Minggu, 15 Maret 2015
Hari Minggu Prapaskah IV
Sahabatku, jangan takut bersandar pada Kristus! Rindukanlah Kristus
sebagai fondasi kehidupanmu! (Paus Benediktus XVI, teks kunjungan
pastoral ke Polandia, 2006)
Antifon Pembuka (Yes 66:10-11)
Bersukacitalah bersama Yerusalem, dan berhimpunlah, kamu semua yang
mencintainya; bergembiralah dengan sukacita, hai kamu yang dulu
berdukacita, agar kamu bersorak-sorai dan dipuaskan dengan kelimpahan
penghiburanmu.
Lætare Ierusalem: et conventum facite omnes qui diligitis eam: gaudete
cum lætitia, qui in tristitia fuistis: ut exsultetis, et satiemini ab
uberibus consolationis vestræ.
Rejoice, Jerusalem, and all who love her. Be joyful, all who were in mourning; exult and be satisfied at her consoling breast.
Doa Pagi
Ya Allah, dengan pengantaraan Sabda-Mu Engkau telah memulihkan hubungan
damai dengan umat manusia secara mengagumkan. Kami mohon, berilah agar
umat kristiani, dengan cinta bakti yang penuh semangat dan iman yang
hidup, bergegas menyongsong hari-hari raya yang akan datang. Dengan
pengantaraan Yesus Kristus, Putra-Mu, Tuhan kami, yang bersama dengan
Dikau dalam persatuan Roh Kudus, hidup dan berkuasa, sepanjang segala
masa. Amin.
TAHUN A
Bacaan dari Kitab Pertama Samuel (16:1b.6-7.10-13a)
"Daud diurapi menjadi raja Israel."
Setelah Raja Saul ditolak, berfirmanlah Tuhan kepada Samuel, “Isilah
tabung tandukmu dengan minyak, dan pergilah. Aku mengutus engkau kepada
Isai, orang Betlehem itu, sebab di antara anak-anaknya telah Kupilih
seorang raja bagi-Ku.” Ketika anak-anak Isai itu masuk, dan ketika
melihat Eliab, Samuel berpikir, “Sungguh, di hadapan Tuhan sekarang
berdiri yang diurapi-Nya.” Tetapi berfirmanlah Tuhan kepada Samuel,
“Janganlah berpancang pada paras atau perawakan yang tinggi, sebab Aku
telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia
melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati.” Demikianlah
Isai menyuruh ketujuh anaknya lewat di depan Samuel, tetapi Samuel
berkata kepada Isai, “Semuanya ini tidak dipilih Tuhan.” Lalu Samuel
berkata kepada Isai, “Inikah semua anakmu?” Jawab Isai, “Masih tinggal
yang bungsu, tetapi ia sedang menggembalakan kambing domba.” Kata Samuel
kepada Isai, “Suruhlah memanggil dia, sebab kita tidak akan duduk
makan, sebelum ia datang ke mari.” Kemudian disuruhnyalah menjemput dia.
Kulitnya kemerah-merahan, matanya indah dan parasnya elok. Lalu Tuhan
berfirman, “Bangkitlah, urapilah dia, sebab inilah dia.” Samuel
mengambil tabung tanduknya yang berisi minyak itu, dan mengurapi Daud di
tengah saudara-saudaranya.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.
Mazmur Tanggapan, do = d, 3/2, 2/4, PS 849
Ref. Tuhanlah gembalaku, takkan kekurangan aku.
Ayat. (Mzm 23:1-3a.3b-4.5.6, Ul: lih. 1)
1. Tuhan adalah gembalaku, aku tidak kekurangan: 'ku dibaringkan-Nya di
rumput yang hijau, di dekat air yang tenang. 'Ku dituntun-Nya di jalan
yang lurus demi nama-Nya yang kudus.
2. Sekalipun aku harus berjalan berjalan di lembah yang kelam, aku tidak
takut akan bahaya, sebab Engkau besertaku; sungguh tongkat
penggembalaan-Mu, itulah yang menghibur aku.
3. Kau siapkan hidangan bagiku dihadapan lawanku, Kauurapi kepalaku dengan minyak, dan pialaku melimpah.
4. Kerelaan yang dari Tuhan dan kemurahan ilahi, mengiringi langkahku
selalu, sepanjang umur hidupku, aku akan diam di rumah Tuhan, sekarang
dan senantiasa.
Bacaan dari Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di Efesus (5:8-14)
"Bangkitlah dari antara orang mati, maka Kristus akan bercahaya atas kamu."
Saudara-saudara, memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang
kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak
terang. Karena terang hanya berbuahkan kebaikan, keadilan dan kebenaran.
Ujilah apa yang berkenan kepada Tuhan. Janganlah turut mengambil bagian
dalam perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan apa-apa, tetapi
sebaliknya, telanjangilah perbuatan-perbuatan itu. Sebab menyebut saja
apa yang mereka buat di tempat-tempat yang tersembunyi sudah memalukan.
Tetapi segala sesuatu yang sudah ditelanjangi oleh terang itu menjadi
nampak, sebab semua yang nampak adalah terang. Itulah sebabnya
dikatakan, “Bangunlah, hai kamu yang tidur, dan bangkitlah dari antara
orang mati, maka Kristus akan bercahaya atas kamu.”
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.
Bait Pengantar Injil, do = bes, 4/4, PS 965
Ref. Terpujilah Kristus Tuhan, Raja mulia dan kekal.
Ayat. (Yoh 8:12b)
Akulah cahaya dunia; siapa yang mengikuti Aku akan hidup dalam cahaya abadi.
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Yohanes (9:1-41) (Singkat: Yoh 9:1.6-9.13-17.34-38).
"Orang buta itu pergi, membasuh diri, dan dapat melihat."
Sekali peristiwa, ketika Yesus sedang berjalan lewat, Ia melihat seorang
yang buta sejak lahir. Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya, “Rabi,
siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orangtuanya, sehingga
ia dilahirkan buta?” Jawab Yesus, “Bukan dia dan bukan juga
orangtuanya, tetapi karena pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam
dia. Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama
masih siang. Akan datang malam, di mana tak seorang pun dapat bekerja.
