| Home | Bacaan Harian | Support Renungan Pagi | Renungan Minggu Ini | Kisah Para Kudus | Katekese Iman Katolik | Privacy Policy |

CARI RENUNGAN

>

Kamis, 27 Desember 2012 Pesta Santo Yohanes, Rasul, Penulis Injil

Yohanes adalah putera Zebedeus dan Salome, serta saudara dari Yakobus. Dalam Injil kedua saudara ini sering disebut sebagai “Putera-putera Zebedeus” dan menerima sebutan penghargaan dari Yesus sebagai Boanerges yang berarti “anak-anak guruh” (Mrk 3:17). Mula-mula mereka berprofesi sebagai nelayan dan melaut bersama ayah mereka di Danau Genesaret.

Sebelum menjadi murid Yesus, Yohanes menjadi murid Yohanes Pembaptis, kemudian Yesus memanggil dia bersama Petrus dan Andreas. Menurut tradisi Rasul Yohanes, ia kemudian dikenal sebagai penulis dari “karya-karya Yohanes” di dalam Perjanjian Baru yakni: Injil Yohanes, ketiga surat Yohanes dan Wahyu.

Yohanes memiliki tempat terkemuka dalam kelompok para rasul. Petrus, Yakobus, dan Yohanes adalah saksi-saksi kebangkitan putri Yairus (Mrk 5:37), peristiwa transfigurasi (Mat 17:1) dan penderitaan Yesus di Taman Getsemani (Mat 26:37). Hanya dia dan Petrus yang diutus oleh Yesus ke kota untuk mempersiapkan Perjamuan Terakhir (Luk 22:8). Menurut tradisi dia adalah murid lain yang bersama dengan Petrus mengikuti Yesus ketika ditahan di Istana Imam Besar (Yoh 18:15). Yohanes sendiri tetap tinggal dekat Sang Guru terkasih pada kaki salib di puncak Kalvari bersama dengan ibu Yesus dan wanita-wanita saleh lainnya. Dia menerima Maria yang bersedih sebagai perintah terakhir Yesus. Setelah kebangkitan Yesus, Yohanes dan Petrus adalah murid-murid yang cepat-cepat pergi ke kuburan dan Yohanes adalah murid pertama yang percaya bahwa Yesus sungguh bangkit (Yoh 20:2-10).

Ketika kemudian Yesus menampakkan diri di Danau Genesaret, Yohanes adalah yang pertama dari ketujuh murid yang hadir, yang mengenali Gurunya berdiri di tepi danau (Yoh 21:7). Setelah kenaikan Kristus dan turunnya Roh Kudus, Yohanes mengambil bagian penting bersama Petrus dalam pendirian dan membimbing Gereja. Kita melihat dia bersama Petrus penyembuhan orang pincang di Bait Allah (Kis 3:1-dst). Dia juga dilemparkan ke dalam penjara bersama Petrus (Kis 4:3).

Yohanes hidup hampir seabad lamanya. Ia sendiri tidak wafat sebagai martir, tetapi sungguh ia menempuh hidup yang penuh penderitaan. Ia mewartakan Injil dan menjadi Uskup di Efesus. Di tahun-tahun terakhir hidupnya, ketika ia tidak lagi dapat berkhotbah, para muridnya akan membawanya kepada jemaat Kristiani. Pesannya yang sederhana adalah, “Anak-anakku, kasihilah seorang akan yang lain.” St Yohanes wafat di Efesus sekitar tahun 100.

Inilah rasul teladan bagi kita, umat beriman. Seorang yang sungguh-sungguh setia dalam pengabdian bagi Tuhan dan sesama. Kesetiaan inilah yang membuat Rasul Yohanes mendapat kedudukan istimewa di antara para rasul lainnya. Dunia kita saat ini membutuhkan figur-figur yang setia dalam kehidupan, seorang figur yang setia dalam kehidupan iman. Rasul Yohanes sudah menunjukkan kesetiaan itu: suatu kesetiaan kepada Yesus sampai akhir hayat.

Sri Joni Pasalli, O.Carm / RUAH

Katekese Tahun Iman

“Saya mengumumkan tahun yang spesial ini dalam surat Apostolik Porta Fidei (Pintu Kepada Iman), agar Gereja dapat memperbaharui antusiasme dalam percaya kepada Yesus Kristus, satu-satunya Penyelamat dunia, agar Gereja dapat membangkitkan sukacita dalam berjalan di jalan yang telah Ia tunjukkan kepada kita, dan agar Gereja dapat menjadi saksi yang nyata bagi kekuatan iman yang mengubah ” – Paus Benediktus XVI
 
Setiap hari Rabu selama Tahun Iman, Bapa Suci Paus Benediktus XVI selalu mengadakan audiensi dan memberikan katekese tentang Iman. Penulis akan menampilkan beberapa kutipan yang telah diterjemahkan dari teks audiensi beliau ( sumber teks audiensinya ada di website vatikan : http://www.vatican.va/holy_father/benedict_xvi/audiences/2012/index_en.htm ).
Semoga hal tersebut dapat semakin memperkaya dan menguatkan iman kita dalam Yesus Kristus!
 
 
Katekese Tahun Iman : Perkenalan
 
“Melalui wahyunya, Allah sesungguhnya mengkomunikasikan dirinya kepada kita, menceritakan dirinya dan membuat diri-Nya terjangkau. Dan kita dimampukan untuk mendengar Sabda-Nya dan menerima kebenaran-Nya. Ini adalah keajaiban iman : Allah, dalam kasih-Nya, menciptakan didalam kita – melalui tindakan Roh Kudus – kondisi yang pantas bagi kita untuk mengenali Sabda-Nya. Allah sendiri, dalam hasrat-Nya untuk menunjukkan diri-Nya, datang berhubungan dengan kita, menghadirkan diri-Nya didalam sejarah kita, memampukan kita untuk mendengar dan menerimaDia. St. Paulus mengungkapkan hal ini dengan sukacita dan syukur dalam kata-kata berikut :”Dan kami juga berterima kasih secara terus menerus kepada Allah karena hal ini, yaitu ketika kamu menerima Sabda Allah yang kamu dengar dari kami, kamu menerimanya bukan sebagai perkataan manusia tapi sebagai apa adanya, yaitu sabda Allah, yang bekerja di dalam engkau orang beriman” (1 Thes 2 : 13)”
 
“Tapi dimana kami bisa menemukan rumusan iman yang esensial? Dimana kami bisa menemukan kebenaran-kebenaran yang dengan setia telah diteruskan kepada kami dan yang menjadi terang bagi kehidupan kami sehari-hari? Jawabannya sederhana. Dalam syahadat, dalam Pengakuan Iman, kita dihubungkan kembali dengan peristiwa asali Pribadi dan Sejarah Yesus dari Nazareth; apa yang dikatakan rasul non yahudi kepada umat Kristen di Korintus terjadi :”Pada tempat pertama, aku menyampaikan kepadamu apa yang telah kuterima sendiri, bahwa Kristus wafat bagi dosa-dosa kita seperti yang dikatakan Kitab Suci, bahwa Ia dikubur, dan Ia dibangkitkan pada hari ketiga sesuai dengan kitab suci” (1 Kor 15 : 3-5)”
 
“Sekarang juga syahadat perlu diketahui dengan lebih baik, dipahami dan didoakan. Penting sekali bahwa syahadat harus “dikenali”. Memang, mengetahui merupakan semata-mata kerja intelek, sementara “mengenali” berarti perlunya menemukan ikatan yang mendalam diantara kebenaran yang kita akui dalam Syahadat dan keberadaan sehari-hari, agar kebenaran-kebenaran ini dapat sungguh dan menjadi … terang  bagi langkah-langkah kita melalui kehidupan, air yang mengairi kekeringan yang membentang di jalan kita, kehidupan yang menjadi lebih baik dari area-area kehidupan yang kering sekarang ini.”
 
“Orang Kristen sering tidak mengetahui inti iman katolik mereka, Syahadat, karenanya mereka memberikan ruang bagi sinkretisme dan relativisme religius tertentu, mengaburkan kebenaran untuk beriman juga keunikan keselamatan Kekristenan. Resiko membuat-buat agama “lakukan bagi dirimu sendiri” tidak begitu jauh sekarang ini. Kita harus kembali kepada Allah, kepada Allah Yesus Kristus, kita harus menemukan kembali pesan injil dan menjadikannya suara hati dan kehidupan sehari-hari kita lebih mendalam.”
 
 
Katekese Tahun Iman : Apakah Iman itu?
 
“Kita tidak hanya memerlukan roti, kita memerlukan cinta, makna dan harapan, fondasi yang kokoh, tanah yang kuat yang membantu kita menghidupi dengan makna autentik bahkan di masa-masa krisis, dalam kegelapan, dalam kesulitan, dan dalam masalah sehari-hari. Iman memberikan kita hal ini : iman adalah penyerahan yang yakin kepada “Engkau”, yang adalah Allah, yang memberikan aku kepastian yang berbeda, tapi tidak kurang kokoh daripada sesuatu yang berasal dari kalkulasi atau ilmu pengetahuan. Iman bukan semata-mata persetujuan intelektual tentang Allah, iman adalah tindakan yang dengannya aku mempercayakan diriku dengan bebas kepada Allah yang adalah bapa dan yang mencintai aku; iman adalah ketaatan kepada “Engkau” yang memberikanku harapan dan kepercayaan.”
 
“Iman berarti percaya dalam cinta Allah yang tidak pernah berkurang dalam menghadapi kejahatan manusia, dalam menghadapi keburukan dan kematian, tapi iman sanggup mengubah setiap jenis perbudakan, memberikan kita kemungkinan keselamatan. Memiliki iman, berarti bertemu dengan “Engkau” yang ini, Allah, yang mendukung dan memberikan aku janji akan kasih yang tak terhancurkan yang tidak hanya mengaspirasi kepada kekekalan tapi memberikannya; beriman berarti mempercayakan diriku kepada Allah dengan sikap seorang anak, yang tahu dengan baik segala kesulitannya, semua permasalahannya dipahami dalam ke-Engkau-an dari ibunya.”
 
