Rabu, 11 Oktober 2023
Hari Biasa Pekan XXVII
"Doa Tuhan adalah kesimpulan seluruh Injil" (Tertulianus, or. 1).
"Ketika Tuhan mewariskan kepada kita rumusan doa ini, Ia menambahkan
pula: "Mintalah, maka kamu akan diberi; carilah, maka kamu akan
mendapat; ketuklah, maka pintu akan dibukakan bagimu" (Luk 11:9). Jadi
setiap orang dapat menyampaikan pelbagai macam doa ke surga seturut
kebutuhannya; tetapi ia harus selalu mulai dengan doa Tuhan, yang
merupakan doa utama" (Tertulianus, or. 10). --- Katekismus Gereja
Katolik, 2761
Antifon Pembuka (Mzm 86:9-10)
Ya Tuhan, Engkau sungguh baik dan suka mengampuni, kasih setia-Mu
berlimpah bagi semua yang berseru kepada-Mu. Pasanglah telinga kepada
doaku, ya Tuhan, dan perhatikanlah suara permohonanku.
Doa Pagi
Allah Bapa kami maha pengasih dan penyayang, Engkau selalu memperhatikan
setiap orang, meski ia berdosa dan mengingkari Engkau. Kami bersyukur,
karena demikian besar cinta dan belas kasih-Mu; dan kami mohon semoga
kami bersedia berbuat baik. Dengan pengantaraan Yesus Kristus, Putra-Mu, Tuhan kami, yang bersama dengan Dikau dalam persatuan Roh Kudus, hidup dan berkuasa, Allah, sepanjang segala masa. Amin.
|
Karya: petekarici/istock.com |
Bacaan dari Nubuat Yunus (4:1-11)
"Engkau sayang akan pohon jarak itu. Mana mungkin Aku tidak sayang akan kota Niniwe yang besar itu?"
Yunus sangat kesal hatinya dan marah-marah, karena Tuhan mengasihani
kota Niniwe. Maka berdoalah ia kepada Tuhan, “Ya Tuhan, bukankah telah
kukatakan, ketika aku masih di negeriku. Aku tahu bahwa Engkaulah Allah
yang pengasih dan penyayang, yang panjang sabar dan berlimpah kasih
setia-Nya, yang menyesali malapetaka yang hendak didatangkan-Nya. Itulah
sebabnya aku melarikan diri ke Tarsis. Maka sekarang, ya Tuhan,
cabutlah kiranya nyawaku, karena lebih baik aku mati daripada hidup.”
Tetapi Tuhan bersabda, “Layakkah engkau marah?” Yunus telah keluar dari
kota Niniwe dan tinggal di sebelah timurnya. Di situ ia mendirikan
sebuah pondok dan duduk di bawah naungannya menantikan apa yang akan
terjadi atas kota itu. Lalu atas penentuan Tuhan Allah tumbuhlah
sebatang pohon jarak yang menaungi kepala Yunus, agar ia terhibur dari
kekesalan hatinya. Yunus sangat bersukacita karena pohon jarak itu.
Tetapi keesokan harinya, ketika fajar menyingsing, atas penentuan Allah
pula datanglah seekor ulat, yang menggerek pohon jarak itu, sehingga
layu. Segera sesudah matahari terbit, maka atas penentuan Allah,
bertiuplah angin timur yang panas terik, sehingga sinar matahari
menyakiti kepala Yunus; lalu rebahlah ia lesu dan berharap supaya mati.
Ia berkata, “Lebih baiklah aku mati daripada hidup.” Tetapi Tuhan
bersabda kepada Yunus, “Layakkah engkau marah kepada pohon jarak itu?”
Jawab Yunus, “Selayaknyalah aku marah sampai mati.” Tuhan lalu bersabda,
“Engkau sayang akan pohon jarak itu. Padahal tidak sedikit pun engkau
berjerih payah dan tidak pula engkau menumbuhkannya! Pohon itu tumbuh
dalam satu malam dan binasa pula dalam satu malam. Nah, mana mungkin Aku
tidak sayang akan kota Niniwe yang besar itu, yang berpenduduk lebih
dari seratus dua puluh ribu orang, dengan ternaknya yang begitu banyak?
Padahal mereka itu tak tahu membedakan tangan kanan dan tangan kiri!”
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.