Selama Aku di dalam dunia, Akulah terang dunia.” Sesudah mengatakan
semua itu, Yesus meludah ke tanah, dan mengaduk ludahnya itu dengan
tanah, lalu mengoleskannya pada mata orang buta tadi dan berkata
kepadanya, “Pergilah, basuhlah dirimu di kolam Siloam.” Siloam artinya
“Yang Diutus”. Maka pergilah orang itu. Ia membasuh dirinya, lalu
kembali dengan matanya sudah melek. Maka tetangga-tetangganya, dan
mereka yang dahulu mengenalnya sebagai pengemis, berkata, “Bukankah dia
ini yang selalu mengemis?” Ada yang berkata, “Benar, dialah ini!” Ada
pula yang berkata, “Bukan, tetapi ia serupa dengan dia.” Orang itu
sendiri berkata, “Benar, akulah dia.” Kata mereka kepadanya, “Bagaimana
matamu menjadi melek?” Jawabnya, “Orang yang disebut Kristus itu
mengaduk tanah, mengoleskannya pada mataku, dan berkata kepadaku:
Pergilah ke Siloam dan basuhlah dirimu. Lalu aku pergi, dan setelah
membasuh diri, aku dapat melihat.” Lalu mereka berkata kepadanya, “Di
manakah Dia?” Jawabnya, “Aku tidak tahu.” Lalu mereka membawa orang yang
tadinya buta itu kepada orang-orang Farisi. Adapun hari waktu Yesus
mengaduk tanah dan memelekkan mata orang itu adalah hari Sabat. Karena
itu orang-orang Farisi pun bertanya kepadanya, bagaimana matanya menjadi
melek. Jawabnya, “Ia mengoleskan adukan tanah pada mataku, lalu aku
membasuh diriku, dan sekarang aku dapat melihat.” Maka kata sebagian
orang-orang Farisi itu, “Orang ini tidak datang dari Allah, sebab Ia
tidak memelihara hari Sabat.” Sebagian pula berkata, “Bagaimanakah
seorang berdosa dapat membuat mukjizat yang demikian?” Maka timbullah
pertentangan di antara mereka. Lalu kata mereka pula kepada orang yang
tadinya buta itu, “Dan engkau, karena Ia telah memelekkan matamu, apakah
katamu tentang Dia?” Jawabnya, “Ia seorang nabi!” Tetapi orang-orang
Yahudi itu tidak percaya, bahwa tadinya ia buta dan baru sekarang dapat
melihat. Maka mereka memanggil orangtuanya dan bertanya kepada mereka,
“Inikah anakmu yang kamu katakan lahir buta? Kalau begitu bagaimanakah
ia sekarang dapat melihat?” Jawab orang tua itu, “Yang kami tahu, dia
ini anak kami, dan ia memang lahir buta. Tetapi bagaimana ia sekarang
dapat melihat, kami tidak tahu; dan siapa yang memelekkan matanya, kami
juga tidak tahu. Tanyakanlah kepadanya sendiri,sebab ia sudah dewasa; ia
dapat berkata-kata untuk dirinya sendiri.” Orang tuanya berkata
demikian, karena mereka takut kepada orang-orang Yahudi, sebab
orang-orang yahudi itu telah sepakat bahwa setiap orang yang mengakui
Yesus sebagai Mesias akan dikucilkan. Itulah sebabnya maka orang tua itu
berkata, “Ia telah dewasa, tanyakanlah kepadanya sendiri.” Lalu mereka
memanggil sekali lagi orang yang tadinya buta itu, dan berkata
kepadanya, “Katakanlah kebenaran di hadapan Allah: Kami tahu bahwa orang
itu orang berdosa.” Jawabnya, “Apakah Dia itu orang berdosa, aku tidak
tahu! Tetapi satu hal yang aku tahu, yaitu: Aku tadinya buta, dan
sekarang dapat melihat.” Kata mereka kepadanya, “Apakah yang
diperbuat-Nya kepadamu? Bagaimana Ia dapat memelekkan matamu?” Jawabnya,
“Telah kukatakan kepadamu, dan kamu tidak mendengarkannya. Mengapa kamu
hendak mendengarkannya lagi? Barangkali kamu mau menjadi murid-Nya
juga?” Sambil mengejek, orang-orang Farisi berkata kepadanya, “Engkau
saja murid orang itu, tetapi kami murid-murid Musa. Kami tahu bahwa
Allah telah berfirman kepada Musa, tetapi tentang Dia itu, kami tidak
tahu dari mana Ia datang.” Jawab orang itu kepada mereka, “Aneh juga
bahwa kamu tidak tahu dari mana Ia datang, padahal Ia telah memelekkan
mataku. Kita tahu bahwa Allah tidak mendengarkan orang-orang berdosa,
melainkan orang-orang yang saleh dan yang melakukan kehendak-Nya. Dari
dahulu sampai sekarang tidak pernah terdengar, bahwa ada orang yang
memelekkan mata orang yang lahir buta. Jikalau orang itu tidak datang
dari Allah, Ia tidak dapat berbuat apa-apa.” Jawab mereka, “Engkau ini
lahir sama sekali dalam dosa, dan engkau hendak mengajar kami?” Lalu
mereka mengusir dia ke luar. Yesus mendengar bahwa orang itu telah
diusir oleh orang-orang Farisi. Maka ketika bertemu dengan dia, Yesus
berkata, “Pecayakah engkau kepada Anak Manusia?” Jawabnya, “Siapakah
Dia, Tuhan, supaya aku percaya kepada-Nya.” Kata Yesus kepadanya,
“Engkau bukan saja melihat Dia! Dia yang sedang berbicara dengan engkau,
Dialah itu!” Kata orang itu, “Aku percaya, Tuhan!” lalu ia sujud
menyembah Yesus. Kata Yesus, “Aku datang ke dalam dunia untuk
menghakimi, supaya barangsiapa tidak melihat dapat melihat, dan supaya
yang dapat melihat menjadi buta.” Kata-kata itu didengar oleh beberapa
orang Farisi yang berada di situ, dan mereka berkata kepada Yesus,
“Apakah itu berarti bahwa kami juga buta?” jawab Yesus kepada mereka,
“Sekiranya kamu buta, kamu tidak berdosa. Tetapi karena kamu berkata,
‘Kami melihat’, maka tetaplah dosamu.”
Demikianlah Injil Tuhan
U. Terpujilah Kristus.
Renungan
Akulah Terang Dunia
Yesus berkata “Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia
tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang
hidup.” (Yoh 8:12). Yesus adalah terang dunia, yang memberikan
penerangan kepada dunia, kepada setiap orang. Karena kegelapan adalah
ketidak-adaan terang, dan Yesus adalah Terang itu sendiri, maka di dalam
Yesus tidak ada kegelapan. Setiap orang yang masuk di dalam
hadirat-Nya, yang mau disentuh oleh Sang Terang, tidak akan mengalami
kegelapan. Drama perjalanan dari gelap menuju terang, baik secara fisik
maupun spiritual inilah yang ingin disampaikan dalam Yohanes 9:1-41.
Pada saat seseorang mengatakan “Aku percaya, Tuhan! Dan aku sujud menyembah-Mu” (ay. 39), maka seseorang telah dipisahkan dari kegelapan dan berada dalam terang Tuhan.
Paus Benediktus XVI dalam surat gembala prapaskah kepausan mengajarkan
bahwa perikop Yoh 9 mengajarkan tentang Kristus, Sang Cahaya Dunia,
dengan menuliskan “Hari Minggu Keempat, melalui kisah “orang yang buta
sejak lahir” itu, menampilkan Kristus, Sang Cahaya Dunia. Injil hari ini
mengkonfrontasikan masing-masing kita dengan pertanyaan ini:
“Percayakah engkau kepada Anak Manusia?” “Ya, Tuhan, aku percaya” (Yoh.
