang mereka tidak sanggup melakukannya? Para murid tidak dapat menjelaskan apa yang terjadi, mereka bahkan menjadi pusat perhatian banyak orang yang percaya maupun para ahli Taurat yang selalu ingin melihat kegagalan Yesus dan murid-murid-Nya. Yesus tidak dapat menutupi kekecewaan-Nya terhadap murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka, “Hai kamu angkatan yang tidak percaya, berapa lama lagi Aku harus tinggal di antara kamu? Berapa lama lagi Aku harus sabar terhadap kamu? Ia merasa kecewa karena murid-murid-Nya telah gagal mengusir roh jahat. Dari perkataan Yesus tersirat bahwa kegagalan mengusir roh itu karena ketidakpercayaan para murid. Lalu Yesus menyuruh mereka membawa anak yang kerasukan roh jahat itu kepada-Nya, karena Ia sendiri yang akan mengambil tindakan.

Yesus Mengusir Roh Jahat

Ketika melihat Yesus, roh itu kembali membuat penderitaan yang hebat kepada anak itu dengan mengguncang-guncangkannya; anak itu terpelanting ke tanah, terguling-guling, dan mulutnya berbusa, seperti seorang yang terkena penyakit ayan (epilepsi). Sang ayah menjelaskan bahwa sudah sejak kecil anak tersebut menderita akibat perbuatan roh itu; bahkan seringkali anak itu hampir binasa karena roh itu sering menyeretnya ke dalam api atau ke dalam air.

Setelah menjelaskan penderitaan yang dialami anaknya itu, ia mengharapkan pertolongan dari Yesus, “... jika Engkau dapat berbuat sesuatu, tolonglah kami dan kasihanilah kami.” Yesus tidak serta merta memenuhi permohonannya, namun berkata, “Katamu: jika Engkau dapat?” Yesus seolah-olah ingin menunjukkan padanya bahwa Dia memerlukan iman untuk mempercayai bahwa “Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!” Orang yang percaya menjadikan kehendak dan kuasa Allah sebagai landasan hidupnya bukan pada kekuatan dan kehendak diri sendiri. Mendengar perkataan Yesus tersebut segera orang itu berteriak, “Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini!” Orang itu ingin sekali percaya namun dalam permohonannya, ia secara jujur di hadapan Yesus mengakui dan menyerahkan ketidakpercayaannya dan kebimbangannya serta berserah sepenuhnya kepada kebijaksanaan Yesus.

Melihat orang banyak semakin berkerumun, Yesus menegur keras roh jahat yang menyebabkan anak itu bisu dan tuli dan memerintahkan roh itu keluar dari anak itu dan melarangnya untuk memasukinya kembali. Lalu keluarlah roh itu sambil berteriak dan menggoncang-goncangkan anak itu dengan hebat. Banyak orang mengira anak itu telah mati, kemudian Yesus memegang anak itu dan membangunkannya, lalu anak itu bangkit sendiri.

Kekuatan Doa


Sesampainya di rumah, murid-muridnya bertanya kepada Yesus, mengapa mereka tidak bisa memahami kegagalan mereka dalam mengusir roh itu. Yesus kemudian menjelaskan kepada mereka, “Jenis ini tidak dapat diusir kecuali dengan berdoa.” Dalam pandangan Yesus, jenis roh jahat ini lebih sulit diatasi daripada jenis roh-roh jahat lain. Doa yang dimaksud Yesus adalah bukanlah rangkaian kata yang harus diucapkan supaya roh jahat itu takut dan pergi. Doa adalah ungkapan iman dan kebergantungan pada kuasa Allah. Doa merupakan ungkapan keyakinan bahwa bukan kitayang memegang kendali, melainkan Yesus sendiri.

Kedua belas murid Yesus memang telah diberi kuasa untuk mengusir roh-roh jahat,tetapi bukanlah kuasa yang dapat digunakan secara mekanis seolah-olah kuasa itu milik mereka, melainkan pernyataan diri Allah yang bekerja melalui seseorang sehingga semua itu hanya dapat bekerja dalam kebergantungan pada kuasa Allah. Doa mengungkapkan ketergantungan manusia pada Allah dan kepercayaan pada-Nya. Kegagalan para murid sebelumnya dikarenakan terlalu percaya diri dan kurang menaruh kepercayaan kepada Allah, sehingga mereka gagal dalam mengusir roh jahat yang merasuki anak itu.

MEDITATIO


A. Pemandu mengajak peserta untuk masuk dalam suasana hening dengan mata terpejam. Kemudian pemandu meminta peserta untuk mebayangkan peristiwa yang dikisahkan dalam perikop ini.
B. Pemandu mengajak peserta untuk merenungkan apa yang dapat diteladan dari Yesus (perilaku, sikap), apa yang dapat dipelajari dari Sabda Yesus, dan apa yang dapat dipelajari dari ayah yang anaknya disembuhkan oleh Yesus bagi dirinya sendiri. (bukan untuk mengajar orang lain).
C. Pemandu meminta peserta untuk menuliskan hasil renungannya.
D. Pemandu meminta peserta, satu demi satu, membacakan hasil renungan dalam meditasinya.

Hasil Renungan

.............................
.............................

ORATIO


Pemandu mengajak peserta untuk menuliskan doa sebagai tanggapan atas pesan yang telah terima dalam perikop tersebut.
Pemandu meminta peserta, satu demi satu, membacakan doa-doa yang ditulisnya. Rangkaian doa ditutup dengan “Bapa Kami”.

DOA

DOA PENUTUP


Pemandu mengajak seluruh peserta untuk berdoa memohon kekuatan dan kasih Allah agar sanggup melaksanakan kehendak-Nya yang telah didengarkan dalam pertemuan ini.

Sumber: Komisi Kerasulan Kitab Suci Keuskupan Agung Jakarta


PERTEMUAN I: MENYEMBUHKAN ORANG BUSUNG AIR (Lukas 14:1-6) (BKSN-KAJ)

PERTEMUAN I
MENYEMBUHKAN ORANG BUSUNG AIR (Lukas 14:1-6)


DOA PEMBUKA

(Pemandu mengajak seluruh peserta berdoa memohon bimbingan Roh Kudus agar dapat memahami firman Allah yang hendak dibaca dan direnungkan)

LECTIO


Pemandu membacakan dan menjelaskan isi perikop. Bahan yang tersedia di bawah ini dapat membantu pemandu untuk memberikan penjelasan

Undangan Makan


Pada suatu hari Sabat, Yesus datang ke rumah salah seorang pemimpin Farisi yang kemungkinan adalah seorang kepala rumah ibadat (Luk 8:41), anggota Mahkamah Agama, atau tua-tua bangsa. Ia datang untuk makan bersama orang-orang Farisi. Makan bersama adalah tradisi orang Yahudi yang menandakan suatu persahabatan (bdk. Kej 26:30; 31:54). Namun, suasana persahabatan itu tidak tampak karena orang-orang Farisi mencari-cari kesalahan Yesus.