“Percaya dalam tindakan Roh Kudus harus selalu mendorong kita untuk pergi dan mewartakan Injil, menjadi saksi iman yang berani; tapi, selain dari kemungkinan adanya tanggapan positif terhadap karunia iman, juga ada kemungkinan penolakan terhadap Injil, kemungkinan untuk tidak menerima pertemuan penting dengan Kristus. St. Augustinus sudah menyatakan masalah ini dalam salah satu komentarnya terhadap perumpamaan Penabur. “Kita berbicara”, ia berkata, “kita menebar benih, kita menaburkan benih. Ada orang yang mengejek kita, mereka yang mengolok-olok kita, mereka yang mencemoohkan kita. Bila kita takut pada mereka kita tidak memiliki apapun untuk ditabur dan pada hari panen kita tidak akan menuai hasil panen. Karenanya semoga benih didalam tanah yang baik dapat bertumbuh” (Discourse on Christian Discipline, 13,14: PL 40, 677-678). Penolakan, karenanya tidak dapat melemahkan kita. Sebagai orang Kristen, kita adalah bukti dari tanah yang subur ini. Iman kita, bahkan dengan kelemahan-kelemahan kita, menunjukkan bahwa ada tanah yang baik, dimana benih Sabda Allah menghasilkan buah keadilan, kedamaian, cinta, kemanusiaan dan keselamatan yang melimpah. Dan seluruh sejarah Gereja, dengan semua persoalannya, juga menunjukkan bahwa ada tanah yang baik, bahwa ada benih yang baik dan benih tersebut menghasilkan buah.”
 
“Percaya berarti mempercayakan diri sendiri dalam kebebasan yang penuh dan dengan suka cita kepada rencana penyelenggaraan Allah bagi sejarah, seperti Bapa Abraham, seperti Maria dari Nazareth. Iman, karenanya, adalah persetujuan yang dengan pikiran dan hati kita mengucapkan “Ya” mereka kepada Allah, mengakui bahwa Yesus adalah Tuhan. Dan “Ya” ini mengubah kehidupan, menyingkapkan jalan kepada kepenuhan makna, dan menjadikannya baru, kaya dalam sukacita dan pengharapan yang dapat dipercaya.“
 
 
Katekese Tahun Iman : Iman Personal dan Iman Gereja
 
“Apakah iman hanya memiliki hakekat yang personal atau individual? Apakah iman hanya mempedulikan diriku sendiri? Apakah aku menghidupi imanku saja? Tentu, tindakan iman adalah tindakan yang sangat personal; ia terjadi di bagian paling dalam dari diri kita dan menandakan perubahan melalui pertobatan personal. Hidupku lah yang berubah, yang diberikan arah yang baru. Dalam ritus baptisan, pada saat pengucapan janji baptis, selebran bertanya demi sebuah pengakuan iman katolik dan merumuskan tiga pertanyaan : Apakah kamu percaya pada Allah Bapa yang Maha kuasa? Apakah kamu percaya pada Yesus Kristus Putra Tunggal-Nya? Apakah kamu percaya pada Roh Kudus? Pada masa kuno tiga pertanyaan ini ditujukan kepada orang yang akan menerima baptisan sebelum dicelupkan tiga kali ke dalam air. Dan sekarang, jawabannya tetap satu dan sama : “Aku percaya”. Tapi iman milikku ini bukan hasil dari refleksiku sendiri, iman milikku ini bukan hasil dari pemikiranku, melainkan adalah buah sebuah hubungan, sebuah dialog, dimana ada pendengar, penerima dan orang yang memberikan jawaban, iman milikku ini adalah komunikasi bersama Yesus yang menarikku keluar dari “Aku”yang mengisi didalam diriku untuk terbuka pada kasih Allah, Bapa.”
 
“Aku tidak bisa membangun iman pribadiku dalam dialog pribadi bersama Yesus, karena iman diberikan kepadaku oleh Allah melalui komunitas umat beriman yang adalah Gereja dan melemparkan aku ke dalam sekumpulan orang beriman, ke dalam sebuah persekutuan yang tidak hanya bersifat sosiologis tapi juga berakar dalam kasih Allah yang kekal yang ada dalam diri-Nya persekutuan Bapa, Putra dan Roh Kudus, yang adalah Kasih Trinitarian. Iman kita sungguh personal, hanya bila ia juga komunal : ia bisa menjadi imanku saja bila ia berdiam didalamnya dan bergerak bersama “Kami” nya Gereja, hanya ini adalah iman kita, iman bersama dari Satu Gereja.”
 
““Tidak seorangpun memiliki Allah sebagai Bapa-Nya, bila ia tidak memiliki Gereja sebagai Ibu-Nya” (St. Cyprian) (no 181). Karenanya, iman lahir didalam Gereja, menuntun kepada Gereja dan hidup di dalamnya. Ini penting untuk diingat.”
 
“Gereja, karenanya, sejak awal mula adalah tempat bagi iman, tempat bagi penyampaian iman, tempat dimana, melalui baptisan, kita dicelupkan ke dalam Misteri Paskah Kematian dan Kebangkitan Kristus, yang membebaskan ktia dari perbudakan dosa, memberi kita kebebasan sebagai anak dan memperkenalkan kita kepada persekutuan dengan Allah Tritungal. Pada saat yang sama, kita dicelupkan juga ke dalam persekutuan berasam saudara saudari dalam iman, bersama seluruh Tubuh Kristus, dibawa keluar dari isolasi kita.”
 
“Ada rantai yang tak terputus dalam kehidupan gereja, dalam proklamasi Sabda Allah, dari perayaan Sakramen-sakramen, yang telah turun kepada kita dan yang kita sebut Tradisi. Tradisi memberikan kita jaminan bahwa apa yang kita percaya adalah pesan asli Kristus, yang dikotbahkan oleh Para Rasul.”
“Seorang Kristen yang membiarkan dirinya dibimbing  dan dibentuk secara bertahap oleh iman Gereja, walaupun ia memiliki kelemahan, keterbatasan, dan kesulitannya, ia menjadi seperti jendela yang terbuka kepada terang Allah yang hidup, menerima terang ini dan menyebarkannya kepada dunia”
 
 
Katekese Tahun Iman : Kerinduan akan Allah
 
Perjalanan refleksi yang kita lakukan bersama pada tahun iman ini membawa kita untuk meditasi terhadap aspek yang mengagumkan dari pengalaman manusia dan pengalaman Kristiani : Manusia membawa didalam dirinya kerinduan yang misterius akan Allah…Kerinduan akan Allah sudah terukir dalam hati manusia karena manusia diciptakan oleh Allah dan untuk Allah. Allah tidak henti-hentinya menarik dia kepada diri-Nya. Hanya dalam Allah manusia dapat menemukan kebenaran dan kebahagiaan yang dicarinya terus-menerus (KGK No 27).
 
Hasrat atau kerinduan manusia selalu cenderung bergerak ke arah harta yang berwujud, yang seringkali jauh dari hal yang rohani, dan karenanya masih dihadapkan pada pertanyaan apa yang sungguh baik, dan sebagai akibat dari konfrontasi dirinya sendiri dengan sesuatu yang lain dari dirinya, sesuatu yang tidak bisa diciptakan manusia, tetapi manusia dipanggil kepadanya untuk mengenalinya. Apa yang sungguh dapat memuaskan hasrat manusia?
Bila apa yang aku alami bukan ilusi semata, bila aku sungguh menginginkan kebaikan orang lain sebagai jalan menuju kebaikanku, maka aku harus rela mendesentralisasi diriku, menempatkan diriku demi pelayanan orang lain sampai pada titik penyerahan diriku.
 
Manusia, mengetahui apa yang tidak dapat memuaskan [hasratnya], tapi tidak bisa membayangkan atau mendefinisikan sesuatu yang membuat ia mengalami kebahagiaan yang dirindukan oleh hatinya. Seseorang tidak bisa mengetahui Allah, mulai secara sederhana dengan kerinduan manusia.
Dari sudut pandang ini misteri tetap ada : manusia mencari yang Absolut, dalam langkah yang kecil dan tidak pasti. Dan pengalaman akan kerinduan, “hati yang gelisah”, seperti yang dikatakan St. Augustinus, sangatlah penting. Ini membuktikan bahwa manusia, jauh di lubuh hatinya, adalah makhluk yang religius (cf. Catechism of the Catholic Church, 28), pengemis dihadapan Allah…Mata mengenali objek ketika objek tersebut diterangi oleh terang. Karenanya hasrat untuk mengenal terang itu sendiri, yang membuat hal-hal duniawi bersinar dan karenanya menerangi kesadaran akan keindahan.
Kita tidak seharusnya melupakan dinamisme hasrat yang selalu terbuka kepada penebusan. Bahkan ketika hasrat [atau kerinduan] mengambil jalan yang salah, mengejar surga yang dangkal dan tampak kehilangan kemampuan untuk  merindukan kebaikan yang sejati. Bahkan di dalam lembah dosa percikan api [kerinduan] tersebut masih hidup di dalam hati manusia yang memampukan manusia untuk mengenali kebaikan yang sejati, untuk  merasakannya, dan memulai kembali pendakian ke atas, dimana Allah, dengan karunia rahmat-Nya, tidak pernah gagal menolong manusia.
 
Semua orang perlu menginjak jalan pemurnian dan penyembuhan hasrat. Kita adalah peziarah di jalan menuju kampung halaman surgawi, menuju kepada kepenuhan, kebaikan yang kekal, yang tidak ada apapun yang dapat mengambilnya dari kita. Ini bukan persoalan tentang menyesakkan hasrat yang ada dalam hati manusia, tapi ini adalah tentang membebaskannya, agar ia dapat mencapai ketinggiannya yang sebenarnya. Ketika hasrat terbuka bagi Allah, ini sudah merupakan tanda kehadiran iman di dalam jiwa, iman yang adalah rahmat Allah
 
 
Katekese Tahun Iman : Jalan Setapak Menuju Allah : Dunia, Manusia, dan Iman
 
Bahwa Inisiatif Allah selalu mendahului tiap tindakan manusia, bahkan dalam perjalanan menuju kepada-Nya, adalah Ia yang pertama kali menerangi kita, membimbing dan menuntun kita, selalu menghargai kebebasan kita. Dan Ia selalu mengijinkan kita masuk ke dalam keintiman-Nya, menyatakan dan menghadiahi dirinya bagi kita rahmat untuk sanggup menyambut pewahyuan dalam iman. Jangan pernah melupakan pengalaman St. Augustinus : bukan kita yang mencari atau memiliki kebenaran, tapi Kebenaran lah yang mencari dan memiliki kita.
 
Kesulitan dan pencobaan masa sekarang tidaklah kurang bagi iman,yang seringkali dipahami secara dangkal, ditantang, atau ditolak. “Selalu siap sedialah untuk menanggapi, tapi dengan kelembutan dan rasa hormat, kepada siapapun yang menanyakan harapan yang ada di dalam hatimu” (1 Pet 3 : 15). Di masa lalu, di Barat, dalam masyarakat yang dianggap Kristen, iman adalah lingkungan dimana kita bergerak, petunjuk dan kepatuhan kepada Allah, bagi sebagian besar orang merupakan bagian kehidupan sehari-hari. Mereka yang tidak percaya lah yang harus membenarkan ketidakpercayaan mereka. Di dunia kita, situasi telah berubah, dan secara meningkat,  orang percaya harus sanggup memberikan alasan bagi imannya.
 