9:35,39) seru orang yang buta sejak lahir itu dengan sukacita, dan
dengan demikian ia menyuarakannya juga bagi semua orang beriman.
Mukjijat penyembuhan ini menjadi tanda, bahwa Kristus berkehendak
memberi kita, bukan saja kemampuan untuk melihat, tetapi juga membuka
kemampuan kita melihat secara batin, sehingga iman kepercayaan kita juga
semakin diperdalam dan kita mampu mengenali-Nya sebagai satu-satunya
Juru Selamat kita. Ia menerangi apa saja yang merupakan kegelapan di
dalam hidup dan membimbing semua orang laki-laki dan perempuan untuk
hidup sebagai “anak-anak terang”
Perikop Yoh 9:1-41 adalah perikop yang begitu panjang dan begitu indah,
yang mungkin memerlukan pembahasan yang begitu panjang lebar. Namun,
pada tulisan ini, kita hanya akan membahas tentang proses perjalanan
iman dari orang yang buta melihat Sang Terang. Secara prinsip perikop
ini dapat dibagi menjadi:
1-3: Latar belakang tentang seorang yang buta.
4-5: Tujuan dari Yesus menyembuhkan orang buta itu.
6-7: Bagaimana Yesus menyembuhkan orang buta itu.
8-34: Kesaksian orang buta
8-12: Orang buta itu bersaksi kepada tetangga-tetangga.
13-16: Orang buta itu bersaksi di depan orang-orang Farisi.
17: Orang buta itu berkata bahwa Yesus adalah seorang nabi.
18-23: Orang tua dari si buta itu menyatakan bahwa anaknya dapat memberikan kesaksian sendiri.
24-34: Orang buta itu meneruskan kesaksiannya di depan orang-orang Farisi, sampai akhirnya dia dibuang dari jemaat.
35-37: Yesus memberitakan diri-Nya sebagai Anak Manusia.
38: Orang buta itu bersembah sujud di hadapan Tuhan.
39-41: Yesus memberikan pesan kepada dunia tentang keselamatan.
Buta sejak lahir, O happy fault…
Perikop ini dibuka dengan suatu pertemuan antara Yesus dan orang yang
buta sejak lahir. Kemudian para murid mempertanyakan atas dosa siapakah
sehingga dia menjadi buta, apakah dosanya sendiri atau orang tuanya.
Bagi orang-orang Yahudi, kekayaan dihubungkan dengan berkat, sedangkan
kemiskinan dan penderitaan dihubungkan dengan dosa dan kutuk, baik dosa
sendiri (lih. Ul 24:16; Yer 31:30; Yeh 18:20; Ayub 4:7-8; 2 Mak 7:18)
maupun dosa orang tua (Kel 20:5; Kel 34:6-7; Tob 3:3). Namun bagi orang
Kristen, kemiskinan dan penderitaan tidak secara otomatis karena dosa,
dan Yesus menegaskan “Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi
karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.” (Yoh
9:3)
Memang secara fisik, tidak banyak orang yang dilahirkan buta. Namun
secara rohani, bukankah kita semua manusia terlahir buta, karena akal
budi kita dikotori oleh dosa asal, yang diturunkan dari dosa manusia
pertama, sehingga kita semua mempunyai kecenderungan berbuat dosa (concupiscence)? Namun, dosa dari Adam ini diperingati dalam setiap malam Paskah sebagai dosa yang membahagiakan, yang disenandungkan “O happy fault, O necessary sin of Adam, which gained for us so great a Redeemer!”
Dan Sang Penebus, yaitu Yesus inilah yang dianugerahkan oleh Allah Bapa
untuk membebaskan kita, orang-orang yang memang dilahirkan “buta”
secara rohani oleh karena dosa asal. Oleh sebab itu, ini juga kisah
masing-masing dari kita.
Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku
Sungguh suatu perkataan yang harus kita resapkan bersama-sama, karena
Yesus mengatakan bahwa “kita” dan bukan hanya Yesus yang harus
mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Yesus (ay. 4). Yesus mengatakan
“kita”, ketika Dia menjawab pertanyaan para murid. Kita, yang menjadi
murid Kristus juga termasuk dalam golongan “kita”. Dan kita, juga harus
mengerjakan pekerjaan Dia atau Bapa. Pekerjaan apakah? Karena Bapa
berkata “Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan,
dengarkanlah Dia” (Mt 17:5), maka kita harus mendengarkan dan
melaksanakan semua yang diperintahkan oleh Kristus.
Kalau doa adalah suatu ungkapan yang terdalam dari hati, maka kita harus
benar-benar menaruh perhatian yang lebih pada perkataan Yesus pada saat
Dia berdoa. Dan apa yang diperintahkan-Nya terungkap pada kata-kata
seperti yang didoakan-Nya:
“17 Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firman-Mu adalah kebenaran. 18 Sama seperti Engkau telah mengutus Aku ke dalam dunia, demikian pula Aku telah mengutus mereka ke dalam dunia; 19 dan Aku menguduskan diri-Ku bagi mereka, supaya merekapun dikuduskan dalam kebenaran. 20 Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka; 21
supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di
dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita,
supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.” (Yoh 17:17-21).
Dari doa ini, kita tahu, bahwa Yesus menginginkan kita untuk menjadi
kudus, karena hanya dengan kekudusan, maka seseorang dapat diterima di
dalam Kerajaan Sorga. Karena kekudusan adalah kasih terhadap Tuhan dan
kasih terhadap sesama demi kasih kepada Tuhan, dan Yesus berdoa untuk
menguduskan para murid dalam kebenaran (Yoh 17:17), maka kita harus
memegang teguh bahwa kasih harus berdasarkan kebenaran. Tindakan yang
seolah-olah adalah tindakan kasih namun tidak berdasarkan kebenaran
bukanlah perbuatan kasih. Dan sama seperti Bapa telah mengutus Yesus
untuk mengabarkan kasih dan kebenaran (Yoh 17:18), maka Yesus juga
mengutus kita semua untuk mewartakan kasih dan kebenaran. Yesus telah
menguduskan diri kita semua dengan Roh Kebenaran, yaitu Roh Kudus, yang
kita terima pada saat kita dibaptis.
Maka kita semua yang telah dibaptis harus bersatu padu membangun Gereja.