Hari itu adalah hari Sabat. Kata "Sabat" berarti "berhenti" atau "beristirahat". Seperti Allah beristirahat pada hari ketujuh, orang Israel diperintahkan untuk mengingat dan menguduskan hari Sabat. Ada enam hari untuk bekerja dan hari ketujuh adalah hari Sabat Tuhan, hari yang dikuduskan oleh Tuhan (Kel 20:8-11). Hari ketujuh ini adalah anugerah Tuhan, setiap orang Farisi memahaminya hanya sebagai larangan: pada hari ini orang tidak boleh bekerja. Makanan pada perjamuan hari Sabat disiapkan dan dimasak pada hari sebelumnya dan kegiatan masak-memasak dihindari pada hari itu.


Perangkap untuk Yesus


Orang-orang Farisi dan para ahli Taurat yang hadir di sana mengamat-amati Yesus dengan seksama kalau-kalau Ia kembali menyembuhkan orang sakit pada hari Sabat seperti yang sudah-sudah. Mereka ingin mempersalahkan Yesus karena menganggap Yesus sebagai ancaman yang berbahaya. Banyak orang yang percaya kepada-Nya dan semakin banyak orang yang mengikuti-Nya; hal ini dapat merongrong kewibawaan mereka sebagai pemimpin agama Yahudi. Ini adalah konflik ketiga kalinya antara Yesus dengan para pemuka Yahudi setelah sebelumnya Yesus menyembuhkan orang yang mati tangannya (Luk 6:6-11) dan orang yang sakit punggungnya pada hari Sabat (Luk 13:10-17)

Pada saat perjamuan, tiba-tiba datanglah seorang sakit busung air berdiri di hadapan Yesus. Orang yang sakit busung air (edema/dropsy) adalah orang yang mengalami pembengkakan pada bagian-bagian tertentu seperti kaki, tangan, dan perut, karena cairan tubuh terkumpul dalam rongga-rongga badan, sela-sela jaringan, dan dalam sel akibat berbagai penyakit seperti penyakit: hati, jantung, dan ginjal. Kehadiran orang yang busung air itu sungguh aneh sebab pada umumnya orang segan memasuki rumah seorang tokoh masyarakat tanpa diundang, apalagi orang sakit! Seperti halnya penyakit kusta, pada zaman itu busung air dianggap sebagai hukuman bagi orang berdosa dan penderitanya dianggap najis. Keadaan tubuhnya sangat tidak nyaman untuk dilihat apalagi di saat perjamuan. Kehadiran tiba-tiba orang sakit busung air di hadapan yesus, di tengah-tengah para undangan, mengundang kecurigaan.

Bagaimana mungkin tiba-tiba datang dan berdiri seorang sakit busung air di hadapan Yesus saat makan bersama? Mengapa tidak ada yang melarangnya masuk? Apakah orang sakit busung air ini sengaja didatangkan dan dipersiapkan oleh musuh-musuh Yesus untuk menjebak-Nya? Mereka mengetahui bahwa Yesus akan berbelas kasihan dan menyembuhkan orang itu. Dengan demikian Yesus pasti terjebak melakukan pelanggaran terhadan hukum Taurat, karena menyembuhkan orang sakit dipandang sebagai bekerja dan hal ini dilarang pada hari Sabat. Apabila Yesus, yang juga dikenal sebagai tabib, melakukan penyembuhan pada hari Sabat, Ia adalah pelanggar hukum Allah yang dapat dipersalahkan.

Tanggapan Yesus


Mengetahui pikiran jahat mereka, Yesus kemudian berkata kepada mereka dengan bertanya, "Diperbolehkankah menyembuhkan orang pada hari Sabat atau tidak?" Orang-orang Farisi dan para ahli Taurat tersebut tidak memberi jawaban apa pun, mereka hanya diam. Mungkin karena mereka takut salah jawab. Bila mereka menjawab "boleh" berarti mereka membenarkan pelanggaran hukum Taurat yang mereka junjung tinggi. Mereka juga tidak dapat menjawab "tidak boleh" karena berbuat baik tidak dapat dibatasi pada hari tertentu. Karena itu, mereka diam dan tidak menjawab pertanyaan Yesus. Lalu, Yesus memegang tangan orang sakit itu, menyembuhkannya, dan menyuruhnya pergi.

Setelah menyembuhkan orang sakit itu, Yesus mengajukan pertanyaan kepada orang-orang Farisi dan para ahli Taurat, "Siapakah di antara kamu yang tidak segera menarik keluar anaknya (terjemahan lain: keledainya) atau lembunya kalau terperosok ke dalam sebuah sumur, meskipun pada hari Sabat?" Yesus berkata demikian karena tahu mereka membawa hewan-hewan mereka ke tempat minuman pada hari Sabat. Kalau ada ternak yang jatuh ke dalam sumur, niscaya mereka akan menyelamatkannya (Luk 13:15). Mereka semua tidak sanggup membantah Yesus, sebab kalau seekor hewan saja segera ditolong atau diselamatkan pada hari Sabat, apalagi seorang manusia yang sedang sakit!

Orang-orang Farisi dan para ahli Taurat gagal memahami tindakan Yesus, mereka memandang apa yang dilakukan-Nya sebagai pelanggaran hukum. Sedangkan Yesus sendiri lebih mengutamakan perbuatan kasih dan menyelamatkan manusia daripada sekedar ketaatan buta terhadap peraturan. Melalui tindakan-Nya, Yesus ingin menunjukkan kepada orang-orang Farisi dan para ahli Taurat semangat hari Sabat yang sebenarnya, yakni Sabat merupakan anugerah Tuhan bagi umat manusia (Kel 16:21-30); dengan demikian hari Sabat bukanlah hambatan untuk berbuat kasih terhadap sesama manusia, yang merupakan hukum terutama dalam Taurat!