Pada waktu kita sekarang terdapat fenomena yang berbahaya bagi iman; ada fakta sebuah bentuk ateisme yang kita definisikan sebagai “praktis” yang tidak menolak kebenaran-kebenaran iman atau ibadah-ibadah religius tetapi dengan mudah menganggap itu semua tidak relevan dengan kehidupan sehari-hari, terlepas dari hidup, tidak berguna. Seringkali, kemudian, orang-orang percaya kepada Allah dengan cara yang mudah, tetapi hidup “seolah-olah Allah tidak ada” (etsi Deus non daretur). Pada akhirnya, cara hidup seperti ini lebih menghancurkan karena membawa kepada sikap acuh tak acuh terhadap iman dan pertanyaan mengenai Allah.
 
Jawaban apa yang harus iman berikan dengan lemah “lembut dan rasa hormat” kepada ateisme, skeptisisme, dan keacuhan terhadap dimensi vertikal, agar manusia jaman sekarang dapat terus menanyakan tentang eksistensi Allah dan berjalan sepanjang jalan yang menuntun kepada-Nya? Aku akan menyebutkan beberapa jalan, yang dihasilkan dari refleksi alamiah dan kekuatan iman. Aku akan dengan singkat merangkumnya dalam tiga kata : dunia, manusia, dan iman.
 
Pertama : Dunia. St Augustinus, yang dalam hidupnya begitu lama mencari Kebenaran dan ditangkap oleh Kebenaran, memiliki halaman yang indah dan terkenal, dimana ia menegaskan : “Tanyalah akan keindahan bumi, tanyalah akan keindahan laut…tanyakan keindahan langit…tanyakan semua realita ini. Semua menjawab : Lihat, kami begitu indah” Keindahan mereka adalah sebuah pengakuan. Keindahan mereka tunduk pada perubahan. Siapa yang menciptakan mereka jika bukan Ia yang Indah yang tidak tunduk pada perubahan?” “(Sermo 241, 2: PL 38, 1134). Aku pikir kita perlu memulihkan dan mengembalikan kemampuan untuk mengkontemplasikan ciptaan, keindahannya, strukturnya. Dunia bukanlah magma tak berbentuk, tapi semakin kita mengetahuinya, semakin kita menemukan mekanisme yang luar biasa, semakin kita melihat sebuah pola, kita melihat bahwa terdapat inteligensi kreatif.
 
Kata kedua : Manusia. Lagi St Augustinus memiliki kutipan yang terkenal yang mengatakan bahwa Allah lebih dekat kepadaku daripada aku kepada diriku sendiri (cf. Confessions, III, 6, 11). Dari sini ia merumuskan sebuah undangan : “Jangan pergi keluar dari dirimu, kembalilah kedalam dirimu : kebenaran berdiam di hati manusia” (True Religion, 39, 72). Ini merupakan aspek lain yang beresiko untuk hilang di dalam dunia yang berisik dan membingungkan dimana kita tinggal : Kemampuan untuk berhenti dan mengambil pandangan mendalam ke dalam diri kita dan membaca bahwa rasa haus bagi yang tak terbatas yang kita bawa didalam diri kita, mendorong kita untuk pergi lebih jauh dan menuju Seseorang yang dapat memuaskan rasa haus tersebut.
 
Kata ketiga : Iman. Khususnya dalam realita masa sekarang, kita tidak boleh lupa bahwa sebuah jalan kepada pengetahuan dan pertemuan dengan Allah adalah kehidupan iman. Ia yang percaya disatukan dengan Allah, terbuka bagi rahmat-Nya, terbuka pada kekuatan kasih. Jadi keberadannya menjadi saksi bukan demi dirinya sendiri, tapi demi Kristus yang bangkit, dan imannya tidak takut menunjukkan dirinya dalam kehidupan sehari-hari, imannya terbuka kepada dialog yang mengungkapkan persahabatan mendalam untuk perjalanan setiap manusia, dan mengetahui bagaimana membawa terang harapan kepada kebutuhan akan penebusan, kebahagiaan dan masa depan. Iman, faktanya, adalah pertemuan dengan Allah yang berbicara dan bertindak dalam sejarah dan yang mengubah kehidupan sehari-hari kita, mengubah mentalitas kita, sistem nilai, pilihan dan tindakan. Iman bukan ilusi, pelarian diri, perlindungan yang nyaman, sentimentalitas, tapi keterlibatan dalam setiap aspek kehidupan dan proklamasi Injil, Kabar Baik yang dapat membebaskan semua manusia.
 
Katekese Tahun Iman : Rasionalitas Iman
 
Iman diungkapkan dalam hadiah diri bagi orang lain, dalam persaudaraan yang menciptakan solidaritas, kemampuan untuk mencintai, mengatasi kesendirian yang membawa kesedihan..cinta kepada Allah, terlebih, membuat kita melihat, membuka mata kita, memampukan kita mengetahui seluruh realitas, yang menambahkan kepada pandangan sempit terhadap individualisme dan subjektivisme yang membingungkan suara hati.
Tradisi katolik, menolak apa yang disebut “fideisme”, yang merupakan hasrat untuk percaya yang melawan akal budi. Credo quia absurdum (Saya percaya karena hal itu absurd) bukanlah rumusan yang menafsirkan iman katolik. Allah tidaklah absurd, Ia adalah sebuah misteri. Misteri, pada gilirannya, tidaklah irasional tapi merupakan keberlimpahan indra, makna, dan kebenaran. Bila melihat kepada misteri, nalar melihat kegelapan, bukan karena tidak ada terang dalam misteri, tapi karena terlalu banyak terang di dalamnya.
 
St. Augustinus, sebelum pertobatannya mencari kebenaran dengan kegelisahan yang besar melalui semua filosofi yang ia miliki, dan menemukan bahwa semuanya tidak dapat memuaskannya. Tuntutannya, pencarian yang rasional, adalah pedagogi bermakna baginya untuk bertemu dengan kebenaran Kristus. Ketika ia berkata :”Aku percaya supaya aku mengerti ,dan aku mengerti agar aku percaya lebih baik” (Discourse 43, 9: PL 38, 258), seolah-olah ia sedang menceritakan kembali pengalaman hidupnya. Intelek dan iman tidaklah asing atau berlawanan terhadap Wahyu ilahi melainkan keduanya adalah syarat bagi pemahaman maknanya, bagi penerimaan pesan autentiknya, bagi pendekatan terhadap ambang batas misteri. St. Augustinus, bersama dengan pengarang Kristen lainnya, adalah saksi iman yang dipraktekkan dengan nalar, yang berpikir dan mengundang pikiran.
 
Iman katolik karenanya rasional dan mendorong kepercayaan dalam akal budi manusia. Konsili Vatikan Pertama, dalam Konstitusi Dogmatik Dei Filius, berkata bahwa nalar mampu mengetahui dengan kepastian, bahwa Allah itu ada melalui ciptaan, dimana kemungkinan untuk mengetahui “dengan mudah, dengan kepastian utuh dan tanpa kesalahan” (DS 3005) kebenaran-kebenaran yang berkaitan dengan Allah dalam terang rahmat, yang merupakan milik iman saja.
St. Petrus juga mendorong orang Kristen diaspora untuk menyembah :”di dalam hatimu hormatilah Kristus sebagai Tuhan. Siap sedialah untuk mempertanggungjawabkan kepada siapapun mereka yang meminta penjelasan bagi pengharapan yang ada didalam kamu (1 Pet 3 : 15)”. Dalam atmosfer penyiksaan dan dengan kebutuhan yang menekan untuk menjadi saksi iman, kita umat beriman diminta untuk membenarkan dengan nalar yang memilki dasar, kesetiaan kita kepada perkataan Injil, untuk menjelaskan alasan bagi pengharapan kita.
 
Kareananya iman yang sungguh dihidupi, tidak berasal dari konflik dengan ilmu pengetahuan, tapi bekerja sama dengannya … Untuk alasan ini juga, merupakan hal yang rasional untuk percaya : bila ilmu pengetahuan merupakan sebuah teman iman yang berharga untuk memahami rencana Allah bagi alam semesta, iman, tetap setia pada rencana ini, mengijinkan ilmu pengetahuan berkembang selalu untuk mencapai kebaikan dan kebenaran manusia.
 
 
Katekese Tahun Iman : Bagaimana Berbicara tentang Allah
 
Bagaimana kita bsia berbicara tentang Allah sekarang? Jawaban pertamanya adalah kita bisa berbicara tentang Allah karena Ia telah berbicara pada kita; jadi syarat pertama untuk berbicara tentang Allah adalah mendengarkan semua yang Allah sendiri telah katakan. Allah telah berbicara pada kita! Allah karenanya bukanlah hipotesis yang jauh mengenai asal usul dunia; ia bukan intelegensi matematis yang jauh dari kita. Allah peduli pada kita, Ia mencintai kita, Ia telah masuk secara personal kedalam realita sejarah kita, ia telah mengkomunikasikan diri-Nya, bahkan sampai menjadi manusia. Karenanya Allah adalah realita kehidupan kita, Ia begitu agung sehingga Ia memiliki waktu bagi kita juga, Ia peduli pada kita. Dalam Yesus dari Nazareth kita menemui wajah Allah, yang turun dari surga untuk menceburkan diri-Nya ke dunia manusia, di dunia kita, dan untuk mengejar “seni kehidupan”, jalan menuju kebahagiaan; untuk membebaskan kita dari dosa dan menjadikan kita anak-anak Allah (Efes 1:5; Roma 8:14). Yesus datang untuk menyelamatkan kita dan menunjukkan kepada kita kehidupan Injil yang baik.
 
Berbicara tentang Allah pertama-tama mengungkapkan dengan jelas Allah seperti apa yang harus kita bawa kepada pria dan wanita jaman sekarang : bukan Allah yang abstrak, sebuah hipotesis, tapi Allah yang nyata, Allah yang ada, yang telah masuk kedalam sejarah dan hadir dalam sejarah : Allah Yesus Kristus sebagai jawaban bagi pertanyaan mendasar tentang makna kehidupan dan bagaimana kita seharusnya hidup. Konsekuensinya, berbicara tentang Allah menuntut familiaritas dengan Yesus dan Injil-Nya, ini mengimplikasikan bahwa kita memiliki pengetahuan tentang Allah yang nyata dan personal, dan hasrat yang kuat bagi rencana keselamatan-Nya tanpa tunduk kepada godaan keberhasilan, tapi mengikuti cara Allah. Cara Allah adalah kerendahan hati – Allah menjadikan dirinya sama seperti kita – caranya dibawa melalui Inkarnasi di rumah Nazareth yang sederhana; melalui Gua Bethlehem; melalui perumpaan Biji Sesawi.
 