Tanpa persatuan, maka dunia tidak dapat percaya bahwa Allah telah
mengutus Yesus Sang Putera Allah. Oleh karena itu, Yesus sendiri telah
mendirikan Gereja Katolik sebagai Gereja yang satu, kudus, katolik, dan
apostolik, di mana persatuan umat beriman dinyatakan dalam kesatuan
liturgi dan doktrin, di bawah Paus yang menjadi wakil Kristus dan Gembala Gereja semesta, mempunyai kuasa penuh, tertinggi dan universal terhadap Gereja.[1]
Sampai kapankah kita harus mengerjakan pekerjaan ini? “4 Kita harus
mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan
datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja. 5 Selama
Aku di dalam dunia, Akulah terang dunia.“ (Yoh 9:4-5). Ini bukan
berarti bahwa pekerjaan itu hanya dilaksanakan selama Yesus ada di dunia
ini, namun sampai pada akhir jaman, dimana Yesus sendiri yang akan
memisahkan terang dan gelap, yaitu pada saat penghakiman terakhir.
Sebelum maut memisahkan kita dan atau akhir dunia, di mana setiap orang
akan mengalami pengadilan Tuhan, maka kita semua masih mempunyai
kesempatan untuk berlomba-lomba dalam kekudusan. Namun pada saat
pengadilan terakhir dinyatakan, dan sebagian dinyatakan untuk masuk
dalam kegelapan abadi, maka tidak ada lagi yang dapat bekerja (ay. 4),
karena semuanya telah selesai dan lengkap. Oleh karena itu, kita semua
yang telah menerima Sakramen Baptis, yang menerima Roh Kristus, harus
bersatu padu di dalam Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik,
untuk senantiasa bekerja mewartakan kasih dan kebenaran Kristus sampai
pada saat kedatangan Kristus yang ke-dua.
Pergilah basuhlah dirimu dalam kolam Siloam
Kristus dalam perikop ini menunjukkan satu perbuatan nyata yang menguak
pentingnya seseorang menerima baptisan untuk diselamatkan. Bagaimana
Yesus membuat orang buta itu melihat? “Ia meludah ke tanah, dan mengaduk ludahnya itu dengan tanah, lalu mengoleskannya pada mata orang buta tadi 7 dan berkata kepadanya: “Pergilah, basuhlah dirimu dalam kolam Siloam.” Siloam artinya: “Yang diutus.” Maka pergilah orang itu, ia membasuh dirinya lalu kembali dengan matanya sudah melek.” (Yoh 9:6-7).
St. Agustinus mengatakan bahwa “mengaduk ludah dengan tanah” mengacu
kepada “Firman telah menjadi manusia”[2], yaitu Yesus sendiri. Dan ini
juga sejalan dengan arti dari Siloam, yaitu yang diutus, yang mengacu
kepada Yesus sendiri yang diutus oleh Bapa. Oleh karena itu, bagaimana
orang buta ini dapat melihat? Karena inisiatif dari Allah. Kita mengenal
Kristus dan dibebaskan dari kebutaan mata hati kita untuk menjadi
terang melalui Sang Terang, karena rahmat Ilahi. Tanpa rahmat ilahi,
kita tidak mungkin dapat mengenal Sang Terang. Sama seperti Kristus yang
menyembuhkan orang buta tersebut dengan suatu proses (meludah,
mengaduk, mengoleskan), maka kita yang sebelumnya buta dijamah oleh
Kristus sendiri. Kita menanggapi kasih Kristus ini dengan keinginan dan
keputusan untuk mengikuti Dia dalam proses katekese.[3]. Namun Allah
tidak ingin kita hanya sekedar mengenal-Nya, karena Ia ingin bertahta
dalam hidup kita. Allah ingin kita menjadi “yang terkasih” (the beloved),
karena Allah sendiri ingin mencurahkan Roh Kudus-Nya kepada kita dan
menjadikan kita anak-anak angkat-Nya. Oleh karena itu, Allah, melalui
Gereja-Nya, membaptis kita, sama seperti Yesus mengutus orang buta
tersebut ke kolam Siloam.[4] Orang buta tersebut dapat melihat setelah
membasuh diri di kolam Siloam, sama seperti kita yang melihat terang
karena rahmat Sakramen Baptis. Melalui Pembaptisan kita dipersatukan
dengan Yesus “Yang Diutus oleh Allah Bapa”, dan kemudian kitapun
kemudian diutus oleh Allah untuk hidup seturut dengan panggilan kita
sebagai anak-anak angkat Allah di dalam Kristus.
Bersaksilah tentang Aku yang telah memberikan terang…
Ayat 8-34 adalah suatu perjalanan iman yang harus dilalui oleh setiap
orang yang dibaptis, sebagai suatu akibat dari melihat terang. Seseorang
yang telah melihat terang dan hidup dalam terang tidak dapat membiarkan
dirinya dan orang lain untuk tetap hidup dalam kegelapan. Orang yang
hidup dalam terang akan mengorbankan segalanya untuk tetap hidup dalam
terang.
Pertama, orang buta tersebut harus bersaksi kepada orang-orang
terdekatnya, yaitu anggota keluarga, tetangga-tetangga, komunitas
setempat. Mungkin mereka akan berkata “bukankan dia ini yang selalu mengemis?” (ay.
8), sama seperti seseorang mengatakan bukankah dia ini yang dulunya
hidup bergelimang dosa? Atau, yang dulu hidupnya tidak jujur? Dan orang
akan senantiasa mempertanyakan alasan mengapa orang buta itu, ataupun
juga kita, berubah.
Menarik sekali bahwa orang buta ini begitu bersukacita akan perubahan
yang dialaminya, sehingga ketika tetangganya bertanya bahwa bukankah dia
yang dulu mengemis dan buta, dia dengan bersukacita menjawab, “Ya,
benar” (ay. 9-10). Kita juga dapat mengatakan hal yang sama, bahwa kita
yang memang telah lama buta dan tinggal dalam kegelapan telah dijamah
oleh Kristus dan memperoleh terang. Namun, kesaksian ini akan menjadi
lebih efektif kalau kita dapat membuktikan bahwa kita memang dapat
melihat, yang berarti tidak tersandung dan tidak menjadi batu sandungan
bagi orang lain. Atau dengan kata lain, kesaksian ini akan lebih berarti
kalau kita juga berjuang untuk hidup kudus, hidup sebagai anak-anak
terang. Dengan demikian, kita juga dapat berkata seperti yang dikatakan
oleh orang buta yang telah disembuhkan itu, “Orang yang disebut Yesus
itu mengaduk tanah, mengoleskannya pada mataku dan berkata kepadaku:
Pergilah ke Siloam dan basuhlah dirimu. Lalu aku pergi dan setelah aku
membasuh diriku, aku dapat melihat” (ay. 11).
Namun selanjutnya, sungguh sayang, orang buta itu menjawab “tidak tahu” ketika para tetangga bertanya “Dimanakah Dia?”
(ay. 12). Apakah kita juga menjawab tidak tahu ketika orang bertanya
tentang Yesus? Orang buta tersebut tidak mendapatkan proses katekese,
namun kita yang telah melalui proses katekese dan pelajaran agama
sebelum dibaptis maupun pendalaman iman setelah dibaptis, tidak
mempunyai alasan untuk mengatakan bahwa kita tidak tahu tentang Yesus.