MEDITATIO


A. Pemandu mengajak peserta untuk masuk dalam suasana hening dengan mata terpejam. Kemudian pemandu meminta peserta untuk mebayangkan peristiwa yang dikisahkan dalam perikop ini.
B. Pemandu mengajak peserta untuk merenungkan apa yang dapat diteladan dari Yesus (perilaku, sikap), apa yang dapat dipelajari dari Sabda Yesus, dan apa yang dapat dipelajari dari orang-orang Farisi serta para ahli Taurat bagi dirinya sendiri (bukan untuk mengajar orang lain).
C. Pemandu meminta peserta untuk menuliskan hasil renungannya.
D. Pemandu meminta peserta, satu demi satu, membacakan hasil renungan dalam meditasinya.

Hasil Renungan

.............................
.............................

ORATIO


  • Pemandu mengajak peserta untuk menuliskan doa sebagai tanggapan atas pesan yang telah terima dalam perikop tersebut.
  • Pemandu meminta peserta, satu demi satu, membacakan doa-doa yang ditulisnya. Rangkaian doa ditutup dengan “Bapa Kami”.
DOA

DOA PENUTUP


Pemandu mengajak seluruh peserta untuk berdoa memohon kekuatan dan kasih Allah agar sanggup melaksanakan kehendak-Nya yang telah didengarkan dalam pertemuan ini.


Sumber: Komisi Kerasulan Kitab Suci Keuskupan Agung Jakarta

Bacaan Harian 17 - 23 September 2012

Bacaan Harian 17 - 23 September 2012

Senin, 17 September: Hari Biasa Pekan XXIV (H).
1Kor 11:17-26; Mzm 40:7-8a.8b-9.10.17; Luk 7:1-10.
Paulus mengingatkan akan kisah Ekaristi. Dalam Ekaristi itu, Yesus mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan berkata: “Inilah Tubuh-Ku, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi kenangan akan Aku.” Demikian juga Yesus mengambil cawan, lalu berkata: “Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darah-Ku; perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, sebagai kenangan akan Aku!” Perayaan Ekaristi ditetapkan dan diperintahkan oleh Tuhan Yesus Kristus sendiri, yakni pada perjamuan malam terakhir. Tuhan Yesus sendirilah yang menetapkan Ekaristi sebagai kenangan akan Diri-Nya, yakni Dia dan karya penebusan-Nya yang berpuncak pada wafat dan kebangkitan-Nya. Di situ kemenangan dan kejayaan Kristus atas maut dihadirkan.

Selasa, 18 September: Hari Biasa Pekan XXIV (H)
1Kor 12:12-14.27-31a; Mzm 100:2.3.4.5; Luk 7:11-17.
Tergerak oleh belas kasihan, Yesus membangkitkan anak muda dari Nain yang telah mati itu. Yesus berkuasa atas hidup dan mati. Ia menginginkan kita semua memperoleh kehidupan. Tetapi seringkali kita sendiri yang terus bergerak pada kematian dengan segala kegelapannya. Hari ini Yesus tergerak oleh belas kasihan untuk juga berkata kepada kita: Bangkitlah!

Rabu, 19 September: Hari Biasa Pekan XXIV (H).
1Kor 12:31-13:13; Mzm 33:2-3.4-5.12.22; Luk 7:31-35.
Orang yang hatinya tertutup sulit sekali bertumbuh dalam iman, karena seringkali hanya mengandalkan akal budi dan kekuatan sendiri. Padahal tanpa iman, hidup berada dalam kegelapan. Sikap kerendahan hati, mengakui kelemahan diri, dan bergantung pada kuasa Allah sangatlah diperlukan untuk bisa menerima rahmat iman.

Kamis, 20 September: Peringatan Wajib St. Andreas Kim Taegon dan St. Paulus Chong Hasang, dkk, Martir (M).
1Kor 15:1-11; Mzm. 118:1-2.16ab-17.28; Luk 7:36-50.
Karena mengalami cinta dan belas kasih Allah, perempuan itu bersimpuh di hadapan Yesus dan mengurapi kaki-Nya. Apakah kita juga menyadari bahwa kita pun banyak mengalami cinta dan belas kasih Allah. Lalu, apa yang telah kita lakukan untuk-Nya?

Jumat, 21 September: Pesta St. Matius, Rasul dan Penulis Injil (M).
Ef 4:1-7.11-13; Mzm 19:2-3.4-5; Mat 9:9-13.
Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, melainkan orang sakit. Tentu saja orang yang merasa dirinya sehat-sehat saja tidak perlu mencari tabib atau dokter. Tetapi bukan saja tubuh yang harus sehat, jiwa (tubuh rohani) kita juga harus dipelihara supaya sehat. Yesus datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa. Ingatlah bahwa manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah (Mat 4:4). Nah, kalau kita masih merasa diri orang berdosa, Yesus ingin sekali datang kepada kita. Maukah kita menyambut-Nya supaya hidup kita dipulihkan, disegarkan dan dikuatkan oleh-Nya? Dia menunggu jawaban kita, orang berdosa ini.

Sabtu, 22 September: Hari Biasa Pekan XXIV (H).
1Kor 15:35-37.42-49; Mzm 56:10.11-12.13-14; Luk 8:4-15.
Yesus telah menaburkan sabda-Nya. Ia tentu berharap, sabda-Nya itu tinggal dalam hati yang baik, yang kemudian dapat berbuah, lalu menjadi benih baru bagi orang lain juga. Inilah tugas utama murid Yesus.

Minggu, 23 September: Hari Minggu Biasa XXV (H).
Keb 2:12.17-20; Mzm 54:3-4.5.6.8; Yak 3:16-4:3; Mrk 9:30-37.
Manusia cenderung menjalankan jabatan dengan unjuk kuasa. Yesus justru menghendaki sebaliknya, semakin tinggi jabatan kita semakin kita harus lebih dalam lagi melayani. Maka, orang terhormat di hadapan Yesus adalah orang yang siap melayani tanpa batas.

Senin, 17 September 2012 Hari Biasa Pekan XXIV

Senin, 17 September 2012
Hari Biasa Pekan XXIV


Kalau membantumu untuk kemuliaan Tuhan dan kebahagiaan kekalmu, hal-hal itu baik dan harus dicari; kalau merupakan rintangan, maka itu jahat dan harus dihindari --- St Robertus Bellarminus


Antifon Pembuka (1Kor 11:26)

Setiap kali kalian makan roti ini dan minum dari piala ini, kalian wartakan wafat Tuhan, sampai Ia datang.