Ketika berbicara tentang Allah, dalam karya evangelisasi, dibawah bimbingan Roh Kudus, kita harus menemukan kesederhanaan, kita harus kembali kepada esensi proklamasi : Kabar Baik tentang Allah yang nyata dan efektif, Allah yang peduli tentang kita, Allah-Cinta yang menjadikan diri-Nya dekat dengan kita dalam Yesus Kristus, sampai di Salib, dan yang dalam Kebangkitan-Nya memberi kita harapan dan membukakan kita kepada kehidupan yang tak berujung, kehidupan kekal, kehidupan sejati.
 
St. Paulus..memberi kita pelajaran yang langsung menuju pada inti permasalahan iman :”bagaimana berbicara tentang Allah” dengan kesederhanaan yang besar.
 
Dalam Surat Pertama kepada Umat di Korintus ia menulis :”Ketika Aku datang kepadamu, saudara-saudara, aku tidak datang untuk memproklamasikan kepadamu kesaksian tentang Allah dalam kebijaksanaan atau kata-kata yang mulia. Karena aku memutuskan untuk tidak mengetahui apapun diantara kamu kecuali Yesus Kristus dan Ia yang disalibkan” (2:1-2).
 
Ia berbicara tentang Allah yang masuk dalam kehidupannya, ia berbicara tentang Allah yang nyata yang hidup, yang berbicara dengannya dan akan berbicaradengan kita, ia berbicara tentang Kristus yang disalibkan dan bangkit.
 
St. Paulus memproklamasikan Kristus dan ingin mengumpulkan orang-orang untuk Allah yang benar dan nyata. Keinginan Paulus adalah berbicara dan mengkotbahkan Ia yang masuk dalam kehidupannya dan yang merupakan kehidupan sejati, yang memenangkannya di jalan menuju Damaskus. Karenanya, berbicara tentang Allah berbarti membuka ruang bagi Ia yang memampukan kita mengetahuinya, yang menyatakan wajah kasih-Nya pada kita; artinya mengosongkan diri kita dari ego kita, mempersembahkannya kepada Kristus, dalam kesadaran bahwa bukan kita yang memenangkan orang lain demi Allah, tapi bahwa kita harus mengharapkan Allah untuk mengirim mereka, kita harus memohon kepada Allah bagi mereka. Berbicara tentang Allah karenanya berasal dari mendengarkan, dari pengetahuan kita tentang Allah yang dibawa melalui familiaritas dengan-Nya, melalui kehidupan doa dan dalam kesesuaian dengan 10 Perintah Allah.
 
Menyampaikan iman, bagi St. Paulus, tidak berarti menempatkan dirinya di depan, tapi berkata secara umum dan terbuka tentang apa yang telah ia lihat dan dengar dalam pertemuannya dengan Kristus, apa yang telah ia alami dalam hidupnya yang diubah melalui pertemuan itu : artinya menempatkan Yesus didepan, yang ia rasakan kehadiran-Nya di dalam ia dan yang menjadi orientasi keberadaannya yang sebenarnya, untuk memperjelas bagi semua orang bahwa Yesus diperlukan bagi dunia dan penting bagi kebebasan setiap orang.
 
Untuk berbicara tentang Allah, kita harus meninggalkan ruang bagi-Nya, percaya bahwa Ia akan bertindak dalam kelemahan kita : kita harus membuat ruang bagi-Nya tanpa rasa takut tapi dengan kesederhanaan dan sukacita, dalam keyakinan mendalam bahwa semakin kita menempatkan Ia di pusat dan bukan diri kita, semakin berbuah komunikasi kita. Dan ini jua benar bagi komunitas Kristen : mereka dipanggil untuk menunjukkan tindakan rahmat Allah yang mengubah, dengan mengatasi individualisme, kedekatan, keegoisan, keacuhan, dengan menghidupi kasih Allah dalam relasi sehari-hari mereka. Mari kita bertanya apakah komunitas kita sungguh seperti ini. Untuk menjadi seperti ini, kita harus, selalu dan sungguh memproklamasikan Kristus dan bukan diri kita.
 
Yesus bertindak dan mengajar, selalu mulai dari hubungan yang dekat dengan Bapa. Gaya ini menjadi petunjuk yang hakiki bagi kita sebagai orang Kristen : cara hidup kita dalam iman dan kasih menjadi cara untuk berbicara tentang Allah sekarang, karena hal ini menunjukkan, melalui kehidupan yang dijalani dalam Kristus, kredibilitas dan realisme terhadap apa yang kita katakan dengan kata-kata, yang bukan sekedar kata tapi dinyatakan dalam realita, realita yang sebenarnya. Dan dalam hal ini kita harus peduli untuk memahami tanda-tanda zaman…untuk mengidentifikasi potensi, aspirasi, dan tantangan yang kita temui dalam budaya jaman sekarang dan khususnya dalam keinginan bagi autentisitas, kerinduan terhadap yang transendens, dan kepedulian untuk menjaga Ciptaan dengan mengkomunikasikan tanpa rasa takut tanggapan yang iman persembahkan dalam Allah.
 
Berbicara tentang Allah artinya mengkomunikasikan apa yang esensial…melalui kata-kata dan kehidupan kita : Allah Yesus Kristus, Allah yang menunjukkan kita cinta yang begitu besar hingga ia menjadi manusia, wafat dan bangkit lagi demi kita : Allah yang meminta kita mengikuti-Nya dan membiarkan diri kita diubah oleh cinta yang mendalam untuk memperbaharui hidup dan hubungan kita; Allah yang memberi Gereja pada kita, agar kita dapat berjalan bersama dan melalui sabda dan sakramen, memperbaharui seluruh kota pria dan wanita, sehingga menjadi Kota Allah.
 
 
---------------------------------------------
Penulis : Paus Benediktus XVI 
Penerjemah : Cornelius

Kamis, 27 Desember 2012 Pesta St Yohanes, Rasul. Penulis Injil

Kamis, 27 Desember 2012
Pesta St Yohanes, Rasul. Penulis Injil

“Persekutuan kami adalah persekutuan dengan Bapa dan dengan Putra-Nya, Yesus Kristus” (St. Yohanes)

Antifon Pembuka

Yohanes inilah yang duduk di sisi Yesus waktu perjamuan. Bahagialah rasul ini, sebab rasul surgawi diwahyukan kepadanya, dan sabda kehidupan diwartakannya ke seluruh dunia.

Doa Pagi

Terima kasih ya Tuhan, akan teladan orang kudus-Mu. Semoga hari ini kami dapat meneladan St. Yohanes, rasul dan mewujudkannya dalam tugas dan pekerjaan kami. Dengan demikian, kami dapat menjadi pewarta cinta kasih dan nama-Mu semakin dimuliakan, sebab Engkaulah Tuhan kami. Amin.

Santo Yohanes Rasul diduga murid terkasih Yesus. Dialah yang bersandar di dada Yesus saat perjamuan malam terakhir. Maka dia berani mengatakan tentang Kristus, “yang telah kami dengar dan kami lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan, dan yang kami raba dengan tangan kami.” Santo Yohanes tidak berbicara dari ilusinya, tetapi dari bukti nyata. Dengan demikian pewartaannya menjadi sangat meyakinkan. Pewartaannya dimaksudkan agar kita bersukacita atas keselamatan yang dibawa Yesus Kristus, Tuhan kita.

Bacaan dari Surat Pertama Rasul Yohanes (1:1-4)
 
"Apa yang telah kami lihat dan kami dengar, itulah yang kami tuliskan kepada kamu."
  
Saudara-saudara terkasih, apa yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar dan kami lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan, dan kami raba dengan tangan kami; yakni Firman hidup, itulah yang kami tuliskan kepada kamu. Hidup telah dinyatakan, dan kami telah melihatnya! Dan sekarang kami bersaksi serta memberitakan kepada kamu tentang hidup kekal, yang ada bersama-sama dengan Bapa, dan yang telah dinyatakan kepada kami. Apa yang telah kami lihat dan kami dengar itu, kami beritakan kepada kamu juga, supaya kamu pun beroleh persekutuan dengan kami. Dan persekutuan kami adalah persekutuan dengan Bapa dan dengan Anak-Nya, yakni Yesus Kristus. Semuanya ini kami tuliskan kepada kamu, supaya sukacita kami menjadi sempurna.
Demikianlah sabda Tuhan.
U. Syukur kepada Allah.

Mazmur Tanggapan, do = g, 2/4, PS 836
Ref. Segala bangsa bertepuk tanganlah berpekiklah untuk Allah raja semesta.
Ayat. (Mzm 97:1-2.5-6.11-12)
1. Tuhan adalah Raja, biarlah bumi bersorak-sorai, biarlah banyak pulau bersukacita. Awan dan kekelaman ada di sekeliling-Nya, keadilan dan hukum adalah tumpuan takhta-Nya.
2. Gunung-gunung luluh laksana lilin di hadapan Tuhan, di hadapan Tuhan semesta alam. Langit memberitakan keadilan-Nya dan segala bangsa melihat kemuliaan-Nya.
3. Terang sudah terbit bagi orang benar, dan sukacita bagi orang-orang yang tulus hati. Bersukacitalah karena Tuhan, hai orang-orang benar, dan nyanyikanlah syukur bagi nama-Nya yang kudus.

Bait Pengantar Injil, do = f, PS 956
Ref. Alleluya, alleluya, alleluya. Alleluya, alleluya, alleluya.
Ayat. Allah, Tuhan kami, Engkau kami puji dan kami muliakan, kepada-Mu paduan para rasul bersyukur.
  
Hari ini kita diingatkan oleh peristiwa paskah. Yohanes mengidentikkan dirinya dengan “murid yang lain yang dikasihi Yesus.” Walau sama-sama ke kubur, tetapi Yohanes percaya lebih dulu daripada Petrus, hanya dengan bantuan melihat kain kafan dan kain peluh yang sudah tergulung. Iman memang bisa datang dari mata yang melihat. Bukan saja cinta yang turun dari mata ke hati, tetapi rupanya iman juga begitu.
  
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Yohanes (20:2-8)
"Murid yang lain itu berlari lebih cepat daripada Petrus sehingga lebih dahulu sampai di kubur."

