Iman mengajarkan kepada kita bahwa jiwa yang berada dalam keadaan rahmat dan telah menghapuskan segala siksa sementara akibat dosa-dosanya, segera masuk Surga setelah terpisah dari raga. Di sana jiwa menikmati kebahagiaan abadi. Ia melihat Tuhan secara langsung. Ia melihat Dia tanpa campur tangan ciptaan apa pun, tetapi sebagaimana Dia ada di dalam diri-Nya dalam kesatuan dan Trinitas kesempurnaan-Nya yang tak terhingga.
Dalam penglihatan indah ini, akal budi tetap terpuaskan sepenuhnya, karena di dalam Tuhan terdapat segala kebenaran, keindahan, dan kebaikan. Kehendak menyerahkan dirinya sepenuhnya pada kehendak Tuhan, tidak menginginkan apa pun lagi dan tidak mencintai apa pun selain Tuhan saja. Dari pengabaian ini muncullah cinta yang memuaskan setiap keinginan, kegembiraan yang tak terkatakan, dan kedamaian tak terbatas. Jiwa yang bahagia juga akan melihat Santa Perawan, dan dia akan tersenyum padanya dengan kelembutan keibuan. Ini akan melihat para Malaikat dan Orang Kudus berkumpul di sekitar Raja segala Raja dan Ratu Surga, menyanyikan pujian mereka. Santo Paulus, yang diangkat ke Surga ketiga, mengatakan kepada kita bahwa mustahil untuk membayangkan atau menggambarkan kegembiraan yang tidak diketahui yang dialami di sana. Dibandingkan dengan kebahagiaan abadi Surga, malangnya kenikmatan dunia hanyalah bayang-bayang kosong. Kita tidak dapat membayangkan kebahagiaan mereka yang telah memperoleh Surga melalui kehidupan baik mereka di bumi. Konsep Surga begitu indah dan luas sehingga menyebabkan para Orang Kudus menginginkan kematian sebagai sarana untuk menuju ke sana. Mereka juga menyambut baik penderitaan karena hal itu membawa mereka lebih dekat kepada tujuan mereka.