Orang buta tersebut tahu tentang Yesus, namun dia tidak tahu di mana
Yesus. Kita yang telah mendapatkan kepenuhan Yesus di dalam Gereja
Katolik harus menunjukkan kepada orang yang bertanya kepada kita, untuk
juga menemukan Yesus di dalam Gereja Katolik.
Kesaksian kedua yang diberikan oleh orang yang tadinya buta adalah
kepada orang-orang Farisi, yang mungkin dalam kehidupan kita dapat
mewakili orang-orang yang berkuasa yang lebih besar dari kita, misalnya
orang-orang yang bertanggung jawab di dalam perusahaan tempat kita
bekerja, di dalam masyarakat yang majemuk, dll. Kita, yang telah
menerima terang dari Kristus juga akan menghadapi tantangan yang sama,
ketika banyak orang dari agama yang berbeda, mungkin mengatakan bahwa
tidak ada Tuhan, Yesus bukanlah Allah, dll. Mungkin juga kita akan
menghadapi tantangan yang berkata bahwa Gereja Katolik bukanlah Gereja
yang didirikan oleh Kristus, atau Gereja Katolik hanyalah salah satu
denominasi Kristen.
Di sinilah kita belajar bahwa para santa-santo adalah suatu bukti dari
kebenaran dalam Gereja Katolik. Sama seperti orang buta yang telah
disembuhkan, maka santa-santo adalah bukti bagaimana orang yang telah
dijamah oleh Kristus dan bertumbuh dalam sakramen, dapat mempunyai
kerendahan hati dan ketaatan, yang menghasilkan buah berlimpah. Orang
yang tidak percaya akan Kristus maupun Gereja Katolik akan bertanya
“Mengapa yang terberkati Bunda Teresa mau dan mempunyai kekuatan untuk
melayani orang-orang yang paling miskin di Kalkuta? Mengapa ada orang
yang mau hidup selibat dan mengabdikan diri bagi sesama dan menjadi
pastor dan suster? Mengapa semua orang korupsi, sedangkan umat yang
beragama Katolik jujur? ” Inilah “argument of the heart“,
yang mungkin sulit untuk dibantah, karena fakta memang di depan mata,
sama seperti orang-orang Farisi tidak dapat menyangkal kesembuhan dari
orang yang buta sejak lahir itu.
Dan pada saat orang-orang bertanya tentang perubahan dalam diri kita,
maka kita dapat menunjuk kepada Sang Terang yang memberikan kekuatan
kepada kita. Siapakah yang merubah kehidupanmu? (ay. 17). Kita harus
menunjuk kepada Sang Sumber Terang, yaitu Kristus. Orang buta yang telah
disembuhkan pada saat itu belum mendapatkan kepenuhan wahyu, sehingga
dia menjawab, “Ia adalah seorang nabi” (ay. 17). Walaupun jawaban ini
tidak salah, namun belum lengkap. Seorang nabi adalah orang yang
mewartakan kebenaran, yaitu kebenaran Allah. Namun Kebenaran itu
mempunyai nama, sebab Kebenaran telah menjelma menjadi manusia, yaitu
Yesus Kristus.
Pada saat kita hanya menerima semua dogma dan doktrin Gereja Katolik
dalam batas pengetahuan saja, namun tidak melaksanakannya dalam
kehidupan nyata, maka sebenarnya sama saja kita mengatakan bahwa Yesus
hanyalah sebatas “Nabi“. Sebatas nabi yang mungkin tidak perlu
disembah dan tidak perlu menjadi fokus yang paling penting dalam
kehidupan kita. Sedangkan, untuk sampai pada tahap penghayatan akan
kebenaran yang bukan hanya terbatas pada pikiran, maka semua pengajaran
Kristus, yang dinyatakan lewat Gereja harus diendapkan dalam hati,
sehingga dengan seluruh keberadaan kita mengasihi kebenaran. Iman kita
bukan hanya tergantung dari perkataan orang tertentu, bukan hanya
tergantung dari website tertentu, bukan hanya tergantung dari guru kita
ataupun orang tua kita. Karena pada akhirnya iman kita adalah merupakan “personal faith”
(iman pribadi). Dan tepat sekali apa yang dikatakan oleh orang tua dari
orang buta ini, “Ia telah dewasa, tanyakanlah padanya sendiri” (ay.
23). Iman pribadi inilah yang dituntut oleh Kristus kepada setiap orang
yang telah menerima Kristus, sama seperti ketika Kristus bertanya kepada
Petrus “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?” (Mt 16:15).
Pengakuan iman yang pribadi seperti ini merupakan iman yang dewasa, yang
akan senantiasa dimurnikan secara terus-menerus.
Dalam perikop ini, terlihat bahwa orang buta yang telah disembuhkan
harus menghadapi lagi pertanyaan-pertanyaan dan tuduhan-tuduhan dari
orang-orang Farisi. Demikian juga dengan kita: pertanyaan-pertanyaan dan
ujian-ujian iman ini akan terus berlangsung selama hidup kita. Kita
harus mempertanggungjawabkan iman yang kita bukan hanya dengan
perkataan, namun juga dengan perbuatan, dan juga dengan segala
resikonya. Orang buta yang disembuhkan tahu dan mengalami kesembuhan
dari Yesus. Dan keyakinan ini begitu dalam terpatri di dalam hatinya,
sehingga tidak ada kekuatan di dunia ini yang dapat mengubah
keyakinannya, termasuk interograsi dari orang-orang Farisi.
Akhirnya, interograsi dari orang-orang Farisi tersebut menyebabkan orang
buta yang telah melihat itu diusir keluar (ay. 34). Ayat 34 yang
mengatakan “… Lalu mereka mengusir dia ke luar“, bukanlah hanya
sekedar diusir dari ruangan, namun diusir dari komunitas, atau dengan
kata lain di-ekskomunikasi. Orang yang di-ekskomunikasi, yang di
keluarkan dari komunitas Yahudi, dianggap sebagai orang asing, tidak
boleh masuk ke dalam sinagoga. Dengan kata lain, orang buta tersebut
dikucilkan.[5] Dalam percakapan dengan orang-orang Farisi, orang buta
yang telah disembuhkan mengetahui resiko pengusiran ini, namun dia tidak
takut akan resiko yang harus ditanggungnya. Bandingkan dengan sikap
orang tuanya yang takut dikucilkan, sehingga tidak berani untuk
memberitakan kebenaran (ay. 22). Kita sebagai orang-orang yang telah
mengalami jamahan Kristus, dan hidup dalam terang Kristus selayaknya
rela berkorban untuk terus hidup dalam kebenaran.
Perjuangan membawa sang buta kepada Sang Kebenaran.
Mungkin peristiwa kesembuhan dan pengusiran orang buta itu dari
komunitas Yahudi diketahui oleh banyak orang, termasuk oleh Yesus (ay.
