Sementara Yesus sedang berdoa di taman Getsemani, pikiran ilahi-Nya menyaksikan tidak hanya siksaan dari sengsara dan kematian-Nya yang mendekat, tetapi juga kebencian musuh-musuh-Nya, baik saat itu maupun di kemudian hari, sikap tidak berterima kasih para Rasul-Nya, dan dosa yang tak terhitung banyaknya yang dengannya manusia akan membalas kebaikan-Nya yang tak terbatas sepanjang zaman. Dia menyadari bahwa Dia akan menjadi tanda kontradiksi bagi banyak orang. Beberapa akan membenci Dia; yang lain akan menodai darah-Nya yang berharga dan tubuh-Nya yang tak bernoda. Banyak orang, yang melupakan Penebusan, akan melakukan dosa demi dosa, sementara yang lain akan menerima rahmat khusus dan hanya akan mengembalikan sikap dingin dan ketidakpedulian sebagai ganti kasih yang begitu besar. Menghadapi pemandangan yang suram ini, Yesus benar-benar sedih dan dikuasai oleh penderitaan misterius yang mengoyak yang menyebabkan Dia berkeringat darah. "Dia mulai menjadi sangat tertekan dan susah hatinya" (Markus 14:33) “Maka seorang malaikat dari langit menampakkan diri kepada-Nya untuk memberi kekuatan kepada-Nya. Ia sangat ketakutan dan makin bersungguh-sungguh berdoa. Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah.” (Lukas 22:43-44)
Kristus di Taman Getsemani |