MINGGU PASKAH IV/C – 21
APRIL 2013
Kis 13:14,43-52; Why
7:9,14b-17; Yoh 10:27-30,22
Hari
ini kita memasuki Minggu Paskah IV, yang sejak tahun 1963 yang lalu juga
dijadikan sebagai Hari Minggu Panggilan. Bacaan Injil mengajak kita untuk
merenungkan tentang gembala yang baik. Lalu, bagaimana kita hendak menarik
benang merah pesan-pesan hari ini, yakni antara Minggu Paskah IV, Minggu
Panggilan dan gembala yang baik?
Perayaan
Paskah, pada intinya mengenangkan, dan mensyukuri karya penyelamatan Allah yang
terlaksana dalam diri Yesus Kristus. Dengan perayaan ini, kita juga ikut serta
mengalami karya penyelamatan Allah itu. Sebab, karya keselamatan itu berlaku
universal, untuk semua orang yang mau menerima dan mengimani Kristus. Inilah
yang diwartakan Paulus dan Barnabas dalam bacaan pertama. Mereka diutus “menjadi
terang bagi bangsal-bangsa yang tidak mengenal Allah dan membawa keselamatan
sampai ke ujung bumi” (Kis 13:47).
Universalitas
keselamatan itu juga ditegaslan dalam bacaan kedua, dimana Yohanes menyampaikan
penglihatannya bahwa orang-orang yang diselamatkan itu “merupakan kumpulan
besar orang banyak yang tidak terhitung banyaknya, dari segala bangsa dan suku,
kaum dan bahasa” (Why 7:9). Mereka yang telah mengalami keselamatan itu “tidak
akan menderita lapar dan dahaga lagi; matahari atau panas terik tidak akan
menimpa mereka lagi” (Why 7:16).
Suasana
penyelamatan yang demikian, yang saat ini sudah dialami oleh saudara-saudari
kita yang telah meninggalkan dunia ini dan kita nantikan dengan penuh harapan agar
kelak juga kita alami, bukan merupakan usaha manusia tetapi lebih-lebih
merupakan buah dari penebusan Kristus. Dialah yang menggembalakan kita dan
menuntun kita ke mata air kehidupan (Why 7:17). Bagi kita, ia hadir dan tampil
sebagai gembala yang baik, yaitu gembala yang mengenal kita, para domba-Nya;
yang memberikan hidup kekal kepada kita; dan yang senantiasa melindungi kita
sehingga kita tidak binasa (Yoh 10:27-28). Dalam perikup Injil sebelumnya,
yakni Yoh 10:1-21, semakin tampak peran Yesus sebagai gembala baik yang
menyelamatkan domba-domba-Nya. Dia
menyerahkan nyawa untuk domba-domba-Nya, menjadi pintu (keselamatan) bagi
domba-domba-Nya, mendampingi dan melindungi domba-domba-Nya, dan memberi hidup
(kekal) kepada domba-domba-Nya.
Setelah
Yesus bangkit dan naik ke surga, peran penggembalaan itu diteruskan oleh para
rasul dan para pengganti mereka, yakni para uskup dengan dibantu oleh para
imam. Mereka diutus, untuk pergi ke seluruh dunia dan memberitakan Injil kepada
segala makhluk (Mrk 16:15); untuk menjadi terang bagi bangsa-bangsa yang tidak
mengenal Allah dan membawa keselamatan sampai ke ujung bumi (Kis 13:47). Tuhan
pun senantiasa menyertai sampai kepada akhir zaman (Mat 28:20) dan turut
bekerja dan meneguhkan mereka dengan tanda-tanda yang menyertainya (Mrk 16:20).
Dari
sini menjadi jelas bahwa sejak dari permulaan, sekarang dan selama-lamanya, Tuhan
membutuhkan manusia, yakni kita semua untuk mengambil bagian dalam pewartaan
Injil, penggembalaan umat dan penyelamatan jiwa-jiwa. Semua orang, kita semua,
tidak ada yang dikecualikan dipanggil untuk mengambil bagian dalam tugas ini,
entah sebagai rasul-rasul awam maupun sebagai imam, bruder, dan suster.
Karya
keselamatan yang dikerjakan Tuhan untuk kita menunjukkan betapa besar kasih
Tuhan kepada kita. Oleh karena itu, sebagaimana bacaan Minggu yang lalu, Tuhan
bertanya kepada Petrus, “Apakah engkau mengasihi Aku?”, kini pertanyaan yang
sama juga diajukan kepada kita masing-masing. Semoga kita juga berani memberi
jawaban seperti Petrus, “Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa
aku mengasihi Engkau” (Yoh 21:17). Maka, Tuhan pun mengutus kita untuk
mewartakan Injil, menggembalakan umat, dan ikut serta menyelamatkan jiwa-jiwa,
entah sebagai rasul awam maupun sebagai imam, bruder dan suster.