Doa Pagi


Allah Bapa yang mahakuasa, kami mohon kepada-Mu, kuatkanlah iman, harapan dan kasih kami. Semoga karena kekuatan rahmat-Mu, hari ini kami mampu melaksanakan kehendak-Mu lewat perkataan dan perbuatan. Dengan pengantaraan Kristus, Tuhan kami. Amin.

Munculnya binih-benih perpecahan di dalam jemaat Korintus membuat acara perjamuan menjadi aneh. Banyak orang membawa makanan dan memakannya sendiri-sendiri di tempat perjamuan. Paulus meletakkan dasar tegurannya pada perjamuan Kristus. Jemaat yang makan roti dan minum piala anggur dalam pertemuan berarti mewartakan wafat Kristus. Perjamuan orang-orang beriman menjadi ritus suci, bukan sekadar mengisi perut.

Bacaan dari Surat Pertama Rasul Paulus kepada umat di Korintus (11:17-26)

"Setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang."

Saudara-saudara, dalam peraturan-peraturan yang berikut aku tidak dapat memuji kamu, sebab pertemuan-pertemuanmu tidak mendatangkan kebaikan, tetapi mendatangkan keburukan. Sebab pertama-tama aku mendengar, bahwa apabila kamu berkumpul sebagai Jemaat, ada perpecahan di antara kamu, dan hal itu sedikit banyak aku percaya. Sebab di antara kamu harus ada perpecahan, supaya nyata nanti siapakah di antara kamu yang tahan uji. Apabila kamu berkumpul, kamu bukanlah berkumpul untuk makan perjamuan Tuhan. Sebab pada perjamuan itu tiap-tiap orang memakan dahulu makanannya sendiri, sehingga yang seorang lapar dan yang lain mabuk. Apakah kamu tidak mempunyai rumah sendiri untuk makan dan minum? Atau maukah kamu menghinakan Jemaat Allah dan memalukan orang-orang yang tidak mempunyai apa-apa? Apakah yang kukatakan kepada kamu? Memuji kamu? Dalam hal ini aku tidak memuji. Sebab apa yang telah kuteruskan kepadamu, telah aku terima dari Tuhan, yaitu bahwa Tuhan Yesus, pada malam waktu Ia diserahkan, mengambil roti dan sesudah itu Ia mengucap syukur atasnya; Ia memecah-mecahkannya dan berkata: "Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!" Demikian juga Ia mengambil cawan, sesudah makan, lalu berkata: "Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darah-Ku; perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku!" Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.

Mazmur Tanggapan

Ref. Wartakanlah wafat Tuhan, sampai Ia datang.

Ayat. (Mzm 40:7-8a.8b-9.10.17)

1. Kurban dan persembahan tidak Kauinginkan, tetapi Engkau telah membuka telingaku; kurban bakar dan kurban silih tidak Engkau tuntut. Lalu aku berkata, 'Lihatlah Tuhan, aku datang.'
2. Dalam gulungan kitab ada tertulis tentang aku: "Aku senang melakukan kehendak-Mu, ya Allahku; Taurat-Mu ada di dalam dadaku."
3. Aku mengabarkan keadilan di tengah jemaat yang besar, bibirku tidak kutahan terkatup; Engkau tahu itu, ya Tuhan.
4. Biarlah bergembira dan bersukacita semua orang yang mencari Engkau: Biarlah mereka yang mencintai keselamatan dari pada-Mu tetap berkata, "Tuhan itu besar!"

Bait Pengantar Injil
Ref. Alleluya, alleluya.
Ayat. (Yoh 3:16)
Begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal

Perwira Romawi itu adalah donatur pembangunan rumah ibadat Yahudi. Selain murah hati, dia juga orang baik dan saleh. Lebih dari itu, kualitas imannya mengejutkan banyak orang dan mendatangkan pujian dari Yesus. Gaya beriman seorang militer, tidak membutuhkan banyak kata. Sepatah kata perintah seorang komandan harus dilaksanakan dan pasti menjadi kenyataan. Kata-kata Yesus dipandang sebagai perintah komandan. Bukankah seperti ini kualitas sabda sejak zaman Penciptaan?


Inilah Injil Yesus Kristus menurut Lukas (7:1-10)

"Di Israel pun iman sebesar itu belum pernah Kujumpai."

Pada suatu ketika, setelah mengakhiri pengajaran-Nya kepada orang banyak, masuklah Yesus ke Kapernaum. Di situ ada seorang perwira yang mempunyai seorang hamba, yang sangat dihargainya. Hamba itu sedang sakit keras dan hampir mati. Ketika perwira itu mendengar tentang Yesus, ia menyuruh beberapa orang tua-tua Yahudi kepada-Nya untuk meminta, supaya Ia datang dan menyembuhkan hambanya. Mereka datang kepada Yesus dan dengan sangat mereka meminta pertolongan-Nya, katanya: "Ia layak Engkau tolong, sebab ia mengasihi bangsa kita dan dialah yang menanggung pembangunan rumah ibadat kami." Lalu Yesus pergi bersama-sama dengan mereka. Ketika Ia tidak jauh lagi dari rumah perwira itu, perwira itu menyuruh sahabat-sahabatnya untuk mengatakan kepada-Nya: "Tuan, janganlah bersusah-susah, sebab aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku; sebab itu aku juga menganggap diriku tidak layak untuk datang kepada-Mu. Tetapi katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh. Sebab aku sendiri seorang bawahan, dan di bawahku ada pula prajurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit itu: Pergi!, maka ia pergi, dan kepada seorang lagi: Datang!, maka ia datang, ataupun kepada hambaku: Kerjakanlah ini!, maka ia mengerjakannya." Setelah Yesus mendengar perkataan itu, Ia heran akan dia, dan sambil berpaling kepada orang banyak yang mengikuti Dia, Ia berkata: "Aku berkata kepadamu, iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai, sekalipun di antara orang Israel!"
Berbahagialah orang yang mendengarkan sabda Tuhan dan tekun melaksanakannya.
U. Sabda-Mu adalah jalan, kebenaran dan hidup kami.

Renungan

Seorang perwira kafir menyatakan imannya. Ia percaya akan kuasa kata-kata Yesus. Ia yakin bahwa hanya dengan sepatah kata saja, Yesus mampu menyembuhkan hambanya yang sakit keras dan hampir mati. Kedalaman iman kita itu, kita ungkapkan dalam penyerahan diri dan percaya akan kuasa kehadiran dan sabda Yesus yang menyembuhkan. Apakah aspek penyerahan diri ini juga terungkap dalam doa-doa harian kita?