35). Inilah sebabnya pada waktu Yesus bertemu dengan orang itu, Yesus
berkata “Percayakah engkau kepada Anak Manusia?“. Anak Manusia
adalah gelar dari Sang Mesias (lih. Dan 7:13). Tidak ada keraguan dalam
diri orang buta tersebut bahwa Anak Manusia adalah merujuk kepada Sang
Mesias, sehingga dia berkata “Siapakah Dia, Tuhan? Supaya aku percaya kepada-Nya”
(ay. 36). Yesus yang tahu bahwa orang buta itu diusir dari komunitas
Yahudi melalui tahta Musa menawarkan kepada orang buta tersebut suatu
komunitas yang lebih baik, yaitu komunitas yang diperintah sendiri oleh
Diri-Nya.
Bagi Yesus, kesembuhan fisik dari orang buta tersebut tidaklah cukup.
Inilah sebabnya, Yesus bukan bertanya apa yang akan dilakukan oleh orang
buta itu setelah di-ekskomunikasi dari komunitas Yahudi, melainkan
Yesus bertanya “Percayakah engkau kepada Anak Manusia?” Kalau
pada pertemuan pertama Yesus memberikan terang bagi kebutaan mata orang
itu, maka pada pertemuan ke dua, Yesus memberikan terang spiritual,
sehingga orang buta itu dapat memperoleh terang keselamatan. Dan dengan
penuh kasih Yesus memberikan jati diri-Nya kepada orang buta tersebut “Engkau bukan saja melihat Dia; tetapi Dia yang sedang berkata-kata dengan engkau, Dialah itu!” (Yoh 9:37). Mendengar perkataan Yesus, orang buta itu bersembah sujud dan berkata “Aku percaya, Tuhan!” (ay. 38). Di sinilah orang buta tersebut melihat terang Sorgawi, terang yang membawanya kepada keselamatan kekal.
Kerendahan hati adalah sikap yang diperlukan untuk mencapai Kebenaran.
Untuk memperoleh iman seperti orang buta tersebut, diperlukan suatu
kondisi, yaitu seseorang harus menyadari bahwa dia adalah seorang yang
buta. Hal ini berarti, iman yang benar seperti ini hanya dapat dicapai
ketika seseorang menyadari dengan segala kerendahan hati bahwa dirinya
adalah seorang yang berdosa. Dan Yesus menegaskan hal ini dengan berkata
“Aku datang ke dalam dunia untuk menghakimi, supaya barangsiapa yang tidak melihat, dapat melihat”
(ay. 39). Kerendahan hati membuat rahmat Tuhan mengalir secara bebas
dalam kehidupan seseorang, sehingga pada akhirnya rahmat Tuhan ini
menuntun orang tersebut kepada keselamatan. Bahkan dapat disimpulkan
bahwa tanpa kerendahan hati, seseorang tidak akan mungkin memperoleh
keselamatan, seperti yang ditegaskan oleh Yesus “…supaya barangsiapa melihat menjadi buta.” Orang
yang buta namun tidak menyadari kebutaannya – seperti yang ditunjukkan
oleh orang-orang Farisi (ay. 40) – adalah sungguh tragis dan ini
merupakan pernyataan kesombongan mereka. Kesombongan inilah yang menjadi
penghalang bagi rahmat Tuhan untuk mengubah kehidupan mereka. Oleh
karena itu, hidup mereka akan terus berada di dalam kegelapan.
Siapa yang dipercaya banyak, dituntut lebih banyak.
Orang yang tidak buta seharusnya tidak tersandung dan tidak menjadi batu
sandungan, serta dia tetap berjalan dalam terang. Maka, orang percaya
yang telah melihat, namun tetap hidup dalam kegelapan, lebih besar
dosanya daripada orang yang buta. Yesus berkata, “Sekiranya kamu buta, kamu tidak berdosa, tetapi karena kamu berkata: Kami melihat, maka tetaplah dosamu”
(ay. 41). Orang-orang Farisi yang mempunyai pengetahuan yang begitu
luas, terpelajar, dan tahu tentang tanda-tanda dari Sang Mesias, tetapi
mereka tidak mau percaya akan segala kenyataan yang terbentang di depan
mata, bahwa Yesus adalah Mesias yang dijanjikan. Padahal sesungguhnya,
mereka tidak mempunyai alasan untuk tidak percaya. Maka, ketidak
percayaan mereka ini disebabkan oleh kekerasan hati mereka. Yesus
menegaskan hal ini dengan berkata “Tetapi barangsiapa tidak tahu akan kehendak tuannya dan melakukan apa yang harus mendatangkan pukulan, ia akan menerima sedikit pukulan. Setiap
orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak dituntut,
dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, dari padanya akan lebih
banyak lagi dituntut.” (Lk 12:48).
Dalam konsep keselamatan, orang buta adalah orang-orang yang memiliki “invincible ignorance“, yaitu “orang-orang yang, bukan karena kesalahan mereka, tidak mengenal Kristus, yang
dapat juga diselamatkan, asalkan mereka mengikuti hati nurani mereka
dan mempraktekkan hukum kasih, dimana mereka juga digerakkan oleh rahmat
Ilahi.”[6] Meskipun dibutuhkan perjuangan yang tidak mudah dalam
kategori ini untuk dapat memperoleh keselamatan, namun dalam belas
kasihan-Nya, Tuhan dapat memakai parameter yang berbeda dalam mengadili
mereka.
Namun bagi orang-orang yang melihat, atau orang-orang yang telah
mengenal Kristus akan dituntut lebih banyak. Inilah sebabnya Gereja
Katolik mengatakan “Andaikata ada orang, yang benar-benar tahu, bahwa
Gereja Katolik itu didirikan oleh Allah melalui Yesus Kristus sebagai
upaya yang perlu, namun tidak mau masuk ke dalamnya atau tetap tinggal
di dalamnya, ia tidak dapat diselamatkan.”[7] Hal ini disebabkan
karena orang yang benar-benar tahu bahwa Kristus mendirikan Gereja
Katolik namun tidak masuk di dalamnya berarti dia mendahulukan kepentingan pribadi di atas pencarian kebenaran.
Dan terlebih lagi bagi orang-orang Katolik sendiri yang mendapatkan
kepenuhan kebenaran dan begitu banyak rahmat yang mengalir dalam
sakramen-sakramen, dituntut lebih banyak. Lumen Gentium mengatakan “Tetapi
tidak diselamatkan orang, yang meskipun termasuk anggota Gereja namun
tidak bertambah dalam cinta-kasih; jadi yang “dengan badan” memang
berada dalam pangkuan Gereja, melainkan tidak “dengan hatinya”.[8]
Ini berarti bahwa orang Katolik yang mempunyai “kepenuhan kebenaran”
harus benar-benar dapat menerapkan ajaran kasih. Bagi kita umat Katolik,
tidak ada alasan untuk tidak mengasihi Tuhan dan sesama, karena kita
telah diberi berkat yang berlimpah dari sakramen-sakramen, terutama dari
Sakramen Ekaristi dan Sakramen Tobat, yang memampukan kita untuk hidup
kudus setelah menerima Sakramen Baptis.