Pada hari Minggu Paskah, setelah mendapati makam Yesus kosong, Maria Magdalena berlari-lari mendapatkan Simon Petrus dan murid yang lain yang dikasihi Yesus. Ia berkata kepada mereka, "Tuhan telah diambil orang dari kuburnya, dan kami tidak tahu di mana Ia diletakkan." Maka berangkatlah Petrus dan murid yang lain itu ke kubur. Keduanya berlari bersama-sama, tetapi murid yang lain itu berlari lebih cepat daripada Petrus, sehingga ia lebih dahulu sampai di kubur. Ia menjenguk ke dalam, dan melihat kain kapan terletak di tanah; tetapi ia tidak masuk ke dalam. Maka tibalah Simon menyusul dia, dan masuk ke dalam kubur itu. Ia melihat kain kapan terletak di tanah, sedang kain peluh yang tadinya ada di kepala Yesus tidak terletak dekat kain kapan itu, tetapi agak di samping di tempat yang lain, dan sudah tergulung. Maka masuklah juga murid yang lain, yang lebih dahulu sampai di kubur itu; ia melihatnya dan percaya.
Berbahagialah orang yang mendengarkan sabda Tuhan dan tekun melaksanakannya
U. Sabda-Mu adalah jalan, kebenaran dan hidup kami.

Renungan

Pada hari Minggu Paskah, setelah mendapati makam Yesus kosong, Maria Magdalena berlari-lari mendapatkan Simon Petrus dan murid yang lain yang dikasihi Yesus. Ia berkata kepada mereka, “Tuhan telah diambil orang dari kuburnya, dan kami tidak tahu di mana Ia diletakkan.” Maka berangkatlah Petrus dan murid yang lain itu ke kubur. Keduanya berlari bersama-sama, tetapi murid yang lain itu berlari lebih cepat daripada Petrus, sehingga ia lebih dahulu sampai di kubur. Ia menjenguk ke dalam, dan melihat kain kafan terletak di tanah; tetapi ia tidak masuk ke dalam. Maka tibalah Simon menyusul dia, dan masuk ke dalam kubur itu. Ia melihat kain kafan terletak di tanah, sedang kain peluh yang tadinya ada di kepala Yesus tidak terletak dekat kain kafan itu, tetapi agak di samping di tempat yang lain, dan sudah tergulung. Maka masuklah juga murid yang lain, yang lebih dahulu sampai di kubur itu; ia melihatnya dan percaya.

Doa Malam

Tuhan, hari ini telah kami lalui bersama-Mu. Ampunilah kami bila menyimpang dari kehendak-Mu. Semoga esok hari bersama rahmat-Mu kami dapat mengusahakan yang lebih baik bagi-Mu. Amin.

RUAH

Pesan Paus Benediktus XVI bagi kota dan dunia (URBI ET ORBI)

Saudara dan saudariku yang terkasih di Roma dan di seluruh dunia, selamat Natal bagi kamu dan keluargamu!

Dalam Tahun Iman ini, saya mengungkapkan salam Natal dan niat baik saya dalam kata-kata yang diambil dari salah satu Mazmur: "Kebenaran akan tumbuh dari bumi". Sebenarnya, dalam teks Mazmur, kata-kata ini berada di masa yang akan datang : "Kasih dan kebenaran akan bertemu, keadilan dan damai sejahtera akan bercium-ciuman.­ Kebenaran akan tumbuh dari bumi, dan keadilan akan menjenguk dari langit. Bahkan TUHAN akan memberikan kebaikan, dan negeri kita akan memberi hasilnya. Keadilan akan berjalan di hadapan-Nya, dan akan membuat jejak kaki-Nya menjadi jalan” (Mzm 85:11-14).

Hari ini kata-kata kenabian ini telah digenapi! Dalam Yesus, yang dilahirkan di Betlehem dari Perawan Maria, kebaikan dan kebenaran sungguh telah bertemu, keadilan dan damai telah bercium-cium, kebenaran telah tumbuh dari bumi dan keadilan telah menjenguk dari langit. Santo Agustinus menjelaskan dengan singkat secara mengagumkan: "Apakah kebenaran itu? Putera Allah. Apakah bumi itu? Daging. Tanyakan dari mana Kristus telah dilahirkan, dan kamu akan melihat kebenaran telah tumbuh dari bumi ... kebenaran telah lahir dari Perawan Maria"(dalam Mzm 84:13). Dan dalam suatu khotbah Natal ia mengatakan bahwa “dalam pesta tahunan ini kita merayakan hari itu ketika nubuat tersebut tergenapi: ‘Kebenaran akan tumbuh dari bumi, dan keadilan akan menjenguk dari langit'. Kebenaran, yang ada di pangkuan Bapa telah tumbuh dari bumi, berada di dalam rahim seorang ibu juga. Kebenaran yang memerintah seluruh dunia telah tumbuh dari bumi, yang akan diadakan dalam pelukan seorang perempuan... Kebenaran yang tidak dapat dimuat surga telah tumbuh dari bumi, diletakkan dalam sebuah palungan. Untuk kepentingan siapa dengan sangat mulia Allah menjadi sangat hina? Tentu saja tidak untuk diri-Nya sendiri, tetapi untuk kepentingan besar kita, jika kita percaya" (Sermones,185,1­).

"Jika kita percaya". Di sini kita melihat kekuatan iman! Allah telah melakukan segalanya, Ia telah melakukan sesuatu yang mustahil: Ia menjadi manusia. Seluruh kuat kasih-Nya telah mengerjakan sesuatu yang melampaui semua pemahaman manusia: Yang Tak Terbatas telah menjadi seorang anak, telah memasuki keluarga manusia. Tetapi hingga kini, Allah yang sama ini tidak dapat masuk ke dalam hati saya kecuali saya membuka pintu bagi-Nya. Porta Fidei! Pintu Iman! Kita dapat menjadi takut dengan ini, berkebalikan dengan kemahakuasaan kita. Kemampuan manusia untuk mendekati Allah ini dapat membuat kita takut. Tapi lihatlah kenyataan yang mengusir pikiran suram ini, harapan yang mengatasi ketakutan: kebenaran telah tumbuh! Allah lahir! "Tanah telah memberi hasilnya" (Mzm 67:7). Ya, ada bumi yang baik, bumi yang sehat, suatu bumi yang dibebaskan dari semua keegoisan dan semua kekurangterbuka­an. Di dunia ini ada tanah yang baik yang telah Allah persiapkan, sehingga Ia memungkinkan datang untuk tinggal di antara kita. Sebuah tempat tinggal untuk kehadiran-Nya di dunia. Bumi yang baik ini ada, dan hari ini juga, pada tahun 2012, dari bumi ini kebenaran telah tumbuh! Akibatnya, ada harapan di dunia, sebuah harapan yang dapat kita percayai, bahkan pada saat-saat yang paling sulit dan dalam situasi yang paling sulit. Kebenaran telah tumbuh, membawa kebaikan, keadilan dan perdamaian.

Ya, semoga perdamaian tumbuh bagi rakyat Suriah, yang sangat terluka, dan terpecah oleh suatu konflik yang tidak menghindarkan juga kaum berdaya dan menuai korban yang tidak bersalah. Sekali lagi saya menghimbau untuk mengakhiri pertumpahan darah, jalan masuk yang lebih mudah untuk kelegaan para pengungsi dan kaum terlantar, dan berdialog dalam pencarian solusi politik bagi konflik tersebut.

Semoga damai tumbuh di Tanah di mana Penebus dilahirkan, dan semoga Ia memberikan Israel dan Palestina keberanian untuk mengakhiri konflik dan perpecahan bertahun-tahun,­ dan untuk memulai dengan tegas jalan negosiasi.

Di negara-negara Afrika Utara, yang mengalami transisi besar dalam pencarian masa depan yang baru - dan terutama tanah Mesir yang terkasih, yan diberkati oleh masa kanak-kanak Yesus - semoga para warganegara bekerja sama untuk membangun masyarakat yang didasarkan pada keadilan dan penghormatan terhadap kebebasan dan martabat setiap orang.

Semoga damai tumbuh di Benua Asia yang luas. Semoga Kanak-kanak Yesus memandang dengan ramah orang-orang yang tinggal di dataran tersebut dan, khususnya, kepada semua orang yang percaya kepada-Nya. Semoga Sang Raja Damai memalingkan pandangan-Nya kepada para pemimpin baru dari Republik Rakyat Cina karena tugas mulia yang menanti mereka. Saya mengungkapkan harapan saya bahwa, dalam memenuhi tugas ini, mereka akan menghargai peran agama-agama, dalam rasa hormat untuk masing-masing agama, sedemikian rupa sehingga mereka dapat membantu untuk membangun masyarakat persaudaraan bagi kepentingan Rakyat Cina yang mulia dan seluruh dunia .

Semoga kelahiran Kristus mendukung kembalinya perdamaian di Mali dan kerukunan di Nigeria, di mana tindakan biadab terorisme terus menuai korban, khususnya di kalangan Kristiani. Semoga Sang Penebus membawa pertolongan dan kenyamanan kepada para pengungsi dari bagian timur Republik Demokratik Kongo, dan mengaruniakan perdamaian pada Kenya, di mana serangan brutal telah melanda penduduk sipil dan tempat-tempat ibadah.

Semoga Kanak-kanak Yesus memberkati sejumlah besar umat beriman yang merayakan-Nya di Amerika Latin. Semoga Ia meningkatkan kebajikan manusiawi dan Kristiani mereka, menopang semua orang yang dipaksa untuk meninggalkan keluarga dan tanah mereka, dan meneguhkan para pemimpin pemerintah dalam komitmen mereka untuk pembangunan dan melawan kejahatan.

Saudara dan saudariku yang terkasih! Kebaikan dan kebenaran, keadilan dan perdamaian telah bertemu, mereka telah menjadi menjelma dalam Anak yang dilahirkan Maria di Betlehem. Anak itu adalah Putera Allah; Ia adalah Allah yang muncul dalam sejarah. Kelahiran-Nya adalah sebuah kehidupan baru yang berbunga bagi seluruh umat manusia. Semoga setiap tanah menjadi tanah yang baik yang menerima dan menumbuhkan kebaikan dan kebenaran, keadilan dan perdamaian. Selamat Natal untuk kalian semua!

Rabu, 26 Desember 2012 Pesta St. Stefanus, Martir Pertama

Rabu, 26 Desember 2012
Pesta St. Stefanus, Martir Pertama

    

Tuhan, janganlah membiarkan aku mendapat malu, sebab aku berseru kepada-Mu; biarlah orang-orang fasik mendapat malu dan turun ke dunia orang mati dan bungkam. ----- Mzm 31:17 (31-18)

Antifon Pembuka
    
Pintu surga terbuka bagi Stefanus. Dialah yang pertama di antara para martir. Maka ia berseri mulia di surga, dimahkotai dengan kemenangan.

Doa Pagi

 

Tuhan Yesus, hari ini kami memperingati martir-Mu, St Stefanus yang mendoakan para pembunuhnya. Semoga kami juga mampu mengikuti teladannya dan memaafkan sesama yang telah menyakiti hati kami. Sebab Engkaulah Tuhan, Pengantara kami, kini dan sepanjang masa. Amin. 
   