Doa Malam


Terima kasih Tuhan atas teladan perwira Romawi yang menguatkan iman kami. Belajar dari dia, kami pun berseru, "Ya Tuhan saya tidak pantas Engkau datang pada saya, tetapi bersabdalah sepatah kata saja, maka saya akan sembuh." Engkaulah Tuhan, Pengantara kami. Amin.

RUAH

MINGGU BIASA XXVI/B - 16 SEPTEMBER 2012

MINGGU BIASA XXVI/B - 16 SEPTEMBER 2012
Yes 50:5-9a; Yak 2:14-18; Mrk 8:27-35

"Engkau adalah Mesias ....."
Itulah jawaban Petrus atas pertanyaan Yesus, "Menurut kamu, siapakah Aku ini?" Jawaban Petrus ini tepat namun masih harus diperdalam maknanya. Orang Yahudi pada waktu itu, termasuk para murid, memahami bahwa Mesias sebagai tokoh politik yang di diutus Allah untuk menyelamatkan bangsa Israel dari penjajahan bangsa lain. Apakah ini mesianitas Yesus? Bukan.

Yesus memang diutus Allah untuk menyelamatkan umat manusia. Namun, Ia sama sekali tidak tertarik pada kekuasaan politis. Ia juga tidak mengobarkan perlawanan terhadap penjajah. Maka, Yesus bukanlah Mesias yang akan membebaskan bangsa Israel dari penjajahan bangsa lain dengan cara merebut kekuasaan politis dan kemudian memerintah di atas tahta.

Yesus membebaskan dan menyelamatkan bangsa manusia bukan dari penjajahan bangsa lain tetapi dari penjajahan setan dan perbudakan dosa. Caranya adalah dengan "Menanggung banyak penderitaan ... ditolak oleh tua-tua, oleh imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari". Salib adalah tahta Yesus, Sang Mesias, untuk menyelamatkan umat manusia.

Gambaran penderitaan Mesias ini disharingkan dengan amat gamblang dalam nubuat Yesaya (bac. pertama). Seorang Hamba Yahwe rela menderita demi keselamatan umat. Ia tidak melakukan kesalahan apa pun tetapi rela menanggung penderitaan untuk membebaskan umat dari hukuman. Tokoh Hamba Yahwe ini biasa dipahami sebagai antisipasi akan kehadiran Yesus yang rela menderita dan mati di salib untuk menyelamatkan kita.

Demikianlah iman kita akan Mesianitas Yesus. Selanjutnya, bagaimana kita menghayati iman kita. Tidak cukup hanya mengatakan bahwa Yesus adalah mesias. St. Yakobus (bac. kedua) menegaskan bahwa "jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakikatnya mati". Maka, iman harus diwujudkan dalam perbuatan.

Perbuatan macam apakah itu? "Setiap orang yang mau mengikuti Aku, harus menyangkal diri, memikul salibnya, dan mengikuti Aku." Karena Yesus telah menderita dan menanggul salib-Nya demi keselamatan kita, maka kita juga harus menunjukkan kesetiaan kita untuk mengikuti dan mengimani-Nya dengan berani menderita dan memanggul salib kita masing-masing.
Nah, sekarang perlu dijernihkan makna penderitaan dan salib. Penderitaan Yesus di salib adalah penderitaan sebagai konsekuensi atas kerelaan-Nya untuk berkorban demi keselamatan kita. Maka, penderitaan salib itu bukanlah penderitaan karena kesalahan, kecerobohan, dan kesembronoan kita tetapi merupakan risiko yg harus kita tanggung karena kita mengikuti Yesus dan/atau karena kita menyelamatkan (menolong, membantu, mengasihi) sesama. Inilah perwujudan iman kita sesuai permintaan Yesus, untuk menyangkal diri, memikul salib, dan mengikuti-Nya.

Pada bagian akhir Injil, Yesus menyampaikan bahwa penderitaan yang ditanggung sebagai konsekuensi mengikuti dan mengimani Yesus mempunyai perspektif masa depan, yakni kehidupan abadi. Penderitaan dan kematian di dunia ini, asal itu merupakan konsekuensi dari kesetiaan kita mengikuti dan mengimani Yesus serta pengorbanan kita untuk mengasihi sesama akan membuahkan keselamatan abadi. Maka, Yesus mengajak kita untuk berpikir, bersikap, dan berbuat, "tak apalah di dunia ini menderita karena mengikuti Yesus dan mengasihi sesama, karena akan mendapatkan keselamatan dalam kehidupan kekal".

RD. Ag. Agus Widodo

Minggu, 16 September 2012 Hari Minggu Biasa XXIV

Minggu, 16 September 2012
Hari Minggu Biasa XXIV

Persaudaraan mana tidak bergembira akan kegembiraan seorang saudara? ---- St Siprianus


Antifon Pembuka (Sir 36:15-16)


Berikanlah damai kepada mereka yang mengandalkan Dikau, ya Tuhan, agar terbuktilah kebenaran para nabi-Mu. Dengarkanlah doa-doa hamba-Mu dan umat-Mu Israel.


Doa Pagi


Allah Bapa kami yang Mahakudus, Putra-Mu tidak melarikan diri dari penderitaan, tetapi menghadapinya sampai wafat. Kami mohon, arahkanlah pandangan kami pada salib-Nya, bila kami sendiri dirundung malang ataupun iba hati oleh penderitaan sesama. Perkenankanlah kami menempuh jalan Putra-Mu, yaitu hidup dan mati bagi sesama dan dengan demikian mengalami cinta kasih-Mu sepenuhnya. Dengan pengantaraan Yesus Kristus, Putra-Mu, Tuhan kami, yang bersama dengan Dikau dalam persatuan Roh Kudus, hidup dan berkuasa, Allah, sepanjang segala masa. Amin.


Bacaan dari Kitab Yesaya (50:5-9a)


Tuhan Allah telah membuka telingaku, dan aku tidak memberontak, tidak berpaling ke belakang. Aku memberikan punggungku kepada orang-orang yang memukul aku, dan pipiku kepada orang-orang yang mencabuti janggutku. Aku tidak menyembunyikan mukaku ketika aku dinodai dan diludahi. Tetapi Tuhan Allah menolong aku; sebab itu aku tidak mendapat noda. Maka aku meneguhkan hatiku seperti teguhnya gunung batu, karena aku tahu bahwa aku tidak akan mendapat malu. Dia yang menyatakan aku benar telah dekat. Siapakah yang berani berbantah dengan aku? Marilah kita tampil bersama-sama! Siapakah lawanku beperkara? Biarlah ia mendekat kepadaku! Sungguh, Tuhan Allah menolong aku; siapakah yang berani menyatakan aku bersalah?

Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.

Mazmur Tanggapan, do = d, 2/2, PS 809

Ref. Berbelaskasihlah Tuhan dan adil Allah kami adalah rahim
Ayat. (Mzm 116:1-2.3-4.5-6.8-9; Ul: 9)

1. Aku mengasihi Tuhan, sebab Ia mendengarkan suara permohonanku. Sebab Ia menyendengkan telinga-Nya kepadaku, maka semua hidupku aku akan berseru kepada-Nya.
2. Tali-tali maut telah melilit aku dan kegentaran terhadap dunia orang mati menimpa aku; aku mengalami kesesakan dan kedukaan, tetapi aku menyerukan nama Tuhan, "Ya Tuhan luputkanlah kiranya aku.
3. Tuhan adalah pengasih dan adil, Allah kita penyayang. Tuhan memelihara orang-orang sederhana; aku sudah lemah, tetapi diselamatkan-Nya!"
4. Tuhan, Engkau telah meluputkan aku dari maut, Engkau telah meluputkan mataku dari air mata, dan kakiku dari tersandung. Aku boleh berjalan di hadapan Tuhan, di negeri orang-orang hidup.

Bacaan dari Surat Rasul Yakobus (2:14-18)


Saudara-saudaraku, apakah gunanya kalau seorang mengatakan bahwa ia beriman, tetapi tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia? Misalnya saja, seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari. Kalau seorang dari antara kamu berkata kepadanya, 'Selamat jalan! Kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang' tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang diperlukan tubuhnya, apakah gunanya itu? Demikian pula halnya dengan iman! Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakikatnya mati. Tetapi mungkin ada orang berkata, 'Padamu ada iman dan padaku ada perbuatan'; aku akan menjawab dia, 'Tunjukkanlah kepadaku imanmu itu tanpa perbuatan, dan aku akan menunjukkan kepadamu imanku dari perbuatan-perbuatanku'.

Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.

Bait Pengantar Injil, do = f, 2/2, PS 951

Ref. Alleluya, alleluya, alleluya
Ayat. (Gal 6:14; 2/4)
Aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab oleh-Nya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia.

Inilah Injil Yesus Kristus menurut Markus (8:27-35)


Pada suatu hari Yesus bersama murid-murid-Nya pergi ke kampung-kampung di sekitar Kaisarea Filipi. Di tengah jalan Yesus bertanya kepada murid-murid-Nya, "Kata orang, siapakah Aku ini?" Para murid menjawab, "Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia, ada pula yang mengatakan: seorang dari para nabi." Yesus bertanya lagi kepada mereka, "Tetapi menurut kamu, siapakah Aku ini?" Maka Petrus menjawab: "Engkau adalah Mesias!" Lalu Yesus melarang mereka dengan keras supaya jangan memberitahukan kepada siapa pun tentang Dia. Kemudian mulailah Yesus mengajarkan kepada mereka, bahwa Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan. Ia akan ditolak oleh tua-tua, oleh imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari. Hal ini dikatakan-Nya dengan terus terang. Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegur-Nya. Maka berpalinglah Yesus dan sambil memandang murid-murid-Nya Ia memarahi Petrus, kata-Nya, "Enyahlah Iblis! Sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia." Lalu Yesus memanggil orang banyak dan murid-murid-Nya, dan berkata kepada mereka, "Setiap orang yang mau mengikuti Aku, ia harus menyangkal diri, memikul salibnya dan mengikut Aku. Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya."

Inilah Injil Tuhan kita!
U. Sabda-Mu sungguh mengagumkan!


Renungan


Kitab Suci mengajarkan kepada kita bahwa iman yang tidak disertai oleh perbuatan baik adalah iman yang mati (lih. Yak 2:17). Dengan demikian, jika dirumuskan secara positif adalah: iman yang disertai perbuatan baik adalah iman yang hidup. Iman yang hidup inilah, yang kita peroleh karena kasih karunia Allah, yang dapat menyelamatkan kita (lih. Ef 2:8-10; Tit 3:5-8; Yak 2:14-26). Dengan demikian,
jika kita ingin diselamatkan kita harus mempunyai iman yang hidup, yaitu iman yang dinyatakan dengan perbuatan baik/ kasih.

Berikut ini adalah keterangan yang diterjemahkan dan disarikan dari
The Navarre Bible, yang menjelaskan kaitan antara iman dan perbuatan baik, yang diambil dari penjelasan perikop surat Rasul Yakobus 2:14-26:
“Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia? (Yak 2:14)
ay. 14. Ajaran ini sangat sesuai dengan ajaran Kristus, “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.” (Mat 7:21)
Iman tanpa perbuatan tidak dapat menyelamatkan: “Tetapi tidak diselamatkan orang, yang meskipun termasuk anggota Gereja namun tidak bertambah dalam cinta-kasih; jadi yang “dengan badan” memang berada dalam pangkuan Gereja, melainkan tidak “dengan hatinya”. Pun hendaklah semua putera Gereja menyadari, bahwa mereka menikmati keadaan yang istimewa itu bukan karena jasa-jasa mereka sendiri, melainkan berkat rahmat Kristus yang istimewa. Dan bila mereka tidak menanggapi rahmat itu dengan pikiran, perkataan dan perbuatan, mereka bukan saja tidak diselamatkan, malahan akan diadili lebih keras.” (Luk 12:48, Lih. Mat 5:19-20; 7:2-22; 25:4-46; Yak 2:14) (Konsili Vatikan II, Lumen Gentium 14)

Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari, dan seorang dari antara kamu berkata: “Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!”, tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu? (Yak 2:15-16)

ay.15-16
. Ini adalah contoh yang jelas yang serupa dengan ajaran dalam surat Rasul Yohanes, “Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?” (1Yoh 3:17). Dan kesimpulannya, “Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran.” (1 Yoh 3:18).