Yesus adalah terang dunia.
Dari perikop ini, maka kita melihat perjalanan iman dari orang buta,
yang sebenarnya merupakan refleksi dari perjalanan iman kita. Kita yang
telah disembuhkan dari kegelapan – karena dosa asal – lewat Sakramen
Baptis, dituntut untuk terus hidup dalam terang. Dan kita semua juga
diundang oleh Kristus untuk menjadi duta atau utusan Kristus (lih. 2 Kor
5:20) untuk mewartakan kabar gembira sampai pada kedatangan Kristus
yang kedua. Kita dituntut untuk menyebarkan terang Kristus kepada semua
orang, sehingga semua orang juga dapat sampai kepada sumber Terang,
yaitu Kristus. Di manapun tingkat spiritualitas kita, kita sekali lagi
diingatkan bahwa kita harus senantiasa kembali kepada sikap kerendahan
hati, seperti yang diingatkan oleh St. Teresa dari Avila dalam bukunya
puri batin (interior castle). Kerendahan hati inilah yang
memungkin seseorang yang berada dalam kegelapan dapat melihat terang,
dan orang yang berada dalam terang tidak terjatuh dalam kegelapan serta
semakin memancarkan terang Kristus. Mari kita semua memegang teguh apa
yang Yesus katakan “Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia
tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang
hidup.” (Yoh 8:12).
Catatan: Artikel ini ditulis tanggal 3 Agustus 2009, direvisi dan
dipakai untuk pendalaman Alkitab di paroki Regina Caeli – Pantai Indah
Kapuk pada tanggal 30 Maret 2011. Sumber: http://katolisitas.org/2334/orang-buta-yang-menjadi-pewarta
CATATAN KAKI:
1. Lumen Gentium, 22 [↩]
2. St. Augustine, Tractate XLIV, Ch. IX, 2 [↩]
3. Ibid [↩]
4. Secara harafiah, Siloam merupakan suatu tempat penampungan air
untuk orang-orangyang tinggal di Yerusalem, yang dibangun oleh raja
Hizkia (lih. 2Raj 20:20; 2Taw 32:30) pada abad ke-7 SM. Lebih lanjut
dikatakan bahwa para nabi air dari kolam Siloam merupakan tanda dari
berkat Allah (lih. Yes 8:6; Yes 22:11). [↩]
5. Pengucilan atau ekskomunikasi ini dapat berlangsung sementara,
seperti 30 hari dan dapat diperpanjang sampai 60 hari atau 90 hari.
Kalau setelah masa ekskomunikasi ini berakhir dan orang tersebut tidak
bertobat, maka dia akan dijatuhi hukuman yang lebih serius. Di depan
pengadilan, mereka akan dijatuhi kutuk (malediction). Dan tahap ketiga
adalah mengucilkan orang tersebut untuk selamanya. [↩]
6. Lumen Gentium 16 [↩]
7. Lumen Gentium, 14 [↩]
8. Ibid [↩]
Antifon Komuni (Bdk. Yoh 9:11)
Tuhan mengolesi mataku, lalu aku pergi dan aku membasuh muka, dan aku melihat, dan aku percaya kepada Allah.
The Lord anointed my eyes: I went, I washed, I saw and I believed in God.
Lutum fecit ex sputo Dominus, et linivit oculos meos: et abii, et lavi, et vidi, et credidi Deo. (Yoh 9:6,11,38)
TAHUN B
Antifon Pembuka dan Doa Pagi (lih. Tahun A)
Bacaan dari Kitab Kedua Tawarikh (2Taw 3:14-16.19-23)
"Murka Allah dinyatakan lewat pembuangan, kerahiman-Nya dinyatakan lewat pembebasan."
Ketika Israel diperintah oleh Raja Zedekia, semua pemimpin di antara imam dan rakyat berkali-kali berubah setia dengan mengikuti segala kekejian bangsa-bangsa lain. Rumah yang dikuduskan Tuhan di Yerusalem mereka najiskan. Namun Tuhan, Allah nenek moyang mereka, berulang-ulang mengirim pesan melalui utusan-utusan-Nya, karena Tuhan sayang kepada umat-Nya dan kepada tempat kediaman-Nya. Tetapi mereka mengolok-olok para utusan Allah itu, menghina segala firman Allah, dan mengejek nabi-nabi-Nya. Oleh sebab itu murka Tuhan bangkit terhadap umat-Nya, sehingga tidak mungkin lagi ada pemulihan. Maka Tuhan menggerakkan raja orang-orang Kasdim. Mereka membakar rumah Allah, merobohkan tembok Yerusalem dan membakar segala puri dalam kota itu, sehingga musnahlah segala perabotan yang indah-indah. Mereka yang masih tinggal dan terluput dari pedang diangkutnya ke Babel, mereka dijadikan budak raja dan budak anak-anaknya sampai kerajaan Persia berkuasa. Dengan demikian genaplah firman Tuhan yang diucapkan Yeremia, sampai tanah ini pulih dari akibat dilalaikannya tahun-tahun sabat, karena tanah itu menjadi tandus selama tahun sabat, hingga genaplah tujuh puluh tahun. Pada tahun pertama pemerintahan Koresh, raja negeri Persia, Tuhan menggerakkan hati Koresh, raja Persia itu, untuk menggenapkan firman yang diucapkan oleh Yeremia. Maka dimaklumkanlah di seluruh kerajaan Koresh, secara lisan dan tulisan maklumat ini: Beginilah perintah Koresh, raja Persia, “Segala kerajaan di bumi telah dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Allah semesta langit. Ia menugaskan aku untuk mendirikan rumah bagi-Nya di Yerusalem, yang terletak di Yehuda. Siapa di antara kamu termasuk umat-Nya, kiranya Tuhan Allah menyertainya, dan biarlah ia berangkat pulang!”Demikianlah sabda TuhanU. Syukur kepada Allah.Mazmur Tanggapan, do = d, 2/4, PS 842Ref. Hanya pada Tuhanlah hatiku tenang.Ayat. (Mzm 137:1-2.3.4-5.6; Ul: 6a)1.
Di tepi Sungai Babel, di sanalah kita duduk sambil menangis, apabila
kita mengingat Sion. Pada pohon-pohon gandarusa di tempat itu kita
gantungkan kecapi kita.2.
Sebab di sanalah orang-orang yang menawan kita meminta kepada kita
memperdengarkan nyanyian, dan orang-orang yang menyiksa kita meminta
nyanyian sukacita, "Nyanyikanlah bagi kami nyanyian dari Sion!"3.
Bagaimanakah mungkin kita menyanyikan nyanyian Tuhan di negeri asing?
Jika aku melupakan engkau, hai Yerusalem, biarlah menjadi kering tangan
kananku!4.