Kefasihan Stefanus berbicara tidak mengundang kekaguman, apalagi pertobatan bagi mereka, melainkan justru kegeraman untuk membunuhnya. Kemartiran inilah puncak Natal. Bukankah setiap kelahiran selalu dimahkotai dengan kematian?

Bacaan dari Kisah Para Rasul (6:8-10; 7:54-59)
  
"Aku melihat langit terbuka."
  
Sekali peristiwa, Stefanus, yang penuh dengan karunia dan kuasa, mengadakan mukjizat dan tanda-tanda di antara orang banyak. Tetapi tampillah beberapa orang dari jemaat Yahudi yang disebut orang Libertini. - Anggota jemaat ini adalah orang-orang dari Kirene dan dari Aleksandria. - Mereka tampil bersama dengan beberapa orang Yahudi dari Kilikia dan dari Asia. Orang-orang ini bersoal jawab dengan Stefanus, tetapi mereka tidak sanggup melawan hikmat Stefanus dan Roh Kudus yang mendorong dia berbicara. Mendengar semua yang dikatakan Stefanus, para anggota Mahkamah Agama sangat tertusuk hatinya. Maka mereka menyambutnya dengan gertakan gigi. Tetapi Stefanus, yang penuh dengan Roh Kudus, menatap ke langit; ia melihat kemuliaan Allah dan Yesus berdiri di sebelah kanan Allah. Maka katanya, "Sungguh, aku melihat langit terbuka dan Anak Manusia berdiri di sebelah kanan Allah." Maka berteriak-teriaklah mereka, dan sambil menutup telinga serempak menyerbu dia. Mereka menyeret dia ke luar kota, lalu melemparinya dengan batu. Dan saksi-saksi meletakkan jubah mereka di depan kaki seorang muda yang bernama Saulus. Sementara dilempari, Stefanus berdoa, "Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku."
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.

Mazmur Tanggapan
Ref. Ke dalam tangan-Mu, Tuhan, kuserahkan jiwaku.
Ayat.
(Mzm 31:3cd-4.6.8ab.16bc.17)
1. Jadilah bagiku gunung batu tempat berlindung, dan kubu pertahanan untuk menyelamatkan daku! Sebab Engkaulah bukit batu dan pertahananku; oleh karena nama-Mu Engkau akan menuntun dan membimbing aku.
2. Ke dalam tangan-Mu kuserahkan nyawaku; sudilah membebaskan daku, ya Tuhan, Allah yang setia. Aku akan bersorak-sorai dan bersukacita karena kasih setia-Mu, sebab Engkau telah menilik sengsaraku.
3. Lepaskanlah aku dari tangan musuh-musuhku dan bebaskanlah dari orang-orang yang mengejarku! Buatlah wajah-Mu bercahaya atas hamba-hamba-Mu, selamatkanlah aku oleh kasih setia-Mu!

Bait Pengantar Injil
Ref. Alleluya, alleluya
Ayat. Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan! Tuhanlah Allah, Dia menerangi kita.

Kemartiran Stefanus adalah awal kemartiran orang-orang Kristen. Namun, di mana ada kemartiran, di situ tumbuh subur iman akan Kristus. Justru hal ini merupakan bukti nyata bahwa kekristenan merupakan karya besar Allah.

Inilah Injil Yesus Kristus menurut Matius (10:17-22)

 
"Karena Aku, kamu akan digiring ke muka para penguasa dan raja-raja."
  
Pada waktu mengutus murid-murid-Nya, Yesus berkata, "Waspadalah terhadap semua orang! Sebab ada yang akan menyerahkan kamu kepada majelis agama; dan mereka akan menyesah kamu di rumah ibadatnya. Karena Aku, kamu akan digiring ke muka penguasa-penguasa dan raja-raja sebagai suatu kesaksian bagi mereka dan bagi orang-orang yang tidak mengenal Allah. Apabila mereka menyerahkan kamu, janganlah kamu kuatir akan bagaimana dan akan apa yang harus kamu katakan, karena semua itu akan dikaruniakan kepadamu pada saat itu juga. Karena bukan kamu yang berbicara, melainkan Roh Bapamu; Dialah yang akan berbicara dalam dirimu. Orang akan menyerahkan saudaranya untuk dibunuh, demikian juga seorang ayah akan menyerahkan anaknya. Anak-anak akan memberontak terhadap orang tuanya dan akan membunuh mereka. Dan kamu akan dibenci semua orang oleh karena nama-Ku; tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat."
Demikianlah Injil Tuhan
U. Terpujilah Kristus.


Renungan

Sakramen Baptis mengesahkan iman kita akan Yesus Kristus. Kita diangkat menjadi anak-anak Allah yang terberkati. Konsekuensinya, kita mesti mengembangkan dan membagikan berkat itu kepada sesama. Aneka tantangan dan hambatan siap menghadang tugas misi kita. Hal ini merupakan batu ujian kesetiaan kita kepada Allah. Bila kita tetap bertahan dan setia, niscaya kita akan selamat. Mari kita terus mohon kekuatan Allah bagi keselamatan kita.

Doa Malam

  

Tuhan Yesus, kedatangan-Mu membawa damai dan pengampunan. Ajarilah kami untuk meneladan hidup-Mu yang penuh kasih, sebab Engkaulah Tuhan, Pengantara kami. Amin.

Allah memberikan dasar dan hukum kepada ciptaan-Nya, yang tetap berilaku Bdk. Ibr 4:3-4.. Orang beriman dapat mengandalkannya; mereka dipandangnya sebagai tanda dan jaminan kesetiaan Allah yang tidak tergoyahkan baginya, yang dengannya Allah memegang perjanjian-Nya dengan teguh Bdk. Yer 31:35-37; 33:19-26.. Manusia dari pihaknya harus taat dengan setia kepada dasar dan menghormati hukum, yang telah Allah ukirkan ke dalam ciptaan. -- Katekismus Gereja Katolik, 346


RUAH

Senin, 24 Desember 2012 Hari Raya Natal (Malam)

Senin, 24 Desember 2012
Hari Raya Natal (Malam)

“Sang Sabda ini adalah Kristus, penyebab keberadaan kita pada mulanya ….dan penyebab kesejahteraan kita. Sabda ini kini telah menjadi manusia – Pencipta segala rahmat…. telah diutus di jalan kita kepada kehidupan kekal … Ini adalah Sang Putera…, pernyataan Sabda yang sudah ada sejak awal mula dan sebelum awal mula. Sang Penyelamat, yang telah ada sebelumnya, kini telah muncul; sebab Sang Sabda yang telah ada bersama-sama dengan Allah dan yang melalui-Nya semua telah diciptakan, telah muncul sebagai Guru kita. Sang Sabda yang pada mulanya mengaruniakan kehidupan kepada kita sebagai Pencipta ketika Ia membentuk kita, mengajarkan kepada kita bagaimana untuk hidup dengan baik ketika Ia muncul sebagai Guru kita, sehingga sebagai Tuhan, Ia dapat mempimpin kita kepada hidup yang tanpa akhir. (Exhortation to Heathen, Chap I,7:1) ---- St. Klemens dari Aleksandria


Antifon Pembuka (Mzm 2:7)

Tuhan bersabda kepada-Ku, “Engkaulah Putra-Ku, hari ini Engkau Kuputrakan.”

Doa Malam


Allah Bapa yang mahaagung, kami memuji nama-Mu, karena Engkau membuat malam suci ini bermandikan cahaya sejati. Sinarilah hati kami dengan cahaya-Mu itu, agar lewat sabda-Mu pada malam ini kami semakin memahami misteri penyelamatan-Mu di tengah kami. Dengan pengantaraan Kristus, Putra-Mu, Tuhan kami yang hidup dan berkuasa bersama Bapa dan Roh Kudus, Allah sepanjang segala masa. Amin.

Bacaan dari Kitab Yesaya (9:1-6)
  
"Seorang Putera telah dianugerahkan kepada kita."
  
Bangsa yang berjalan dalam kegelapan telah melihat terang yang besar; mereka yang diam di negeri kekelaman, atasnya terang telah bersinar. Engkau telah menimbulkan banyak sorak-sorai, dan sukacita yang besar; mereka telah bersukacita di hadapan-Mu, seperti sukacita di waktu panen, seperti orang bersorak-sorak di waktu membagi-bagi jarahan. Sebab kuk yang menekannya dan gandar yang di atas bahunya serta tongkat si penindas telah Kaupatahkan seperti pada hari kekalahan Midian. Sebab setiap sepatu tentara yang berderap-derap dan setiap jubah yang berlumuran darah akan menjadi umpan api. Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai. Besar kekuasaannya, dan damai sejahtera tidak akan berkesudahan di atas takhta Daud dan di dalam kerajaannya, karena ia mendasarkan dan mengokohkan dengan keadilan dan kebenaran dari sekarang sampai selama-lamanya. Kecemburuan Tuhan semesta alam akan melakukan hal ini.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.

Mazmur Tanggapan, do = d, 3/4; 4/4, PS 806

Ref. Hendaklah langit bersuka cita, dan bumi bersorak-sorai dihadapan wajah Tuhan, kar'na Ia sudah datang.
Ayat. (Mzm 96:1-3.11-13)

1. Nyanyikanlah lagu baru bagi Tuhan, menyanyikanlah bagi Tuhan, hai seluruh bumi! Menyanyikanlah bagi Tuhan, pujilah nama-Nya.
2. Kabarkanlah dari hari ke hari keselamatan yang datang dari pada-Nya. Ceritakanlah kemuliaan-Nya di antara bangsa-bangsa, kisahkanlah karya-karya-Nya yang ajaib di antara segala suku bangsa.
3. Biarlah langit bersukacita dan bumi bersorak-sorai, biarlah gemuruh laut serta segala isinya! Biarlah beria-ria padang dan segala yang ada di atasnya, dan segala pohon di hutan bersorak-sorai.
4. Biarlah bersukaria di hadapan Tuhan, sebab Ia datang, sebab Ia datang untuk menghakimi bumi. Ia akan menghakimi dunia dengan keadilan, dan bangsa-bangsa dengan kesetiaan-Nya.


Bacaan dari Surat Rasul Paulus kepada Titus (2:11-14)
  
"Kasih karunia Allah sudah nyata bagi semua orang."
  
Saudaraku terkasih, sudah nyatalah kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia. Kasih karunia itu mendidik kita agar meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi, dan agar kita hidup bijaksana, adil dan beribadah, di dunia sekarang ini, sambil menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia, dan penyataan kemuliaan Allah yang mahabesar dan Penyelamat kita Yesus Kristus. Ia telah menyerahkan diri-Nya bagi kita untuk membebaskan kita dari segala kejahatan dan untuk menguduskan bagi diri-Nya suatu umat, milik-Nya sendiri, yang rajin berbuat baik.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.