Maka, misalnya, perbuatan derma yang sering dipuji dan dianjurkan dalam Kitab Suci (lih. Ul 15:11; Tob 4:11; Luk 12:33; Kis 9:36; 2Kor 8:9) adalah menjadi semacam tugas. Kristus, “akan memperhitungkan perbuatan baik yang dilakukan ataupun dihindari kepada kaum miskin sebagai perbuatan yang ditujukan kepada diri-Nya sendiri [...].
Barangsiapa telah menerima dari kelimpahan rahmat ilahi, bagian yang besar dalam hal berkat- berkat duniawi, apakah itu bersifat material ataupun kepandaian, telah menerimanya untuk maksud agar dapat digunakan untuk menyempurnakan kodratnya, dan pada saat yang sama, agar ia dapat mengembangkannya, sebagai pengelola penyelenggaraan Tuhan demi kebaikan sesama manusia.” (Paus Leo XIII, Rerum Novarum, 24)
Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati. (Yak 2:17)

ay. 17. Sebagaimana melibatkan ketaatan yang teguh terhadap kebenaran yang diwahyukan Allah, iman harus mempengaruhi kehidupan sehari-hari umat Kristen, dan menjadi patokan yang menjadi tolok ukur bagi perbuatannya. Ketika perbuatan-perbuatan seseorang tidak sesuai dengan imannya, maka imannya itu mati.

Ajaran Kristiani juga menjabarkan iman seseorang yang di dalam keadaan dosa berat sebagai “iman yang mati”, sebab ia tidak berada di dalam rahmat Tuhan, ia tidak mempunyai kasih sebab kasih adalah jiwa dari segala kebajikan lainnya. “Iman tanpa harapan dan kasih tidaklah menyatukan manusia dengan Kristus ataupun menjadikannya anggota yang hidup bagi tubuh-Nya. Karena itu, dikatakan dengan benar sekali bahwa, ‘iman tanpa perbuatan adalah mati’ (Yak 2:17-) dan tidak berguna” (Konsili Trente,
De iustificatione, 7)

Tetapi mungkin ada orang berkata: “Padamu ada iman dan padaku ada perbuatan”, aku akan menjawab dia: “Tunjukkanlah kepadaku imanmu itu tanpa perbuatan, dan aku akan menunjukkan kepadamu imanku dari perbuatan-perbuatanku.” (Yak 2:18)


ay.18
Rasul Yakobus menjelaskan dengan terang sekali bahwa iman tanpa perbuatan sangatlah tidak masuk akal sama sekali. “Kebenaran iman melibatkan tidak saja kepercayaan di dalam hati, tetapi juga pengungkapan ke luar, yang diekspresikan tidak saja dengan pernyataan iman seseorang, tetapi juga dengan perbuatan-perbuatan yang melaluinya orang itu menunjukkan imannya.” (St. Thomas Aquinas, Summa Theologiae, II-II, q.124, a.5)

Engkau percaya, bahwa hanya ada satu Allah saja? Itu baik! Tetapi setan-setanpun juga percaya akan hal itu dan mereka gemetar. (Yak 2:19)


ay.19. Selanjutnya Rasul Yakobus bahkan membandingkan iman tanpa perbuatan dengan semacam iman yang dimiliki oleh setan-setan, sebab mereka percaya: karena terpaksa percaya dengan bukti tanda-tanda (contoh berbagai mujizat, dan nubuat) yang mendukung ajaran Kristiani (lih. Summa Theologiae, II-II, q.5, a.2). Namun demikian iman semacam ini bukan iman yang menyelamatkan; sebaliknya menyebabkan mereka ciut/takut karena mengingatkan mereka akan keadilan ilahi dan penghukuman kekal.

Mengkomentari ayat ini, St. Bede menjelaskan bahwa ada perbedaan antara percaya Tuhan, percaya akan Tuhan, dan percaya kepada Tuhan. “Percaya Tuhan adalah percaya bahwa yang dikatakan-Nya adalah benar. Percaya akan Tuhan, artinya percaya bahwa Ia adalah Tuhan. Percaya kepada Tuhan adalah mengasihi Dia. Banyak orang, bahkan orang jahat percaya bahwa Tuhan mengatakan kebenaran, dan mereka percaya akan yang dikatakan itu sebagai kebenaran meskipun mereka tidak menginginkannya atau terlalu malas untuk mengikutinya. Percaya bahwa Ia adalah Tuhan juga adalah sesuatu yang dapat dilakukan oleh setan-setan. Tetapi percaya kepada-Nya dan mengikuti Dia hanya benar terjadi pada mereka yang mengasihi Tuhan, yaitu umat Kristen, yang tidak hanya namanya saja tanpa perbuatan dan hidup yang membuktikan hal itu. Sebab tanpa kasih, iman itu sia-sia. Dengan kasih, iman menjadi iman Kristen; tanpa kasih, iman menjadi iman setan-setan (St. Bede,
Super Iac.expositio, ad loc)

Kamu lihat, bahwa iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna. Dengan jalan demikian genaplah nas yang mengatakan: “Lalu percayalah Abraham kepada Allah, maka Allah memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.” Karena itu Abraham disebut: “Sahabat Allah.” Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman. (Yak 2:22-24)


ay.22-24.
Magisterium Gereja mengutip ayat-ayat ini ketika mengajarkan tentang justifikasi/ pembenaran, penghapusan dosa, yang diterima sebagai pemberian yang cuma-cuma di dalam sakramen Pembaptisan, bertumbuh di dalam kekuatan asalkan orang yang dibaptis itu menanggapi rahmat Tuhan dengan melaksanakan perintah-perintah Tuhan dan Gereja; orang yang benar dan jujur/adil, “bertumbuh di dalam keadilan yang mereka terima melalui rahmat Kristus, iman mereka disempurnakan oleh perbuatan (lih. Yak 2:22), dan mereka lebih dibenarkan lagi, sebab ada tertulis: “barangsiapa yang benar, biarlah ia terus berbuat kebenaran” (Why 22:11) [...] dan lagi, “Jadi kamu lihat bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman. (Yak 2:24)” (Konsili Trente, De iustificatione, 10)

Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati.” (Yak 2:26)
ay.26.
Deangan berbicara tentang roh, Rasul Yakobus mengacu kepada “nafas kehidupan”, “pernafasan”…. kita mengetahui bahwa tubuh menjadi hidup oleh karena nafas, tanpa nafas maka tubuh menjadi jasad. Demikian pula, iman yang hidup menyatakan dirinya sendiri dengan perbuatan-perbuatan, terutama di dalam perbuatan kasih.