Biarlah lidahku melekat pada langit-langitku, jika aku tidak mengingat
engkau, jika aku tidak menjadikan Yerusalem puncak sukacitaku!Bacaan dari Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di Efesus (2:4-10)
"Kamu mati karena kesalahan, tetapi diselamatkan berkat kasih karunia."
Saudara-saudara, terdorong oleh kasih karunia-Nya yang besar, yang telah dilimpahkan-Nya kepada kita, Allah yang kaya dengan rahmat telah menghidupkan kita bersama dengan Kristus. Sekalipun kita telah mati karena kesalahan kita. Jadi kamu diselamatkan berkat kasih karunia. Di dalam Kristus Yesus itu Allah telah membangkitkan kita juga dan memberi tempat di surga bersama dengan Dia. Dengan itu Allah bermaksud di masa yang akan datang menyatakan kepada kita kasih karunia-Nya yang berlimpah sesuai dengan kebaikan-Nya terhadap kita dalam Kristus Yesus. Sebab berkat kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman. Keselamatan itu bukanlah hasil usahamu, melainkan pemberian Allah. Jadi keselamatan itu bukanlah hasil pekerjaanmu. Maka jangan sampai ada orang yang memegahkan diri. Sebab sesungguhnya kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik, yang sudah dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.Demikianlah sabda TuhanU. Syukur kepada AllahBait Pengantar Injil, do = bes, 4/4, PS 965Ref. Terpujilah Kristus Tuhan, Raja mulia dan kekal.Ayat. (Yoh 3:16)Begitu besar kasih Allah akan dunia, sehingga Ia mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal. Supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal.Inilah Injil Yesus Kristus menurut Yohanes (3:14-21)
"Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia untuk menyelamatkannya."
Sekali peristiwa, Yesus berkata kepada Nikodemus yang datang kepada-Nya pada waktu malam, “Sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal. Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya. Barangsiapa percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; tetapi barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah. Dan inilah hukuman itu: Terang telah datang ke dalam dunia, tetapi manusia lebih menyukai kegelapan daripada terang, sebab perbuatan-perbuatan mereka jahat, sebab barangsiapa berbuat jahat, ia membenci terang dan tidak datang kepada terang itu, supaya perbuatan-perbuatannya yang jahat itu tidak nampak; tetapi barangsiapa melakukan yang benar, ia datang kepada terang, supaya menjadi nyata, bahwa perbuatan-perbuatannya dilakukan dalam Allah.”Demikianlah Injil TuhanU. Terpujilah Kristus.
Renungan
Pada
saat kita berada di malam yang gelap, begitu ada terang maka kegelapan
itu sudah hilang. Kita pun dapat melihat sekitarnya dengan jelas.
Begitulah perbedaan orang yang percaya dan tidak percaya kepada Yesus.
Bagi orang yang percaya ia berada dalam terang dan orang yang tidak
percaya berada dalam kegelapan. Dua hal yang bertentangan dengan
konsekuensi yang bertentangan juga. Namun, yang terang diperlukan bagi
yang gelap, dan terang itu akan mengalahkan kegelapan.
Terang
dan gelap menjadi simbol bagi orang yang percaya dan tidak percaya akan
Allah. Terang itu kebahagiaan dan gelap itu penderitaan karena dosa.
Sesungguhnya, kasih Allah begitu besar kepada semua manusia ciptaan-Nya, “... karena Ia sayang kepada umat-Nya dan tempat kediaman-Nya”
(2Taw 36:15b). Melalui Injil hari ini, kita semakin diyakinkan bahwa
bagi mereka yang tidak percaya sudah berada di dalam hukuman. Mereka
yang tidak percaya itu, bila mengalami penghukuman bukan berarti
semata-mata Allah yang memberi hukuman kepadanya. Sebab hukuman itu
dialami karena mereka telah menjatuhkan pilihan untuk tidak percaya
kepada-Nya.
Berbeda dengan orang yang percaya, bila kemudian
menjadi seorang yang berdosa. Mereka diberi kesempatan untuk bertobat
maka kedatangan-Nya bukanlah untuk menghakimi, melainkan mengasihi
mereka dengan anugerah kasih dan pengampunan-Nya. Hal ini ditegaskan
oleh Rasul Paulus dalam Ef 2:4-10, bacaan II hari ini. Dengan demikian,
kita seharusnya bersyukur dan berterima kasih kepada Dia yang telah rela
menderita sengsara, wafat di kayu salib dan bangkit mulia bagi kita
orang berdosa ini.
Untuk bersyukur dan terima kasih dapat kita
ungkapkan dengan kesetiaan kita untuk membangun relasi yang baik dan
intens dengan Allah sendiri. Berdoa dan bermeditasi, membaca Sabda dan
merenungkannya, ibadat dan Ekaristi, pendalaman iman dengan membaca buku
rohani serta ikut aktif di lingkungan, stasi atau paroki, itu semua
dapat menjadi sarana membangun relasi dengan Allah, sekaligus dengan
sesama saudara. Akan tetapi, perlu juga kita meminta bimbingan rohani
dari para imam, biarawan dan biarawati juga kepada mereka yang telah
studi teologi. Semakin banyak kegiatan rohani yang kita lakukan, maka
pengalaman akan kasih Allah semakin hidup dan bertumbuh. Kita pun
menjadi semakin kuat menghadapi tantangan dan cobaan yang berat sekali
pun.
Lalu bagaimana dengan orang yang tidak percaya? Bagi
mereka, kita mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pewartaan dan
katekese. Kita perkenalkan kepada mereka, Allah yang penuh belaskasih.
Seperti dalam perumpamaan Yesus tentang pelita (lih. Mat 5:15). Maka,
kita yang percaya kepada-Nya diharapkan dapat menunjukkan kesaksian
dengan keteladanan dan kesetiaan. Hanya saja, sebagai seorang misioner,
baiklah kalau kita juga memberikan kesaksian dalam bentuk pengungkapan
kreatif dan inovatif tentang sejarah iman, baik yang dalam Kitab Suci
maupun dalam hidup pribadi kita sendiri.
Media eletronik dan
internet dapat menjadi sarana yang baik dalam sebuah pewartaan iman.
Anda dapat melakukannya agar semakin banyak orang percaya kepada Yesus,
Tuhan. (Kris/RUAH).
Antifon Komuni (Bdk. Mzm 122:3-4)
Yerusalem dibangun sebagai kota yang rapat tersusun. Ke sana
berziarah suku-suku, yakini suku-suku Tuhan, untuk memuji nama-Mu, ya
Tuhan.
Ierusalem, quæ ædificatur ut civitas, cuius participatio eius in
idipsum: illuc enim ascenderunt tribus, tribus Domini, ad confitendum
nomini tuo, Domine.
Jerusalem is built as a city bonded as one
together.It is there that the tribes go up, the tribes of the Lord,to
praise the name of the Lord.