Bait Pengantar Injil, do = d, 2/2, PS 953
Ref. Alleluya, alleluya
Ayat: (Luk 2:10-12; 2/4)
Kabar gembira kubawa kepada-Mu. Pada hari ini lahirlah penyelamat dunia, Tuhan kita Yesus Kristus
.

Inilah Injil Yesus Kristus menurut Lukas (2:1-14)
  
"Pada hari ini telah lahir Penyelamatmu"
   
Pada waktu itu Kaisar Agustus mengeluarkan suatu perintah, menyuruh mendaftarkan semua orang di seluruh dunia. Inilah pendaftaran yang pertama kali diadakan sewaktu Kirenius menjadi wali negeri di Siria. Maka pergilah semua orang mendaftarkan diri, masing-masing di kotanya sendiri.Demikian juga Yosef pergi dari kota Nazaret di Galilea ke Yudea, ke kota Daud yang bernama Betlehem, - karena ia berasal dari keluarga dan keturunan Daud - supaya didaftarkan bersama-sama dengan Maria, tunangannya, yang sedang mengandung. Ketika mereka di situ tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin, dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan. Di daerah itu ada gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam. Tiba-tiba berdirilah seorang malaikat Tuhan di dekat mereka dan kemuliaan Tuhan bersinar meliputi mereka dan mereka sangat ketakutan. Lalu kata malaikat itu kepada mereka:"Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud. Dan inilah tandanya bagimu: Kamu akan menjumpai seorang bayi dibungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan." Dan tiba-tiba tampaklah bersama-sama bala tentara surga yang memuji Allah, katanya: "Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya."
Berbahagialah orang yang mendengarkan sabda Tuhan dan tekun melaksanakannya.
U. Sabda-Mu adalah jalan, kebenaran dan hidup kami.

Antifon Komuni (Yoh 1:14)

Sabda telah menjadi manusia, dan kita melihat kemuliaan-Nya.
    
Renungan

"Ketika nyata kemurahan Allah, Juruselamat kita, dan kasih-Nya kepada manusia."


Ajaran untuk hidup dan bertindak saling mengasihi merupakan ajaran semua agama, dan kiranya semua pemuka atau pengajar agama atau pengkotbah hemat saya senantiasa menyampaikan ajaran atau kotbahnya didasari atau dijiwai oleh cintakasih. Memang karena keterbatasan dan kelemahan masing-masing, sesuai dengan lingkungan hidupnya, ada kemungkinan secara konkret apa yang diajarkan atau dikotbahkan berbeda, dan tentu saja para pendengar juga akan berbeda dalam penghayatan atau pelaksanaan perihal perintah untuk saling mengasihi. Maka dengan ini kami mengajak anda sekalian untuk mawas diri perihal saling mengasihi dalam rangka mengenangkan Kelahiran Penyelamat Dunia atau merayakan pesta Natal. Natal berasal dari kata Latin natus (kata sifat), yang berarti lahir, diciptakan, menurut kodratnya diperuntukkan bagi, dst.. Maka hemat saya berefleksi perihal saling mengasihi kita dapat berpedoman perihal dilahirkan, diciptakan, menurut kodratnya diperuntukkan bagi.

"Allah telah mengasihi kita" (bdk 1Yoh 4:19)

Kutipan di atas ini menjadi tema pesan Natal bersama PGI dan KWI pada tahun ini. Kasih Allah kepada manusia kiranya dapat kelihatan dan dinikmati oleh orang yang sungguh saling mengasihi, khusus suami-isteri yang saling mengasihi dengan bebas dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap tenaga atau kekuataan tanpa syarat. Penghayatan ajaran saling mengasihi dalam diri suami-isteri merupakan wujud partisipasi dalam karya penciptaan Allah dalam menciptakan manusia. Buah saling mengasihi antar suami-isteri tidak lain adalah anak yang terkasih, yang kiranya juga boleh disebut sebagai buah kasih alias yang terkasih. Bukankah kita semua juga merupakan buah kasih atau yang terkasih, yang diciptakan oleh Allah bekerjasama dengan bapak-ibu atau orangtua kita masing-masing yang saling mengasihi?

Pesta Natal memang merupakan kenangan kasih Allah kepada manusia yang luar biasa, dimana Ia menjadi manusia seperti kita dalam hal dosa, melepaskan segala kebesaran atau ke-Allah-an-Nya untuk menjadi manusia sama seperti kita. KedatanganNya ke dunia juga merupakan wujud kasih pengampunan Allah kepada umat manusia yang berdosa. "Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud.Dan inilah tandanya bagimu: Kamu akan men" (Luk 2:10-12), demikian Warta Gembira kelahiran atau kedatangan Penyelamat Dunia.

Kelahiran senantiasa membahagiakan dan menggembirakan, dan tentu saja bagi kaum beriman, entah itu itu kelahiran manusia atau binatang atau jika tanaman berarti menghasilkan buah. Apalagi jika yang lahir adalah akan menjadi orang penting, misalnya yang akan mewarisi tahta kerajaan. Yang kelahiran-Nya kita kenangkan hari ini memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa, Ia lahir sebagai Penyelamat Dunia, untuk menyelamatkan seluruh dunia seisinya, dan untuk itu Ia sungguh mendunia atau membumi. Kasih-Nya sungguh membumi atau mendunia alias menjadi nyata. Maka jika kita menghayati ajaran saling-mengasihi hendaknya juga sungguh membumi atau mendunia alias menjadi nyata, dan hemat saya salah satu wujud kasih yang hendaknya dihayati adalah boros waktu dan tenaga bagi yang terkasih alias bermurah hati kepada yang terkasih, hatinya senantiasa terarah kepada yang terkasih.

"Karena kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata. Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini." (Tit 2:11-12). Penyelamat Dunia datang sebagai manusia ke tengah-tengah kita untuk mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini. Pertama-tama kita semua diharapkan hidup dan bertindak tidak materialistis, melainkan secara spiritual alias lebih mengutamakan keselamatan jiwa manusia. Untuk itu antara lain kita diharapkan hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini.
Bertindak bijaksana berarti buah tindakan atau kebijakannya senantiasa membahagiakan dan menyelamatkan dirinya sendiri maupun orang lain yang kena dampak tindakan atau kebijakannya. Saya percaya dalam Malam Natal atau di hari-hari yang bersuasana Natal ini kira semua dalam keadaan berbahagia dan bergembira dan kiranya juga terjadi pembagian hadiah atau makanan dan minuman alias tukar tali asih Kami berharap dalam hal ini sungguh adil, dan keadilan yang paling mendasar adalah hormat terhadap harkat martabat manusia alias semakin memanusiakan manusia. Jika kita semua sungguh manusiawi, maka panggilan atau ajakan untuk beribadah di dalam dunia sekarang ini dapat kita lakukan atau hayati dengan mudah dan baik.

"Maka kembalilah gembala-gembala itu sambil memuji dan memuliakan Allah karena segala sesuatu yang mereka dengar dan mereka lihat, semuanya sesuai dengan apa yang telah dikatakan kepada mereka." (Luk 2:20)

Penerima dan saksi pertama Warta Gembira Natal, kelahiran Penyelamat Dunia adalah para gembala domba. Dalam tata susunan social kemasyarakatan para gembala termasuk orang buangan yang kurang diperhatikan, meskipun demikian para gembala tidak kecewa, tidak frustrasi, melainkan tetap bahagia dan gembira. Karena tiada yang diharapkan dari manusia, sesamanya, maka dambaan atau harapan mereka senantiasa terarah kepada Allah, Penyelenggaraan Ilahi. Maka kiranya dapat dimengerti dengan baik bahwa akhirnya mereka yang pertama kali mampu mengimani kelahiran Penyelamat Dunia, yang lahir dalam puncak kemiskinan dan kesederhanaan di palungan kandang domba.

Para pemimpin Umat Allah sering juga disebut gembala umat, maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan segenap gembala umat untuk menghayati panggilan penggembalaan dengan baik dan benar. Motto bapak pendidikan kita, Ki Hajar Dewantoro, yaitu ing arso asung tulodho, ing madyo ambangun karso, tut wuri handayani (= keteladanan/kesaksian, pemberdayaan, motivasi) kiranya dapat dihayati dalam penggembalaan umat Allah. Kami berharap kepada para gembala umat dapat menjadi teladan dalam hal boros waktu dan tenaga terhadap sesamanya, mengasihi umat. Selain itu hendaknya dapat menjadi teladan hidup sederhana dan tidak materialistis, sehingga dambaan atau harapannya ada pada Penyelenggaraan Ilahi. Pemberdayaan juga penting sekali dalam penggembalaan umat, yang antara lain berarti kedatangan atau keberadaan gembala umat dimana pun dan kapan pun senantiasa memberdayakan umat, menggairahkan, mempesona dan menarik umat untuk semakin tumbuh berkembang sebagai umat Allah yang membaktikan diri sepenuhnya kepada Allah. Hendaknya juga mendorong dan meneguhkan umat yang berkehendak baik untuk mewujudkan kehendak baiknya dalam cara hidup dan cara bertindak.

Semoga di antara kita setelah saling bertemu, bercakap-cakap dan bercurhat kemudian memuji dan memuliakan Allah karena segala sesuatu yang mereka dengar dan mereka lihat, semuanya sesuai dengan apa yang telah dikatakan kepada mereka. Dengan kata lain masing-masing dari kita hendaknya berkata-kata atau berceritera perihal kebenaran-kebenaran , bukan kebohongan atau pura-pura. Berkata-kata atau berceriteralah apa adanya, tidak berkurang atau berlebih dari kenyataan atau kebenaran yang ada.

Natal adalah Kabar Gembira atau Kabar Baik.