“Seperti ketika tubuh bergerak kita mengetahui bahwa ia hidup,” kata St. Bernardus, “maka perbuatan-perbuatan baik menunjukkan bahwa iman itu hidup. Jiwa memberikan hidup kepada tubuh, menyebabkannya bergerak dan merasakan; kasih memberikan hidup kepada iman, dan menyebabkannya berbuat sesuatu, sebagaimana dikatakan oleh Rasul Paulus, “iman yang bekerja oleh kasih” (Gal 5:6). Seperti halnya tubuh mati ketika jiwanya meninggalkannya, maka iman mati jika perbuatan kasih menjadi dingin/ berkurang. Karena itu, ketika kamu melihat seseorang yang aktif melakukan perbuatan-perbuatan baik dan gembira dan bersemangat di dalam tingkah lakunya, kamu dapat yakin bahwa iman itu hidup di dalam dirinya: hidupnya jelas membuktikan hal itu.” (St. Bernard,
Second Sermon on the Holy Day of Easter, 1)

Gereja Katolik mendefinisikan iman sebagai berikut, sebagaimana disebutkan dalam Katekismus:
KGK 1814 Iman adalah kebajikan ilahi, olehnya kita percaya akan Allah dan segala sesuatu yang telah Ia sampaikan dan wahyukan kepada kita dan apa yang Gereja kudus ajukan supaya dipercayai. Karena Allah adalah kebenaran itu sendiri. Dalam iman “manusia secara bebas menyerahkan seluruh dirinya kepada Allah” (DV 5). Karena itu, manusia beriman berikhtiar untuk mengenal dan melaksanakan kehendak Allah. “Orang benar akan hidup oleh iman” (Rm 1:17); Iman yang hidup bekerja oleh kasih” (Gal 5:6).
KGK 1815 Anugerah iman tinggal di dalam dia yang tidak berdosa terhadapnya (Bdk. Konsili Trente: DS 1545). Tetapi “iman tanpa perbuatan adalah mati” (Yak 2:26). Iman tanpa harapan dan kasih tidak sepenuhnya mempersatukan orang beriman dengan Kristus dan tidak menjadikannya anggota yang hidup dalam Tubuh-Nya.
KGK 1816 Murid Kristus harus mempertahankan iman dan harus hidup darinya, harus mengakuinya, harus memberi kesaksian dengan berani dan melanjutkannya. Semua orang harus “siap-sedia mengakui Kristus di muka orang-orang, dan mengikuti-Nya menempuh jalan salib di tengah penganiayaan, yang selalu saja menimpa Gereja ” (LG 42, Bdk. DH 14). Pengabdian dan kesaksian untuk iman sungguh perlu bagi keselamatan: “Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan Bapa-Ku yang di surga. Tetapi barang siapa menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan Bapa-Ku yang di surga” (Mat 10:32-33).

Mrk 8:31-33 Penderitaan menghantar kepada keselamatan


Yesus memberitahu murid- murid-Nya tentang penderitaan dan wafat-Nya yang akan dialaminya. Saat itu murid-murid tidak memahaminya bahwa Yesus akan mendapat perlakuan sedemikian oleh tua-tua, imam kepala dan para ahli Taurat. Rasul Petrus menyuarakan protesnya, namun perkataannya ini malah dikecam oleh Yesus, sebab Ia ingin menegaskan bahwa misi-Nya bersifat spiritual/ rohani, dan bukan duniawi menurut pemikiran manusia. Misi Kristus adalah misi Allah, yaitu bahwa Yesus harus menyelamatkan manusia melalui penderitaan dan kematian. Demikianlah, bagi kita juga, penderitaan jika dipersatukan dengan Kristus dapat menjadi sarana yang menghantar kita kepada keselamatan.


Mrk 8:34 Memikul salib untuk mencapai kehidupan kekal


Dengan menunjuk kepada diri-Nya sendiri, yaitu bahwa pelaksanaan misi-Nya membawa-Nya kepada salib, Yesus mengajarkan bahwa kita para pengikut-Nya juga harus melalui jalan yang sama. Hidup sebagai seorang Kristen, dengan segala tuntutannya, merupakan sebuah salib yang harus dipikul, untuk mengikuti Kristus.

Kristus tidak mengajarkan jalan pintas berupa euforia sesaat, atau dedikasi yang hanya sesekali atau setengah- setengah, tetapi Ia menghendaki komitmen total seumur hidup -yang melibatkan penyangkalan diri- dengan ketaatan dan kesetiaan terhadap kehendak Allah, sebagaimana dicontohkan-Nya. Sebab tujuan yang ditentukan-Nya bagi manusia adalah kehidupan kekal. Maka kehidupan di dunia yang sementara ini harus dinilai dalam terang kehidupan kekal tersebut. Apa yang kita lakukan di dunia ini harusnya membantu mengarahkan kita kepada kehidupan kekal, dan bukan sebaliknya.

Mrk 8:35 Kehilangan kehidupan duniawi


“Nyawa” dalam terjemahan Vulgate adalah kata yang berarti ‘jiwa’. Di ayat ini jiwa/nyawa artinya sama dengan hidup. Kata ‘hidup’ dapat mengacu kepada hidup di dunia dan hidup kekal. Di sini Yesus mengajarkan bahwa walaupun kematian dapat mengakhiri hidup di dunia, namun Ia dapat mengubah kematian menjadi kehidupan kekal.

Dengan demikian, maksud-Nya adalah: barangsiapa yang mengutamakan hidup duniawi, ia akan kehilangan hidup surgawi, namun barangsiapa kehilangan hidup duniawi demi Tuhan Yesus dan Injil, ia akan memperoleh hidup surgawi. Apakah artinya ‘mengutamakan hidup duniawi’? Artinya: membiarkan hidup dipimpin oleh keinginan daging, keinginan mata dan keangkuhan hidup (lih. 1 Yoh 2:16). Maka kehilangan hidup duniawi artinya adalah penyangkalan diri terhadap ketiga kecenderungan ini; dan hidup macam ini adalah hidup memikul salib, sambil selalu memikirkan hal- hal surgawi daripada yang duniawi (lih. Kol 3:1-2)

SUMBER:
http://katolisitas.org/8032/apakah-k...perbuatan-baik

http://katolisitas.org/8653/mrk-831-...-memikul-salib

Kobus: Yang Dipikirkan Allah (Mrk 8:27-35)


silahkan klik gambar untuk memperbesar

terima kasih telah mengunjungi renunganpagi.id, jika Anda merasa diberkati dengan renungan ini, Anda dapat membantu kami dengan memberikan persembahan kasih. Donasi Anda dapat dikirimkan melalui QRIS klik link. Kami membutuhkan dukungan Anda untuk terus menghubungkan orang-orang dengan Kristus dan Gereja. Tuhan memberkati

renunganpagi.id 2024 -

Privacy Policy