Pada
Minggu Panggilan ini, tanpa menghilangkan himbauan kepada seluruh umat untuk
mengambil bagian dalam karya-karya pelayanan Gereja sebagai rasul-rasul awam,
baiklah disampaikan himbauan dan undangan khusus untuk menanggapi panggilan
sebagai imam, bruder, dan suster. Entah dengan mempersembahkan anak/cucu, entah
dengan mempersembahkan diri sendiri untuk mencoba menanggapi panggilan Tuhan.
“Sebagaimana telah Dia lakukan
selama hidup-Nya di dunia, demikian juga saat ini Yesus yang telah bangkit
berjalan menyusuri lorong-lorong kehidupan kita dan melihat kita yang tenggelam
dalam berbagai aktivitas dengan segala keinginan dan kebutuhan kita. Di tengah
situasi lingkungan kehidupan kita, Dia terus berbicara kepada kita: Dia
memanggil kita agar kita menghayati kehidupan bersama dengan Dia, karena hanya
Dia-lah yang mampu memuaskan dahaga akan harapan tersebut. Dia tinggal di
tengah komunitas para murid, yaitu Gereja, dan hingga hari ini Dia masih
memanggil orang-orang untuk mengikuti Diri-Nya. Panggilan dapat muncul setiap
saat. Hari ini juga Yesus terus-menerus berkata: “Datanglah ke mari, ikutilah
Aku” (Mrk. 10:21). Menerima undangan-Nya berarti tidak lagi memilih
jalan kita sendiri. Mengikuti Dia berarti membenamkan kehendak kita ke dalam
kehendak Yesus, sungguh-sungguh mengistiwekan Dia, membanggakan Dia dalam
setiap bidang kehidupan: dalam keluarga, dalam pekerjaan, dalam
kepentingan-kepentingan pribadi dan dalam diri kita sendiri. Ini berarti
menyerahkan hidup kita kepada-Nya, hidup dalam kemesraan bersama dengan Dia dan
melalui Dia, kita memasuki persekutuan dengan Bapa dalam Roh Kudus, dan dengan
demikian juga – konsekuensinya – bersama dengan saudara dan saudari sekalian.
Persekutuan hidup bersama Yesus adalah suatu “pengaturan” (setting)
istimewa di mana dalam persekutuan tersebut, kita boleh mengalami harapan dan
dalam harapan tersebut, hidup kita menjadi penuh dan bebas.
Panggilan imamat dan hidup bakti
lahir dari pengalaman personal perjumpaan dengan Kristus, berkat dialog dengan
Dia secara rahasia dan tulus, yang berarti memasuki ke dalam kehendak-Nya. Oleh
karena itu sangatlah perlu tumbuh dalam pengalaman iman, mengenal suatu relasi
yang mendalam dengan Yesus, memberi perhatian secara rohani terhadap suara-Nya
yang hanya bisa diperdengarkan dalam lubuk hati kita.
Proses ini, yang memungkinkan kita
dapat menaggapi panggilan Allah secara positif, sangat mungkin terjadi dalam
jemaat-jemaat Kristen di mana iman dihayati secara intens, di mana kesaksian
yang baik diberikan oleh mereka yang menyandarkan diri kepada Injil, di sanalah
hadir makna perutusan yang kuat, yang menghantar orang untuk mempersembahkan
diri secara total demi Kerajaan Allah, yang dihidupi dengan penerimaan
sakramen-sakramen, khususnya Sakramen Ekaristi dan hidup doa yang kuat. Poin
yang terakhir ini, “di satu sisi harus menjadi sesuatu yang sangat personal,
suatu perjumpaan yang mesra antara diriku dengan Allah. Tetapi di sisi lain,
harus secara terus-menerus dibimbing dan diterangi oleh doa-doa Gereja dan oleh
doa-doa para kudus, dan oleh doa liturgis sebagaimana telah berulang kali Tuhan
Yesus ajarkan bagaimana kita harus berdoa secara benar” (Spe Salvi, 34).
…….
Saya berharap bahwa anak-nak muda,
yang telah dipenuhi oleh pelbagai pilihan remeh dan tidak penting, akan mampu
menggali suatu keinginan terhadap apa yang sungguh-sungguh berharga, demi
tujuan-tujuan yang mulia, pilihan-pilihan yang radikal, pelayanan demi banyak
orang dalam mengikuti Yesus. Yang terkasih anak-anak muda, janganlah takut
mengikuti Dia dan berjalan menyusuri jalan-jalan kasih yang menuntut suatu
keberanian dan komitmen yang tulus. Dengan cara tersebut, kamu akan senang
melayani, kamu akan menjadi saksi suatu suka-cita yang tidak bisa diberikan
oleh dunia, kamu akan menjadi nyala yang hidup dari kasih yang kekal-abadi dan
tak terpermanai, kamu akan belajar “memberi suatu pengharapan yang ada padamu” (1
Pet. 3:15)!
Semoga, sabda Tuhan dan pesan Bapa Suci ini
menggugah kita semua untuk dengan penuh semangat mau mengambil bagian dalam
karya-Nya untuk mewartakan Injil, menggembalakan umat dan menyelamatkan
jiwa-jiwa.
Ag. Agus Widodo, Pr