Akhirnya marilah kita sadari dan hayati bahwa kelahiran Penyelamat Dunia adalah kabar baik, maka merayakan Natal atau mengenangkan kelahiranNya berarti kita senantiasa dapat menjadi pewarta kabar baik, menyebarluaskan dan melakukan apa yang baik. Apa yang disebut baik senantiasa berlaku secara universal, kapan saja dan dimana saja, tidak terikat oleh ruang dan waktu. Maka baiklah saya kutipkan apa yang dipesankan oleh PGI dan KWI dalam pesan Natal Bersama 2012 sebagai berikut:
"Dalam terang kasih itu, kami mengajak saudara-saudari untuk menanggapi kasih Allah dengan bertobat dan sungguh-sungguh mewujudkan kasih dengan memperhatikan beberapa hal penting berikut ini:
Pertama, Allah menciptakan alam semesta itu baik adanya dan menyerahkan pemeliharaan serta pemanfaatannya secara bertangungjawab kepada manusia. Perilaku tidak bertanggung-jawab terhadap alam ciptaan akan menyengsarakan bukan hanya kita yang hidup saat ini, tetapi terlebih generasi yang akan datang. Maka kita dipanggil untuk melestarikan dan menjaga keutuhan ciptaan-Nya dari perilaku sewenang-wenang dalam mengelola alam
Kedua, melibatkan diri dalam berbagai usaha baik yang dilakukan untuk mengatasi persoalan-persoalan kemasyarakatan seperti konflik kemanusiaan, menguatnya intoleran dan perilaku serta tindakan yang menjauhkan semangat persaudaraan sebagai sesama warga bangsa.
Ketiga, melalui jabatan, pekerjaan dan tempat kita masing-masing dalam masyarakat, kita ikut sepenuhnya dalam semua usaha yang bertujuan memerangi kemiskinan jasmani maupun rohani. Demikian juga kita melibatkan diri dalam berbagai upaya untuk memberantas korupsi. Salah satu caranya adalah mengembangkan semangat hidup sederhana dan berlaku jujur.
Keempat, melibatkan diri dalam menjawab keprihatinan bersama terkait dengan lemahnya penegakan hukum. Hal itu bisa kita mulaiu dari diri kita sendiri dengan menjadi warga negara yang taat kepada hukum dan yang menghormati setiap proses hukum seraya terus mendorong ditegakkannya hukum demi keadilan dan kebaikan seluruh warga bangsa."


"SELAMAT NATAL 2012 DAN TAHUN BARU 2013"

"Terang sudah terbit bagi orang benar, dan sukacita bagi orang-orang yang tulus hati. Bersukacitalah karena TUHAN, hai orang-orang benar, dan nyanyikanlah syukur bagi nama-Nya yang kudus." (Mzm 97:11-12)


Rm. Ign. Sumarya, SJ - 25 Desember 2012

Bacaan Harian 24 - 30 Desember 2012

Bacaan Harian 24 - 30 Desember 2012

Senin, 24 Desember: Hari Biasa Khusus Adven (U).
Pagi: 2Sam 7:1-5.8b-12.16; Mzm 89:2-3.4-5.27.29; Luk 1:67-79.

Kidung Zakharia, dalam bacaan Injil hari ini, merupakan ungkapan puji syukur Zakharia atas karya Allah padanya dan Elisabet, istrinya. Allah telah menjawab keraguannya dan Elisabet mengenai lahirnya keturunan dari mereka. Bahkan lebih dari itu, Allah telah memilih anak mereka, Yohanes Pembaptis, sebagai nabi yang mempersiapkan jalan untuk kedatangan Putra-Nya ke dunia. Kiranya melalui bacaan Injil ini kita sebagai orang beriman yang kadang ragu akan perhatian dan kasih Allah diingatkan bahwa Tuhan senantiasa memperhatikan dan berkarya di dalam kehidupan kita umat-Nya. Semoga kita selalu menyadari hal itu karena rahmat sekecil apa pun dari-Nya akan menjadi luar biasa bagi diri kita kalau kita mau dan mampu menyadari dan mensyukurinya.

MASA NATAL
Sore: Vigili Hari Raya Natal (P).
Yes 62:1-5; Mzm 89:4-5.16-17.27.29; Kis 13:16-17.22-25; Mat 1:1-25

Dari silsilah Yesus yang diturunkan Matius, tampaklah bahwa Yesus adalah keturunan Yehuda. Keluarga Yehuda mengalami penantian yang panjang untuk sampai pada Mesias yang dinantikan. Penantian itu membutuhkan kesetiaan dan kesabaran. Inilah makna hidup dalam pengharapan

Selasa, 25 Desember: Hari Raya Natal (P).
Malam: Yes 9:1-6; Mzm 96:1-2a.2b-3.11-12.13; Tit 2:11-14; Luk 2:1-14.
Fajar: Yes 62:11-12; Mzm 97:1.6.11-12; Tit 3:4-7; Luk 2:15-20.
Siang: Yes 52:7-10; Mzm 98:1.2-3ab.3cd-4.5-6; Ibr 1:1-6; Yoh 1:1-18.

Hari ini kita merayakan kelahiran Tuhan kita Yesus Kristus di dunia. Ia telah lahir di dunia dan bahkan menyertai kita sampai akhir zaman. Kiranya kita sebagai umat-Nya belajar dari para gembala yang mendapat kabar dari para malaikat mengenai kelahiran Yesus, yakni bersegera mencari dan menjumpai Tuhan. Terkadang kita, secara sadar ataupun tidak sadar, sibuk atau menyibukkan diri dengan berbagai hal. Semoga kita selalu rindu dan berusaha menyempatkan diri untuk mencari dan menemukan kehendak-Nya di dalam pergumulan hidup kita, sehingga memang Dialah yang selalu menuntun dan menyertai hidup kita.

Rabu, 26 Desember: Pesta St Stefanus, Martir Pertama (M).
Kis 6:8-10.7:54-59, Mzm 31:3cd-4.6.8ab.16bc.17; Mat 10:17-22

Melalui St. Stefanus, kita melihat bagaimana kemartirannya sebagai pengikut Kristus telah memberikan pengalaman yang mendorong perubahan bagi Paulus yang menjadi saksi kematiannya. Paulus kemudian menjadi ujung tombak penyebaran iman Kristen sampai ke seluruh dunia, sama seperti pesan Yesus terakhir sebelum terangkat ke surga, “wartakanlah Injil sampai ke ujung bumi”. Kemartiran zaman ini sudah mengambil bentuk yang berbeda. Kemartiran zaman ini membutuhkan bukan darah tetapi pengendalian diri kita, mati raga kita terhadap segala nafsu dan dorongan kita kepada kejatuhan kepada dosa. Maka dari itu baiklah kita bertanya dalam diri kita masing-masing: siapkah aku bermatiraga dalam hidup sehingga hidupku mampu menjadi kesaksian kemartiran yang menumbuhkan iman banyak orang yang berjumpa denganku?

Kamis, 27 Desember: Pesta St Yohanes, Rasul dan Penulis Injil (P).
1Yoh 1:1-4; Mzm 97:1-2.5-6.11-12; Yoh 20:2-8.

Hari ini kita semua mengenangkan Pesta Yohanes pengarang Injil. Pengarang Injil adalah mereka yang mendapat ilham Roh Allah sendiri dalam menuliskan Injil yang adalah juga Kabar Gembira kepada semua orang. Kini kita ditantang oleh Yohanes untuk juga berani menjadi pengarang Injil seperti dia dengan cara membuka diri kepada Tuhan dan membiarkan Tuhan menuliskan Injil yang indah dalam perjalanan hidup kita. Untuk mampu melakukan ini kuncinya hanya satu, yaitu: mendengarkan Allah yang menggerakkan seluruh kehidupan kita. Marilah kita mohon kekuatan Tuhan supaya kita setia mendengarkan kehendakNya dalam kehidupan kita.

Jumat, 28 Desember: Pesta Kanak-Kanak Suci, Martir (M).
1Yoh 1:5-2:2; Mzm 124:2-3.4-5.7b-8; Mat 2:13-18.

Bacaan-bacaan hari ini menggambarkan dunia yg penuh dengan kebobrokan dan kekejaman. Baru beberapa hari Yesus lahir tapi sudah harus menjadi pengungsi akibat kekejaman Raja Herodes yang saat itu membunuh banyak anak bayi dengan harapan bahwa Yesus adalah salah satu diantara para bayi tersebut. Darah dari anak-anak kecil tersebut telah memberikan kesaksian tentang Mesias, Sang Juruselamat, yang datang ke dunia. Jika anak-anak tersebut menumpahkan darahnya untuk menyambut Mesias, kira-kira tindakan nyata apa yang mampu kita lakukan saat ini untuk menyambut Mesias dalam hidup kita?

Sabtu, 29 Desember: Hari Kelima dalam Oktaf Natal (P).
1Yoh 2:3-11; Mzm 96:1-2a.2b-3.5b-6; Luk 2:22-35.

Dalam tradisi Yahudi, setelah genap umur, anak sulung akan dipersembahkan kepada Allah di kenisah, karena setiap anak sulung dipandang sebagai milik Allah. Persembahan tersebut dapat diartikan sebagai pengakuan manusia atas Allah yang memiliki kehidupan kita sekaligus kesempatan bagi kita untuk mendapatkan hidup baru dan keselamatan yang datang dari Allah sendiri. Yesus yang dipersembahkan kepada Allah di kenisah ini mau memberikan teladan kepada kita sebagai umat beriman bahwa hidup kita, pekerjaan kita, atau apa pun yang kita buat pada saat ini haruslah kita tujukan atau persembahkan pada Allah sendiri. Dengan begitu kita pun masuk dalam rencana keselamatan yang Allah kerjakan di dunia ini. Maka saat ini menjadi kesempatan bagi kita untuk melihat apakah kita sudah mempersembahkan hidup kita bagi Allah?

Minggu, 30 Desember: Pesta Keluarga Kudus, Yesus, Maria, Yusuf (P).
1Sam 1:20-22.24-28; Mzm 84:2-3.5-6.9-10; 1Yoh 3:1-2.21-24; Luk 2:41-52.

Hilangnya Yesus membuat kedua orangtuanya sangat cemas dan khawatir. Siapapun pasti akan mengalami kekhawatiran yang sama jika mendapati anaknya hilang. Tetapi yang mengejutkan adalah perkataan Yesus, “Tidakkah engkau tahu bahwa aku harus berada di rumah Bapaku?” Maria dengan segala perasaan yang berkecamuk di dalam hatinya hanya menyimpan semua itu di dalam hatinya dan tidak memarahi Yesus. Perbuatan Yesus kerapkali selalu misterius dan tidak bisa ditebak dengan pikiran manusia. Namun dengan meneladani iman Maria, kita sebetulnya diajak untuk memperdalam kualitas hidup kerohanian kita. Percaya bahwa Tuhan mempunyai maksud tertentu dalam setiap kejadian yang kita alami, dan ingatlah bahwa jawabannya tidak instant. Mari kita sama-sama melangkah bersama Maria.

Oleh: Fr. Vincentius Rosihan Arifin, Fr. Tiberius Alonzo Jethro, Fr. F.X. Bambang Adi Putranto, Y.L. Indra Kurniawan

terima kasih telah mengunjungi renunganpagi.id, jika Anda merasa diberkati dengan renungan ini, Anda dapat membantu kami dengan memberikan persembahan kasih. Donasi Anda dapat dikirimkan melalui QRIS klik link. Kami membutuhkan dukungan Anda untuk terus menghubungkan orang-orang dengan Kristus dan Gereja. Tuhan memberkati

renunganpagi.id 2024 -

Privacy Policy